Disfagia - Makalah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS THT



DISFAGIA: PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS BANDING DAN PENATALAKSANAANNYA



Oleh : Amarisanti G99151052



Pembimbing : dr. Anthonius Christanto, Sp.THT-KL, M.Kes



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN – KEPALA LEHER FK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI 2015 I. IDENTIFIKASI KELUHAN UTAMA DI BIDANG THT-KL 1



A. TELINGA 1. Nyeri telinga (otalgia) Pada satu telinga atau kedua telinga? sudah berapa lama nyerinya? Didahului oleh apa (trauma, kemasukan benda asing atau pilek)? Apakah disertai gejala lain? Apakah ada nyeri lain (dari gigi, tonsil, tulang cervical)? Sakit hilang timbul atau terus menerus? 2. Keluar cairan dari telinga (otorhea) Sudah sejak kapan? Keluar dari satu atau kedua telinga? Didahului oleh apa (trauma, kemasukan benda asing atau pilek)? Berapa banyak jumlah cairan yang keluar? Bagaimana bentuk cairan (jernih/keruh, cair/kental, warna kuning/kehijauan/ kemerahan; berbau/tidak)? Apakah disertai dengan darah? Apakah disertai gejala lain (demam, telinga sakit atau pusing)? 3. Gangguan pendengaran (tuli / hearing loss) Pada satu telinga atau keduanya ? Tiba-tiba atau perlahan? Sudah berapa lama diderita? Adakah ada riwayat trauma kepala atau telinga tertampar? Apakah sering terpajan bising? Apakah ada pemakaian obat ototoksik? Pernah mengalami infeksi virus (parotitis, influensa berat, meningitis)? Apakah sejak bayi ada gangguan bicara/komunikasi? Lebih terasa di tempat bising atau tempat yang lebih tenang? 4. Suara berdenging/berdengung (tinitus) Sejak kapan mersakannya? Didahului oleh apa? Suara dirasakan di kepala atau di telinga? Pada satu sisi atau kedua telinga? Apakah disertai gangguan pendengaran/pusing berputar? Apakah menderita penyakit lain (DM, HT, hiperkolesterolemia)? 5. Rasa pusing yang berputar (vertigo) Apakah disertai mual? Muntah? Rasa penuh di telinga? Telinga berdenging?



Disartria?



Adakah



gangguan



penglihatan?



Apakah



berkurang dengan perubahan posisi? Adakah ada terasa kaku otot leher? Apakah menderita penyakit lain (DM, HT, kanker, anemia, jantung)? B. HIDUNG 1. Sekret di hidung dan tenggorok Pada satu atau kedua rongga hidung? Bagaimana konsistensi sekret? Apakah bercampur darah/nanah? Kapan keluar (saat dingin/waktu 2



tertentu)? Berbau/tidak? Apakah ada terasa seperti ada yang mengalir ke tenggorok? Apakah disertai gejala lain (bersin-bersin, batuk, pusing, panas, hidung tersumbat)? 2. Bersin yang berulang-ulang Apakah timbul setelah menghirup sesuatu? Apakah disertai sekret encer? Adakah rasa gatal di hidung/tenggorokan/mata/telinga? Kapan biasa kambuh (saat dingin/waktu tertentu)? 3. Perdarahan di hidung (mimisan/epistaksis) Sejak kapan? Pada satu atau kedua lubang atau bergantian? Sudah berapa kali? mudah berhenti/tidak? Berapa banyak? Warnanya merah segar atau kehitaman? Menetes/memancar? Adakah riwayat trauma hidung? Bercampur lendir/tidak? Disertai bau/tidak? Riwayat kelainan darah, HT, penggunaan obat antikoagulan? Disertai gejala lain/tidak (panas, batuk, pilek, suara sengau)? 4. Hidung buntu/tersumbat Sejak kapan? Semakin lama semakin tersumbat/tidak? Terus-menerus atau hilang timbul? Apakah menetap, semakin lama semakin berat? Pada satu atau kedua lubang atau bergantian? Riwayat kontak dengan alergen? Adakah trauma hidung? Pemakaian obat tetes hidung? Perokok/peminum alkohol? Mulut dan tenggorok terasa kering? Disertai keluhan lain/tidak (gatal-gatal, bersin-bersin, mimisan)? 5. Gangguan penghidu Hilang sama sekali atau hanya berkurang penciumannya? Adakah riwayat infeksi hidung? Sudah sejak kapan? Adakah riwayat trauma kepala? 6. Rinolalia Sejak kapan? Terjadi saat apa? Pilek /tidak? Disertai gejala lain/tidak? Ada riwayat trauma kepala/tidak? Ada riwayat operasi hidung/tidak? Ada riwayat operasi kepala/tidak? 7. Nyeri daerah muka dan kepala Nyeri semakin berat saat menundukkan kepala? Berlangsung berapa jam/hari? Sejak kapan? C. TENGGOROK 1. Nyeri menelan (odinofagia) 3



Apakah nyerinya sampai ke telinga? Disertai demam, batuk, serak, dan tenggorokan terasa kering? 2. Sulit menelan (disfagia) Sudah berapa lama? Untuk jenis makanan cair atau padat? disertai mual/muntah? Ada penurunan berat badan yang cepat? Riwayat benda asing masuk tenggorokan? 3. Nyeri tenggorok Hilang timbul/menetap? Disertai demam, batuk, serak, dan tenggorokan terasa kering? Apakah pasien merokok dan berapa jumlahnya perhari? 4. Rasa mengganjal/sumbatan di leher (sense of lump in the neck) Sudah berapa lama? Tempatnya dimana? Nyeri/tidak? 5. Rasa banyak dahak di tenggorok Dahaknya bisa keluar/tidak? Warna dahak? Bercampur darah/nanah? Terasa mengalir ke tenggorok? 6. Suara serak (disfoni/hoarness) Sudah berapa lama? Riwayat radang di hidung dan tenggorok? Apakah disertai batuk, nyeri, penurunan BB? Apakah ada riwayat trauma? 7. Sesak napas (dyspneu) Sejak kapan? Benda asing masuk tenggorokan? Adakah riwayat tersedak? Adakah riwayat sakit paru (asma, pneumonia, PPOK, TB? Rasa mengganjal di tenggorokan? Nyeri telan? Sulit menelan? D. KEPALA LEHER 1. Pembesaran kelenjar leher Lokasi? Jumlah? Ukuran? Konsistensi? Bentuk? Perlekatan dengan jaringan sekitar? Tanda-tanda radang? Nyeri? Luka? Penurunan BB? Riwayat infeksi? 2. Gangguan keseimbangan Apakah ada riwayat frekuensi jatuh tanpa sebab? pusing berputar? nistagmus? gangguan pendengaran? tinitus? mual? muntah?



4



II. PATOFISIOLOGI DISFAGIA (GANGGUAN PROSES MENELAN) A. ANATOMI 1. Rongga Mulut Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh saraf fasialis. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum di bagian depan dan sebagian besar dari otot palatum mole di bagian belakang. Dasar mulut di antara lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula. Muara duktus sub mandibularis terletak di depan dari frenulum lidah. Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga depan dapat digerakkan,



sedangkan



pangkalnya



terfiksasi.



Korda



timpani



mempersarafi cita rasa lidah duapertiga bagian depan dan n. glossofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang. 2. Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus), panjangnya ± 12 cm. Letaknya setinggi vertebra servikalis IV ke bawah setinggi tulang rawan krikoidea. Faring di bentuk oleh jaringan yang kuat dan jaringan otot melingkar, kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Di dalam faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, menyaring dan mematikan bakteri / mikroorganisme yang masuk melalui jalan pencernaan dan pernafasan. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah berhubungan esofagus. Faring berlanjut ke oesofagus untuk pencernaan makanan.



5



Faring terdiri atas:



Gambar 1. Anatomi faring 3. Esofagus Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter sekitar 2,54 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Esofagus berawal pada area laringofaring,



melewati



diafragma dan diatus esofagus. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung. Lapisan terdiri dari 4 lapis yaitu mucosa, submucosa, otot (longitudinal dan sirkuler), dan jaringan ikat renggang. Makanan atau bolus berjalan dalam oesofagus karena gerakan peristaltik, yang berlangsung hanya beberapa detik saja. Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mucus untuk melumasi dan melindungi esofagus tetapi esofagus tidak memproduksi enzim pencernaan.



6



Gambar 2. Anatomi esofagus 4. Laring Larynx (laring) atau tenggorokan merupakan salah satu saluran pernafasan



(tractus



respiratorius).



Laring



membentang



dari



laryngoesophageal junction dan menghubungkan faring dengan trachea. Laring terletak setinggi Vertebrae Cervical IV – VI.



Gambar 3. Anatomi laring B. HISTOLOGI 1. Rongga Mulut Rongga mulut (pipi) dibatasi oleh epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Atap mulut tersusun atas palatum keras (durum) dan lunak (molle), keduanya diliputi oleh epitel gepeng berlapis. Uvula palatina merupakan tonjolan konis yang menuju ke bawah dari batas tengah palatum lunak. 2. Lidah Lidah merupakan suatu massa otot lurik yang diliputi oleh membran mukosa. Serabut-serabut



otot



satu



sama



lain



saling 7



bersilangan



dalam



3 bidang, berkelompok dalam berkas-berkas,



biasanya dipisahkan oleh jaringan penyambung. Pada permukaan bawah lidah, membran mukosanya halus, sedangkan permukaan dorsalnya ireguler, diliputi oleh banyak tonjolan-tonjolan kecil yang dinamakan papilae. Papilae lidah merupakan tonjolan-tonjolan epitel mulut dan lamina propria yang diduga bentuk dan fungsinya berbeda. Terdapat 4 jenis papilae. a. Papilae filiformis: mepunyai bentuk penonjolan langsing dan konis,



sangat banyak, dan terdapat di seluruh permukaan lidah.



Epitelnya tidak mengandung puting kecap (reseptor). b. Papilae fungiformis menyerupai bentuk jamur karena mereka mempunyai tangkai



sempit



dan



permukaan



atasnya



melebar.



Papilae ini, mengandung puting pengecap yang tersebar pada permukaan atas, secara tidak teratur terdapat di sela-sela antara papilae filoformis yang banyak jumlahnya. c. Papilae foliatae, tersusun sebagai tonjolan-tonjolan yang sangat padat sepanjang pinggir lateral belakang lidah, papila ini mengandung banyak puting kecap. d. Papilae circumfalatae merupakan papilae yang sangat besar yang permukaannya pipih meluas di atas papilae lain. Papilae circumvalate tersebar pada daerah “V” pada bagian posterior lidah. Banyak kelenjar



mukosa



dan serosa (von Ebner) mengalirkan isinya ke



dalam alur dalam yang mengelilingi pinggir masing-masing papila. Susunan yang menyerupai parit ini memungkinkan aliran cairan yang



kontinyu



di



atas



banyak



puting



kecap yang terdapat



sepanjang sisi papila ini. Aliran sekresi ini penting untuk menyingkirkan partikel-partikel dari sekitar puting kecap sehingga mereka dapat menerima dan memproses rangsangan pengencapan yang baru. Selain kelenjar-kelenjar serosa yang berkaitan dengan jenis papila ini, terdapat kelenjar mukosa dan serosa kecil yang tersebar di seluruh dinding rongga mulut lain-epiglotis, pharynx, palatum, dan sebagainya-untuk memberi respon terhadap rangsangan 8



kecap. 3. Faring Faring merupakan peralihan ruang antara rongga mulut dan sistem pernapasan dan pencernaan. Ia membentuk hubungan antara daerah hidung dan laring. Faring dibatasi oleh epitel berlapis gepeng jenis mukosa, kecuali pada daerah-daerah bagian pernapasan yang tidak mengalami abrasi. Pada daerah-daerah yang terakhir ini, epitelnya toraks bertingkat bersilia dan bersel goblet. Faring mempunyai tonsila yang merupakan sistem pertahanan tubuh. Mukosa faring juga mempunyai banyak kelenjar-kelenjar mukosa kecil dalam lapisan jaringan penyambung padatnya. 4. Osofagus Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Oesofagus diselaputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat kelompokan kelenjar-kelenjar oesofagea yang mensekresikan mukus. Pada bagian ujung distal oesofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot polos, pada bagian tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik.



C. FISIOLOGI PROSES MENELAN Proses menelan merupakan proses yang kompleks, dimana setiap unsur yang berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase: 1. Fase Oral a. Terjadi secara sadar dari mulut ke faring b. Terdiri dari dua fase: 1) Fase preparasi (persiapan) Pembentukan bolus dari makanan yang dilakukan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva agar dapat mudah ditelan. 9



2) Fase propulsif (mendorong) Proses pendorongan makanan dari rongga mulut ke orofaring, yaitu: Bolus bergerak dari rongga mulut  dorsum lidah  di tengah lidah (akibat kontraksi otot intrinsik lidah)  kontraksi m. levator veli palatini  palatum mole terangkat  bagian atas dinding posterior faring terangkat  bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas dan terjadi penutupan nasofaring (kontraksi m. levator veli palatini)  kontraksi m. palatoglosus  isthmus faucium tertutup  kontraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut. 2. Fase Faringeal a. Terjadi secara involunter (tidak sadar) melalui faring b. Proses fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus: Faring dan laring bergerak keatas (kontraksi m. stilofaringeus, m. salpingofaringeus, m. tirohioideus dan m. palatofaringeus)  aditus laring tertutup oleh epiglotis  makanan tidak akan masuk ke saluran nafas  masuk esofagus. 3. Fase Esofageal a. Fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung oleh gerakan peristaltik kontraksi involunter dari otot – otot skeletal esofagus. b. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup  rangsang bolus makanan pada akhir fase faringeal  relaksasi m. cricofaringeus  introitus esofagus terbuka bolus makanan masuk ke dalam esofagus  setelah bolus makanan lewat  sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus esofagus pada waktu istirahat sehingga makanan tidak akan kembali ke faring dan refluks dapat dihindari.



10



Gambar 4. Fisiologi proses menelan D. PATOFISIOLOGI DISFAGIA (GANGGUAN PROSES MENELAN) Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor, yaitu: 1. Ukuran bolus makanan 2. Diameter lumen esofagus yang dilalui bolus 3. Kontraksi peristaltik esofagus 4. Fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah 5. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi



bila



sistem



neuromuskuler mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh karena otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti motor n. vagus, maka aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esofagus. Gangguan pada proses menelan dapat digolongkan tergantung dari fase menelan yang dipengaruhinya. a. Fase Oral Gangguan pada fase oral mempengaruhi persiapan dalam mulut dan fase pendorongan oral biasanya disebabkan oleh gangguan pengendalian lidah. Pasien mungkin memiliki kesulitan dalam mengunyah makanan padat dan permulaan menelan. Ketika meminum cairan, pasien mungkin kesulitan dalam menampung cairan dalam rongga mulut sebelum menelan. 11



Sebagai akibatnya, cairan tumpah terlalu cepat kedalam faring yang belum siap, seringkali menyebabkan aspirasi. Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase oral sebagai berikut : - Tidak mampu menampung makanan di bagian depan mulut karena -



tidak rapatnya pengatupan bibir. Tidak dapat mengumpulkan bolus atau residu di bagian dasar mulut



-



karena berkurangnya pergerakan atau koordinasi lidah. Tidak dapat menampung bolus karena berkurangnya pembentukan



-



oleh lidah dan koordinasinya. Tidak mampu mengatupkan gigi untuk mengurangi pergerakan



-



mandibula. Bahan makanan jatuh ke sulcus anterior atau terkumpul pada sulcus



-



anterior karena berkurangnya tonus otot bibir. Posisi penampungan abnormal atau material jatuh ke dasar mulut



-



karena dorongan lidah atau pengurangan pengendalian lidah. Penundaan onset oral untuk menelan oleh karena apraxia menelan



-



atau berkurangnya sensibilitas mulut. Pencarian gerakan atau ketidakmampuan untuk mengatur gerakan



-



lidah karena apraxia untuk menelan. Lidah bergerak ke depan untuk mulai menelan karena lidah kaku. Sisa-sisa makanan pada lidah karena berkurangnya gerakan dan



-



kekuatan lidah. Gangguan kontraksi (peristalsis) lidah karena diskoordinasi lidah. Kontak lidah-palatum yang tidak sempurna karena berkurangnya



-



pengangkatan lidah. Tidak mampu meremas material karena berkurangnya pergerakan



-



lidah ke atas. Melekatnya makanan pada palatum durum karena berkurangnya



-



elevasi dan kekuatan lidah. Bergulirnya lidah berulang pada Parkinson disease. Bolus tak terkendali atau mengalirnya cairan secara prematur atau melekat pada faring karena berkurangnya kontrol lidah atau penutupan



linguavelar. - Piecemeal deglutition. - Waktu transit oral tertunda b. Fase Faringeal 12



Jika pembersihan faringeal terganggu cukup parah, pasien mungkin tidak akan mampu menelan makanan dan minuman yang cukup untuk mempertahankan hidup. Pada orang tanpa dysphasia, sejumlah kecil makanan biasanya tertahan pada valleculae atau sinus pyriform setelah menelan. Dalam kasus kelemahan atau kurangnya koordinasi dari otot-otot faringeal, atau pembukaan yang buruk dari sphincter esofageal atas, pasien mungkin menahan sejumlah besar makanan pada faring dan mengalami aspirasi aliran berlebih setelah menelan. Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase faringeal sebagai berikut : - Penundaan menelan faringeal. - Penetrasi Nasal pada saat menelan karena berkurangnya penutupan -



velofaringeal. Pseudoepiglottis (setelah total laryngectomy) – lipata mukosa pada



-



dasar lidah. Osteofit Cervical. Perlengketan pada dinding faringeal setelah menelan karena



-



pengurangan kontraksi bilateral faringeal. Sisa makanan pada vallecular karena berkurangnya pergerakan



-



posterior dari dasar lidah. Perlengketan pada depresi di dinding faring karena jaringan parut atau



-



lipatan faringeal. Sisa makanan pada puncak jalan napas karena berkurangnya elevasi



-



laring. Penetrasi dan aspirasi laringeal karena berkurangnya penutupan jalan



-



napas. Aspirasi pada saat menelan karena berkurangnya penutupan laring. Stasis atau residu pada sinus pyriformis karena berkurangnya tekanan



laringeal anterior. c. Fase Esophageal Gangguan fungsi esophageal dapat menyebabkan retensi makanan dan minuman di dalam esofagus setelah menelan. Retensi ini dapat disebabkan oleh obstruksi mekanis, gangguan motilitas, atau gangguan pembukaan Sphincter esophageal bawah. 13



Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan pada fase esophageal sebagai berikut : - Aliran balik Esophageal-ke-faringeal karena kelainan esophageal. - Tracheoesophageal fistula. - Zenker diverticulum. - Reflux d. Aspirasi Aspirasi adalah masuknya makanan atau cairan melalui pita suara. Seseorang yang mengalami aspirasi beresiko tinggi terkena pneumonia. Beberapa faktor mempengaruhi efek dari aspirasi : banyaknya, kedalaman, keadaan fisik benda yang teraspirasi, dan mekanisme pembersihan paru. Mekanisme pembersihan paru antara lain kerja silia dan reflek batuk. Aspirasi normalnya memicu refleks batuk yang kuat. Jika ada gangguan sensoris, aspirasi dapat terjadi tanpa gejala. III. DIAGNOSIS PADA DISFAGIA A. ANAMESIS Untuk menegakkan diagnosis diperlukan anamnesis yang cermat untuk menentukan diagnosis kelainan atau penyakit yang menyebabkan terjadinya disfagia. Jenis makanan yang menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi kelainan yang terjadi. Pada disfagia mekanik, mula-mula kesulitan menelan hanya terjadi waktu menelan makanan padat. Bolus makanan tersebut kadang-kadang perlu didorong air dan pada sumbatan yang lebih lanjut, cairan pun akan menjadi sulit ditelan. Bila sumbatan ini terjadi secara progressif dalam beberapa bulan, maka harus dicurigai adanya proses keganasan di esophagus. Sebaliknya pada disfagia motorik, yaitu pada pasien akalasia dan spasme difus esophagus, keluhan sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi pada waktu bersamaan. Waktu dan perjalanan disfagia dapat memberikan gambaran yang lebih jelas untuk diagnostik. Disfagia yang hilang dalam beberapa hari dapat disebabkan oleh peradangan disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan disertai dengan penurunan berat badan harus dicurigai kearah keganasan. Bila keluhan ini terjadi bertahun-tahun



untuk makanan padat perlu 14



dipikirkan kelainan yang bersifat jinak. Lokasi sumbatan didaerah dada dapat menunjukan kelainan esophagus di daerah torakal, tetapi bila sumbatan terasa di leher, kelainan dapat di faring atau esophagus bagian servikal. Bila terdapat gejala lain yang menyertai disfagia seperti masuknya cairan ke hidung saat minum menunjukan adanya kelumpuhan otot faring. B. PEMERIKSAAN FISIK - Pada Pemeriksaan fisik, periksa mekanisme motoris oral dan -



laryngeal. Pemeriksaan nervus V dan VII-XII penting dalam menentukan bukti fisik



-



dari disfagia orofaringeal. Pengamatan langsung penutupan bibir, rahang, mengunyah, pergerakan dan kekuatan lidah, elevasi palatal dan laryngeal, salivasi, dan sensitifitas



-



oral. Perabaan daerah leher Periksa kesadaran dan



-



mempengaruhi keamanan menelan dan kemampuan kompensasinya. Dysphonia dan dysarthria adalah tanda disfungsi motoris struktur-



-



struktur yang terlibat pada menelan. Periksa mukosa dan gigi geligi mulut Periksa reflek muntah. Periksa fungsi pernapasan Tahap terakhir adalah pengamatan langsung aktivitas menelan. Setelah



-



menelan, amati pasien selama 1 menit atau lebih jika ada batuk tertunda Periksa pembesaran jantung, elongasi aorta



status



kognitif



pasien



karena



dapat



C. PEMERIKSAAN PENUNJANG - Esofagoskopi ( pemeriksaan endoskopi untuk esofagus ), untuk melihat -



langsung isi lumen esogafus dan keadaan mukosanya Barium meal (esofagografi) Fluoroskopi, untuk melihat kelenturan dinding esofagus, adanya gangguan peristaltik, penekanan lumen esofagus dari luar, isi lumen



-



esofagus, dan kelainan mukosa esofagus Manometri esofagus untuk menilai fungsi motorik esofagus, dengan mengukur tekanan dalam lumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus



-



sehingga dapat dinilai gerakan peristaltik secara kualitatif dan kuantitatif CT – scan, untuk mengevaluasi bentuk esofagus dan jaringan disekitarnya 15



-



MRI, untuj membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan disfagia motorik



Akalasia Striktur Esofagus Gambar 5. Pemeriksaan Foto Ro pada esofagus D. KOMPLIKASI Disfagia menyebabkan penurunan pemasukan kkal- atau makanan yang mengandung protein sehingga harus diperhatikan apakah pasien mengalami kekurangan kalori protein (KKP). Penderita disfagia akan mengalami kesulitan menelan makanan sehingga suplai nutrisi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidariat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan cairan berkurang. Dampak lanjut akan mengalami defisiensi zat gizi dan tubuh mengalami gangguan metabolisme. E. PENATALAKSANAAN Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis dysphagia. Pertama dokter dan speech-language pathologists yang menguji dan menangani gangguan menelan menggunakan berbagai pengujian yang memungkinkan untuk melihat berbagai fungsi menelan. salah satu pengujian disebut dengan laryngoscopy serat optik, yang memungkinkan dokter untuk melihat



kedalam



tenggorokan.



Pemeriksaan



lain,



termasuk



video



fluoroscopy, yang mengambil video rekaman pasien dalam menelan dan ultrasound, yang menghasikan gambaran organ dalam tubuh, dapat secara bebas nyeri memperlihakab tahapan-tahapan dalam menelan. Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat diberikan. Jika dengan mengobati penyebab dysphagia tidak membantu, dokter mungkin akan mengirim pasien kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam mengatasi dan mengobati masalah gangguan menelan. 16



Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial atau untuk meninkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan menelan dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus makan denan posisi kepala menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Meyniapkan makanan sedemikian rupa atau menghindari makanan tertentu dapat menolong orang lain. Sebagai contoh, mereka yang tidak dapat menelan minuman mungkin memerlukan pengental khusus untuk minumannya. Orang lain mungkin garus menghindari makanan atau minuman yang panan ataupun dingin. Untuk beberapa orang, mengkonsumsi makanan dan minuman lewat mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus menggunakan metode lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Biasanya ini memerlukan suatu system pemberian makanan, seperti suatu selang makanan (NGT), yang memotong bagian menelan yang tidak mampu bekerja normal. Berbagai pengobatan telah diajukan unutk pengobatan disfagia orofaringeal pada dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia telah digambarkan. Pendekatan langsung biasnya melibatkan makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan. Modifikasi diet merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah makanan padat. Jka fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau semi-padat sampai konsistensi normal. Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan malnutrisi. Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral. Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi pasien sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi Pembedahan: 17



-



Pembedahan gastrostomy: Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan laparotomy dengan anestesi umum



-



ataupun lokal. Cricofaringeal myotomy: adalah prosedur yang dilakukan unutk mengurangi tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan mengincisi komponen otot utama dari PES. Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti dari CPM.



18



F. SKEMA DIAGNOSIS



Gambar 6. Skema Diagnosis pada Disfagia



IV. DIAGNOSIS BANDING PADA DISFAGIA Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas: (1) disfagia mekanik, (2) disfagia motorik, (3), disfagia oleh gangguan emosi. Penyebab utama disfagia mekanik adalah penyempitan lumen esophagus dengan sebab baik ekstralumen maupun didalam lumen esophagus sendiri. Pada keadaan normal lumen esophagus orang dewasa dapat meregang sampai 4cm, dan mulai timbul keluhan bila dilatasi esophagus kurang dari 2,5 cm. Penyebab penyempitan dari esophagus adalah karena ; 1) peradangan mukosa esophagus, 2) striktur lumen 19



esophagus,3) massa pada esophagus dan adanya benda asing di dalam esophagus. Sementara penyebab penyempitan esophagus ekstra lumen adalah penekanan lumen esophagus dari luar ( pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar timus, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung dan elongasi aorta. Disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskuler yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltic esophagus dapat menyebabkan disfagia. Kelainan otot polos esophagus yang dipersarafioleh komponen parasimpatik n.vagus dan neuron non kolinergik pasca ganglion di dalam ganglion



ienterik akan



menyebabkan gangguan kontraksi dinding esophagus dan relaksasi sfingter esophagus bagian bawah sehingga dapat menyebabkan keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia mototik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot faring dan scleroderma esophagus. Keluhan disfagia juga dapat timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus. Macam kelainan di daerah orofaring yang ditunjukan dengan gejala disfagia: a. Xerostomia: atau dikenal pula dengan mulut kering. Ditandai dengan adanya rasa kering di mulut, perubahan indra pengecapan b. Tonsillitis: Peradangan pada tonsil dapat menimbulkan disfagia, terutama pada tonsillitis kronis. Pada kasus-kasus seperti ini umumnya ditemukan adanya demam, nyeri, dan edema faringotonsile. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pelebaran pada kripte tonsil c. Hipertrofi adenotonsiler: ditandai dengan hidung terasa mampet, adanya rhinorhea, suara bindeng dan disfagia. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah endoskopi flexible untuk melihat adanya pembesaran adenoid. d. Faringitis: gejala khas faringitis berbeda-beda tergantung dari etiologinya. Macam kelainan pada esophagus yang ditunjukan dengan gejala berupa disfagia: 20



1. Kelainan congenital esophagus berup atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus. Kelainan ini biasanya dicirikan dengan adanya pengumpulan secret di mulut bayi baru lahir dan bayi sering tersedak saat diberi minum. Diagnosis ditegakkan dengan tindakan memasukan kateter dari hidung sampai lambung. Bila kateter tidak dapat masuk lambung maka harus dicurigai adanya kelainan. Hal ini dikonfirmasi dengan foto rontgen anteroposterior kepala leher dan abdomen 2. Divertikulum esophagus: merupakan kelainan berupa kantong dalam lumen esophagus. Gejala yang timbul bergantung dari tingkat pembentukan divertikulum. Pada tingkat pertama dapat tanpa gejala atau retensi makanan bersifat sementara. Pada tingkat kedua akan terjai pengumpulan makanan, cairan serta mucus di dalam divertikel yang tidak berhubungan dengan obstruksi esophagus. Pada tingkat ketiga dapa ditemukan disfagia hebat, regurgitasi segera setelah makan dan minum dan adanya aspirasi atau regurgitasi pada malam hari saat pasien tidur. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan radiologic dan esofagoskopik. Pemeriksaan radiologik dapat dilakukan dengan barium kontras yang akan menunjukan adanya divertikulum pada rontgen lateral. Pada esofagoskopi akan ditemukan adanya dua buah lumen, yakni esophagus dan divertikulum 3. Akalasia: kelainan berupa ketidak mampuan bagian distal esophagus untuk relaksai



dan



peristaltik



esophagus



berkurang



karena



inkoordinasi



neuromuskuler, menyebabkan bagian proksimal dari penyempitan akan melebar. Gejala yang ditemukan selain disfaia adalah regurgitasi, nyeri substernal dan penurunan berat badan. Disfagia terjadi tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Biasanya pasien lebih sulit menelan cairan dibanding makanan padat. Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan radiologis dan esofagoskopi. Gambaran radiologis memperlihatkan gerakan peristaltic normal hanya terlihat pada sepertiga proksimal dan adanya mouse tail appearance. Pada esofagoskopi tampak pelebaran lumen dengan bagian distal menyempit. 4. Varises esophagus: adanya pelebaran venda dinding esophagus, dapat disebabkan oleh hipertensi portal maupun tanpa hipertensi portal. Oleh 21



karena itu penting untuk menanyakan apakah ada gejala gejala dari penyakit berikut: thrombosis vena heaptik, obstruksi vena azygos maupun vena cava superior, sirosis hepatis, neoplasma, maupun pembesaran kelenjar limfe pada pancreatitis. Gejala yang ditemukan seringkali adlaah hematemesis dan melena. Bila varises menekan esophagus dapat terjadi disfagia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan lab, radiologi dan esofagoskopi. 5. Tumor esophagus jinak: tidak ada gejala khas dari tumor esophagus dan kasus ini lebih jarang ditemukan daripada tumor ganas. Gejala sumbatan terjadi jika seumbatan berukuran besar. Penegakan diagnosis terutama dengan esofagoskopi untuk melihat lokasi dan besar tumor. Sementara pemeriksaan radiologic dapat dilakukan foto tontgen dengan barium kontras yang akan menunjukan filling defect. 6. Tumor ganas esophagus: gejala dapat berupa sumbatan yang progressif , regurgitasi disertai penurunan berat badan, tetapi harus dikonfirmasi apakah penurunan berat badan ini disebabkan karena penurunan nafsu makan atau karena efek dari keganasan. Bila tumor telah menyebar ke mediastinum dapat ditemukan suara parau, nyeri di daerah retrosternal dan nyeri didaerah punggung. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy massa tumor dan pemeriksaan sitologik. 7. Corpal esophagus: kondisi klinis pasien bergantung dari benda asing yang masuk dari segi ukuran, bentuk dan jenis. Selain itu lamanya benda asing masuk, komplikasi dari benda asing dan lokasi tersangkutnya benda asing. Gejala awal yang dapat dilihat bila benda aasing tersangkut adalah nyeri. Disfagia dapat timbul bergantung dari ukuran benda. Biasanya bila telah timbul edama gejala akan semakin berat. Umumnya gejala disfagia karena benda asing juga disertai odinofagia, hipersalivasi, regurgitasi dan muntah. Kadang dapat pula ditemukan spasme pada leher. V. OBAT-OBATAN UNTUK KELUHAN DISFAGIA Berikut beberapa obat yang dapat meringankan atau menghilangkan keluhan disfagia. 1. Disfagia Mekanik: - Antasida 3x1 22



- Omeprazole 1x1 2. Disfagia Motorik: - Vitamin B6, B12 - Neurodex 2x1 - Asam folat 2x1 3 .Disfagia Psikogenik (emosi): -



Anti depressant : Amitriplin 50 mg 3x1 , Fluoxetine 20 mg 3x1 Anti psikotik: Fenotiazin Anti anxietas: Alprazolam 0,5 mg 3x1



DAFTAR PUSTAKA



Malagelada JR et al (2007). Dysphagia. World gastroenterology Organisation Practice Guidelines. www.worldenganastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guidelines/08 _dysphagia.pdf (diakses pada 7 Februari 2015). Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD (2010). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Soepardi, EA, Iskandar, N. 2008. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Sixth ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Hayes C. Peter. 1998. Segi Praktis Gastroenterologi dan Hepatologi. 1988. Jakarta: Binarupa Aksara. William F. Ganong. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. 2001. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.



23



24