ENSEFALITIS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai



macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa) dan disertai oleh disfungsi sistem saraf pusat. Penyakit ini berhubungan dengan gejala serebral seperti kejang, penurunan kesadaran atau tanda neurologis lainnya. Sebagian besar kasus tidak dapat ditentukan penyebabnya. Penyebab tersering dan terpenting adalah virus. Berbagai macam virus dapat menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang kurang lebih sama dan khas, akan tetapi hanya ensefalitis herpes simplek dan varisela yang dapat diobati.1,2 Angka kematian ensefalitis pada anak-anak saat ini masih tinggi, berkisar 35%50%. Penelitian Wahed di Bangladesh tahun 2006-2008 mendapatkan puncak insiden ensefalitis adalah pada rentang usia 2-6 tahun, lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio 6,3 : 3,7. Angka kematian 44,56% dan gejala klinis lain didapatkan koma (85%), kejang (75%), gangguan pernafasan (75%) dan demam (65%). Sedangkan pada pasien yang hidup akan menunjukkan gejala sisa neurologis yang berat termasuk hemiparesis, spastisitas, ataksia, epilepsi, klonus, khorea, dan gangguan pernapasan, berkisar 20%-40%.1,3 Diagnosis dini dan tatalaksana yang tepat pada kasus ensefalitis merupakan hal yang sangat penting dalam mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Pengobatan yang ada saat ini masih belum memberikan hasil yang memuaskan tetapi penelusuran terhadap etiologi penting untuk prognosis, penatalaksanaan, edukasi pasien dan anggota keluarga, dan intervensi kesehatan masyarakat disekitarnya.3 Infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis dan ensefalitis dapat menyebabkan komplikasi hidrosefalus. Hidrosefalus yang terjadi sebagai komplikasi ensefalitis dan meningitis dapat dijumpai pada semua usia, tetapi lebih sering pada bayi dan anak-anak. Hidrosefalus adalah pelebaran ventrikel otak disertai peningkatan tekanan intrakranial akibat meningkatnya jumlah cairan serebrospinal



(CSS). Hidrosefalus terjadi karena 3 hal yaitu obstruksi aliran CSS di sistem ventrikel otak, absorbsi CSS di vili arakhnoid yang menurun dan produksi CSS di pleksus koroid yang abnormal. Klasifikasi hidrosefalus dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan non komunikans. Selain itu, hidrosefalus juga diklasifikasikan menjadi hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus didapat.4,5 Tujuan penulisan dari laporan kasus ini adalah untuk mengetahui dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan dari ensefalitis dan hidrosefalus.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Ensefalitis



Definisi Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa) dan disertai oleh disfungsi sistem saraf pusat. Adapun disfungsi sistem saraf pusat tersebut menyebabkan terjadinya kejang berulang, defisit neurologis fokal, dan penurunan kesadaran.1,8 Etiologi Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteri, parasit, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut atau kronis karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam ensefalitis virus.9 Data mengenai agen penyebab ensefalitis pada anak sudah banyak berubah selama 30 tahun ini. Hal ini dikarenakan sudah banyak agen infeksi seperti campak, varisela, rubela, dan pertusis, yang bisa dicegah dengan pemberian vaksin. Di lain pihak, beberapa agen infeksi baru-baru ini ditemukan ternyata bisa menyebabkan ensefalitis. Pengobatan sesuai agen infeksi diyakini sangat membantu dalam tatalaksana penyakit ensefalitis. Berikut ini adalah agen-agen patogen penyebab ensefalitis:8



Gambar 1. Mikroorganisme patogen penyebab ensefalitis8 Epidemiologi Angka kejadian ensefalitis bervariasi pada beberapa penelitian, tetapi pada umumnya berkisar antara 3,5 - 7,4 pada 100.000 pasien per tahun, dan umumnya angka ini lebih tinggi pada anak-anak. Walaupun ensefalitis terjadi pada kedua jenis kelamin, tetapi pada beberapa penelitian, ada kecenderungan angka kejadian lebih tinggi pada laki-laki.10 Insiden tertinggi terjadi pada anak-anak dibawah usia 1 tahun dengan kasus 13.7/100.000. Dalam analisis National Hospital Discharge, didapatkan data penyebab ensefalitis 60% adalah tidak diketahui, dan dari yang diketahui didapatkan penyebab tersering adalah herpes virus, varisela dan arbovirus.8 Patofisiologi dan Patogenesis Rangkaian peristiwa bagaimana terjadinya ensefalitis sangat bervariasi, sesuai dengan agen penyakit dan pejamu. Pada umumnya virus ensefalitis masuk melalui



sistem limfatik. Di dalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan dan penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam, tetapi jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang terserang, terjadi pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah besar. Invasi ke susunan saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya penyakit neurologis.11 Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh :11 1. Invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif 2. Reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron mungkin terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan respon jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi, kerusakan pembuluh



darah



dan



perivaskular.



Kerusakan



pembuluh



darah



mengakibatkan gangguan peredaran darah dan menimbulkan tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai. Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak melalui peredaran darah, penyebaran langsung atau komplikasi luka tembus. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus paranasalis.12 Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang



subarakhnoid yang dapat mengakibatkan meningitis. Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila disebut sebagai meningo ensefalitis.12 Diagnosis Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis, keluhan kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejala fokal serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3 minggu terakhir terhadap penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat berpergian ke daerah endemik dan lain-lain. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis dan sebaliknya anamnesis dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan. Diagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak. Scara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi neurologik dan informasi epidemiologik.11 Manifestasi Klinis Secara umum gejala berupa trias ensefalitis: 1. Demam 2. Kejang 3. Kesadaran menurun Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum dengan tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luasnya abses.8,9 Anamnesis yang dapat diperoleh adalah:2 



Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia







Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala, kejang dan kesadaran menurun.







Kejang bersifat umum atau fokal, dapat berupa status konvulsius. Dapat ditemukan sejak awal ataupun kemudian dalam perjalanan penyakitnya.



Pemeriksaan fisik yang dapat diperoleh dari pasien ensefalitis adalah:







Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma dan kejang. Kejang dapat berupa status konvulsius.







Ditemukan gejala peningkatan tekanan intrakranial.







Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti spastis, hiperrefleks, reflek patologis dan klonus.



Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan leukosit: normal atau leukositosis (10.000 – 35.000/mm), neutrofil 50 – 90 %. Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan amilase serum sering meningkat pada parotitis, fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosis infeksiosa, dan pemeriksaan antibodi-antigen spesifik untuk HSV, CMV, dan HIV.2 2. Punksi lumbal Apabila tidak ada kontraindikasi punksi lumbal, dapat ditemukan cairan serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau dapat meningkat dan pada fase dini dapat dijumpai peningkatan sel PMN serta glukosa dan klorida normal. Pada ensefalitis virus menunjukkan peningkatan protein, glukosa normal, pleiositosis limfositer.2,8 3. Elektroensefalografi (EEG) Pada anak usia diatas 5 bulan yang menderita HSV-1 ensefalitis, sebanyak 80%



menunjukkan



perlambatan



fokal



atau



perlepasan



gelombang



epileptogenik berulang di lobus temporal. Perlambatan irama dasar difus atau pelepasan gelombang epileptogenik multifokal sering ditemukan pada anak dengan ensefalitis virus dan nonvirus.2,8 4. Polymerase chain reaction (PCR) Pemeriksaan PCR pada cairan serebrospinal biasanya positif lebih awal dibandingkan titer antibodi. Pemeriksaan PCR mempunyai spesifisitas 100% dan sensitivitas 75-98% dalam 24-48 jam pertama.2,8 5. Radiologi CT-scan merupakan salah satu modalitas pilihan pada kasus ensefalitis. Pada keadaan awal, dapat tidak ditemukan kelainan intrakranial. Namun, pada proses lanjut dapat ditemukan lesi yang hipodens dan terjadi enhancement



setelah pemberian kontras disertai edema yang hebat disekitarnya (perifokal edema) sehingga menimbulkan efek massa intrakranial. Dapat pula ditemukan perdarahan intrakranial. Lokasi tersering adalah pada lobus frontalis dan temporalis baik unilateral maupun bilateral. MRI jauh lebih sensitif dalam mendeteksi perubahan parenkim otak, bahkan sejak onset 24-48 jam pertama. Pada fase akut setelah pemberian kontras, dapat menunjukkan afinitas virus pada hipokampal, parahipokampal dan korteks insular. Dalam hal perluasan infeksi, MRI dapat menunjukkan lesi di pusat korteks atau korteks temporal anterior, insula dan inti korteks serebri pada hemisfer serebral.13 Penatalaksanaan Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit. Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah mempertahankan fungsi organ, yaitu mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa darah.12 Terapi Suportif Tujuannya untuk mempertahankan fungsi organ, dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka (pembersihan jalan nafas, pemberian oksigen, pemasangan respirator bila henti nafas, intubasi, trakeostomi), pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah. Untuk pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok, dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik.12



Terapi Kausal Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis yang disebabkan virus, yaitu dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam selama 10-14 hari, beberapa ahli memberikan samapai 21 hari. Pemberian asiklovir bisa menurunkan



angka mortalitas, dari 70 % menjadi 25-30%. Preparat asiklovir tersedia dalam 250 mg dan 500 mg yang harus diencerkan dengan aquadest atau larutan garam fisiologis. Pemberian secara perlahan-lahan diencerkan menjadi 100 ml larutan, diberikan selama 1 jam. Efek sampingnya adalah peningkatan kadar ureum dan kreatinin tergantung kadar obat dalam plasma.15 Pada pemberian asiklovir, fungsi ginjal dimonitor secara ketat, dengan pemberian cairan yang adekuat, karena adanya resiko terjadinya gagal ginjal, walaupun jarang. Pemberian asiklovir perlahan-lahan akan mengurangi efek samping. Efek samping lainnya seperti inflamasi lokal, hepatitis, penekanan sumsum tulang. Asiklovir diberikan selama 10 hari, bahkan sebagian ahli memberikan sampai 14 atau 21 hari terutama pada pasien yang terbukti menderita ensefalitis HSV, karena adanya resiko relaps.15 Bahkan dari penelitian American Collaborative Antiviral Study Group diketahui jika pada pemeriksaan PCR ulangan 3 minggu setelah terapi, dan masih terdeteksi DNA virus maka diberikan valasiklovir oral selama 3 bulan. Bila selama pengobatan terbukti bukan infeksi virus Herpes Simpleks, maka pemberian asiklovir dihentikan. Valasiklovir, merupakan ester dari asiklovir, diberikan setelah 10 hari pemberian asiklovir intravena, walaupun sebenarnya pemakaian valasiklovir tidak direkomendasikan pada ensefalitis HSV karena kadar yang tidak terlalu tinggi dalam cairan serebrospinal.15 Pasien dengan ensefalitis karena infeksi CMV pilihan terapi utama digunakan gansiklovir dengan dosis 5 mg/kgBB dua kali sehari. Kemudian dosis diturunkan menjadi satu kali, lalu dengan terapi maintenance. Pemberian antibiotik parenteral tetap diberikan sampai penyebab bakteri dikesampingkan, dan juga untuk kemungkinan timbulnya infeksi sekunder. Pada ensefalitis supurativa diberikan antibiotik berupa ampisilin 3-4 gr per oral selama 10 hari atau kloramfenikol 1 gr diberikan 4 kali sehari intravena selama 10 hari.15 Terapi Simptomatik Obat antikonvulsif diberikan segera untuk mengatasi kejang, bisa diberikan IM atau IV. Obat yang diberikan yaitu diazepam dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/ hari



dilanjutkan dengan fenobarbital. Perlunya diperiksa kadar glukosa darah, kalsium, magnesium harus dipertahankan normal agar ancaman timbulnya kejang menjadi minimal.11 Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan antipiretik seperti parasetamol dengan dosis 10-15mg/kgBB secara IV. Dapat juga diberikan surface cooling dengan menempatkan es pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas kepala.15 Untuk mengurangi edema serebri dengan deksametason 0,2 mg/kgBB/hari IM dibagi 3 dosis dengan cairan rendah natrium, dilanjutkan dengan pemberian 0,250,5mg/kgBB/hari. Bila terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial, dapat diberikan manitol 0,5-2 g/kgBB IV dalam periode 8-12 jam.14 Terapi Rehabilitatif Upaya pendukung dan rehabilitatif amat penting sesudah penderita sembuh. Diperlukan neurorehabilitasi yang melibatkan berbagai modalitas terapi seperti fisioterapi, terapi okupasional, terapi bicara dan bahasa, serta keadaan psikologi anak. Inkoordinasi motorik, gangguan konvulsif, strabismus, ketulian total atau parsial, dan gangguan konvulsif dapat muncul hanya sesudah jarak waktu tertentu. Fasilitas khusus dan kadang-kadang penempatan kelembagaan mungkin diperlukan. Oleh karena itu, evaluasi perkembangan saraf dan audiologi harus merupakan bagian dari pemantauan rutin anak yang telah sembuh dari ensefalitis, walaupun mereka tampak normal.11



Komplikasi Kesadaran pasien sewaktu keluar dari rumah sakit bukan merupakan gambaran penyakit secara keseluruhan karena gejala sisa kadang-kadang baru timbul setelah pasien pulang. Gejala sisa yang sering muncul berupa gangguan daya ingat (69%), perubahan kepribadian dan tingkah laku (45%), epilepsi (25%). Beberapa kelainan yang mungkin dapat dijumpai antara lain retardasi mental, iritabel, emosi



tidak stabil, sulit tidur, halusinasi, enuresis, perubahan perilaku, dan juga dapat ditemukan gangguan motorik dan epilepsi.16 Gangguan neurokognitif yang bisa terjadi setelah ensefalitis, terutama akibat virus, berupa perubahan pada fungsi memori, persepsi dan eksekusi. Perubahan ini terlihat jelas pada anak yang terkena ensefalitis saat usia sekolah, sehingga ketika sudah sembuh dan kembali ke sekolah mengalami kesulitan. Pada keadaan ini diperlukan pemeriksaan intelegensia, fungsi kognitif, memori dan bicara, sehingga dapat diketahui gangguan yang timbul sekaligus mengidentifikasi terapi yang diperlukan.17 Komplikasi yang sering mengikuti ensefalitis yaitu epilepsi, terutama pada anak dengan riwayat kejang yang berulang, status epileptikus, terjadinya penurunan kesadaran yang berat. Jika anak kembali kejang setelah sembuh, maka dapat diberikan antikonvulsif jangka panjang berupa karbamazepin atau lamotrigin.17 Infeksi sistem saraf pusat seperti ensefalitis dapat menyebabkan komplikasi hidrosefalus. Hidrosefalus yang terjadi sebagai komplikasi ensefalitis dapat dijumpai pada semua usia, tetapi lebih sering pada bayi dan anak-anak.4 Prognosis Prognosis pasien ensefalitis tergantung pada keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, umur anak, keterlibatan parenkim otak dan susunan saraf spinal, adanya edema otak, adanya gangguan vaskularisasi dan perfusi pada otak, adanya keterlibatan sistem organ lain, komplikasi yang timbul serta respon terhadap pengobatan.11 Agen penyebab infeksi juga mempengaruhi prognosis, pada sebuah penelitian di Taiwan didapatkan 60% anak dengan ensefalitis HSV memiliki sekuele neurologi. Sedangkan pada anak dengan ensefalitis yang disebabkan enterovirus, sekitar 71,8 % tidak memiliki defisit neurologi ketika dievaluasi 2 tahun setelah sembuh dari ensefalitis.17 Pada ensefalitis yang disebabkan virus herpes simpleks yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90%



dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma; pasien yang mengalami koma memiliki angka mortalitas yang tinggi atau sembuh dengan gejala sisa yang berat.17 2.2



Hidrosefalus



Definisi Hidrosefalus adalah pelebaran ventrikel otak disertai peningkatan tekanan intrakranial akibat meningkatnya jumlah cairan serebrospinal (CSS). Hidrosefalus terjadi karena 3 hal yaitu obstruksi aliran CSS di sistem ventrikel otak, absorbsi CSS di vili arakhnoid yang menurun dan produksi CSS di pleksus koroid yang abnormal.4 Etiologi Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam sistem ventrikel atau oleh produksi likuor yang berlebihan. Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat pembentukan likuor dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS di bagian proksimal sumbatan. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinis adalah foramen Monro, foramen Luschka dan Magendi, sisterna magna dan sisterna basalis. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan perdarahan.18 Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga terjadi obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjad bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna



kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.18 Ensefalitis virus dapat menyebabkan kerusakan sel-sel ependimal sehingga terganggu fungsi regulasi cairan, ion dan molekul antara cairan parenkim serebral dan ventrikel sehingga dapat menyebabkan hidrosefalus. Virus tersebut juga dapat menyebabkan deskuamasi sel-sel ependimal dan terjadi oklusi ependimal yang dapat menyebabkan obstruksi akuaduktus Sylvius.18



Klasifikasi4 1. Hidrosefalus Obstruktif (Non-komunikans) Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal yang disebabkan obstruksi pada salah satu tempat pembentukan likuor, antara pleksus koroidalis sampai tempat keluarnya dari ventrikel IV melalui foramen Magendi dan Luschka. 2. Hidrosefalus Komunikans Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal tanpa disertai penyumbatan sistem ventrikel. 3. Hidrosefalus kongenital Terjadi pada sekitar satu per seribu kelahiran. Hal ini umumnya terkait dengan malformasi kongenital lain dan mungkin disebabkan oleh gangguan genetik atau gangguan intrauterin seperti infeksi dan perdarahan. 4.



Hidrosefalus didapat Bisa disebabkan oleh tumor otak, perdarahan intrakranial, atau infeksi.



Patofisiologi18 Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu obstruksi aliran CSS di sistem ventrikel otak, absorbsi CSS di vili arakhnoid yang menurun dan produksi CSS di pleksus koroid yang abnormal. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi



ventrikel masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari: 1. Kompensasi sistem serebrovaskular 2. Redistribusi dari CSS atau cairan ekstraseluler atau keduanya dalam susunan sistem saraf pusat. 3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak) 4. Hilangnya jaringan otak 5. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita dengan usia muda) akibat adanya regangan abnormal pada sutura kranial. Diagnosis Anamnesis4  Kepala yang tampak membesar pada anak dengan UUB yang belum menutup  Tanda-tanda peningkatan intrakranial: letargi, muntah, sakit kepala, iritabel, sampai penurunan kesadaran. Terutama ditemukan pada anak dengan UUB yang sudah menutup  Anamnesis ke arah penyebab: riwayat trauma, infeksi SSP seperti meningitis dan ensefalitis. Pemeriksaan fisik dan neurologis4  Pertumbuhan lingkar kepala yang abnormal (> +2 SD atau dalam pemantauan terdapat peningkatan lingkar kepala yang tidak sesuai grafik pertumbuhan lingkar kepala). Pertumbuhan lingkar kepala anak: 2 cm/bulan mulai usia 0-3 bulan, 1 cm/bulan pada usia 4-6 bulan dan 0,5 cm/bulan sampai usia 12 bulan.  UUB masih terbuka pada anak usia >18 bulan atau UUB menonjol



 Kelainan bentuk kepala: oksipital yang prominen, asimetri bentuk kepala, pembesaran diameter biparietal, dan frontal boosing  Funduskopi: papil edema jika terdapat peningkatan tekanan intrakranial, perdarahan retina pada hidrosefalus akut, atrofi nervus optik pada hidrosefalus kronik, korioretinitis pada infeksi toksoplasma atau CMV  “Sun set appearance” dimana mata terlihat deviasi ke bawah  Tanda-tanda lesi upper motor neuron: hiperrefleks, klonus, spastisitas Pemeriksaan penunjang4  Pemeriksaan transiluminasi positif  Foto rontgen kepala: tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial: impresionis digitata, sutura yang melebar; pembesaran daerah fosa posterior (Sindrom Dandy-Walker), fosa posterior yang mengecil (malformasi Arnold-Chiari), kalsifikasi periventrikuler (infeksi CMV), kalsifikasi yang menyebar (infeksi toksoplasma).  USG (pada anak dengan UUB yang belum menutup)  CT Scan atau MRI kepala: digunakan sebagai alat diagnostik terpenting dan untuk mencari etiologi. o Diagnosis : ditemukan



pelebaran



ventrikel



dan



tanda-tanda



peningkatan tekanan intraventrikel seperti sulkus yang tidak jelas terlihat, penumpulan sudut kornu anterior atau edema periventrikular o Etiologi : gambaran obstruksi, kalsifikasi periventrikuler (infeksi kongenital CMV) atau kalsifikasi intraparenkim (infeksi kongenital toksoplasma), sindrom Dandy-Walker atau malformasi Arnold-Chiari. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dilakukan pada hidrosefalus yang disertai peningkatan tekanan intraventrikuler. Penatalaksanaan utama adalah tindakan bedah berupa pemasangan pirau ventrikuloperitoneal (VP-shunt), drainase eksterna ventrikel atau endoscopic third ventriculostomy. Pada keadaan tertentu dimana keadaan umum pasien belum memungkinkan untuk operasi permanen VP-shunt dapat dilakukan drainase eksterna ventrikel, ventricular tapping atau pungsi lumbal serial. Terapi medikamentosa seperti pemberian asetazolamid (dosis 30-50 mg/kgBB/hari) atau



furosemid (dosis 1 mg/kgBB/hari) dapat dipakai sementara sambil menunggu tindakan bedah.4



BAB 4 PEMBAHASAN



Teori Gejala Klinis Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1 tahun) didapatkan gambaran : -Kepala membesar -Sutura melebar -Fontanella kepala prominen -Mata kearah bawah (sunset phenomena) -Nistagmus horizontal



Fakta Sejak ± 6 minggu SMRS, ibu pasien mengeluhkan kepala anaknya semakin lama semakin membesar. Anak tidak ada muntah, kejang ataupun demam. Hanya saja selama ± 1 minggu anak batuk.



-Perkusi kepala : “cracked pot sign” atau seperti semangka masak. Pemeriksaan dan Diagnosis  X Foto kepala, didapatkan : -Tulang tipis



Tanda Vital Frekuensi nadi



: 124 x/menit, reguler, kuat angkat Frekuensi napas : 48 x/menit -Disproporsi kraniofasial Temperatur : 36,5o C -Sutura melebar Pemeriksaan Fisik: Kepala tampak membesar dengan ukuran 46 Dengan prosedur ini dapat diketahui : cm a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantil StatusGizi b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult : oleh karena Berat badan :3,4 kg sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala Panjang Badan :58 cm diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan BMI :10,10 intrakranial. Gizi Buruk  Transiluminasi Pemeriksaan Penunjang:  Pemeriksaan CSS CT Scan kepala di temukan adanya CSS  Ventrikulografi  CT scan kepala  USG Penatalaksanaan Terapi medikamentosa - Asetasolamid Per oral 2-3 x 125 mg/hari, dosis ini dapat ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari - Furosemid Per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari Terapi yang diberikan: Lumbal pungsi berulang (serial lumbar puncture) IVFD D5 1/4 NS 15 tpm Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama pada hidrosefalus yang terjadi Cefixime 2x20mg PO setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikularintraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan Ambroxol 2mg juga pada hidrosefalus komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau kemungkinan akan terjadi Dexamethason 0,1mg herniasi (impending herniation) Komplikasi : herniasi transtentorial atau tonsiler, CTM 1/4tab infeksi, hipoproteinemia dan gangguan elektrolit. Pro VP Shunt Terapi Operasi Pada penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan : Mannitol per infus 0,5-2 g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.



pulv 3x1



1. “Third Ventrikulostomi”/Ventrikel III Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum, dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari ventrikel III dapat mengalir keluar. 2. Operasi pintas/”Shunting” Ada 2 macam :  Eksternal CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.  Internal a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain. ~Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor- Kjeldsen) ~Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan. ~Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior ~Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus ~Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum ~Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum b. “Lumbo Peritoneal Shunt” CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.



DAFTAR PUSTAKA 1. Saharso D, Hidayati SN. Infeksi Susunan Saraf Pusat, Dalam: Ismael S, Soetomenggolo T. Neurologi Anak. Jakarta: IDAI. 2000. 2. Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Ensefalitis. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. 67-69. 3. Hom, Jeffrey. 2011. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Department of Pediatrics/Emergency Service. New York University School of Medicine. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760 [Accesed on February 19, 2015]. 4. Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Hidrosefalus. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Jilid II. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. 111-113.



5. Espay AJ, Murro AM, Talavera F, etc. Hydrocephalus. Medscape reference. Available from http://emedicine.medscape.com/article/1135286 [Accesed on February 19, 2015]. 6. Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2014. 7. Bennete MJ. Pediatric Pneumonia. Medscape reference. Avalable from http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview



[Accesed



on



February 19, 2015]. 8. Lewis P. Glacor C. Encephalitis. American Academic of Pediatrics: Pediatrics in Review. 2011:26;353-363. 9. Lazoff, M., et al. Encephalitis. Medscape Refference. 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/791896 [Accesed on February 19, 2015]. 10. Ferrari S. Viral Encephalitis : Etiology, Clinical Features, Diagnosis and Management. The Open Infectious Diseases Journal. 2009:3;1-12 11. Behrman R. Kliegman R. Arvin A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. EGC. 2007;p880-881. 12. Hom, Jeffrey. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Department of Pediatrics/Emergency Service. 2011. New York University School of Medicine. Available



from http://emedicine.medscape.com/article/802760



[Accesed on February 15. 2015]. 13. McCann JWJ, Phelan E. Pediatric Neurological Emergencies. In: Marincek Borut, Dondelinger F.Robert, eds. Emergency Radiology Imaging and Intervention. Berlin: Springer; 2007. p.590. 14. Soetomenggolo TS. Ensefalitis Herpes Simpleks. Dalam: Ismael S, Soetomenggolo T. Neurologi anak. Jakarta: IDAI. 2000 15. Salomon, Tom. Management and Outcome of Viral Encephalitis in Children. In : Pediatrics and Child Health Neurology Symposium. 2007. 16. Ebaugh, Franklin, G. Neuropsychiatric Sequelae of Acute Epidemic Encephalitis in children. Journal of Attention Disorders. 2007. SAGE publication.



17. Falcheck, Stephen J. Encephalitis in The Pediatric Population. Available from http://pedsinreview.aapublications.org [Accesed on February 19, 2015]. 18. Rekate HL. A contemporary definition and classification of hydrocephalus. Semin Pediatr Neurol. Mar 2009;16(1):9-15. 19. Bradley. The Management of Community Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age: Clinical Practice by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin. Infect Disease. 2011;53(7):617-630. 20. Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Pneumonia. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. 250-255. 21. Opstapchuk M, Roberts DM, Haddy R. Community-acquired pneumonia in infants and children. Am fam physician. 2011;20:899-908. 22. World Health Organization. Pneumonia. In: Pocket Book of Hospital Care for Children: Guidelines for The Management of Common Childhood Illnesses. 2nd Edition. 2013.80-90. 23. Bennete



MJ.



Pediatric



Pneumonia.



2013.



http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview



Available



from



[Acessed



on



February 19, 2015] 24. Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Gagal Napas. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Jilid II. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. 84-88. 25. New York State Department of Health. Guidelines for Determining Barin Death. New York: Department of Health. 2005. 26. Widjicks. Current Concepts of The Diagnosis of Brain Death. N Eng J Med. 2001:344(16).