Diktat Sejarah Gereja Asia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DIKTAT



SEJARAH GEREJA ASIA



Oleh: Pdt. Yonas Muanley, M.Th.



Diktat Sejarah Gereja Asia



DAFTAR ISI DAFTAR ISI .........................................................................................................................................



i



BAB I ARTI, MAKNA, PERBEDAAN, DAN PERIODISASI SEJARAH GEREJA ASIA .......... A. Arti Sejarah Gereja Asia ......................................................................................................... B. Makna Studi Sejarah Gereja Asia .......................................................................................... C. Perbedaan Sejarah Gereja Asia dan Eropa ......................................................................... D. Periodisasi Sejarah Gereja Asia .............................................................................................



1 1 1 1 2



BAB II SEJARAH GEREJA ASIA LAMA SAMPAI KEDATANGAN ISLAM ABAD I – III ..... A. Pengertian “Lama” dalam Istilah “Gereja Asia Lama” .................................................... B. Pembagian Periode sampai Kedatangan Islam .................................................................. C. Perluasan Gereja Asia Abad I – VII .................................................................................... D. Metode PI ke Wilayah Timur ................................................................................................ E. Perluasan dan Pertumbuhan Gereja di Persia dan Beberapa Wilayah Asia di Luar Kekaisaran Romawi ................................................................................................................ 1. Penghambatan di bawah Kekaisaran Persia Beragama Zoroaster ............................. 2. Pengakuan Negara (Persia) terhadap Gereja ................................................................. 3. Usaha Pemimpin Gereja Persia Melepaskan Diri dari Kecurigaan Negara (Persia) terhadap Posisi Gereja dalam Hubungan dengan Kekaisaran Romawi ................... F. Sejarah Gereja Nestorian di Persia ....................................................................................... G. Pertikaian tentang Trinitas dan Kristologi (Kemanusiaan dan Keilahian Yesus) ........



8 8 9



BAB III SEJARAH GEREJA ASIA BARAT SELAMA KEKUASAAN ISLAM (BAD VII – XV) .. A. Sejarah Lahirnya Islam dan Ekspansi Islam ....................................................................... B. Sejarah Gereja Asia selama Kekuasaan Islam .....................................................................



11 11 11



BAB IV SEJARAH GEREJA DI ASIA TIMUR DAN SELATAN SEBELUM TAHUN 1500 ........ A. Sejarah Gereja Asia Timur (Tiongkok) ................................................................................ B. Sejarah Gereja di Asia Selatan: Sejarah Gereja Marthoma di India ................................



13 13 14



BAB V MISI KATOLIK ROMA DI ASIA ABAD XVII – XVIII .......................................................... A. Ekspansi Kekuatan Ekonomi dan Politik Bangsa Portugal dan Spanyol ...................... 1. Misi Gereja Katolik di Goa, India ................................................................................... 2. Misi Gereja Katolik Roma di Moghul, India ................................................................. B. Melalui Kontra Reformasi/Serikat Yesus ........................................................................... 1. Franciscus Xaverius ........................................................................................................... 2. Roberto De Nobili (1577 – 1656) ...................................................................................



15 15 17 17 17 18 20



3 3 4 4 5 5 6 7



i



Diktat Sejarah Gereja Asia



BAB VI ZENDING PROTESTAN DI ASIA ABAD XVII – XVIII ...................................................... A. Gereja Protestan di India ....................................................................................................... B. Gereja Protestan di Pakistan ................................................................................................. C. Gereja Protestan di Banglades .............................................................................................. D. Gereja Protestan di Sri Lanka ............................................................................................... E. Gereja Protestan di Cina/Tiongkok .................................................................................... F. Perkembangan Kristen di Cina .............................................................................................



21 21 22 23 24 24 25



BAB VII PERKEMBANGAN TEOLOGI DI ASIA SEJAK TAHUN 1950 .......................................... A. Teologi Kontekstual India (Teologi India) ......................................................................... B. Teologi Kontekstual Jepang (Teologi Jepang) ................................................................... C. Teologi dan Misi Kristen: Manusia Berdosa dan Manusia Sasaran Dosa .....................



26 26 27 28



DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................................



29



i



Diktat Sejarah Gereja Asia BAB I



ARTI, MAKNA, PERBEDAAN, DAN PERIODISASI SEJARAH GEREJA ASIA



Tujuan Pembelajaran



Setelah mempelajari materi dalam bab ini, mahasiswa mampu:  Merumuskan arti Sejarah Gereja Asia dari berbagai sudut pandang  Merumuskan makna studi Sejarah Gereja Asia  Menjelaskan perbedaan Sejarah Gereja Eropa dan Asia  Menjelaskan periodisasi Sejarah Gereja Asia A. Arti Sejarah Gereja Asia Rumusan arti Sejarah Gereja Asia yang diuraikan di sini tidak berdasarkan studi etimologi atau definisi kamus, tetapi dengan melakukan pendekatan secara filosofis (definisi yang berkembang). Definisi Umum. Sejarah Gereja Asia adalah orang-orang Asia yang dipanggil oleh Allah melalui kabar baik (Injil Yesus Kristus) untuk menjadi pengikut Yesus Kristus. Definisi secara periodikal. Sejarah Gereja Asia Lama adalah orang-orang Asia di luar pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi yang percaya kepada Yesus Kristus pada periode abad pertama sampai abad empat belas. (Kesediaan orang Asia yang bermisi di Asia di luar pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi terhadap Injil Yesus Kristus). Sejarah Gereja Asia Modern adalah respon orang-orang Asia terhadap panggilan Allah melalui berita Injil Yesus Kristus yang disampaikan para misionaris dari Gereja abad XV-XVII. Sejarah Gereja Asia sejak tahun 1950 adalah kemampuan Gereja Asia berteologi dalam konteks Asia. B. Makna Studi Sejarah Gereja Asia 



 



Ada banyak makna, tetapi dalam materi ini hanya dikemukakan 3 saja: Belajar Sejarah Gereja Asia menolong kita untuk memahami respon orang-orang Asia maupun orang-orang Eropa terhadap panggilan Allah dalam Yesus Kristus yang dinyatakan di Asia pada masa lampau. Belajar Sejarah Gereja Asia menolong kita untuk memahami karya Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Allah Tritunggal) dalam diri orang-orang percaya di Asia pada masa lampau. Jadi, panggilan Allah dan respon terhadap panggilan itu akan terus dialami orang percaya sepanjang zaman.



C. Perbedaan Sejarah Gereja Asia dan Eropa Untuk mengerti Sejarah Gereja Asia secara umum perlu diinsafi hal berikut: Perkembangan Gereja dalam wilayah kekaisaran Romawi yang dimulai dari Yerusalem ke arah Barat sebelum tahun 313/380 mengalami berbagai hambatan atau rintangan namun Gereja terus berkembang hingga diakui menjadi salah satu agama yang sah (Edik Milano/313) dan menjadi agama negara (Edik Theodosius Agung/380) di wilayah Kekaisaran Romawi. Perkembangan Gereja mula-mula yang berbahasa Siria/Aram ke wilayah Timur juga mengalami berbagai rintangan, bahkan tersebut jauh lebih besar dari rintangan yang dialami Gereja di bagian Barat. Hal ini disebabkan oleh karena di Eropa bahkan di Kekaisaran 1



Diktat Sejarah Gereja Asia



Romawi pun tidak ada agama negara, tetapi di Persia ada agama Zoroaster yang pada tahun 226 telah dijadikan sebagai agama negara Persia sampai tahun 650. Kemudian terdapat pula agama-agama yang lain seperti Islam, Hindu, Budha, Kong Hu Cu. Agama-agama tersebut di beberapa wilayah Asia dijadikan sebagai agama tinggi yang mempunyai daya tahan terhadap Agama Kristen, sedangkan di Eropa agama-agama yang ada adalah agama-agama suku (Van den End, 1981:3-4). Jadi pada umumnya di Asia, agama, kebudayaan, dan negara merupakan kesatuan yang sulit dipisahkan serta mempunyai kesadaran atau harga diri yang sangat besar sehingga Gereja sulit menerobosnya (Muanley, 1997:1). Akibat rintangan tersebut di atas, Gereja di Asia di luar wilayah Romawi, menjadi agama golongan minoritas, kecuali di Mesopotamia Utara dan beberapa daerah lainnya. Sedangkan Gereja dalam kekaisaran Romawi menjadi agama mayoritas setelah tahun 313 dan 380. Kata kuncinya, perkembangan Gereja di wilayah Romawi seperti Persia, Tiongkok, India, Arabia serta daerah Asia lainnya, agama Kristen menjadi agama golongan minoritas (Van den End, 1981:3-4). D. Periodisasi Sejarah Gereja Asia 







Zaman sejarah Gereja Asia Lama dapat dibagi dalam beberapa periode: Zaman Sejarah Gereja Asia Lama: Abad pertama – 1400/1500 Dibagi dalam dua periode: 1) Sebelum kedatangan Islam (di bawah kekaisaran Romawi dan kerajaan Persia) 2) Zaman Gereja di bawah kekuasaan Islam Zaman Vasco da Gama: Periode PI oleh orang-orang Barat/Eropa: tahun 1500 – 1947 Dibagi dalam dua periode: yaitu sebelum dan sesudah tahun 1800 (yang menjadi garis pembagi dalam sejara Gereja Protestan ialah Pencerahan/pietisme + Kebangunan Rohani; dalam sejarah misi Gereja Katolik: Pencerahan/kebangunan Gereja Katolik dalam abad ke-19) atau: 1) Tahun 1500-1800 2) Dan sesudah tahun 1800



2



Diktat Sejarah Gereja Asia



BAB II SEJARAH GEREJA ASIA LAMA SAMPAI KEDATANGAN ISLAM ABAD I – III



Tujuan Pembelajaran



Setelah mempelajari materi dalam bab ini, mahasiswa mampu:  Menjelaskan arti “lama” dalam istilah “Gereja Asia Lama”  Menjelaskan pembagian periode sampai kedatangan Islam  Menjelaskan perluasan Gereja Asia abad I – VII  Menjelaskan metode PI ke wilayah Timur  Menjelaskan perluasan dan pertumbuhan Gereja di Persia dan beberapa wilayah Asia di luar kekaisaran Romawi  Menjelaskan sejarah Gereja Nestorian di Persia  Menggambarkan pertikaian tentang Trinitas dan Kristologi (kemanusiaan dan keilahian Yesus)



A. Pengertian “Lama” dalam istilah “Gereja Asia Lama”



untuk:



Pengertian “lama” dalam istilah “Gereja Asia Lama” dipakai sebagai istilah tekhnis



• Membedakan Gereja di Asia pada zaman pertama (abad I – XIV) dengan Gereja yang lahir sesudahnya sebagai hasil pekabaran Injil orang-orang Barat (zaman Portugis, VOC, dan Belanda di beberapa wilayah Asia yang sempat dikuasai/dijajah oleh Bangsa Eropa pada XV–XIX). • Wilayah Asia di mana pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi (hellenistis) tidaklah dominan atau wilayah-wilayah Asia yang tidak dipengaruhi kebudayaan Hellenisme. • Sedangkan dalam Sejarah Gereja Barat (yang lazimnya dipandang/disebut sebagai sejarah Gereja am/umum, sebutan “lama” itu hanya dipakai untuk mensifatkan periode sampai sekitar abad ke-6/590 atau sering disebut dengan gereja mula-mula (gereja lama). Zaman Gereja Asia Lama dihitung sampai sekitar tahun 1400/1500 Masehi. Karena pada kurun waktu itu terdapat kontinuitas yang besar di Asia namun tidak berarti dalam rangka perkembangan kebudayaan Asia. Kontinuitas itu barulah terputus, dan hanya dari beberapa segi, dengan adanya bencana-bencana yang menimpa Gereja pada abad ke-14, yang menjadikannya sebagai minoritas dan terbatas pada beberapa daerah saja (Van den End, 1981:5). Jadi, Sejarah Gereja Asia Lama adalah perluasan gereja melalui orang-orang Asia di wilayah Asia di luar pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi sejak abad I – XIV. Dengan kata lain “Gereja Asia Lama” ialah Gereja di Asia di luar wilayah pengaruh kebudayaan hellenisme (pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi) sejak permulaan sampai sekitar tahun 1400/1500 (Van den End, 1981:6).



3



Diktat Sejarah Gereja Asia



B. Pembagian Periode sampai Kedatangan Islam Van den End menyatakan: adalah agak sulit untuk membagi periode I - XIV dengan cara yang memuaskan. Sebab periodisasi yang kita pakai tergantung dari sudut pandang kita. Sudut pandang yang dimaksud itu macam-macam, yakni: perluasan Gereja abad I – VII, perkembangan ajaran Gereja abad I – VII, hubungan Gereja dengan negara abad I – VII, dan seterusnya. Dengan demikian maka pembahasan tentang pembagian periode sampai kedatangan Islam didasarkan pada satu patokan dari sekian patokan yang didasarkan pada sudut politis, yaitu Gereja di bawah kekuasaan kerajaan Partia yang kemudian diganti menjadi Persia, Gereja di bawah kekuasaan khalifah-khalifah Arab Islam dan Gereja di bawah kekuasaan kaisar-kaisar Tiongkok (Van den End, 1981:6). Berikut ini akan diuraikan masing-masing pokok di atas (hanya pembahasan yang berhubungan dengan pokok yang ditulis miring). C. Perluasan Gereja Asia Abad I – VII Bila ada perluasan/pertumbuhan/perkembangan Gereja maka sebenarnya ada awal berdirinya Gereja. Awal berdirinya Gereja harus kita mulai dari Yerusalem. Dari Yerusalem Gereja mulai berkembang ke berbagai wilayah. Ada wilayah yang dikuasai kekaisaran Romawi, ada pula wilayah yang dikuasai oleh kekaisaran Persia, Tiongkok, dan seterusnya. Anne Ruck menyatakan: Kekristenan lahir di tempat perjumpaan antara Timur dan Barat, yakni Yerusalem. Secara geografis kota Yerusalem terletak di wilayah Asia Barat, tetapi dari segi politis Yerusalem pada waktu itu merupakan ibu kota suatu propinsi kekaisaran Romawi yang berorientasi ke arah Eropa. Dari Yerusalem, Tuhan Yesus mengutus murid-murid-Nya menjadi saksi ke Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi. Akibat pemberitaan Injil itu maka kita menyaksikan dalam Kisah Para Rasul bahwa banyak orang, baik Yahudi maupun orangorang kafir percaya kepada Yesus Kristus karena pekabaran Injil yang diperintahkan oleh Yesus Kristus di Yerusalem sebelum Ia terangkat ke sorga. Akibat pemberitaan Injil tersebut mulailah Gereja di Antiokhia. Gereja di Antiokhia kemudian menjadi Gereja misioner untuk bangsa-bangsa-bangsa kafir di bagian Barat maupun Timur. Pada abad pertama, pusat pekabaran Injil yang utama ialah kota Antiokhia (bnd. Kis. 11: 19-21, 14:26). Tetapi riwayat PI dalam ayat-ayat ini lebih menunjuk ke arah Barat dari Antiokhia, dan tidak menyinggung tentang PI ke arah Timur dan Selatan. Penulisan sejarah Gereja oleh orang-orang Barat mengikuti corak itu saja (misalnya Berkhof dan Enklaar). Riwayat PI ke arah Timur dapat kita telusuri dalam Kis. 2: 8-11. Dalam ayat ini ada beberapa wilayah Timur disebutkan. Perluasan atau perkembangan Gereja Asia Barat (tepatnya di wilayah Timur: Edesa, Nisibis, Baghdad, Seleucia, Ctesiphon, Persia, Tiongkok, India) pada abad-abad pertama SM dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, seperti: Politis: secara kekuasaan, wilayah Timur adalah bagian kekuasaan politik kerajaan Persia. Kerajaan ini sering berperang dengan kekaisaran Romawi. Kebudayaan: kebudayaan daerah Timur (Persia) berbeda dengan kebudayaan dalam kekaisaran Romawi Timur. Pengaruh kebudayaan yang kuat di Persia adalah kebudayaan Persia dan sisa-sisa kebudayaan Babilonia kuno yang kuat menolak kebudayaan Hellenisme. Bahasa: bahasa yang dipakai di wilayah Timur (Persia) berbeda dengan bahasa yang dipakai di kekaisaraan Romawi Timur. Dengan kata lain wilayah Timur tidak 4



Diktat Sejarah Gereja Asia



menggunakan bahasa Yunani sebagaimana yang digunakan Gereja dalam kekaisaran Romawi Timur. Di daerah perbatasan antara Persia dan Palestina serta Siria dipakai bahasa yang sama yaitu bahasa Aram/Siria. Agama: di wilayah Timur terdapat banyak agama negeri, misalnya di Persia tahun 226 agama Zoroaster dijadikan menjadi agama Negara Persia. Jadi, perbedaan politik, kebudayaan, bahasa, dan agama di wilayah Timur dan Barat menjadi kendala/rintangan PI ke wilayah Timur (Van den End, 1981:7-8). D. Metode PI ke Wilayah Timur Gereja mengatasi empat rintangan tersebut di atas dengan beberapa cara atau metode, yaitu: PI melalui jemaat Yahudi yang hidup berserakan (di Persia: keturunan orang Yahudi yang dibuang Babel). Orang-orang Yahudi ini pada abad pertama dijadikan sebagai batu loncatan atau jembatan pekabaran Injil di Persia. Orang-orang Yahudi selalu memelihara hubungan persaudaraan yang erat dengan sesama orang Yahudi tanpa memperhatikan batas-batas keberadaan mereka. Contoh untuk hal ini dapat dilihat dalam diri orang-orang Tionghoa di luar daerah Cina sekarang, misalnya orang Cina yang ada di Indonesia dan di tempat-tempat lain, mereka saling menyatu dalam ras (Van den End, 1981: 7-8). PI ke Persia dengan memakai bahasa Aram. Bahasa ini telah dipakai sebagai bahasa sehari-hari di seluruh Mesopotamia, bahasa ini juga dipakai oleh orang-orang Yahudi. Bahkan bahasa Aram dipakai sebagai bahasa Gereja Asia Lama (Anne Ruck, 2000:13). Daerah kafir di Irak Utara. Daerah itu memberi peluang kepada orang-orang Kristen mula-mula di Antiokhia yang berbahasa Aram, memberitakan Injil ke sana dan menjadikan daerah tersebut (Mesopotamia Utara) sebagai pangkalan PI untuk menjangkau daerah Timur lainnya sejak abad ke-2. Melalui jalan laut ke Asia Selatan. PI ke Asia yaitu ke India dan Tiongkok melalui jalan laut (Laut Merah) ke India. Pada waktu perdagangan ramai antara Mesir dan India. E. Perluasan dan Pertumbuhan Gereja di Persia dan Beberapa Wilayah Asia di Luar Kekaisaran Romawi Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat bertanya bagaimana sejarah perkembangan Gereja di wilayah Timur, khususnya wilayah kekaisaran Persia? Kita mendapat jawaban melalui pemaparan berikut ini. Perluasan dan pertumbuhan Gereja di Persia dapat terjadi melalui: Orang-orang yang kembali ke Persia setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus (Ruck, 2000:14). Jemaat-jemaat Yahudi yang dijadikan sebagai jembatan penginjilan untuk daerah Timur Tengah termasuk Persia (Ruck, 2000:13). Tradisi: Bartolomeus berPI ke Edessa (Van den End, 1981:10). Seorang dari angkatan sesudah para Rasul, yaitu Addai menjadi “rasul” Mesopotamia tahun 99 M (Van den End, 1981:10 dan Ruck, 2000:28). Tahun 104 Addai mengangkat seorang di Arbil, yaitu Paquida, anak seorang budak, milik imam Zoroaster. Paquida langsung percaya, dan melarikan diri dari rumahnya 5



Diktat Sejarah Gereja Asia



supaya dibaptis menjadi Kristen. Pada tahun 104 Addai menahbiskan Paquida menjadi uskup pertama di Adiabene (Van den End, 1981:10 dan Ruck, 2000:28). Abad ke-2 Injil sudah disebarkan ke daerah-daerah Timur dan Selatan Mesopotamia, menurut kesaksian Bardesanes dan dialog mengenai Tagdir (Ibid.). Sekitar tahun 225, Gereja Kristen sudah mempunyai pusat yang kuat di Mesopotamia Utara dan terdapat pula jemaat-jemaat di Mesopotamia Selatan, Arabia Timur Laut (Qatar) dan Selatan di seluruh Iran (Ibid). Di wilayah-wilayah ini, jumlah orang Kristen bertumbuh secara berangsur-angsur, sampai abad VII (Ibid). Sekitar tahun 325 M, seorang uskup Basra yang bernama “Dudi” (Daud) pergi ke India dan membaptis banyak orang (Ibid). Pada tahun 325 di Konsili Nicea hadir seorang utusan yang bernama Yohanes dan yang memberi tanda tangan sebagai “Uskup Persia dan India Raya” (Van den End, 1981:10). Tawarikh Arbil: ditulis tahun 560 menceritakan sejarah berdirinya Gereja di propinsi Adiane ibukotanya Arbela. Pada tahun 600 Injil mulai dikabarkan di daerah orang-orang nomad di sebelah Timur laut Iran. Dan pada akhir periode ini (635) sampailah utusan Injil ke Tiongkok. Pada tahun 120 M, penginjil Samsun diangkat menjadi uskup Adiabene. Samsun menginjili orang-orang di desa-desa selama dua tahun dan membabtis sejumlah orang percaya. Ia ditangkap dan disiksa oleh imam-imam Magus dan dipenggal kepalanya. Dan ia menjadi martir pertama di Persia (Ruck, 2000:28). Ada juga kalangan bangsawan Persia yang bertobat menjadi Kristen. Kira-kira tahun 140, Raqbkht gubernur Adiabene dibaptis oleh uskup Izhaq. Raqbkht menyebarkan Injil ke desa-desa sehingga para imam Zoroaster marah (lihat Ruck, hlm. 29). Pada tahun 160 uskup Abraham pergi ke Ktesiphon, ibu kota Persia untuk memohon agar Kaisar Persia mengeluarkan edik melarang penyiksaan Kristen oleh imam-imam Zoroaster. Uskup Abraham tidak berhasil diterima karena kaisar sedang mempersiapkan perang terhadap Roma. Akibatnya orang Kristen yang lemah imannya murtad karena penghambatan. Mereka melihat rumah-rumahnya dirampas, anak-anaknya dirampas ataupun diculik, dan mereka sendiri dipukuli (Ruck, 2000:29). Meski Gereja dihambat di Persia, namun pada tahun 225 sudah ada lebih dari dua puluh keuskupan di Persia (Ruck, 2000:29). Masuknya kelompok Kristen wilayah Romawi Timur yang menjadi pengikut uskup Nestorius (kelompok ini disebut Nestoria/Nestorian) setelah konsili Efesus tahun 431 M. Pada masa penghambatan di wilayah kekaisaran Romawi, banyak orang Kristen mengungsi ke Persia dan disambut baik oleh pemerintah Persia karena pemerintah Persia memiliki sikap tidak melindungi Gereja (Ruck, 2000:28). Pemaparan di atas menunjukkan perkembangan Gereja di Persia. Seiring dengan perkembangan tersebut, Gereja menghadapi tantangan-tantangan sebagai berikut: 1.



Penghambatan di bawah kekaisaran Persia beragama Zoroaster



Tahun 225 M propinsi Persia memberontak melawan kekaisaran Partia dan dalam tempo satu tahun seluruh wilayah Partia dikuasai oleh Persia. Dengan kemenangan tersebut, 6



Diktat Sejarah Gereja Asia



Ardasyir dilantik menjadi raja Persia I. Dengan kemenangan propinsi Persia atas Partia maka mulailah zaman kekaisaran Persia yang ke-2. Tahun 226 agama Zoroaster dijadikan sebagai agama Negara Persia. Pada mulanya Gereja tidak mengalami penghambatan, malahan berkembang. Uskup Arbela berkunjung ke Seleukia-Ktesiphon. Pada tahun 285 jemaat di Seleukia-Ktesiphon mendapat seorang uskup bernama Papa. Uskup ini menyatakan diri sebagai kepala Gereja (karena ia uskup ibu kota). Pada tahun 327 Syim’un bar Saba’ I diangkat sebagai uskup Seleukia-Ktesiphon. Pada tahun 313 Kaisar Romawi musuh kekaisaran Persia menjadi Kristen dan tahun 315 mengirim surat kepada Kaisar Persia supaya orang-orang Kristen dilindungi oleh kaisar Persia, namun ditanggapi secara negatif oleh Persia, akibatnya orang Kristen dianggap sebagai mata-mata Roma di Persia. Sejak saat itu posisi orang Kristen Persia menjadi sulit. Orang-orang Kristen di Persia memiliki pemimpin. Salah satunya adalah Syim’un bar Saba I. Ia dilantik menjadi di uskup Seleukia-Ktesiphon (sekarang Bahgdad) pada tahu 327. Orang Kristen Persia menghadapi penganiayaan selama 40 tahun, yaitu mulai tahun 339-379. Uskup Seleukia-Ktesiphon, yaitu Syim’un dipaksa menandatangani surat yang mewajibkan orang Kristen membayar pajak dua kali lipat, tetapi dengan berani ia berkata: “Aku bukan pemungut pajak, tetapi aku adalah gembala kawanan domba Tuhan” (Ruck, 2000:32). Pemerintah Persia memusnahkan seluruh gedung Gereja dan merampas harta bendanya. Lima orang uskup dan seratus orang pastor dibunuh di depan Syim’un pemimpin kaum Nasrani itu karena tidak mau menyembah matahari. Syim’un sendiri kepalanya dipenggal oleh pemerintah Persia pada hari Jumat Agung, tahun 344. Pada tahun 339 dan 379 orang Kristen di Persia menghadapi penghambatan yang lebih dahsyat dan lebih sistematis. Sasaran penganiayaan ini adalah para pemimpin Kristen. Dua orang pengganti Syim’un mati syahid karena kesaksian mereka. Akibatnya jabatan uskup Seleukia-Ktesiphon menjadi lowong. Menurut Sozomenos lebih dari 16.000 orang Kristen yang namanya telah diketahui, dengan banyak lagi nama yang tidak diketahui, mati syahid dalam kekaisaran Persia antara tahun 339-379. Pada tahun 363 Raja Persia, yaitu Raja Shapur II mengalahkan Kaisar Romawi dan merebut kota Nisibis. Kemenangan ini menghasilkan 50 tahun Persia berdamai dengan Roma, karena kedua negara mengahadapi musuh lain. Keadaan itu berdampak positif bagi hubungan negara dan gereja di Persia. Penganiayaan terhadap gereja/umat Kristen di Persia berkurang, bahkan sejumlah bangsawan masuk Kristen. (Ruck, 2000:33) 2. Pengakuan Negara (Persia) terhadap Gereja Tuhan adalah pengatur sejarah. Dia mengizinkan Gereja di Persia mengalami tantangan-tantangan dalam waktu yang relatif lama, yaitu selama 40 tahun. Dengan kata lain Tuhan mengizinkan umat-Nya (gereja) di Persia mengalami masa-masa suram. Pemerintah Persia menganiaya Gereja, namun kita meyakini bahwa tidak selama Tuhan mengizinkan umat-Nya menderita, tetapi ada saatnya Tuhan mengizinkan umat-Nya mengalami masamasa kelegaan/kedamaian (penganiayaan dihentikan). Hal ini jelas dalam pengakuan negara terhadap Gereja di Persia. Pada tahun 410 Gereja diakui oleh pemerintah Persia sebagai persekutuan yang sah (agama Kristen diberi status resmi) di samping agama Zoroaster. Orang Kristen sejak saat itu mulai merasakan kebebasan beragama, namun masih terbatas. Orang Kristen bebas beribadah/berkumpul di wilayah kekaisaran Persia tetapi ada pembatasan, yaitu Gereja/orang 7



Diktat Sejarah Gereja Asia



Kristen di Persia dilarang menginjili penganut Zoroaster. Penganut Zoroaster yang masuk Kristen dihukum mati. Kebebasan itu tidak berlangsung lama, 11 tahun kemudian terjadi perubahan sikap pemerintah Persia di bawah kaisar Barham V yang memerintah antara 421-439. Pada tahun 421-439 terjadi lagi penganiayaan di bawah pemerintah Barham. Benyamin dihukum mati karena menginjili di desa-desa. Banyak orang Kristen dipukul, disiksa atau pun dilemparkan ke dalam lubang penuh dengan tikus (Ruck, 2000: 34-35). 3. Usaha pemimpin gereja persia melepaskan diri dari kecurigaan negara (Persia) terhadap posisi Gereja dalam hubungan dengan kekaisaran Romawi Musuh pemerintahan Persia adalah kerajaan Romawi. Ada ketegangan yang besar antara kedua kerajaan itu. Apalagi setelah kaisar Romawi, Konstantinus Agung menjadi Kristen. Gereja awalnya lahir dan berkembang di wilayah kekaisaran Romawi. Oleh karena itu, kehadiran Gereja di Persia sering dicurigai sebagai agen rahasia kekaisaran Romawi. Kecurigaan itu berdampak pada sikap negara terhadap Gereja di Persia. Dalam situasi seperti itu, para para pemimpin di Gereja Persia berupaya untuk melepaskan diri dari kecurigaan negara. Pada tahun 424, Gereja Persia secara resmi melepaskan diri dari Gereja Barat (keuskupan Antiokhia). Sinode Danyeshu di kota Markabta, yang dihadiri 36 orang uskup, memutuskan bahwa Kataliksos Persia tidak boleh diadili atau dipimpin oleh uskup agung yang lain, tetapi hanya oleh Tuhan Yesus saja. Dengan pemutusan hubungan dengan Gereja Barat (Romawi) maka Gereja Persia lebih mudah diterima oleh pemerintah Persia. Namun demikian umat Kristen di Persia tetap merupakan kelompok minoritas, namun minoritas yang kuat. Banyak orang dari golongan berjabatan tinggi, baik pegawai negeri maupun pejabat istana, bahkan penganut Zoroaster masuk Kristen, bertobat menjadi Kristen, meski para Magus menentangnya. Hukuman mati bagi orang yang beralih dari agama Zoroaster masuk Kristen sering dikurangi menjadi hukuman penjara atau pembuangan. Misalnya Katalikos Bobowai, Katalikos Mar Aba yang harus dihukum mati tetapi akhirnya dipenjarakan 7 tahun. Bobowai kemudian dihukum mati pada tahun 484 karena pengkhianatan, oleh karena ia mengirim surat kepada uskup-uskup di Barat untuk meminta dukungan dalam persidangannya dengan Barsauma, uskup Nisibis. Meskipun Gereja dianiaya, tetapi Gereja terus berkembang. Perkembangan Gereja di Persia paling berhasil di antara golongan masyarakat berbahasa Siria, terutama pedagang dan orang yang mempunyai keterampilan. Pada tahun 484 Gereja Persia berusaha melepaskan diri dari perangkap politis dengan cara menerima ajaran Nestorius sebagai ajaran resmi Gereja Persia, sejak saat itu Gereja Persia disebut Gereja Nestorian. Pada abad ke-6 kebanyakan dokter di Persia adalah orang Kristen, termasuk dokter pribadi raja. Pada abad ke-7 jumlah orang Kristen dan Yahudi di Persia diperkirakan satu setengah juta. Pada tahun 650 Gereja Nestorian sudah mempunyai struktur oraganisasi yang mantap dengan satu orang patriarkh, 9 metropolit, dan 96 uskup. F. Sejarah Gereja Nestorian di Persia Nestorius, seorang Siria, yang terkemuka di Gereja Antiokhia, diangkat menjadi uskup Konstantinopel pada tahun 428. Perselisihan Nestorius dengan uskup Cyrillus terkait dengan istilah “Theotokos” bagi Maria. Nestorius mengusulkan gelar “Kristotokos” bagi Maria. 8



Diktat Sejarah Gereja Asia



Pertikaian ini kemudian di bawa ke konsili Efesus untuk diputuskan, manakah pendapat yang sah? Apakah Nestorus atau Cyrillus? Dalam konsili tersebut pandapat/ajaran Nestorius dinyatakan sesat dan Nestorius dipecat dalam konsili Efesus tahun 431. Kemudian hari Nestorius meninggal di Mesir. Para pengikutnya melarikan diri ke Persia. Selanjutnya setelah keputusan Gereja Persia menerima ajaran Nestorius menjadi ajaran sah Gereja Persia. Sejak itu Gereja Persia disebut Gereja Nestorian. Pertikaian tentang Trinitas dan Kristologi (kemanusiaan dan keilahian Yesus) Pembahasan ini bermaksud untuk menggambarkan situasi kehidupan Gereja di Asia Barat sebelum kedatangan Islam (ekspansi Islam di bawah 4 khalifah). Pertikaian tentang Trinitas dimulai di Alexandria Mesir antara Arius dan Alexander. Pokok ini diselesaikan dalam konsili Nicea tahun 325. Pendapat Arius ditolak dan dinyatakan sesat. Arius dan pengikutnya dikucilkan. G. Pertikaian Teologis tentang Kristologi Kristologi Antiokhia yang diwakili oleh Nestorius memiliki ciri tersendiri dengan beberapa penekanan: ⇒ Menekankan tabiat kemanusiaan Yesus, namun keilahian Yesus tetap dipertahankan. ⇒ Menafsirkan riwayat manusia Yesus dalam 4 Injil secara harfiah. ⇒ Corak tafsir Antiokhia adalah penafsiran literal. ⇒ Kesatuan kedua tabiat Kristus digambarkan sebagai “Sang Logos yang berdiam dalam daging seperti Allah berdiam dalam Bait Allah”. ⇒ Kelebihan Kristologi Antiokhia adalah perhatiannya pada kemanusiaan Yesus Kristus. ⇒ Kekurangannya (menurut para ahli) adalah uraiannya tentang kesatuan dari kedua tabiat Yesus itu. ⇒ Ajaran Nestorius menimbulkan kesan seolah-olah Yesus berkepribadian dua (adanya dua Juruselamat). Sementara Kristologi Alexandria yang diwakili oleh Cyrillus memiliki beberapa penekanan: ⇒ Memberi lebih banyak perhatian dalam 4 Injil (kelaparan-Nya, menangis-Nya) dipahami secara Alegoris. ⇒ Corak tafsiran adalah penafsiran alegoris/alegorese. ⇒ Menegaskan keilahian Yesus Kristus sebagai dasar untuk keselamatan manusia. Akibatnya perhatian terhadap kemanusiaan Yesus agak diabaikan. ⇒ Untuk menjelaskan bagaimana Yesus bertindak/berada sekaligus sebagai manusia dan Allah, mereka menggunakan pemahaman communicatio idiomatum (pertukaran sifat). Contoh: Ketika Yesus berkata, “Bapa dan Aku adalah satu”. Suara Yesus manusia yang mengucapkan itu, namun Ia mengucapkan keberadaan-Nya yang bersifat ilahi. ⇒ Kelebihan Kristologi Alexandria adalah pertahanannya pada kesatuan dua tabiat Kristus. Tetapi kesatuannya dijelaskannya sedemikian rupa sehingga seolah-olah mengorbankan kemanusiaan Yesus. ⇒ Kristologi ini melahirkan kaum monofisit (Gereja Kopt, Yakobit, dan Armenia). Selanjutnya, pertikaian Nestorius dan Cyrillus beralih pada sebutan Theotokus untuk Maria.Bagi Nestoruius, Theotokus seolah-olah membuat Maria ilahi. Lagi pula, gelar ini katanya mengaburkan kemanusiaan Yesus. Lebih tepat menggunakan gelar Kristotokos bagi Maria, kata Nestorius.



9



Diktat Sejarah Gereja Asia



Bagi Cyrillus, gelar Theotokos mempertahankan keilahian Yesus Kristus serta kesatuan kedua tabiat Kristus. Adalah salah, demikian kata Cyrillus mengatakan bahwa Maria hanya ibunda manusia Kristus. Lantaran itu, Cyrillus, secara tak adil menuduh Nestorius mengajarkan bahwa Yesus bukan ilahi. Pertikaian ini diselesaikan dalam konsili Efesus tahun 431 dengan hasil Nestorius dinyatakan salah dan pandangan Cyrillus dibenarkan. Akhirnya Nestorius dipecat dan dibuang, dan meninggal di Mesir, sementara para pengikutnya mengungsi ke Persia. Pelajaran-pelajaran dari pertikaian Kristologis di Asia Barat: 1) Pertikaian tersebut membuka jalan bagi agama Islam untuk menaklukan Gereja di berbagai tempat di Timur Tengah. 2) Sulit menentukan Kristologi mana yang paling benar (apakah Kristologi Antiokhia atau Alexandria). Berdasarkan paparan di atas, kita berkesimpulan bahwa perluasan Gereja dari Antiokhia ke beberapa wilayah Timur, khususnya wilayah Persia belumlah menjadi mayoritas tetapi Gereja menjadi kelompok persekutuan yang sah dalam pemerintahan Persia yang beragama Zoroaster. Gereja Nestorian sebagaimana yang kita sebutkan di atas dan beberapa Gereja di Asia Barat yang tidak menerima konsili Chalchedon disebut Gereja Monofisit sekarang disebut sebagai Oriental Orthodox atau non-Kaseldon, yaitu: 1) Gereja Koptik, 2) Gereja SyriaYakobit (Gereja Orthodox Syria) yaitu yang bertradisi Syria Barat, 3) Gereja Ethiopia atau Abessynia, yaitu tempat di mana pernah orang-orang Islam perdana mengungsi atas anjuran nabi Muhammad ketika mereka dianiaya oleh kaum Quraish di Mekah, 4) dan Gereja Thomas di India, yang didirikan akibat karya penginjilan langsung rasul Thomas pada abad pertama, yang mati sahid di daerah Bombay. Di samping itu Gereja Timur lainnya yang tadinya adalah bagian dari wilayah Patriarkh Gereja Orthodox Antiokhia yang bertradisi Syiria Timur yaitu Gereja yang disebut Nestorian (Gereja Timur Assyria). Gereja inilah yang pernah hadir pada abad ketujuh di Indonesia di Pancur dan Barus, Sumatera Utara. Dikabarkan ada tiga Episkop/Uskup etnis Syiria terkenal yang bertanggung jawab atas Gereja ini pada zaman Sriwijaya dan Majapahit yaitu: Mar Abdisho, Mar Yabalaha, dan Mar Denha. Dengan umat Kristen Syria Timur maupun Syiria Barat inilah Nabi Muhammad waktu hidupnya banyak berinteraksi, di samping dengan umat Ethiopia atau Abessynia, dan umat Koptik di mana salah satu isterinya: Marya al-Qybti adalah wanita Koptik, maupun umat Orthodox Timur jalur utama lainnya. Istilah “Orthodox” bukanlah nama aliran Gereja, karena sebenarnya Gereja Orthodox tak mempunyai nama. Orthodox berasal dari dua kata Yunani “orthos” = lurus, benar dan “doxa” = pengajaran, pendapat, kemuliaan. Jadi “Orthodox” artinya adalah “ajaran yang lurus”. Untuk mengetahui Gereja Orthodox ini secara baik kita harus melacak 2000 tahun sejarah Gereja itu sampai kini. Dengan demikian kita dapat melokasikannya secara benar dalam spektrum Roma Katolik-Protestan itu. Jadi, sebelum Islam hadir di Mekah dan berkembang ke wilayah-wilayah yang lain, khususnya daeerah Asia Barat, Gereja atau kekristenan sudah berkembang di Asia Barat, yaitu Palestina, Siria, Antiokhia, Persia, Armenia, dan lain-lain. Bahasan selanjutnya berhubungan dengan lahir dan berkembangnya Islam.



10



Diktat Sejarah Gereja Asia BAB III SEJARAH GEREJA ASIA BARAT SELAMA KEKUASAAN ISLAM (ABAD VII – XV)



A. Sejarah Lahirnya Islam dan Ekspansi Islam ⇒ ⇒ ⇒ ⇒ ⇒ ⇒ ⇒ ⇒ ⇒ ⇒ ⇒ ⇒ ⇒ ⇒



Data tanggal sejarah lahir dan perkembangan Islam: Muhammad lahir tahun 570 Tahun 615 pengungsian kaum Muslimin I Tahun 622 Muhammad mengungsi ke Yathrib/Madinah Tahun 630 Muhammad kembali ke Mekah Tahun 632 Muhammad wafat Tahun 633 mulailah ekspansi Islam ke Siria, Persia, Palestina, Mesir dan daerah-daerah lain di bawah khalifah sebagai berikut: Khalifah Abu Bakar (632-634) Khalifah Umar Ibn Al Khattab (634-644) Khalifah Usman Ibn Affan (644-656) Khalifah Ali Ibn Thalib (656-661) Berakhir masa 4 khalifah pertama, Islam kemudian dikembangkan melalui: Masa pemerintahan dinasti Ummayah (661-750) Kemerosotan posisi orang-orang Kristen dalam pemerintahan Islam Perjanjian antara Islam dan Kristen



B. Sejarah Gereja Asia Selama Kekuasaan Islam Keberadaan Gereja Asia di bawah khalifah-khalifah dan kerajaan Muslim. Sebelum Muhammad lahir, Gereja telah berkembang di Yerusalem dan sekitarnya (Palestina), Siria, Mesir, Afrika Utara, dan Partia/Persia. Ada kelompok minoritas Kristen Nestorian. Bagaimanakah kedudukan Gereja di daerah-daerah ini setelah para Khalifah Islam menaklukan daerah-daerah tersebut dan berlangsungnya pemerintahan Islam/dinasti-dinasti Islam? Ekspansi Islam tahun 633: Siria dan Palestina dikuasai oleh orang-orang Arab Islam. Kerajaan Persia dikuasai orang Arab Islam tahun 651. (Van den End, 1991:32) Masa keempat Khalifah: Khalifah Abu Bakar (632-634), Khalifah Umar Ibn Al Khattab (634-644), Khalifah Usman Ibn Affan (644-656), dan Khalifah Ali Ibn Abu Thalib (656-661). Dalam masa khalifah khususnya khalifah I dan II banyak daerah yang ditaklukan seperti Palestina, Syiria, Persia, Mesir, dan Afrika Utara (Muanley, 1997:9-16). Pada khalifah yang ke-3 berhasil menguasai dari Maroko sampai Afganistan. Di daerah para khalifah yaitu Arab dan wilayah-wilayah yang dikuasi Islam, biasanya diberlakukan syariat Islam. Syariat ini hanya dapat diikuti oleh umat Muslim, maka orangorang non-Muslim seperti komunitas Gereja, Yahudi, dan Zoroaster biasanya diberi suatu status otonomi yang dalam bahasa mereka disebut “Dhimmi”. Para anggota dhimmi bertanggung jawab kepada pemerintah Islam. Para anggota dhimmi dilarang oleh pemerintah Islam untuk memberitakan Injil kepada orang Muslim di wilayah kekuasaan Muslim. 11



Diktat Sejarah Gereja Asia



Pada masa pemerintahan Islam, khususnya dinasti Ummayah, Gereja masih dapat diperlakukan secara baik atau posisi orang Kristen masih baik karena para khalifah bersikap toleran. Setelah berkuasanya dinasti Abbasyah maka posisi orang-orang Kristen semakin bertambah buruk. Pada tahun 800 hubungan Islam dan non-Muslim ditandai dengan suatu perjanjian yang jika dilanggar maka hukumannya adalah hukuman mati. Perjanjian itu: 1) Membayar pajak/jizyah. 2) Orang Kristen tidak boleh menyanggah agama Islam atau memperlihatkan sikap kurang hormat terhadap kebiasaan-kebiasaan Muslim. 3) Orang Kristen tidak diperkenankan menghina nabi Muhammad dan Alquran. 4) Orang Kristen tidak diperkenankan merugikan hidup atau harta milik orang Muslim dan tidak diperkenankan membujuk orang Islam meninggalkan agamanya. 5) Orang Kristen tidak boleh menyokong musuh Islam (harbi) di rumahnya. 6) Orang Kristen tidak diperkenankan menikah atau bergaul dengan seorang wanita Muslim (tapi boleh kawin dengan wanita Kristen atau Yahudi). 7) Orang Kristen boleh mengadakan hubungan dagang dengan orang Muslim, tetapi tidak dipeekenankan menjual anggur kepadanya atau mengambil riba daripadanya. Orang Kristen tidak diperkenankan minum anggur atau makan daging babi di depan umum. 8) Seorang Kristen wajib mengenakan pakaian khusus. 9) Orang Kristen tidak diperkenankan mengendarai/menunggang kuda atau memegang senjata. 10) Orang Kristen tidak diperkenankan menunggang keledai atau bagal, yang harus diberi tanda khusus, yaitu bola kayu pada pelananya. 11) Orang Kristen tidak diperkenankan membunyikan lonceng Gereja dengan suara nyaring dan tidak boleh ibadah dengan suara nyaring. 12) Orang Kristen tidak diperkenankan menangisi orang yang sudah meninggal dengan suara nyaring dan mereka wajib dikuburkan jauh dari perkampungan orang-orang Muslim. (Van den End, Sejarah Perjumpaan Islam). Akibat kententuan-ketentuan ini, anggota Gereja atau orang Kristen yang mulanya mayoritas menjadi minorits di Asia Barat, daerah khalifah bagian Barat (Mesir). Di sini, salah satu sebab berkurangnya bahkan hilangnya kekristenan di daerah para khalifah Islam adalah pemberlakuan syariat Islam atau perkembangan Islam dengan segala larangannya.



12



Diktat Sejarah Gereja Asia BAB IV SEJARAH GEREJA DI ASIA TIMUR DAN SELATAN SEBELUM TAHUN 1500



A. Sejarah Gereja Asia Timur (Tiongkok) Pada tahun 635 sampailah seorang Uskup Gereja Persia di Tiongkok, namanya Alopen. Pada waktu tiba di Tiongkok Alopen diterima oleh Kaisar Tiongkok Tai Tsung. Sang kaisar menyuruh menerjemahkan isi kitab yang dibawa oleh Alopen. Setelah sang kaisar memeriksanya di kamar dan setelah diyakininya bahwa ajaran itu benar maka sang kaisar mengizinkan untuk disebarkan di Tiongkok. Pada tahun 638, Kaisar Tai Sung mengumumkan edik mengenai kebaikan agama dari Persia yang dibawa oleh Alopen. Alopen diizinkan untuk memberitakan ajaran agama Kristen di seluruh propinsi Tiongkok. Dapat dikatakan bahwa sejak saat itu kekristenan mendapat perlindungan dari negara. Pegawai-pegawai negeri disuruh mendirikan sebuah biara di ibu kota untuk 21 biarawan. Dinding biara dihiasi potret kaisar. Kaisar menjadi pelindung atau sponsor Gereja, meskipun kaisar tidak menganut agama Kristen. Pada tahun 649-683, Kaisar Kao Tsung anak dari Tai Tsung mengikuti kebijakan ayahnya yaitu mengizinkan pemberitaan Injil di seluruh propinsi Tiongkok. Sedikitnya 11 biara atau gedung gereja dibangun. Pada tahun 636 bangsa Arab telah menguasai negeri Persia, akibatnya kaisar Persia melarikan diri. Anaknya tiba di Tiongkok (Chang’an) tahun 677. Banyak orang Kristen mengungsi dari Persia ke Tiongkok bersama orang-orang Persia yang beragama Zoroaster. Kao Tsung meninggal tahun 683. Isterinya Wo Hou merebut kekuasaan dan naik tahta. Wu Hou adalah penganut Budha yang fanatik. Pada tahun 691 agama Budha dinyatakan sebagai agama negara. Tokoh-tokoh Budha mengambil kesempatan untuk mengahambat Gereja. Beberapa biara/gedung Gereja diserang, termasuk gedung gereja di Lo-Yang ibu kota propinsi di Tiongkok Timur. Pada tahun 712, cucunya Hsuan Tsung, naik tahta menggantikan Wu Hou. Kaisar Hsuan Tsung menyokong umat Kristen. Ia menyuruh biara Kristen atau gedung Gereja di ibu kota Chang’an dibangun kembali. Pada tahun 742, ia mengirim hadiah 400 gulung sutra, dengan lukisan Hsuan Tsung sendiri dan lukisan-lukisan empat orang kaisar leluhur, untuk menghias dinding biara, dengan syarat penghuni biara mendoakan kaisar. Ketika uskup dari Barat berkunjung ke Tiongkok, ia disambut baik oleh Kaisar Hsuan Tsung dan diundang memimpin kebaktian di istana bersama dengan tujuh orang rahib dari biara Chang’an. Pada tahun 765 Cina menghadapi serangan dari sekutu-sekutu bangsa Uigur. Dan akibat peperangan selama sepuluh tahun (756-766), jumlah penduduk Cina turun dari 50 juta menjadi 20 juta. Pada masa kaisar Su Sung (756-762), ia menyuruh membangun kembali banyak biara/gedung gereja yang telah dihancurkan oleh para penganut Budha dalam masa perang saudara. Gereja mencapai puncaknya di Tiongkok pada masa Kaisar The sung (780-805). Waktu itu didirikan monumen Chang’an oleh uskup biarawan Adam (Ching-ching), tokoh teologi terkemuka bahasa Cina. Dalam monumen tersebut memuji dinasti T’ang yang membuka jalan masuk ke Cina bagi agama Kristen. Umat Kristen pada waktu itu merupakan kelompok minoritas yang terdiri dari para pedagang-pedagang atau biarawan-biarawan yang kebanyakan orang asing. 13



Diktat Sejarah Gereja Asia



Pada abad ke-9 Gereja menghadapi penghambatan dahsyat di Tiongkok. Kaisar Wu Tsung pada tahun 845 mengeluarkan edik yang melarang segala agama asing atau non-Cina. Segala biara ditutup, gedung-gedung ibadah, para biarawan dan biarawati hidup di dunia ini seperti orang awam biasa (Ruck, 2000: 49-54). Pada tahun 980 orang Kristen tinggal satu orang, selanjutnya tidak ada berita lagi (Van den End, 1991:46). B. Sejarah Gereja di Asia Selatan: Sejarah Gereja Marthoma di India Sejarah Gereja di India sebelum tahun 1400/1500 dihubungkan dengan Gereja Marthoma. Berdirinya Gereja tersebut berdasarkan kisah Rasul Thomas, setelah hari Pencurahan Roh Kudus atau hari Pentakosta maka kedua belas rasul membuang undi untuk menentukan ke mana setiap rasul itu diutus untuk memberitakan Injil. Rasul Thomas mendapat tugas mengabarkan Injil ke India. Namun Thomas tidak bersedia ke India sehingga Tuhan mengatur agar Thomas dijual sebagai budak kepada seorang pedagang dari India, namanya Haban yang datang ke Yerusalem untuk mencari tukang kayu. Sesampainya di India Thomas disuruh membangun istana untuk raja Gudnaphar, akan tetapi uang yang diberikan kepada Thomas untuk pembangunan tersebut diberikan kepada orang miskin. Thomas menerangkan bahwa ia sedang membangun istana di sorga bagi raja Gudnaphar. Akibatnya raja menjadi sangat marah dan memenjarakan Thomas, namun karena beberapa tanda mukjizat, maka raja bersama adiknya Gad menerima “tiga tanda meterai kesaksian” yaitu urapan minyak, baptisan dan Perjamuan Kudus. Selanjutnya Thomas ditombak mati di India ketika ia memberitakan Injil di salah satu wilayah di India. Jadi secara tradisi Gereja Marthoma di India selalu dihubungkan dengan pemberitaan Injil yang dilakukan oleh Thomas (Ruck, 2003: 14-15).



14



Diktat Sejarah Gereja Asia BAB V MISI KATOLIK ROMA DI ASIA ABAD XVII – XVIII



Misi Gereja Katolik di Asia pada periode abad XVII-XVIII diupayakan melalui: A. Ekspansi Kekuatan Ekonomi dan Politik Bangsa Portugal dan Spanyol Bagian pertama ini hanya menelusuri Gereja Katolik di Asia pada abd XVII-XVIII di sepanjang wilayah Asia yang pernah dijajah oleh Portugis dan terjangkau dalam literatur Sejarah Gereja. Zaman perluasan kekuasaan Islam/agama Islam merupakan kemunduran bagi ke-Kristenan di Asia/kemunduran Gereja Asia Lama di Asia. Gereja-gereja Asia Lama yang bertahan di negara-negara Islam dengan susah payah mempertahankan imannya. Gereja Nestorian misalnya, lama-kelamaan kehilangan semangat mengabarkan Injil ke arah Timur. Sampai pada abad pertengahan (590-1492) Gereja di Eropa tidak melaksanakan visi dan misi pemberitaan Injil ke seluruh dunia ternyata dilupakan/diabaikan, sementara di Asia sampai berkuasanya Islam di daerah-daerah Asia, Gereja Asia Lama kehilangan semangat memberitakan Injil ke daerah yang jauh, sebagaimana yang telah mereka lakukan sebelum kedatangan Islam seperti memberitakan Injil ke Tiongkok dan daerah-daerah Asia lainnya. Jadi di Asia sampai abad ke-14/15 kegiatan misi Gereja praktis lumpuh karena beberapa faktor, dan salah satu faktor yang dominan adalah pembatasan yang dilakukan oleh kekuasaan Islam di daerah-daerah Asia yang mayoritas Islam ataupun telah dijadikan sebagai agama negara. Peluang pemberitaan Injil di Asia dan daerah-daerah lain terjadi pada abad ke-15. Pada abad ke-15 terjadi banyak perubahan-perubahan, seperti pembaruan kebudayaan, kemajuan teknologi, dan pembaruan rohani: Reformasi dan Kontra Reformasi. Penemuan naskah-naskah kuno dari Yunani dan Roma menimbulkan semangat besar untuk mempelajari sejarah dan sastra kuno dan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Penemuan yang sangat penting adalah percetakan, yang memberi peluang bagi penyebarluasan ilmu komunikasi yang belum pernah terjadi seluas itu. Timbul juga semangat penjelajahan ke wilayah-wilayah baru/benua-benua baru. Orang-orang Eropa mulai mengadakan perjalanan dengan kapal-kapal layar ke kerajaan-kerajaan yang belum diketahuinya, sekaligus memperbesar wilayah kekuasaanya. Semangat pembaruan rohani menimbulkan Reformasi Protestan: Martin Luther, Calvin, Swingli, dan tokoh Protestan lainnya dan Kontra Reformasi melalui pendirian Serikat Yesus atau pembaruan Gereja Roma Katolik yang dilakukan melalui Serikat Yesus. Gabungan pembaruan pengetahuan, pembaruan penjelajahan dunia dan pembaruan rohani menimbulkan semangat pemberitaan Injil ke seluruh pelosok dunia. Namun pemberitaan Injil sering dikaitkan dengan perluasan wilayah jajahan, sehingga tidak mengherankan kalau kemudian pekabaran Injil dianggap sama dengan imperialisme. Bangsa Spanyol dan Portugis berperang melawan Islam, bukan di Tanah Suci seperti para pahlawan Perang Salib zaman dulu, melainkan bertahun-tahun berjuang di Semenanjung Spanyol untuk mengusir penyerbu Islam, yaitu bangsa Moor berhasil diusir dari Spanyol, kecuali sejumlah orang yang beralih agaman menjadi Kristen. Pangeran Portugis, Henri “pelaut”, meneruskan perang suci pribadi dengan mengirim beberapa kapal layar ke arah Selatan melewati pantai Afrika mencari jalan mengelilingi negaranegara Islam. Tujuannya adalah perdagangan, pekabaran Injil serta menemukan sekutusekutu Kristen di Asia. 15



Diktat Sejarah Gereja Asia



Pelayaran-pelayaran penjelajahan dilanjutkan setelah kematian Henri. Pada 1487 Vasco da Gama tiba di India. Berhasil merebut kota pelabuhan Aden, Hormuz dan Malaka, bangsa Portugis menantang kekuasaan Arab di Samudera India dan Lautan Cina. Sementara itu Raja Spanyol mengutus Colombus berlayar ke arah barat, guna mencari jalan lain ke India. Pada tahun 1492 Colombus tiba di benua Amerika. Magellan, seorang berbangsa Portugis yang bekerja pada Raja Spanyol, berhasil mengelilingi dunia pada tahun 1522. Penemuan-penemuan tersebut membuka kesempatan untuk mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Paus Alexander VI takut kalau persaingan antara Spanyol dan Portugis akan menghambat perluasan pekabaran Injil maka Paus Alexander VI mengeluarkan bulla, yang kemudian ditetapkan dalam Perjanjian Tordesillas (1494), yang menetapkan daerah kekuasaan atau membagi dunia bagi kedua negara. Bagian Timur: Benua Asia dan Afrika (dikemudian hari ditambah Brazil) menjadi wilayah tanggung jawab Portugal; bagian Barat: Benua Amerika yang kaya sumber alam khususnya emas (ditambah Filipina) menjadi tanggung jawab Spanyol. Kedua raja: Spanyol dan Portugis diberi tugas oleh Paus untuk “membawa bangsabangsa yang berdiam di pulau-pulau dan negeri-negeri itu kepada Kristus . . . dan mengutus ke pulau-pulau dan negeri tersebut, orang-orang baik dan bijaksana, tulus hati serta saleh, yang sanggup mengajarkan penduduk asli mengenai kesusilaan dan iman Katolik”. (A. Thomson, New Movements: Reform-Rationalism-Revolution, London, SPCK, 1990, p.81 dikutip oleh Anne Ruck, 2000:85). Wewenang yang diberi oleh uskup Roma (Paus) kepada raja Spanyol dan Portugal untuk menguasai wilayah baru itu disebut “Hak Padroado”, dalam hal padroado itu raja Spanyol dan Portugal diberi kewajiban untuk: 1) Menyebarluaskan agama Kristen. 2) Menanggung para misionaris baik secara material maupun finansial. 3) Menunjuk calon uskup yang akan diangkat oleh Paus. 4) Merawat serta memperbaiki gedung Gereja, kapela, biara, dan tempat gerejani lainnya. 5) Menyediakan segala keperluan lembaga Gereja serta segala kebutuhan untuk kebaktian. 6) Memberi nafkah kepada semua petugas gerejani baik rohaniwan maupun awam. 7) Membangun Gereja yang baru seperlunya. 8) Mengangkat rohaniwan secukupnya guna melaksanakan segala tugas pelayanan yang suci. Pembiayaan yang disyaratkan dalam padroado cukup membutuhkan modal yang besar, untuk itu maka pemerintah Portugal/Spanyol harus mengusahakan dari penjualan rempah-rempah serta barang lain, perdagangan budak-budak dan pajak persepuluhan dari hasil penghasilan warga masyarakat yang harus diserahkan kepada negara (G. Van Schie, 1994:38-39). Salah satu dari poin ketiga dari hak Padroado, Raja Portugal Manuel I (1495-1521) meminta Paus agar mengangkat misionaris yang telah ditunjuknya sebagi uskup untuk wilayah pelayanan dari Tanjung Pengharapan sampai India (Ibid). Kekristenan yang dibawa oleh Gereja Barat berhubungan dengan imperialisme. Penjajah Barat sering membawa pedang di tangan kanan dan salib di tangan kiri. Penduduk setempat dibaptis karena paksaan, sebagai tanda ketundukan kepada pemerintah jajahan. Raja-raja Spanyol dan Portugis mempunyai cita-cita yang idelis tentang pekabaran Injil, tetapi mencari keuntungan ekonomi, sehingga penduduk asli diperlakukan dengan kasar dan kejam. Para misionaris sering membela penduduk asli atas perlakuan itu sehingga kadang para misionari bertentangan dengan orang sebangsanya/Eropa. Tujuan Spanyol ketika berada di wilayah-wilayah baru adalah untuk berdagang dan bukan untuk menjajah. Untuk itu maka bangsa Portugis sering mendirikan benteng-benteng sebagai pusat perdagangan (benteng Portugis terpenting di Asia: Goa-India, Malaka-Malaysia dan Macao-Cina) di 16



Diktat Sejarah Gereja Asia



tempat-tempat strategis di pantai negeri-negeri Asia, dan tinggal di perkampungan di sekitar benteng-benteng, tetapi tidak menguasai daerah luas. Negeri Potugal kecil, jumlah penduduk lebih kurang 1.000.000 orang, karena itu untuk mengurus dan mempertahankan bentengbenteng di Asia cukup sulit bagi pemerintah Portugal, benteng-benteng tersebut sering diserang raja-raja setempat atau oleh orang-orang Eropa (Anne Ruck, 2000:85). Kelahiran Gereja Katolik Asia di Asia yang diusahakan dalam misi yang diatur dalam sistem padroado abad 16-18 dapat digambarkan sebagai berikut (gambaran tidak secara menyeluruh daerah Asia karena sumber untuk informasi ini sangat terbatas dalam literatur yang tejangkau).



1.



Misi Gereja Katolik di Goa, India



Pada tahun 1536 orang-orang Portugis yang telah berada di Goa, dihubungi oleh orang-orang Parava. Mata pencaharian mereka adalah nelayan, mereka mempunyai kasta tersendiri dalam sistem kasta Hindu. Penduduk ini tersebar di pantai selatan Goa. Jumlah penduduknya adalah 10.000 orang. Orang-orang Parava sering diserang oleh tetangga mereka yang beragama Islam, untuk itu mereka meminta bantuan kepada orang-orang Portugis di Goa. Orang-orang Portugis memenuhi permintaan penduduk Parava tetapi dengan syarat bila tetangga-tetangga orang-orang Parava itu dikalahkan oleh orang-orang Portugis maka mereka harus bersedia dibaptis. Namun setelah dibaptis, orang-orang Parava dibiarkan selama 6 tahun tanpa pelayanan pemeliharaan rohani dari imam-imam, tanpa ibadah, dan buku-buku Kristen atau tanpa pelayanan sebagaimana yang diatur dalam “Hak Padroado”. Orang yang dibaptis pada waktu itu sebanyak 10.000 orang (Van den End, 1981:63). Pada akhir abad 16 Gereja Katolik Roma di Goa, India telah kuat, Gereja Katolik berkembang pesat di daerah-daerah pantai India, yaitu di wilayah jajahan Portugis (Anne Ruck, 2000:111).



2. Misi Gereja Katolik Roma di Moghul, India Pada waktu orang-orang Portugal membangun benteng-benteng di daerah pantai, orang-orang dari Afganistan menyerbu India, dan menaklukan bagian Utara dan Selatan dan membentuk kekaisaran Moghul. Gereja Katolik berusaha menginjili bangsa Moghul. Kaisar Akhbar mengajak para misionari dari serikat Yesus yang berkedudukan di Goa untuk mengutus pekabar Injil untuk mengajarkan Injil di istana. Utusan Kristen yang ke Istana pada waktu itu, tahun 1576, 1590, 1594 diterima kaisar dan kaisar mengizinkan rakyatnya memeluk agama Kristen dan diizinkan membangun sebuah bangunan Gereja di Lahore (Anne Ruck, 2000:111). B. Melalui Kontra Reformasi/Serikat Jesus Ordo serikat didirikan dan diresmikan tahun 1540. Pendiri Serikat Jesus adalah Ignatius (1491-1556) dari Loyola, sementara peresmian Serikat Jesus oleh Paus Paulus III (1534-1549). Tujuan pendirian Serikat Jesus: 1) Memperbaiki Gereja Katolik dari dalam, khususnya di bidang pendidikan (membendung ajaran Reformasi Luther). 2) Menganjurkan penerimaan sakramen yang lebih sering.



17



Diktat Sejarah Gereja Asia



3) Memberitakan Injil kepada orang-orang non-Kristen di wilayah yang baru ditemukan oleh Colombus dan Vasco da Gama. Yang diutamakan oleh Ignatius dan pengikutnya yang bergabung dalam Serikat Jesus) diutus dimisikan oleh Paus atau atasan serikat. Sejak saat itu istilah misi sering dipakai dalam arti menerima pesan atau pengutusan dan segala tugas yang dilaksanakan atas perintah atasan. Anggota Serikat Yesus banyak yang diutus untuk menyampaikan berita Injil kepada orangorang non-Kristen di luar Eropa atau Asia (G. Van Schie, 1998:80-81). Para misionari Serikat Jesus yang melayani di Asia:



1.



Franciscus Xaverius



Ia pernah melayani di beberapa tempat di Asia, sebelum akhirnya meninggal dalam perjalanan dari Jepang ke Tiongkok. Pelayanannya di Indonesia tidak dapat dikemuka-kan di sini karena akan dibahas dalam Sejarah Gereja Indonesia. Yang dibahas di sini adalah pelayanan Franciscus tiba di Goa, India dan melayani selama beberapa bulan. Faranciscus melayani orang-orang Parava yang tinggal di pesisir pantai, lalu ke Travancore dan Sri Lanka. Metode pelayanan Franciscus di India:  Memakai juru bahasa untuk menerjemahkan 4 pokok iman Katolik:  Doa Bapa Kami  Pengakuan Iman Rasuli  Sepuluh Hukum  Ave Maria Metode menghafal, yaitu keempat pokok tersebut diajarkan kepada anak-anak yang telah ia kumpulkan di setiap kampung dan mengajarkan kepada mereka sampai menghafalnya secara baik. Anak-anak itu kemudian disuruhnya untuk mengajarkan kepada orangtua mereka. Dengan metode ini ia berhasil membaptis sebanyak 700.000 orang di India (Anne Ruck, 2000:98). Pada akhir abad ke-16 seluruh kasta nelayan di Parava telah dikumpulkan orang Yesuit mendiami daerah enambelas kampung, yang masing-masing mempunyai Gereja, sekolah, yang diatur menurut hukum Gereja dengan disiplin yang sangat ketat. Pada akhir abad yang sama juga seluruh penduduk di sekitar Goa telah memeluk Kristen, didalamnya termasuk orang-orang campuran Portugis-India (Ibid, 98-99). Pada tahun 1546 Xaverius pergi ke Malaka dan belajar bahasa Melayu dan berkunjung ke beberapa daerah di Indonesia. Xaverius adalah misionari yang disukai oleh orang-orang pribumi karena sikapnya yang begitu ramah dan perhatiaannya yang tulus untuk menarik orang percaya kepada Yesus Kristus. Di Malaka ia bertemu dengan seorang Jepang yang bernama Anjiro, selanjutnya bersamanya ke Jepang pada tahun 1549. Pada waktu sampai di Kogoshima, ibu kota propinsi Satsuma, mereka diterima baik oleh daimyo setempat dan diberi izin berkotbah, dan Franciscus berhasil melaksanakan tugas kotbah sehingga dalam waktu satu tahun orang Jepang yang menjadi Kristen berjumlah seratus orang (Ibid, 100). Di India Farnciscus melayani kasta yang paling rendah (kelompok nelayan di Parava), tetapi di Jepang Franciscus melayani kasta yang tinggi dan terpelajar, yang pada akhirnya mempengaruhi corak metode misinya yang terdahulu. Di Jepang Franciscus harus memberitakan Injil dengan memperhatikan latar belakang pendidikan dan kebudayaan setempat. Farnciscus menyadari bahwa untuk memeberitakan Injil secara efektif di Jepang harus melalui tingkat sosial yang tinggi yaitu melalui daimyo atau daimyo sebagai srategis untuk mempengaruhi orang-orang yang ada di Jepang. Ia berpakaian yang pantas diperhitungkan 18



Diktat Sejarah Gereja Asia



oleh kelompok daimyo yaitu memakai sutra ketika mengunjungi daimyo yang terbesar, yaitu Ouchi Yoshika dari Yamaguchi; Xaverius membawa kenang-kenangan yang indah dan menarik, termasuk didalamnya sebuah jam besar dan kotak perhiasan yang dapat bermain musik. Xaverius diberi ijin untuk berkotbah, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan sampai malam. Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut astronomi, geogarafi dan kekristenan. Hasil dari kegiatan pelayanan itu, dalam dua bulan lima ratus orang yang minta dibaptis di Yamaguchi (Ibid, 101). Setelah melayani beberapa tahun di Jepang (1549-1552), ia kembali ke Goa pada tahun 1552. Dari Goa, Franciscus ke Tiongkok, ia mendengar bahwa pengaruh kebudayaan Cina sangat kuat di Jepang. Sehingga bila orang-orang Cina telah dimenangkan maka bangsa Jepang mudah dimenangkan bagi Kristus. Dalam perjalanan ke Cina, ia meninggal sebelum sampai di Cina dan dikuburkan dekat Macau (Ibid). Pada tahun-tahun selanjutnya Kristen Katolik sangat berkembang pesat di Jepang, misalnya pada tahun 1580 terdapat 150.000 orang Kristen Katolik, dengan jumlah bangunan Gereja 200 gedung, 85 imam Yesuit berkebangsaan Portugis, 28 bruder awam atau yang belum ditahbiskan menjadi imam berrbangsa Jepang. Orang-orang ini adalah hasil pendekatan pelayanan terhadap kelompok daimyo. Omwa Sumitada adalah daimyo pertama yang percaya kepada Yesus Kristus, dibaptis tahun 1563. Delapan tahun kemudian (1571) ada 5.000 orang di wilayah kekuasaan Sumitada dibaptis, kemudian tahun 1577 orang Kristen bertambah menjadi 60.000. Pada tahun 1573 seorang daimyo yaitu Arima Yoshisada dibaptis, akibatnya orang Kristen di wilayah daimyo ini bertambah dari 3.000 menjadi 15.000. pengganti daimyo yaitu Horunobu menganiaya Gereja, sehingga 7.000 orang Kristen menyangkal imannya, tetapi kemudian hari sang penganiaya (Horunobu) bertobat menjadi Kristen dan dibaptis tahun 1580, kemudian orang Kristen yang pernah menyangkal imannya kembali lagi ke Gereja, ditambah empat ribu orang dari kelompok samurai atau kelompok kesatria yang menjadi pelayan Horunobu ikut menjadi Kristen. Pada tahun 1587 Hideyoshi mengeluarkan edik yang isinya melarang agama Kristen. Edik ini dilaksanakan pada tahun 1597, dengan menyalibkan 26 orang Kristen: enam orang Spanyol dan dua puluh orang Jepang, beberapa gedung Gereja dihancurkan, para misionaris disuruh meninggalkan Jepang, namun banyak yang bersembunyi di desa. Hideyoshi meninggal tahun 1598 dan diganti oleh Ieyasu, yang menjadi Shogun (wakil kaisar) pada tahun 1603. Ia melarang pembaptisan para daimyo, karena mereka menjadi sebab masyarakatnya menjadi Kristen. Pembatasan-pembatasan ini tidak membuat Gereja mati tetapi justru terus mengalami perkembangan di Jepang. Dikatakan selama sepuluh tahun pertama abad tujuh belas, setiap tahun kurang lebih lima ribu orang Jepang dibaptis. Penghambatan semakin meningkat, pada tahun 1604 dikeluarkan edik yang menuduh orang Kristen merubah pemerintahan serta merebut kekuasaan negara. Akibatnya semua pekabar Injil diusir keluar dari Jepang, gedung-gedung gereja dimusnahkan, tokoh-tokoh Kristen Jepang yang berpengaruh dibuang ke Cina, Filipina atau propinsi-propinsi Utara. Orang Kristen Jepang diwajibkan mendaftar di kuil Budha terdekat dengan rumahnya, supaya imam Budha dapat mengawasi ibadah mereka. Setelah kematian Ieyasu pada tahun 1616 Gereja mengalami hambatan yang lebih dahsyat. Orang Kristen Jepang disuruh menyangkal imannya. Pada tahun 1619, 55 orang Kristen Jepang termasuk anak-anak dibakar hidup-hidup di Kyoto. Tahun 1614 dan 1643 hampir 5.000 orang Kristen mati syahid, termasuk 70 orang Eropa. Tujuh puluh orang



19



Diktat Sejarah Gereja Asia



Kristen di pantai Yado disalibkan dalam posisi terbalik, dengan harapan ketika terjadi air pasang mereka mati tenggelam. Akibat dari siksaan ini maka orang-orang Kristen Katolik/para klerus menjadi hilang di Jepang untuk beberapa waktu, namun Gereja Katolik di bawah tanah bertahan selama beberapa abad (Anne Ruck, 2000: 102-106).



2. Roberto De Nobili (1577-1656) Ia melayani di Madurai, India Selatan dengan metode pelayanan seperti berikut: ♦ Menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat ♦ Menjauhkan diri dengan orang-orang sebangsanya (Portugis) ♦ Memilih tempat tinggal di Madurai, kota tempat kasta Brahmana ♦ Nobili juga tidak bergaul dengan orang-orang kulit putih lainnya (orang Portugis) ♦ Menjauhkan diri dari hubungan-hubungan dengan Gereja yang ada di India ♦ Menyesuaikan diri terlalu jauh dengan kebiasaan-kebiasaan ritual kasta Brahmana ♦ Orang kasta rendah (orang Parava) tidak boleh masuk Gereja yang dipimpin Nobili (kasta tinggi) ♦ Memakai sumpitan untuk menjepit roti ekaristi ketika memimpin Misa di Gereja kasta rendah. ♦ Hasil dari penggunaan metode Nobili: Kurang berhasil, karena sampai tahun 1609 jumlah orang yang bertobat sebanyak 63 orang. Tujuan dari Nobili, yaitu untuk memenangkan orang-orang India yang berada pada kasta tinggi (Brahmana) dan melalui orang-orang kasta tinggi maka rakyat jelata juga dapat dimenangkan. Namun tujuan itu tidak tercapai.



20



Diktat Sejarah Gereja Asia BAB VI ZENDING PROTESTAN DI ASIA ABAD XVII – XVIII



Lahirnya Gereja Protestan di Asia tidak dapat dipisahkan dari karya Roh Kudus melalui para misionaris dari Eropa dan orang Kristen Asia yang telah memberi respons terhadap Injil yang diwartakan. Misi Gereja Protestan yang mempengaruhi Asia terdiri atas aliran Calvinis yang biasanya dikenal dengan sebutan Reformed/Kongregasional dan Presbiterian, aliran Lutheran, Anabaptis, Gerakan Pentakosta, dan lain-lain. Perkembangan Gereja Prostestan yang akan dibahas di sini akan diuraikan dalam masing-masing negara Asia sejauh yang terjangkau dalam literatur Sejarah Gereja Asia. Perlu juga diutarakan di sini bahwa urutan negara Asia di sini tidak berdasarkan urutan abjad atau alasan-alasan lain. Urutan negara Asia dimulai dari negara-negara Asia yang telah mengenal Kristen dan selanjutnya negara-negara Asia yang baru mengenal Kristen, dalam arti agama Kristen masuk di negara Asia pada abad 18 ke atas. A. Gereja Protestan di India Kolonialisme atas India oleh bangsa Eropa dilakukan oleh Portugis yang berkiblat kepada Gereja Katolik dan Inggris dengan Gereja Anglikan. Kekuasaan Portugis di India diambil alih oleh Inggris setelah tentara Inggris menang tahun 1857-1858. Sejak saat itu India sepenuhnya dikuasai oleh Inggris. Badan Misi Pekabaran Injil dari Inggris awalnya sulit untuk memasuki daerah India, karena takut terganggu oleh kepentingan ekonomi. Namun setelah parlemen Inggris di India didesak oleh kelompok-kelompok Kristen evangelical supaya mendesak perusahaan Inggris di India yaitu East India Company (EIC) untuk membuka pintu bagi masuknya misi ke India. Pemerintah Inggris tidak melarang pekabaran Injil di India tetapi juga tidak mendukungnya. Ratusan pekabar Injil berbondong-bondong memasuki India bersamaan dengan penjajahan Inggris, sehingga keduanya dianggap satu oleh bangsa India. Ahli sejarah India, K.M. Panikar, menyatakan imperialisme sebagai “penyokong dan sekutu” Gereja (Ruck, 2005:120). Para misionaris yang pergi ke India: Misionaris Protestan yang pergi ke India antara lain William Carey (1761-1834) dari Gereja Anglikan. Ketika mendengar kesaksian seorang temannya, anggota Gereja Baptis, ia tertarik dengan kesaksian tersebut dan minta dibaptis ulang dan masuk Gereja Baptis. Ia ditahbiskan sebagai pendeta Gereja Baptis tahun 1785. Beberapa tahun kemudian, yaitu tahun 1793 Carey diutus oleh Baptist Missionary Society. Metode pelayanannya di India: ♦ Mempelajari bahasa Sanskrit dan bahasa Bengali. ♦ Menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Bengali. ♦ Bekerja dengan tenaga sendiri (mengajar dengan bahasa Bengali kepada pegawai negeri berkebangsaan Inggris, tenaga East India Company) untuk mencukupi biaya hidup dan pelayanan di India. ♦ Mengadakan penelitian agama dan kebudayaan India untuk tugas misi. ♦ Mengabarkan Injil seluas dan secepat mungkin. ♦ Secepat mungkin mendirikan Gereja India yang mandiri. ♦ Perlu didirikan sekolah dari TK – PT ♦ Secepat mungkin mengaderkan tenaga India sebagai pemimpin Gereja. 21



Diktat Sejarah Gereja Asia



Pada tahun 1974 diperkirakan ada 14 juta orang Kristen di India, kurang lebih 2,5 % penduduk: 5 juta merupakan orang Protestan sebanyak 16 juta orang. Pemeluk Kristen yang paling banyak adalah India Selatan terutama di Kerela, negara bagian yang sangat miskin, orang Kristen merupakan 1/3 jumlah penduduk. Selain itu di Goa dan daereah Utara Timur, di antara suku-suku pegunungan Assam. Sedangkan di daerah-daerah India lain, umat Kristen merupakan kelompok minoritas (Ruck, 2000:228). Pada tahun 1981 di kota Madras, India Selatan jumlah orang Kristen dari 525 bertambah menjadi 700 orang pada tahun 1986. Tahun 1991 berkembang menjadi 1.400 orang Kristen (Ruck, 2000:256). Denominasi Gereja Protestan di India: Gereja Anglikan, Gereja Methodis, Gereja Reformed (Presbiterian dan Kongregasional), Gereja Baptis, Gereja Persaudaraan (Brethren), Murid Kristus (Disciples of Christ) (Ruck, 2000:261). B. Gereja Protestan di Pakistan Mayoritas penduduk negera Pakistan beragama Islam (sekte Sunni/sekte Islam Ortodoks dan sekte Ahmadiyah). Kemudian Islam dijadikan sebagai agama negara tahun 1956. Namun negara Pakistan tetap memberi kebebasan beragama. Bendera Pakistan menggambarkan jaminan ini kepada minoritas di negeri itu. Bidang hijau dengan bulan sabit dan bintang warna putih merupakan simbol tradisional dari iman Islam, dan bintang putih yang luas di sebelah kiri mewakili berbagai komunitas minoritas – orang Kristen, Hindu, Budha, dan lain-lain. Karena putih adalah kombinasi semua warna dalam spektrum warna (Hoke, Vol. 2, 2002:179). Sebelum Pakistan merdeka, penduduk India Barat Laut dan Delta Sungai Gangga menganut agama Islam. Pada tahun 1947 wilayah India Barat Laut dan delta Sungai Gangga disatukan menjadi negara Pakistan. Ribuan orang-orang Islam mengungsi dari India ke Pakistan, sementara orang-orang Hindu dan orang Sikh mengungsi dari Pakistan ke India. Pada tahun 1947 jumlah penduduk Pakistan beragama Islam sebanyak 97 %. Enam tahun kemudian (1956) agama Islam dijadikan agama negara Pakistan. Dengan penetapan ini dapat diperkirakan kedudukan minoritas termasuk Gereja di Pakistan. Pada tahun 1972 pemerintah Pakistan menasionalisasikan sejumlah besar sekolah dan perguruan tinggi swasta, termasuk perguruan tinggi Kristen Protestan dan Katolik sebanyak sembilan sekolah tinggi. Nasionalisasi sekolah Kristen oleh pemerintah Pakistan menimbulkan protes keras dari masyarakat Kristen karena merupakan ancaman terhadap keamanan pekerjaan atau masa depan dari komunitas Kristen. Pada awalnya para staf pengajar masih dipekerjakan dalam sekolah tersebut dengan gaji yang tinggi namun posisi-posisi penting dalam sekolah beralih kepada tenaga pendidik atau staf dari kelompok mayoritas setelah staf dan tenaga pendidik Kristen pensiun atau mengundurkan diri (Hoke, vol. 2, 2002:173). Sering dalam pelaksanaan hukum syariah orang Kristen didiskriminasi. Umat Kristen bebas melaksanakan keagamaannya. Orang Islam dilarang keras masuk Kristen. Tahun 1974 orang Kristen merupakan kelompok minoritas di Pakisatan, dengan jumlah 1 % dari penduduk Pakistan di mana 97 % beragama Islam. Hampir semua orang Kristen di Pakistan berasal dari kasta rendah Hindu yang menjadi Kristen sejak masa gerakan pertobatan masal yang terjadi tahun 1880 dan mencapai puncaknya pada tahun 1830-an. Pekerjaan mereka adalah penyamak kulit, pekerja kuburan atau tukang sapu. Namun pada abad ke-20, sebagai akibat pendidikan Kristen kasta rendah Hindu ini mencapai taraf hidup yang cenderung 22



Diktat Sejarah Gereja Asia



kepada gaya hidup mewah. Penginjilan di Pakistan sulit dilaksanakan karena adanya kekuatan ikatan kasta yang mengikat orang Muslim dan non-Muslim. Akibatnya sejak kemerdekaan Pakistan pada tahun 1947 Gereja kurang berkembang di Pakistan. Pekabaran Inijil di Pakistan dilaksanakan melalui traktat-traktat, kursus Alkitab dan surat menyurat, hasilnya sedikit orang Islam yang menjadi Kristen. Usaha pendidikan Barat diarahkan pada pelayanan medis, terdapat dua puluh rumah sakit dan klinik Protestan yang berperan untuk kesehatan masyarakat dan pendidikan (Hoke, Vol. 1, 2002:173). Pada tahun 1954 didirikan Sekolah Tinggi Teologi Presbiterian di Gujranwala. Tahun 1990 perkembangan sekolah mencapai dua belas Sekolah Teologi Protestan dan enam Seminari Katolik Roma di Pakistan. Gereja-gereja Presbiterian berangsur-angsur mencapai status mandiri. Pada tahun 1961 Gereja Presbiterian mempunyai sinode sendiri di Pakistan, sinode ini diakui oleh Gereja Presbiterian Amerika. Gerakan oikumenis berkembang di Pakistan. Pada tahun 1970 Gereja Anglikan, Gereja Metodis, Gereja Lutheran dan Gereja Presbiterian dipersatukan menjadi Gereja Pakistan. Sejak kemerdekaan Pakistan sampai pada tahun 1973 diperkirakan 545.501 orang Kristen Protestan di Pakistan atau 1,4 % dari jumlah penduduk Pakistan. Kemudian tahun 1990 jumlah orang Kristen diperkirakan 1,7 % dari jumlah penduduk Pakistan (Anna Ruck, 2000: 256-267). C. Gereja Protestan di Banglades Tahun 1971 Banglades sebagai negara sekuler, kemudian tahun 1988 agama Islam dijadikan sebagai agama negara Banglades Pakistan Timur (Banglades) memisahkan diri dari Pakistan pada tahun 1971 karena benci akan kebijakan pemerintah Pakistan dan Banglades yang menganut negara sekuler. Namun pada tahun 1988 Islam dijadikan sebagai agama Negara Banglades. Jumlah penduduk Banglades pada tahun 1984 yang beragama Islam sebesar 87 %, sedangkan jumlah orang Kristen Protestan di Banglades kurang dari 0,5 % pada tahun 1990. Gereja Protestan terbesar di Banglades adalah Gereja Persatuan Baptis Bangalore. Gereja Baptis di sana mempunyai lima denominasi. Selain itu Gereja Lutheran yang berkembang di suku-suku pegunungan di Banglades. Hasilnya tahun 1990 dilaporkan suku Garo di perbatasan Assam sebesar 95 % beragama Kristen, sedangkan suku Pankho di daerah pegunungan Chittagong hampir seluruhnya Kristen. Kondisi masyarakat di Banglades yang sangat miskin dan menderita menyambut baik pelayanan kasih badan misi Kristen, misalnya Social World Vision dan TEAR Fund. Melalui bantuan sosial tersebut orang Kristen yang sangat kecil jumlahnya di Banglades berusaha menunjukkan kasih Kristus kepada masyarakat luar Banglades (Ruck, 2000:267-268) Jika dapat dikatakan bahwa ada kesulitan memberitakan Injil di wilayah yang mayoritas Islam seperti Banglades, namun ketika terjadi bencana taufan (sekitar 1970-1971) yang melanda Banglades serta diikuti perang saudara di Banglades yang menyebabkan banyak rakyat menjadi korban. Untuk menolong masyarakat Banglades dalam kesulitan yang ia hadapi maka masyarakat internasional termasuk badan misi-badan misi Kristen bergerak ke Banglades, seperti: Evangelism Fellowship of India, Kaum Mennonite, Bala Keselamatan, World Vision, World Relief Commission of NAE, Medical Assitance Programs, Bible and Medical Missionary Fellowship, dan German Liebenzwllwr Mission mengadakan pelayanan kasih di Bangladesh. Dengan cara ini maka dimulailah pintu pekabaran Injil kepada orang23



Diktat Sejarah Gereja Asia



orang Muslim, Hindu, dan Budha di Banglades dibandingkan dengan peluang memberitakan Injil sebelum terjadi musibah di Banglades (Hoke, Vol. 1, 2002:103). Bandingkan dampak dari gelombang Tsunami di Aceh (wilayah Indonesia yang telah memberlakukan syariat Islam) dan peluang memberitakan kasih Kristus kepada orang Aceh melalui pelayanan relawan-relawan Kristen ke Aceh seperti kelompok Kristen dari Bandung. D. Gereja Protestan di Sri Lanka Agama Budha dijadikan sebagai agama negara tahun 1972, namun tetap diberi kebebasan beragama yang diatur dalam UU Dasar Negara Sri Lanka, yaitu pasal 10. Sri Lanka adalah suatu pulau besar yang berdekatan dengan India. Penduduknya terdiri dari berbagai bangsa seperti bangsa Sinhala sebesar 74 % mayoritas beragama Budha, sedangkan 18 % dari bangsa Tamil yang beragama Hindu. Sistem kasta yang telah berakar kuat di Sri Lanka merupakan rintangan pekabaran Injil. Pada abad ke-6 Gereja Persia telah berada di Sri Lanka dan menjadi hilang beberapa tahun kemudian. Perkembangan kekristenan di Sri Lanka berkaitan erat dengan imperialisme Barat (telah dibahas dalam bab terdahulu, yang dibahas di sini adalah perkembangan Kristen abad XVIII). Inggris merebut daerah pesisir Sri Lanka pada tahun 1746, kemudian tahun 1815 menguasai kerajaan Kandy (tanah daratan India) akibatnya seluruh tanah Ceylon dikuasai Inggris. Pada tahun 1845 ditetapkan keuskupan di Gereja Anglikan mengubah nama menjadi Gereja Ceylon dan terakhir diubah menjadi Gereja Sri Lanka. Misi Protestan yang bekerja di Sri Lanka adalah misi Gereja Anglikan, Gereja Metodis, dan Gereja Baptis. Ketika Ceylon dinyatakan merdeka dari persemakmuran Inggris pada 1948 maka posisi orang-orang Kristen menjadi semakin sulit. Pada tahun 1960 pendidikan dinasioanalisasikan, sekolah-sekolah Kristen diambil alih oleh pemerintah. Rumah sakit misi dan yayasan medis misi diambil alih oleh pemerintah. Tahun 1964 semua orang Kristen yang bekerja di rumah sakit negeri dipecat. Pada tahun 1967 kalender resmi diubah, satu minggu terdiri dari 10 hari, dan akhir pecan poya setiap sepuluh hari mengganti hari Minggu sebagai hari libur. Akibatnya kebaktian pada hari Minggu sulit dijalankan oleh orang-orang Kristen. Perubahan ini bertentangan dengan perhubungan luar negeri, maka tahun 1971 kembali ke kalender internasional. Pada tahun 1921 jumlah orang Kristen diperkirakan 13 % dari jumlah penduduk. Sensus tahun 1981 menempatkan agama Kristen dalam urutan ke-4 dari agama-agama yang ada di Sri Lanka dengan jumlah 7,5 % dari total agama Kristen penduduk, agama Budha 69 %, Hindu 15,5 %, dan Islam 7,6 %. Kelompok Protestan yang ada di Sri Lanka: Gereja-gereja Pentakosta yang masuk Sri Lanka tahun 1880-an yang cukup berkembang pesat di Sri Lanka mendirikan misi Pentakosta tahun 1924, Gereja Sidang Jemaat Allah tahun 1928, dan Gereja Metodis (Gereja di Sri Lanka, Ruck, 2000: 268-273). E. Gereja Protestan di Cina/Tiongkok (Ruck, 2000: 277-289) Perkembangan Gereja di Cina kembali dimulai tahun 1900 yaitu setelah masa pemberontakan petinju (Boxer Rebellion) khusunya pada masa permulaan revolusi. Pada tahun 1914 jumlah orang Kristen diperkirakan 500.000 orang. Tahun 1920 berkembang menjadi 800.000 orang, dan tahun 1949 mencapai 1.000.000 orang. Anggota Gereja Ortodox berjumlah 300.000 orang. Pada tahun 1949 Gereja Protestan di Cina adalah Gereja Kristus Cina. Didirikan tahun 1927. Gereja ini adalah persatuan dari Gereja Presbiterian, Gereja Kongregasional, 24



Diktat Sejarah Gereja Asia



Gereja Metodis, dan Gereja Yesus yang Benar (True Jesus Church = Gereja pribumi yang didirikan oleh Paul Wei tahun 1917). Pada masa Mao Zedong Gereja di Cina mengalami pergumulan yang berat yaitu mendukung pemerintah yang komunis dan menolak segala campur tangan pemerintah dalam Gereja. Gereja Protestan yang dipengaruhi dengan teologi liberal mendukung pemerintah dengan membentuk Gerakan Tiga Swa Patritik (GTSP) sementara Gereja aliran evangelikal menolak ikut dipersatukan dalam GTSP karena mereka menolak segala campur tangan pemerintah komunis dalam Gereja atau menolak kekuasaan negara atas Gereja. Salah satu tokoh yang terkenal adalah Wang. Setelah Mao Zedong meninggal tahun 1976 dan kekuasaan diambil alih oleh Deng Xioping maka situasi di Cina berubah, terutama pemberian kebebasan beragama. Para pemimpin Gereja yang dipenjarakan pada masa Mao Zedong dibebaskan teramsuk pembebasan Wang Mingdao bersama orang Kristen yang dipenjarakan. Rumah-rumah Gereja dibuka kembali, sekolah-sekolah teologi dibuka kembali pada tahun 1980. Tahun 1982 ibadah agama Kristen diizinkan asal di tempat yang ditunjuk oleh GTSP. Pekabaran Injil tidak boleh dilakukan di luar GTSP. F. Perkembangan Kristen di Cina Tahun 1950 Gereja Protestan di Cina menghadapi suatu pergumulan yang berat dengan pemerintah Cina yang komunis. Pada tahun itu perdana menteri Cina, Zhou Enlai memanggil 40 tokoh Kristen untuk menyusun sebuah manifesto Kristen.



25



Diktat Sejarah Gereja Asia BAB VII PERKEMBANGAN TEOLOGI DI ASIA SEJAK TAHUN 1950



Berteologi di Asia harus memperhatikan realitas-realitas di Asia, namun oleh berbagai keterbatasan, maka hanya berbagai realitas yang diungkapkan dan diharapkan untuk mencari pendekatan teologi yang tepat (teologi yang hidup) unuk Asia. Realitas-realitas yang dimaksud antara lain, masalah kemiskinan di Asia. Asia menderita di bawah tumit kemiskinan yang dipaksakan. Kehidupan dicabik-cabik oleh kolonialisme selama berabad-abad. Kebudayaan disepelekan, relasi sosial dibuat menyimpang. Daerahdaerah kumuh yang menyedihkan di kota-kota membengkak terus dengan datangnya petanipetani miskin yang terusir dari tanah garapannya. Hal ini makin memperjelas gambaran kehidupan serba mewah di samping kemiskinan yang papa, suatu gambaran yang sama telah terlihat di sebagian besar negara-negara di Asia. Memahami konteks Asia dari segi realitas kemiskinan, maka konteks Asia yang menyuarakan syarat-syarat teologi Asia terdiri atas perjuangan mencapai kemanusiaan yang penuh di dalam aspek-aspek sosial politik dan psikospiritual. Pembebasan umat seluruh umat manusia bersifat sosial dan personal. Jadi, mengusahakan teologi yang relevan atau teologi yang berkembang di Asia, yaitu Teologi kontekstual Asia. Teologi kontekstual Asia ialah kemampuan memberikan tanggapan yang bermakna terhadap Injil Yesus Kristus dalam kerangka situsi sendiri (budaya setempat), sebab orang beriman (orang Kristen) itu menjelaskan/menyaksikan imannya kepada sesamanya dalam kaitan kenyataan hidup di suatu tempat atau wilayah tertentu. Berikut ini dipaparkan beberapa contoh teologi kontekstual yang dapat dijangkau dalam beberapa literatur: A. Teologi Kontekstual India (Teologi India) Berdasarkan definisi konseptual dari teologi kontekstual Asia maka kemunculan teologi India dapat dipahami dalam konteks bagaimana Gereja India berteologi dalam konteks sesamanya yang mayoritas beragama Hindu. Dalam agama Hindu perakapan teologi berkisar pada moksa atau pembebasan. Agar memperoleh moksa, maka manusia harus menempuh tiga cara atau tiga jalan, yaitu: 1) Jnana atau pengetahuan khusus, 2) Bakhti atau darma bakti, 3) Karma atau perbuatan baik (Ruck, 2005:261). Percakapan tema teologis Hindu seperti yang kita kenal di atas, dalam rangka pendekatan teologi kontekstual India maka para teolog, seperti Appasamy berusaha mewujudkan kebenaran Kristen dalam konsep-konsep Hindu ke dialog pluralis dan suasana belajar-mengajar dengan warga India yang beragama Hindu (Ibid, 261). Sang teolog India yang kita kenal di atas, menggambarkan ajaran tentang moksa dengan menggunakan perkataan Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes 15:4, “Tinggalah di dalam Aku”. Melalui iman dan pengabdian kasih, kita dapat menjadi satu dengan Kristus oleh rahmat Allah. Orang Kristen tidak meresapi keilahan, seperti dalam agama Hindu, melainkan tetap mempertahankan kepribadian unik. Allah tidak sama dengan dunia dan dunia jasmani tidak bersifat khayal saja. Di sini sang teolog menolak dua kepercayaan dasar agama Hindu. Menurut sang teolog, Allah hadir dan bertindak di dunia sebagai firman atau logos (ibid, 262). Selain teolog India yang namanya disebut di atas, ada juga teolog India seperti M.M. Thomas. Ia berteologi secara kontekstual India dengan cara menguraikan jalan moksa ketiga, 26



Diktat Sejarah Gereja Asia



yaitu karma-marga sebagai teologi kesaksian sosial. Selanjutnya tentang teologi kontekstual model M.M. Thomas dapat diperhatikan dalam pernyataan Ruck berkut ini: Thomas menguraikan bagaimana rencana Pencipta diperlihatkan dalam sejarah. Allah memakai penjajahan Inggris sebagai alat-Nya untuk mengubah dan memajukan kehidupan bangsa India, lalu Allah memakai nasionalisme sebagai alat-Nya untuk menggeser alat pengadilan-Nya yang menyeleweng. Pandangan sejarah Thomas jauh berbeda dengan pandangan sikilas Hindu yang menganggap sejarah berputar terus tanpa ada perkembangan. Thomas menekankan konsep Kristen mengenai nilai orang perseorangan di mata Tuhan; bahwa Tuhan mengasihi seseorang secara pribadi, sehingga kita juga mengasihi sesama manusia perseorangan ... Cita-cita Thomas tidak hanya dinyatakan dalam tulisannya tetapi juga diterapkannya pada hidup sehari-hari ... Pada masa darurat tahun 1975-1977, Thomas mencela sikap pemerintah India, dan ia menghimpun dana untuk membantu keluarga orang yang dipenjarakan karena alasan politik (Ruck, 2005:263). Teolog India lainnya yang berteologi secara kontekstual adalah Devanandan. Inti pemikiran teologis kentekstual dari Devanandan ialah menganjurkan kepada umat Kristen India supaya keluar dari keadaan terpencil di dalam masyarakat Kristen dan berkomunikasi dengan orang-orang bukan Kristen disekitarnya. Sang teolog India ini terkenal dengan perjuangan dialog antar agama dan meneliti dimensi sosial pekabaran Injil di India. Dapat juga disebut sebagai pejuang teologi pluralisme di Asia, khusunya India (Ibid). Tokoh lain seperti Samartha dapat dibaca dalam buku Anne Ruck. B. Teologi Kontekstual Jepang (Teologi Jepang) Konteks Jepang yang olehnya mempengaruhi pemikiran Teologi Kristen di Jepang adalah adalah perjuangan Jepang dari penderitaan tahun 1945 (bom di Hirosima dan Nagasaki) menuju kepada kemajuan materi yang spektakuler. Salah satu Teolog Jepang adalah Kitamori Kazoh, lahir tahun 1916. Sejak jatuhnya bom di Hirosima dan Nagasaki, masyarakat Jepang (Hirosima dan Nagasaki) berada dalam penderitaaan. Konteks ini kemudian mempengaruhi Kitamori dalam berteologi. Teologi Kitamori adalah Teologi Penderitaan. Ia mengatakan bahwa penderitaan adalah hakikat Allah, seperti digambarkan dalam Yesaya 63:15: Hati-Ku yang tergerak dan kasih sayang. Penderitaan Allah hanya dapat dimengerti melalui pengertian tentang penderitaan Tuhan Yesus atau salib Tuhan Yesus, disini Kitamori memahami penderitaan dalam empat sebab, yaitu: 1) Penderitaan karena kasih-Nya dan pengampunan terhadap orang berdosa. 2) Penderitaan Tuhan Yesus di kayu salib (penderitaan jasmani, perasaan, dan rohani). 3) Penderitaan Bapa membiarkan anak-Nya menderita. 4) Imanensi Allah dalam penderitaan manusia. Jadi orang Kristen dipanggil untuk ikut serta dalam penderitaan sebagai lambang penderitaan Allah. Ini berarti menurut Kitamori, penderitaan bangsa Jepang karena bom tersebut melambangkan penderitaan Allah secara unik dan sangat mendalam. Orang Jepang yang menjadi teolog Asia seperti Kosuke Koyama (menghabiskan waktu pelayanannya di Thailand, di Singapura dan Selandia Baru, dan terakhir di Amerika Serikat) mengembangkan teologi kontekstual Asia dengan model “Teologi Kerbau” yang berbicara dalam bahasa konkrit akan kebutuhan rakyat. Koyama memfokuskan perhatiannya pada aspek-aspek kebenaran Kristen yang dicerminkan dalam agama-agama lain, sehingga aspek tersebut menjadi jembatan kesaksian. Oleh karena itu maka Kosuke Koyama menekankan dua tema Kristen yaitu “penderitaan dan pengorbanan”. Pikiran Kristus yang 27



Diktat Sejarah Gereja Asia



disalibkanlah, bukan pikiran perang salib, yang seharusnya menjadi dasar kehidupan, misi dan teologi Kristen (Ruck, 2005:305). Isi teologi dari Kosuke Koyama bila diperhatikan maka sebenarnya ia sedang berlawanan pemikiran teologis dengan seorang teolog India, yaitu M.M. Thomas yang menganggap penjajahan India oleh Inggris adalah alat Tuhan untuk merubah dan memajukan kehidupan bangsa India. Disini ada banyak pandangan di sekitar munculnya misi Kristen yang berboncengan dengan penjajahan, sehingga agama Kristen sering disebut agama penjajah atau agen kolonialisme. Pertentangan teologis tentang semua yang terakhir, yaitu apakah penjajahan harus dipahami sebagai bagian dari kehendak Tuhan? Jawabannya pasti beragam. Disini kami mempunyai pemikiran teologis untuk hal itu, tetapi kami tidak mengemukakan iti, biarlah mahasiawa menenentukan posisi sendiri. Prinsipnya Firman Tuhan tidak berubah, tetapi teologi dapat berubah. C. Teologi dan Misi Kristen: Manusia Berdosa dan Manusia Sasaran Dosa Pekabaran Injil yang dilaksanakan Gereja masa kini, tidak hanya melihat atau membahas perihal manusia berdosa, tetapi harus melihat manusia sebagai sasaran dosa (mangsa dosa orang lain). Dalam hal ini pekabaran atau pemberitaan Injil yang hanya memperhatikan manusia berdosa menyampaikan terlalu banyak sikap merendahkan sehingga kurang adil terhadap mereka yang menderita akibat penghinaan dan ketidakadilan. (Elwood, 1996: 201-215: digumuli lebih lanjut dalam halaman tersebut) Jadi seorang penginjil yang tidak sadar akan “sasaran dosa” tidak dapat mengkomunikasikan kabar baik kepada mereka yang telah menjadi sasaran dosa (orang lain). Oleh karena itu bila mana pekabaran Injil ingin menyapa batin manusia yang terdalam melalui pemberitaan Injil, maka pekabar Injil harus menyadari serta memahami kenyataan bahwa manusia menjadi obyek dan subyek dosa secara serempak (Muanley, 1991: 31-31).



28



Diktat Sejarah Gereja Asia DAFTAR PUSTAKA



Sumber-sumber Sejarah Gereja Asia Den End, Van, Sejarah Gereja Asia, Yogyakarta: Duta Wacana, 1981 Den End, Van, Harta dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989 Den End, Van, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, STT Jakarta Ruck, Anne, Sejarah Gereja Asia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000 Wetzel, Klaus, Kopendium Singkat Sejarah Gereja Asia, Malang: Gandum Mas, 2000 Hoke, Donald E. (Ed), Sejarah Gereja Asia Volume 1, Malang: Gandum Mas, 2000 Hoke, Donald E. (Ed), Sejarah Gereja Asia Volume 2, Malang: Gandum Mas, 2000 Schie, G. Van, Rangkuman Sejarah Gereja Kristiani dalam Konteks Sejarah Agama-agama Lain, Jakarta: Obor, 1994 Elwood, Douglas J., Teologi Kristen Asia: Tema-tema yang Tampil ke Permukaan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996 Yewango, A.A., Teologi Crucis di Asia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993 Kuhl, Dietrich, Gereja Katolik Roma – Sejarah Gereja Jilid II, Yayasan Pekabaran Injil Depertemen Literatur, 1997 Ihromi, M.A., S. Wismoady Wahono, Theodoran – Pemberian Allah, Kumpulan karangan dalan rangka menghormati usia 75 tahun Krueger, Theodor Mueller, Jakarta: Gunung Mulia, 1979 Hart, Michael H., Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995 Culver, John, Diktat Sejarah Gereja, Bandung: Institut Alkitab Tiranus, 1991 Culver, John, Diktat Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, Bandung: Institut Alkitab Tiranus, 1991 Muanley, Yonas, Asia Rumah Tinggal Tuhan di Bumi, Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Injil Arastamar, 2005 Muanley, Yonas, Diktat Sejarah Gereja, Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar, 1997 Sumber-sumber Perjumpaan Gereja dan Islam: Husein, Haekal Muhammad, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Intermasa, 1996 Montgomery, Islam dan Peradaban Dunia, Jakarta: Gramedia, 1995 K., Ali, Sejarah Islam, Jakarta: Grafindo Persada Saleh, Nahdi, Jihad Fi-Sabilillah Wessels, Anton, Arab Kristen: Gereja-gereja Kristen di Timur Tengah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004 Den End, Van, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam, STT Jakarta Lefebure, Leo D., Penyataan Allah, Agama, dan Kekerasan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003 Schumann, Olaf H., Menghadapi Tantangan, Memperjuangkan Kerukunan, Jakarta: Gnung Mulia, 2004 Culver, John, Dikat Sejarah Gereja, Bandung: Institut Alkitab Tiranus, 1991 Culver, John, Diktat Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, Bandung: Institut Alkitab Tiranus, 1991 Muanley, Yonas, Diktat Sejarah Gereja Asia, Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar, 1997



29