Farmakologi Obat Mata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama : Farah Mahdiyah NPM : 1906318211 Kelas : Farmakologi Dasar B QBL Farmakologi Obat Mata 1.



Jelaskan anatomi, fisiologi serta proses biokimia dalam mata! 1.1. Anatomi mata 1.1.1. Struktur Penunjang (Tortora , 2014)



1.1.1.1.



Kelopak Mata (​Palpebrae​)



Kelopak mata bagian atas lebih bisa digerakkan karena adanya otot levator palpebrae superioris. Berfungsi untuk melindungi mata dari cahaya yang berlebihan dan benda asing serta Menyebarkan sekresi air mata pada bola mata. 1.1.1.2.



Bulu Mata dan Alis



Berfungsi untuk membantu melindungi mata dari benda asing, keringat, dan sinar matahari langsung 1.1.1.3.



Lacrimal Apparatus



Berfungsi untuk menghasilkan dan mengeluarkan cairan lakrimal atau air mata.Kelenjar air mata dipersarafi oleh persarafan parasimpatik dari saraf wajah (VII). Aliran air mata dimulai dari Lacrimal gland mensekresikan air mata dan dikeluarkan menuju lacrimal duct yang berjumlah 6-12. Kemudian, Lacrimal duct mengalirkan air mata pada permukaan bola mata. Setelah membasahi permukaan bola mata, air mata masuk ke dalam lacrimal puncta. Kemudian air mata melewati dua saluran, yaitu superior dan inferior lacrimal canaliculus. Lalu, Diteruskan menuju lacrimal sac kemudian menuju nasolacrimal duct. Saluran ini membawa air mata masuk ke dalam rongga hidung yang letaknya persis



1



di bawah inferior nasal concha di mana air mata bercampur dengan mukus



1.1.1.4.



Otot Mata Ekstrinsik Terdapat enam otot mata ekstrinsik yang menggerakkan setiap mata diantaranya rektus superior (​superior rectus), rektus inferior (inferior rectus), rektus lateral (lateral rectus), rektus media​l (medial rectus), superior oblique, ​dan​ inferior oblique .



Otot mata ekstrinsik ini disuplai oleh Saraf okulomotor (III), Saraf trochlear (IV), atau Saraf abducens (VI). Saraf oculomotor (III) mensarafi Otot rektus superior, Otot rektus inferior, Otot oblique inferior, dan Otot levator palpebrae superioris. Lalu, saraf trochlear (IV) mensarafi Otot oblique superior. Kemudian saraf abducens (VI) akan mensarafi otot rektus lateral. Otot ini memungkinkan mata dapat bergerak ke kanan, ke kiri, ke atas, dan ke bawah.



2



1.1.2.



Anatomi Lapisan Bola Mata



1.1.2.1.



Fibrous tunic Merupakan lapisan terluar dari bola mata yang terdiri atas kornea anterior dan sklera posterior. a. Kornea Kornea berupa lapisan transparan yang melapisi iris. Karena bentuknya yang melengkung, kornea dapat membantu memfokuskan cahaya pada retina. Kornea berfungsi untuk merefraksi cahaya Lapisan terluar dari kornea terdiri dari Epitel pipih (skuamosa) berlapis. Lapisan tengah dari kornea terdiri dari serat kolagen dan fibroblas. Lalu, pada Lapisan dalam dari kornea terdiri dari epitel pipih (skuamosa) selapis. b. Sklera Merupakan lapisan jaringan ikat padat yang terdiri atas serat kolagen dan fibroblas. Sklera berfungsi untuk melapisi seluruh permukaan bola mata, memberi bentuk pada bola mata, melindungi bagian dalam mata, dan sebagai tempat penempelan otot-otot ekstrinsik mata.



1.1.2.2.



Vascular tunic



3



Merupakan lapisan tengah yang terdiri atas koroid, ​ciliary body,​ dan iris. a. Koroid → merupakan lapisan tengah di antara sklera dan retina.Strukturnya berupa lapisan darah (kecuali bagian depan). Koroid Memiliki banyak pembuluh darah mengandung melanosit yang menghasilkan pigmen melanin. Koroid berfungsi untuk memberikan suplai oksigen dan nutrisi bagi mata. b. Badan siliaris (​Ciliary body) → terdiri atas otot-otot silia dan berfungsi untuk mensekresi ​aqueous humor yang berperan untuk menjaga bentuk bola mata dan mengakomodasi lensa mata. Badan siliaris terbagi menjadi 2 , yaitu : i. Ciliary Processes Berupa Tonjolan atau lipatan pada permukaan dalam badan siliaris yang mengandung kapiler darah dan berfungsi untuk mensekresikan aqueous humor ii.



Ciliary Muscle Pita melingkar dari otot polos.Kontraksi dan relaksasi menyebabkan perubahan keketatan dari serat zonular.



c. Iris → merupakan selaput berwarna yang mengandung pigmen melanin .Posisinya tergantung pada kornea dan lensa. Terdiri atas melanosit dan serat otot polos radial dan sirkular. Jumlah melanin mempengaruhi warna mata. Iris berfungsi untuk mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke bola mata melalui pupil. d. Pupil → dipersarafi oleh persarafan parasimpatik saraf oculomotor (III). Ketika diberikan stimulus cahaya terang, saraf parasimpatik menstimulasi otot sirkular berkontraksi. Namun , Ketika diberikan stimulus cahaya redup, saraf simpatik menstimulasi otot radial berkontraksi.



4



1.1.2.3.



Retina Merupakan lapisan terdalam yang berfungsi menerima bayangan dan mengubahnya menjadi potensial reseptor. Retina terdiri atas lapisan pigmen dan lapisan neural.



a. Lapisan pigmen (​pigmented layer) Merupakan lapisan melanin yang mengandung lapisan epitelial dan membantu menyerap cahaya . Letaknya berada di antara koroid dan lapisan neural retina 5



b. Lapisan neural lapisan yang memproses visual data sebelum dikirim ke saraf optik, terdiri atas Lapisan ganglion, Lapisan sel bipolar (terdapat sel horizontal dan sel amakrin yang memodifikasi signal), Lapisan fotoreseptor (terdapat sel batang yang menyebabkan gelap terang terlihat dan sel kerucut yang menyebabkan warna terlihat).c



1.1.2.4.



Lensa Di belakang pupil dan iris, di dalam rongga bola mata, adalah lensa. Di dalam sel lensa, protein disebut crystallins , tersusun seperti lapisan bawang , menyusun media bias lensa, yang biasanya transparan dan tidak memiliki pembuluh darah. Itu ditutup dengan jelas kapsul jaringan ikat dan dipegang pada posisinya dengan melingkari zonular serat, yang menempel pada proses siliaris. Lensa ini berfungsi untuk memfokuskan bayang ke retina



1.1.2.5.



Fotoreseptor Terdapat dua fotoreseptor: a. Sel Batang Memungkinkan untuk melihat ketika cahaya redup. Sel batang ini tidak memberikan penglihatan untuk warna b. Sel Kerucut Sel kerucut akan menghasilkan penglihatan untuk warna. Sel kerucut dibagi menjadi 3 tipe: 1. Kerucut biru → Sensitif untuk cahaya biru 2. Kerucut Hijau → Sensitif untuk cahaya hijau



6



3. Kerucut Merah → Sensitif untuk cahaya merah



1.2.



Fisiologi Mata 1.2.1. Fisiologi kornea Kornea memiliki 2 fungsi fisiologi utama , yaitu sebagai medium refraksi cahaya utama dan melindungi bagian dalam intraokular. Kornea melakukan hal tersebut dengan menjaga transparansi. Menjaga transparansi dilakukan dengan penyusunan kolagen fibril kornea(teori kisi maurice), avaskularitas, menjaga kandungan air(80%).Metabolisme kornea pada jaringan epitel(aerob dan anaerob) dan endotel(anaerob). (Khurana , 2015)



1.2.2.



Fisiologi lensa kristalin Aspek fisiologis meliputi transparansi lensa, metabolisme lensa, dan akomodasi lensa. Faktor transparansi lensa yang menjaga transparansi lensa diantaranya Avaskularitas, bentuk sel lensa yang rapat, karakter semipermeabel dari kapsul lensa, mekanisme pompa elektrolit untuk menjaga kandungan air lensa . Metabolisme pada lensa membutuhkan suplai energi untuk transpor aktif ion, menjaga dehidrasi lensa, dan melakukan sintesis



7



1.2.3.



Fisiologi aqueous humor Pengeluaran aqueous humour melalui jaringan trabekular(trabecular outflow) dan uveoscleral outflow . kemudian , tekanan intraokular dijaga oleh pembentukan dan pengeluaran aqueous humour secara dinamis. Umumnya, Tekanan intraokular normal berkisar antara 10-21 mmhg



1.2.4.



Fisiologi motilitas okular Memiliki 6 otot ekstraokuler (4 rektus dan 2 obliques) yang dapat mengontrol pergerakan tiap mata. 8



Otot rektus terdiri dari Rektus superior(SR), inferior(IR), medial(MR) dan lateral(LR). Kemudian obliques terdiri dari obliques superior(SO) dan inferior(IO).Masing-masing otot memutar bola mata pada garis vertikal, horizontal dan anterior-posterior.



1.2.5.



Fisiologi penglihatan Fototransduksi merupakan perubahan energi cahaya menjadi impuls saraf pada mata. Ketika Cahaya jatuh pada retina menyebabkan perubahan fotokimia yang memulai serangkaian proses biokimia dan akhirnya membentuk impuls saraf. Rodopsin merupakan pigmen visual pada sel batang yang terdiri dari protein opsin dengan retinin(vit A/II-cis-retinal) a. rhodopsin bleaching : Cahaya merubah II-cis-retinal dari rodopsin menjadi all-trans-retinal, b. rhodopsin regeneration :​ II-cis-retinal di regenerasi dari all-trans-retinal dan vitamin A



9



Rodopsin yang teraktivasi tersebut menciptakan energi listrik yang digunakan dalam jalur visual. Proses pembentukan energi listrik pada fotoreseptor ketika gelap, ion sodium mengalir menuju bagian luar fotoreseptor melalui gerbang Na+ yang mengikat ligan cGMP. Aliran sodium mendepolarisasi fotoreseptor menciptakan potensial membran sebesar -30mV. Depolarisasi inilah yang menyebabkan pengeluaran neurotransmitter (asam glutamat) dari terminal sinapsis. Ketika kondisi terang. Terjadi isomerisasi cis-retinal menjadi trans-retinal yang memecah cGMP dan terjadi penutupan gerbang Na+.Berkurangnya aliran sodium menciptakan nilai potensial membran menjadi -70mV dan mengurangi pengeluaran neurotransmitter(asam glutamat).



Sinyal visual dari retina diproses melewati beberapa jenis sinaps(sel horizontal, sel bipolar, dan sel amakrin.Kemudian sel ganglion retina melanjutkan sinyal tersebut menuju otak melalui saraf optik(II).Selanjutnya akson dalam saraf



10



optik(II) melewati kiasma optik(titik potong saraf optik). Setelah itu akson memasuki jalur optic(optik tract), memasuki otak menuju bagian lateral geniculate nucleus dari talamus. Disinilah akson membentuk radiasi optik yang memproyeksikan area visual. 1.2.6.



Fisiologi penglihatan binokular Merupakan kejadian ketika seseorang fokus pada satu objek dengan kedua mata, namun mata hanya memproyeksikan satu gambar.Masing-masing mata memiliki daerah visual. Posisi mata menyebabkan daerah tersebut bertumpuk.Daerah visual terbagi jadi 2 , yaitu bagian nasal dan temporal. Cahaya memasuki bagian nasal diproses retina bagian temporal dan sebaliknya. Informasi visual bagian kanan dari bagian nasal dan temporal diproses otak bagian kiri dan sebaliknya. (Tortora,2018)



1.3.



Proses biokimia dalam mata 1.3.1. Susunan biokimia 1.3.1.1. Kornea Kornea terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan luar, tengah, dan dalam. Lapisan luar kornea terdiri dari epitel skuamosa berlapis non keratin. Lapisan tengah terdiri dari serat kolagen dan fibroblas. Pada lapisan ini, kornea dapat menerima oksigen dari udara. Lapisan dalam terdiri dari epitel skuamosa selapis. (Tortora, 2012). Kandungan kimia yang terdapat di dalam retina adalah keratin sulfat I dan dermatan sulfat yang terletak di antara fibril kolagen yang berperan dalam transparansi kornea. Kedua kandungan kimia ini merupakan proteoglikan. Proteoglikan adalah protein yang mengalami glikosilasi dalam jumlah tinggi.(Harper’s illustrated biochemistry 26th ed,2003).



11



1.3.1.2.



Sklera Sklera merupakan bagian yang berwarna putih, yang merupakan lapisan jaringan ikat padat yang sebagian besar terdiri dari serabut kolagen dan fibroblast (Tortora, 2012). Bagian ini mengandung dermatan sulfat yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk keseluruhan mata (Harper’s illustrated biochemistry 26th ed,2003).



1.3.1.3.



Vitreous humour Vitreous humour terdiri atas 98% air . Struktur gel vitreous humour terdiri atas kolagen yang disusun dengan struktur lattice. Pada vitreous humor, bagian ini mengandung gel hidrofilik yang utamanya menyediakan fungsi optik. Hilangnya struktur ini dengan bertambahnya usia menyebabkan konversi dari bentuk gel ke bentuk sol.



1.3.1.4.



Aqueous humour Aqueous humour merupakan cairan jernih yang mengisi ruang anterior (0.25 mL) dan ruang posterior (0.06 mL) bola mata. Perbedaan komposisi anterior dan posterior disebabkan oleh pertukaran metabolik(Comprehensive ophthalmology 4th ed,2007). Aqueous humour terdiri atas elektrolit, protein dengan konsentrasi 1/500 dibandingkan plasma . Asam askorbat dalam vitreous humor dan aqueous humor melindungi mata dari kerusakan UV.



1.3.1.5.



Lensa Lensa mengandung protein yang disebut kristalin yang berfungsi untuk membentuk media refraktif lensa yang transparan dan tidak memiliki pembuluh darah (Tortora, 2007). Lensa kristalin memiliki struktur transparan yang berperan dalam memfokuskan mekanisme penglihatan.



12



Apabila terjadi perubahan pada transparansi lensa akan menyebabkan penyakit katarak. 1.3.1.6.



Retina Pada retina, terjadi produksi dan pembaruan sel kerucut dan sel batang . Retina memiliki kandungan lipid yang tinggi (20%) termasuk asam lemak tidak jenuh, sehingga retina rentan terhadap kerusakan oksidatif.



1.3.2.



Metabolisme Jalur metabolisme mata bisa melalui 4 jalur berikut ini :



1.3.2.1.



Glikolisis a. Aerob Gukosa diubah menjadi piruvat → diubah menjadi asetil CoA di mitokondria → C dioksidasi menjadi CO2 pada siklus krebs → elektron dioksidasi di rantai transpor elektron b. Anaerob glukosa dimetabolisme untuk menghasilkan laktat di sel glial Muller, kemudian akan diubah menjadi piruvat untuk fosforilasi oksidatif di neuron. Proses ini menghasilkan 2 ATP.



Glukosa yang digunakan untuk metabolisme dalam retina diubah menjadi asam laktat. Selain itu, retina dapat



13



melakukan metabolisme untuk menghasilkan substrat ATP seperti glutamat, asam glutamat, malat dan suksinat 1.3.2.2.



Aldosa reduktase Jalur ini digunakan apabila kadar glukosa terlalu tinggi.



1.3.2.3.



Pentosa fosfat Glukosa retina juga digunakan untuk memproduksi glutation melalui jalur pentosa fosfat, sekaligus menghasilkan NADPH. Jalur metabolisme ini berperan untuk menetralkan radikal bebas yang dihasilkan oleh metabolisme oksigen



1.3.2.4.



Siklus krebs Siklus ini terjadi di mitokondria pada epitel lensa, dimana 10% glukosa dimetabolisme. Siklus Krebs berlaku untuk metabolism hidrokarbon, lipid dan protein. Atom C akan dioksidasi menjadi karbondioksida (CO2) . Elektron dan H+ yang dihasilkan dibawa menuju rantai transpor elektron untuk menghasilkan ATP.



14



2.



Jelaskan farmakokinetika umum dari obat yang diberikan intraocular! 2.1 Adsorpsi



Pemberian obat secara intraocular berarti menyuntikan langsung obat kedalam mata. Administrasi obat dengan metode ini menghindari obat dari banyak barrier yang ada pada administrasi topical dan systemik.



Menurut rute pemberiannya​ terdiri dari : 1. Periocular (Intracameral) merupakan proses penyuntikan obat melalui aqueous humor. Metode ini digunakan untuk operasi bagian anterior mata. Absorpsi obat berjalan dengan cepat, namum bisa menimbulkan toksisitas terhadap kornea dan toksisitas intraokular. Rute administrasi periokular dapat dilakukan melalui jaringan subkonjungtiva, subtenon, retrobublar, dan peribublar. ● Untuk rute subkonjungtiva, obat terdistribusi melalui penetrasi pada sklera. 15



● Pada rute subtenon, obat terdistribusi melalui area antara kapsul tenon dan sklera sehingga obat dapat sampai ke bagian posterior mata ● Rute retrobublar biasa digunakan untuk administrasi kortikosteroid untuk mengurangi peradangan pada bagian posterior. Rute ini dilakukan pada bagian yang lebih dalam dari rute periobublar dengan volume yang lebih sedikit. ● Pada rute periobublar, dilakukan injeksi ke bagian ekstrakonal pada mata. Biasa digunakan untuk anestesi. 2. Sistemik merupakan pemakaian obat secara oral. Administrasi sistemik dapat digunakan sebagai jalur alternatif dari jalur injeksi intravitreal dan topikal. Kelebihan: bersifat non invasive, tidak menggunakan kondisi steril. Kekurangan: bioavailabilitas obat kurang dari 2% saat sampai ke mata, butuh dosis yang besar untuk memberikan efek terapeutik 3. Intravitreal yaitu menyuntikan obat melalui vitreous humor. Metode ini digunakan untuk pengobatan retinitis, macular degeneration, dan endophtalmitis. Absorpsi langsung terabsorpsi semua karena langsung diinjeksikan ke dalam vitreous humor. Dapat menimbulkan toksisitas pada retinal. 4. Topikal ​berupa obat tetes mata yang biasanya digunakan untuk pengobatan penyakit segmen anterior. Sebagian besar obat yang dioleskan ditujukan untuk pengobatan penyakit yang mempengaruhi berbagai lapisan kornea, konjungtiva, iris, atau badan siliaris. Namun, pemberian topikal untuk pengobatan penyakit mata posterior dianggap sebagai strategi farmakologis yang tidak efektif karena konsentrasi obat terapeutik tidak tercapai di segmen posterior mata karena penetrasi obat yang rendah.



2.2 Distribusi



Faktor yang mempengaruhi distribusi obat intraokular antara lain : ● Berat molekul obat



16



Obat dengan berat molekul yang lebih rendah akan mudah melakukan difusi di dalam cairan vitreous dibandingkan dengan obat yang berat molekulnya lebih tinggi. Hal ini berkesinambungan dengan ukuran molekul suatu obat ● Muatan Obat Obat bermuatan positif berdifusi lebih lambat karena vitreous humor memiliki muatan negatif. Obat obat dalam bentuk non-ionized akan mudah berdifusi dan kemudian terdistribusikan. ● Ikatan dengan protein dalam vitreous humor Ikatan obat dengan protein dapat memperlambat distribusi. Obat menumpuk di jaringan yang mengarah ke konsentrasi yang lebih tinggi dalam jaringan daripada cairan ekstrasel dan darah. Obat terakumulasi sebagai hasil dari ikatan dengan lemak, asam nukleat,dan protein. Ketika obat didistribusikan di dalam plasma, kebanyakan berikatan dengan protein (terutama albumin) dalam derajat (persentase) yang berbeda-beda. Bagian obat yang berikatan bersifat inaktif, dan bagian obat selebihnya yang tidak berikatan dapat bekerja bebas. Kadar protein yang rendah dapat meningkatkan jumlah obat bebas dalam plasma. 2.3 Metabolisme Biotransformasi enzimatik dari obat-obat okular bisa terjadi signifikan karena keberagaman enzim yang ada di mata, seperti esterase, oksidoreduktase, enzim lisosomal, peptidase, glukoronida, sulfat transferase, glutation-conjugating enzim, catechol-o-methyl-transferase, monoamine oksidase, dan 11beta-hydroxysteroid dehidrogenase.Esterase menjadi perhatian bagi pengembangan prodrug karena fungsinya untuk mempertinggi permeabilitas kornea, misalnya, prodrug latanoprost untuk prodrug prostaglandin F 2(alpha) dan dipivefrin hidroklorida sebagai prodrug untuk epinephrine. 2.4 Ekskresi Obat mata yang diberikan secara intra cameral dan intravitreal dikeluarkan dari mata melalui 2 rute, yaitu rute anterior dan posterior. Waktu paruh untuk obat molekul kecil biasanya dalam kisaran 1-10 jam, sementara waktu paruh untuk molekul besar adalah beberapa hari. Setelah obat dikeluarkan dari mata kemudian memasuki sirkulasi sistemik dan diabsorbsi secara sistemik, obat akan diekskresikan oleh hati dan ginjal. 1. Rute Anterior Pada rute ini biasanya digunakan untuk obat yang hidrofilik dan berukuran besar dimana semua molekul obat dapat dikeluarkan berdasarkan difusi obat melalui vitreous humour, obat terdifusi menuju lensa dan badan siliaris → menuju posterior chamber → masuk ke anterior chamber → kemudian masuk ke aqueous humor. Dari aqueous humor, obat akan dibawa ke sirkulasi sistemik melalui saluran schlemm. 2. Rute Posterior Rute ini hanya bisa dilewati oleh molekul obat yang berukuran kecil dan bersifat lipofilik karena harus dapat melewati blood ocular barrier. Obat yang 17



diberikan secara intravitreal dan berada pada vitreous humor akan dikeluarkan melewati blood retinal barrier menuju retina kemudian masuk ke kapiler darah mata dan selanjutnya masuk ke sirkulasi sistemik.



3.



Jelaskan mekanisme obat yang digunakan untuk dilatasi dan konstriksi pupil!



3.1 Dilatasi (Midriasis) Dilatasi dapat terjadi karena faktor fisiologis dan non fisiologis.Penyebab midriasis non fisiologis adalah suatu penyakit, trauma atau penggunaan obat-obatan. Ada 2 jenis otot yang mengatur perubahan ukuran dari iris yaitu sfingter iris dan iris dilator Sfingter iris dipersarafi oleh parasimpatis dan iris dilator dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. Stimulasi simpatis dari reseptor adrenergik menyebabkan kontraksi otot radial sehingga pupil menjadi dilatasi. Terjadinya dilatasi pupil pada saraf simpatis diakibatkan oleh norepinefrin sebagai neurotransmitter dan reseptor alfa 1. Midriasis dapat dihasilkan dari peningkatan aktivitas sepanjang jalur simpatik dan penurunan aktivitas sepanjang jalur parasimpatis. Beberapa obat yang digunakan untuk dilatasi pupil atau midriasis diantaranya golongan antagonis kolinergik / antikolinergik. Antikolinergik merupakan zat yang menghalangi neurotransmitter asetilkolin di pusat dan sistem saraf perifer. Antikolinergik dibagi menjadi tiga kategori sesuai target kerjanya, yaitu antimuskarinik, ganglionic blocker dan neuromuscular blocker. Antikolinergik dapat menghambat impuls saraf parasimpatis dimana terjadi pengikatan neurotransmitter asetilkolin di reseptor sel-sel saraf. Pemberian antikolinergik pada mata dapat memberikan efek midriasis.



18



a. Obat simpatomimetik termasuk phenylephrine, hydroxyamphetamine, kokain, adrenalin, dan efedrin. b. Obat parasimpatolitik, termasuk atropin, tropicamide, dan cyclopentolate Tropikamid Tropikamid adalah obat antimuskarinik yang menghasilkan midriasis dan sikloplegia. Digunakan untuk pemeriksaan segmen posterior mata dan melumpuhkan otot korpus siliaris. Efek midriasis dan sikloplegik dapat dicapai 20-30 menit setelah pemberian tropikamid dalam bentuk sediaan tetes mata. Midriasis akan berlangsung 6-7 jam dan kelumpuhan otot korpus siliaris selama 1-6 jam. Tropikamid bersama dengan Lachesine, Dibutoline, dan Oxyphenonium merupakan analog sintetik atropin yang memblokir reseptor muskarinik dan karena itu menunjukkan efek yang mirip dengan atropin. Tropikamid dapat meningkatkan tekanan intraokular setelah 45 menit pemberian dalam bentuk tetes mata meskipun kenaikan tidak lebih tinggi daripada Cyclopentolate. Potensi interaksi obat terjadi ketika digunakan bersamaan dengan obat lain, sehingga dapat mengubah cara kerja obat. Sebagai akibatnya, obat tidak dapat bekerja dengan maksimal atau bahkan menimbulkan racun yang membahayakan tubuh. Kontraindikasi tropikamid termasuk hipersensitivitas alkaloid belladona, Glaukoma (terutama zakratougolnaya dan campuran dasar). Beberapa jenis obat yang dapat berinteraksi dengan tropicamide adalah: ● ● ● ●



Antihistamin, seperti diphenhydramine dan meclizine Antispasmodik, seperti dicyclomine Obat anti-aritmia, seperti quinidine Obat penyakit Parkinson, salah satunya golongan antikolinergik berupa trihexyphenidyl ● Obat golongan MAO inhibitors, seperti isocarboxazid, linezolid, methylene blue, moclobemide, phenelzine, procarbazine, rasagiline, safinamide, selegiline, dan tranylcypromine ● Antidepresan golongan trisiklik, seperti amitriptyline Dosis tropicamide bisa jadi berbeda-beda pada setiap orang. Hal ini tergantung dari usia, jenis kelamin, tingkat keparahan penyakit, dan kebutuhan masing-masing orang. Tropicamide biasanya diberikan menjelang pemeriksaan mata saat di ruangan dokter. Dosis tropicamide untuk pemeriksaan mata (refraksi sikloplegik), pada orang dewasa diberikan 1 tetes menggunakan larutan 1%, kemudian diulang sekali setelah 5 menit. Sementara itu, untuk anak-anak: 1 tetes menggunakan larutan 0,5-1%, diulang sekali setelah 5 menit. Sama seperti obat pada umumnya, penggunaan tropicamide dapat menimbulkan efek samping. Akan tetapi, reaksinya bisa jadi berbeda-beda, tergantung dari dosis obat, usia, dan daya tahan tubuh masing-masing orang. Sejumlah efek samping tropicamide



19



yang mungkin terjadi antara lain mata terasa seperti tersengat, pandangan buram sementara,mulut kering,mata lebih sensitif terhadap cahaya, dan sakit kepala.



Dalam mencari obat yang digunakan untuk dilatasi pupil, maka obat yang dipakai harus bersifat: 1. Antagonis pada reseptor muskarinik → untuk mencegah kontraksi otot sfingter iris sehingga tidak terjadi konstriksi pupil. Jenis-jenis obat antagonis muskarinik pada otot sfingter berupa alkaloid atropine dan skopolamin, alkaloid semi sintesis, dan alkaloid sintesis. Mekanisme aksi atropine dan turunannya adalah bersaing dengan asetilkolin untuk menempatkan situs aktif reseptor muskarinik. Proses antagonisme yang terjadi adalah antagonisme kompetitif yang dapat diatasi dengan memperbesar konsentrasi asetilkolin. 2. Agonis pada reseptor adrenergik → sehingga otot radial pada iris terus berkontraksi sehingga terjadi dilatasi pupil. Agonis adrenergik sering disebut sebagai sympathomimetic agents. Obat yang digunakan pada dilatasi mata adalah fenilefrin yang bekerja dengan berikatan pada reseptor α 1 -adrenergic dan menghasilkan efek yang sama seperti norepinefrin berikatan dengan reseptor α 1 -adrenergic. Fenilefrin akan mengaktivasi kompleks reseptor protein G sehingga terjadi kontraksi otot radial. Adapun mekanisme fisiologi yang terjadi saat terjadinya midriasis (dilatasi mata) dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Saat terdapat sensor yang berupa cahaya gelap atau keadaan fight-or-flight condition, saraf- saraf sensoris akan membawa rangsangan menuju sistem saraf pusat. 2. Pada sistem saraf pusat, rangsangan tersebut akan diproses sehingga dihasilkan respon dari sistem saraf pusat. 3. Respon dari sistem saraf pusat dibawa oleh saraf simpatis preganglion menuju ganglion. Terjadi depolarisasi sel saraf preganglion sehingga sinyal elektrik dibawa menuju akson terminal. 4. Pada axon terminal saraf preganglion akan dikeluarkan neurotransmitter asetilkolin (Ach). 5. Neurotransmitter asetilkolin akan berikatan pada reseptor nikotinik yang terdapat pada saraf postganglion.: 6. Sinyal elektrik saraf ditransmisikan hingga mencapai axon terminal saraf postganglion. 7. Axon terminal saraf postganglion mengeluarkan neurotransmitter norepinefrin.



20



8. Agar efek mencapai sel-sel efektor, maka diperlukan reseptor yang tepat untuk neurotransmitter norepinefrin berikatan. 9. Neurotransmitter norepinefrin berikatan pada reseptor α 1 -adrenergic di otot radial iris. 10. Reseptor adrenergic yang merupakan anggota famili reseptor protein G akan mendisosiasikan subunit α dari kompleks α, β, dan γ. 11. Subunit α yang terdisosiasi dari protein G akan mengaktivasi enzim phospholipase C β (PLC) sehingga mampu memecah phosphatidylinositol 4,5-bis-phosphate menjadi diasil gliserol dan inositol 1,4,5-tris-phosphate (IP 3 ). 12. IP 3 akan berperan sebagai second messenger dan berikatan pada reseptor retikulum sarkoplasma dan retikulum endoplasma di sel otot radial. 13. Berikatannya IP 3 akan menstimulasi pengeluaran ion kalsium (Ca 2+ ) ke sitoplasma sel otot radial. 14. Ion kalsium (Ca 2+ ) akan membuat otot radial berkontraksi sehingga terjadi pelebaran pupil (midriasis). 3.2 Kontraksi Pupil (Miosis) Adanya Stimulasi parasimpatis menyebabkan kontraksi otot sirkular (melingkar) sehingga pupil konstriksi (menyempit). konstriksi pupil pada saraf parasimpatis diakibatkan oleh asetilkolin sebagai neurotransmitter dan reseptor muskarinik. Pada diameter pupil normal pada adaptasi gelap yaitu, 4,5-7 mm, sedangkan pada adaptasi terang yaitu, 2,5 - 6 mm. Pupil yang kecil disebut miosis dengan diameter kurang > 2 mm. Pupil yang lebar disebut midriasis dengan diameter 6 mm. Ukuran pupil ditentukan oleh umur, status emosi, tingkat ke!aspadaan, tingkat iluminasi retina, jarak melihat jauh atau dekat, dan besarnya usaha akomodasi. 4.



Jelaskan pengobatan untuk glaukoma, infeksi mata, inflamasi pada mata, macular degeneration! 4.1. Glaukoma Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai oleh peningkatan tekanan intraokular. Adanya peningkatan tekanan intraokular dalam mata ini diakibatkan oleh produksi cairan mata yang berlebihan atau penyumbatan saluran cairan tersebut dan gangguan suplai darah ke saraf optis. Glaukoma diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berikut : a. Glaukoma primer → glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya i. glaukoma primer sudut terbuka : bersifat kronis ii. glaukoma primer sudut tertutup : besrifat akut dan kronis b. Glaukoma sekunder → terjadi akibat penyakit mata lain, trauma, pembedahan, penggunaan kortikosteroid yang berlebihan. c. Glaukoma kongenital → glaukoma yang ada sejak lahir



21



Terdapat beberapa jenis obat yang dapat diberikan pada penyakit glaukoma di antaranya, obat cholinergic, α-adrenergic agonist, β-blocker, analog prostaglandin, carbonic anhydrase inhibitor (CAI),dan anticholinesterase agents. Obat golongan α and β adrenergic antagonists terbagi menjadi 2, yaitu: a. Selektif → untuk penderita yang memiliki gangguan pada paru-paru. Contoh : betaxolol. b. Non selektif → contohnya timolol maleate dan hemihydrate, levobunolol, metipranolol, dan carteolol. Umumnya, pengobatan glaucoma menggunakan reseptor α2 dan β1. Berikut ini mekanisme kerja obat golongan α and β adrenergic :



Salah satu contoh obat yang digunakan untuk pengobatan glaukoma adalah brimoidin yang menggunakan α2 adrenoceptors . Reseptor ini berada di pembuluh darah, dan ketika dilakukan aktivasi akan mengarah ke vasokonstriksi. Efek dapat diamati ketika agonis α2 diberikan secara lokal, dengan injeksi intravena cepat atau dalam dosis oral yang sangat tinggi. Ketika diberikan secara sistemik, efek vaskular ini dikaburkan oleh efek sentral reseptor α2, yang menyebabkan penghambatan tonus simpatis dan tekanan darah. Oleh karena itu, α 2 agonis digunakan sebagai simpatolitik dalam pengobatan hipertensi



Obat oral yang diberikan kepada penderita glaukoma terdiri atas golongan CAI dan hiperosmotik. Obat golongan CAI contohnya adalah acetazolamide.Obat ini biasa digunakan untuk pasien glaukoma akut.Obat ini diberikan jika pasien tidak dapat menjalani operasi.Contoh obat golongan hiperosmotik adalah gliserol. Obat ini akan menarik cairan dari aqueous humor ke pembuluh darah.



22



Pengobatan glaukoma juga dapat dilakukan dengan cara laser dan operasi.Cara laser yang digunakan diantaranya adalah trabekuloplasti, Iridotomi, laser mikropulse transkleral siklofotokoagulasi. a. Laser trabekuloplasti dilakukan pada penderita glaukoma sudut terbuka. b. Laser iridotomi dilakukan pada penderita glaukoma sudut tertutup. Pengobatan secara operasi dapat dilakukan secara trabekulektomi dan pemasangan alat drainase glaucoma. Pemasangan alat drainase implant yang dilakukan berupa pipa yang berfungsi untuk membantu mengalirkan cairan ekstraseluler. 4.2.



Infeksi mata Infeksi mata adalah invasi dan pertumbuhan mikroba di jaringan mata. Terdapat beberapa tipe dari infeksi di antaranya : a. Konjungtivitis → infeksi pada konjungtiva yang menyebabkan mata berwarna merah pink karena disebabkan oleh virus, bakteri, dan alergi. b. Uveitis → infeksi pada layer tengah mata (uvea) c. Blepharitis → infeksi pada kelopak mata sehingga terjadi pembengkakan dan inflamasi d. Retinitis → kerusakan pada retina akibat infeksi e. Keratitis → infeksi pada kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit dalam air. f. Stye → benjolan dibawah kelopak mata atau di ujung dekat bulu mata yang disebabkan oleh infeksi pada kelenjar minyak oleh bakteri Gejala infeksi mata ● Yang dirasakan penderita → sakit, gatal,panas,iritasi dan berair matanya,penderita mengalami penglihatan yang buram dan rasanya seperti ada benda asing yang mengganjal di mata ● Yang tampak pada mata penderita → Mata merah,Kelopak mata bengkak dan merah, dan ada benjolan bawah mata atau di dekat bulu mata Pengobatan Infeksi Mata Pasien yang menderita infeksi mata dapat diobati dengan berbagai bentuk obat tergantung kebutuhan. Infeksi pada permukaan mata (blepharitis & konjungtivitis) dapat diobati dengan tetes mata topikal antimikroba atau ointments dan tetes mata. Beberapa infeksi ​ocular adnexa ​(organ yang berikatan dengan mata, seperti otot sekitar mata/​extraocular muscles)​ yakni hordeolum dan preseptal selulitis diobati secara oral dengan antimikroba.



23



Pengobatan untuk infeksi mikroba menggunakan anti-infective drugs atau obat anti infeksi. Obat anti-infeksi adalah obat obat anti infeksi yang terbagi menjadi kategori berdasarkan penyebab infeksi yakni antiviral, anti-bakterial, anti-fungial, dan anti-protozoa. Pemilihan anti-infeksi berdasarkan gejala dan hasil uji labolatorium mikroba penyebab infeksi. Pada bakteri dapat melakukan uji serologi dan kultur bakteri. Pada virus dapat dilakukan dengan pengecekan darah dan tes khusus lainnya. Pada jamur dalam dilakukan KOH test dan melihat morfologi dari jamur yang tampak. Obat anti-infeksi memiliki ​spectrum of activity yang menunjukkan besaran kemampuan obat untuk aktif melawan berbagai jenis kuman. ​Broad spectrum berarti mampu aktif melawan variasi mikroba yang luas, sedangkan ​narrow spectrum berarti hanya mampu aktif melawan beberapa variasi mikroba saja. Selain itu, kemampuan penting yang harus dimiliki obat anti-infeksi adalah selective toxicity yng berarti sifat toksik kepada mikroorganisme (dapat membunuh mikroorganisme) tetapi hanya memberikan efek minum atau tidak ada efek sama sekali kepada pasien 4.3.



Inflamasi pada mata inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel. Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia, dan pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar dapat mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk, membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Corwin, 2008). Respon anti inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal ialah: 1. Kemerahan (rubor) Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengalirkan darah ke daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera (Corwin, 2008). 2. Rasa panas (kalor) Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita lihat dan rasakan (Wilmana, 2007). 3. Rasa sakit (dolor) Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal: (1) adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri, (2) adanya pengeluaran zat – zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf – 24



saraf perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri (Wilmana, 2007). 4. Pembengkakan (tumor) Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah ke ruang interstitium (Corwin, 2008). 5. Fungsiolaesa Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi dan sekitarnya akibat proses inflamasi. (Wilmana, 2007). Beberapa penyakit umum yang disebabkan oleh inflamasi mata antara lain: 1. Conjunctivitis Proses inflamasi pada konjungtiva dengan penyebab umum yaitu virus, alergi, pemakaian lensa kontak, dan iritan. 2. Keratitis Proses inflamasi pada kornea (baik di tingkat epitel, subepitel, stroma, ataupun endothelium) dengan penyebab umum yaitu bakteri, virus, dan jamur. 3. Endophthalmitis Proses inflamasi mata yang berpotensi parah dan melibatkan jaringan intraocular dengan penyebab umum yaitu bakteri atau jamur. iii.ii Cara Kerja Obat Inflamasi mata seringkali disebabkan oleh adanya infeksi mata. Namun, tidak seluruh kasus infeksi mata akan menyebabkan inflamasi mata. Oleh karena itu, pengobatan inflamasi mata biasanya sama dengan pengobatan infeksi mata, tergantung dengan penyebab spesifik dari infeksi mata yaitu virus, jamur, bakteri, ataupu lainnya. Pengobatan inflamasi mata dapat dilihat secara lengkap pada bagian pengobatan infeksi mata. Pada umumnya, pengobatan inflamasi mata berupa: 1. Antibacterial agent 2. Antiviral agent Indikasi utama penggunaan obat antivirus dalam ophthalmologi adalah untuk penyakit viral keratitis, herpes zoster ophthalmicus, dan retinitis. 3. ​Antifungal agent Indikasi penggunaan obat antijamur dalam ophthalmologi adalah untuk penyakit fungal keratitis, skleritis, endophthalmitis, mucormycosis, dan canaliculitis. 4.4.



Macular degeneration Macular degeneration adalah penyakit yang menyerang bagian retina mata, lebih tepatnya pada bagian ​macula ​lutea.​ Makula itu sendiri adalah suatu area yang terdapat pada retina mata yang di tengahnya terdapat fovea (bintik kuning). Fungsi utama makula adalah untuk memberikan



25



penglihatan pusat yang jelas dan tajam sehingga kerusakan pada bagian ini akan menurunkan atau menghilangkan kemampuan penglihatan pusat seseorang. Patofisiologi



Macular degeneration umumnya lebih dikenal dengan istilah age-related macular degeneration ​(AMD) karena penyakit ini banyak menyerang individu lansia (umur > 60). Gejala yang ditimbulkan adalah penglihatan pusat menjadi buram, hitam, atau terjadi distorsi. AMD hanya menyerang bagian makula mata yang fungsinya adalah untuk memberikan penglihatan pusat yang tajam dan jelas sehingga penglihatan periferal tetap tidak terganggu dan tidak menyebabkan kebutaan total. Penyebab utama dari AMD adalah adanya ​photooxidative stress.​ Cahaya yang diterima oleh mata akan menyebabkan ​solar radiation-induced retinal damage melalui mekanisme fotokimia. Energi foton berlebih yang tidak diserap oleh elemen retinal akan memproduksi kaskade radikal bebas. Radikal bebas ini akan merusak asam lemak tidak jenuh bebas yang ada di membran fotoreseptor mata dan tidak akan didigesti oleh RPE. Asam lemak ini akan terakumulasi dalam bentuk lipofuscin yang dapat mengganggu metabolisme normal pada RPE dan akhirnya menyebabkan terjadinya deposit pada bagian basal lamina. AMD dapat dikategorikan menjadi dua tipe, yakni sebagai berikut : 1 . Atrophic AMD (​ ​Dry AMD​) Atrophic AMD atau yang biasa disebut ​dry AMD adalah AMD yang lebih sering terjadi, yakni sekitar 85% dari seluruh kasus penyakit AMD. Pada ​dry AMD,​ terjadi penipisan pada makula, atrofi pada barrier RPE, lapisan luar retina, dan koriokapiler. ​Dry AMD ini ditandai dengan adanya drusen, yaitu deposit protein yang terdapat pada bagian membran Bruch dan menyebabkan penebalan pada membran Bruch, serta adanya deposit pada basal lamina (BlamD) dan basal linear (BlinD).



26



Gambar Histopatologi RPE dan membran Bruch pada ​dry AMD​. 2. Neovascular AMD (​ ​Wet AMD​) Neovascular AMD atau ​wet AMD adalah jenis AMD yang jarang terjadi, namun lebih serius dan berbahaya daripada ​dry AMD​. ​Wet AMD terjadi sekitar 15% dari seluruh kasus AMD. ​Wet AMD ditandai dengan pembentukan pembuluh darah baru yang abnormal dari bagian koroid yang dapat menembus membran Bruch. Peristiwa ini disebut dengan ​choroid neovascularization ​(CNV) dan proses pembentukannya disebut dengan angiogenesis.



Gambar Proses CNV. Proses pembentukan pembuluh darah yang baru ini distimulasi oleh adanya ​vascular endothelial growth factor ​(VEGF). Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, proses angiogenesis ini dapat didahului oleh adanya drusen. Pembuluh darah yang baru ini akan menembus membran 27



Bruch dan merusak lapisan RPE. Komponen yang terdapat di dalam pembuluh darah baru ini dapat berdifusi keluar dan dapat merusak metabolisme lingkungan sekitarnya sehingga menyebabkan distorsi pada penglihatan. Proses ini dapat membentuk bekas luka ​(disciform scar) yang menyebabkan penglihatan pusat hilang secara permanen Pengobatan Macular Degeneration dan Cara Kerja Obat Macular degeneration merupakan penyakit yang progresif sehingga gejala klinis yang dapat dirasakan pasien baru dapat dirasakan pada tahap intermediet (kategori 3). Pada kategori 1 dan 2, gejala hilangnya penglihatan pusat belum muncul pada pasien sehingga obat untuk ​dry AMD masih belum dikembangkan. Obat AMD yang sudah ada di pasaran umumnya merupakan obat untuk ​wet AMD,​ yakni umumnya merupakan obat antiangiogenik yang dapat menghambat proses angiogenesis. Beberapa cara pengobatan AMD adalah sebagai berikut. 1.



Terapi fotodinamik (PDT) Prinsip dari PDT adalah menginjeksikan zat warna fotosensitif yang akan bersirkulasi pada pembuluh darah abnormal (CNV) dan diaktifkan oleh laser sehingga terjadi destruksi selektif terhadap pembuluh darah abnormal. Zat warna yang biasa digunakan adalah ​verteporfin​. Energi dari laser akan mengaktifkan zat warna dan menstimulasi pembentukan radikal bebas pada pembuluh darah abnormal sehingga menyebabkan kerusakan fotooksidatif pada jaringan pembuluh darah abnormal.



Gambar Prinsip terapi fotodinamik. 2.



Antiangiogenik Obat anti-VEGF adalah obat yang menghambat sekresi VEGF sehingga menekan proses angiogenesis. Beberapa obatnya adalah pegaptanib, bevacizumab, ranibizumab, bevasiranib, vatalanib, dan sirna-027. Pada intinya, semua obat ini memiliki tujuan untuk menghentikan angiogenesis, hanya saja cara kerja dari obat-obat ini berbeda. Umumnya, obat-obat antiangiogenik diberikan secara intravitreal.



28



Gambar Prinsip kerja obat antiangiogenik. Beberapa efek samping yang ditimbulkan oleh obat-obat antiangiogenik atau anti-VEGF ini adalah sebagai berikut. 1. Endophthalmitis 2. Inflamasi intraocular 3. Rhegmatogenous retinal detachment (RRD) 4. Peningkatan tekanan intraocular (IOP) 5. Jelaskan ROTD (reaksi obat yang tidak diinginkan) terapi obat sistemik untuk mata dan lensa mata yang digunakan! 5.1 Pengertian Umum Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan dapat diartikan sebagai reaksi yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan serta menimbulkan bahaya dari obat yang diberikan dalam dosis standar melalui rute yang tepat dengan tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi. Reaksi yang ditimbulkan dapat berupa kontraindikasi atau juga dapat berupa efek samping obat (adverse drug reactions). Reaksi yang terjadi ini dapat timbul karena faktor tenaga kesehatan, kondisi pasien, atau obat. 5.2 Kategori & Mekanisme ROTD ADR dapat dibagi menjadi 2 macam kategori besar, yakni : 1. Tipe A terjadi karena aksi farmakologis obat, seperti: ● ● ● ●



toksisitas obat efek samping efek sekunder interaksi obat.



29



2. Tipe B tidak terjadi karena farmakologis obat, seperti: ● intoleransi obat (efek tidak diinginkan yang ditimbulkan pada pemberian dosis terapi atau subterapi) ● reaksi idiosinkrasi (reaksi tidak spesifik yang tidak dapat dijelaskan oleh reaksi farmakologis obat ● alergi atau hipersensitivitas (reaksi yang sesuai dengan imunologi). Reaksi hipersensitivitas biasanya dibagi dalam empat tipe berdasarkan mekanisme utama yang terkait dengan jejas ○ Reaksi berdasarkan reaksi antibodi (diperantarai IgG dan IgM) Kelainan hipersensitivitas berdasarkan reaksi antibodi (tipe II) disebabkan oleh antibodi yang mengikat antigen pada jaringan atau permukaan sel, membantu fagositosis dan kerusakan sel yang terlapisi antibodi atau memicu inflamasi patologis di dalam jaringan. Gejala yang dapat ditimbulkan berupa anemia, kurang sel darah putih dan kekurangan trombosit. Durasi waktu bervariasi ○ Reaksi hipersensitivitas tipe cepat (diperantarai IgE) Hipersensitivitas segera (tipe I); sering disebut alergi, akibat dari aktivasi subset TH2 dari sel T penolong CD4+ oleh antigen lingkungan, yang menyebabkan produksi antibodi IgE, yang akan berikatan di permukaan sel mast. Apabila molekul IgE tersebut mengikat antigen (alergen) maka sel mast akan dipicu untuk melepaskan mediator yang sementara mempengaruhi permeabilitas vaskular dan menyebabkan kontraksi otot polos pada berbagai organ, juga memperpanjang inflamasi (reaksi fase lambat). Penyakit ini biasanya disebut alergi atau penyakit atopik. ○ Reaksi berdasarkan reaksi sel T (diperantarai limfosit T) Kelainan hipersensitivitas berdasarkan reaksi sel T (tipe IV)disebabkan terutama oleh reaksi imun dari limfosit T subset TH1 dan TH17 yang memproduksi sitokin yang menginduksi inflamasi dan aktivasi neutrofil serta makrofag, yang menimbulkan jejas jaringan. CTL CD8+ juga berperan dalam jejas karena membunuh langsung sel tuan rumah. Timbul 2-7 hari setelah obat dipaparkan ○ Reaksi berdasarkan reaksi kompleks imun Kelainan hipersensitivitas berdasarkan kompleks imun (tipe III) disebabkan oleh antibodi yang bergabung dengan antigen membentuk kompleks imun yang beredar dan mengendap di dalam jaringan vaskular dan merangsang inflamasi, biasanya akibat akti vast komplemen. Jejas 30



jaringan pada penyakit ini adalah akibat inflamasi.Gejala yang ditimbulkan berupa serum sickness, demam, ruam, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening, urtikaria, glomerulonefritis, dan vaskulitis. Timbul 1-3 minggu setelah obat dipaparkan.



5.3 Contoh Obat 5.3.1 Antibakteri A. Amiodaron ● Indikasi : digunakan untuk mengatasi aritmia serius (gangguan irama jantung) seperti takikardi ventrikel dan persisten fibrilasi ventrikel. Fungsi obat ini akan mengembalikan irama jantung agar kembali normal serta mempertahankan detak jantung yang stabil. ​Obat amiodarone juga sering dikenal sebagai obat antiaritmia. ● Efek samping : Penglihatan kabur, nyeri di belakang mata, sakit kepala, keratopathy, kebutaan



B. Timolol ● Informasi : timolol dapat memasuki sirkulasi sistemik tanpa melalui first-pass metabolism melalui duktus nasolakrimalis, sehingga meningkatkan risiko efek samping sistemik. Selain itu, timolol juga dapat mencapai sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah konjungtiva atau saluran cerna. ● Efek samping : gejala iritasi okular (​konjungtivitis​, ​blefaritis​, ​keratitis​, nyeri okular​, ​sensasi benda asing, mata gatal dan berair, ​dry eyes, penurunan sensitivitas kornea), edema makular sistoid​, g ​ angguan refraksi​, diplopia ● Interaksi obat : Timolol berinteraksi dengan berbagai obat, termasuk antagonis kalsium dan digitalis



31



C. Cyclosporine dan Tacrolimus ● Indikasi : digunakan pagi pasien yang mengalami transplantasi organ ● Interaksi : sebagai obat imunosupresif yang diberikan setelah dilakukan transplantasi organ dengan mengurangi aktivitas sistem imun pasien. ● Efek samping : posterior reversible encephalopathy syndrome (PRES) menyebabkan hilangnya penglihatan bilateral, mata kerung serta uveitis



D. Bisphophonates ● Indikasi : mengobati gangguan tulang oleh peningkatan resorpsi tulang seperti penyakit paget, osteoporosis, hiperkalsemia kanker, multiple myeloma dan metastasis tulang ● Efek samping: uveitis, konjungtivitis, episkleritis, keratitis, skeritis



E. Chloroquine dan Hydroxychloroquine ● Indikasi : obat malaria untuk mengobati eritematosus lupus sistemik dan atritis reumatoid ● Efek samping : menyebabkan rusaknya lapisan saraf mata retina jika dosis berlebihan. Menyebabkan kerusakan pada batang makula dan sel kerucut. ● Gejala : penurunan tajam penglihatan atau muncul bintik bercak hitam pada area penglihatan



F. Deferoxamine ● Agen chelating yang dapat melepas unsur besi berlebih dalam tubuh. Ferric pada besi diikat dan diubah menjadi ferri oxamine dan akan mudah diekskresikan melalui urin ● Indikasi : digunakan bila terdapat kelebihan kandungan zat besi dalam tubuh pada pasien transfusi darah akibat anemia, digunakan bagi pasien hemodialisis yang mengalami keracunan aluminium ● Interaksi : Penggunaan obat deferoxamine bersamaan dengan Phenothiazine menimbulkan gangguan kesadaran sementara. Penggunaan Obat deferoxamine bersamaan dengan vitamin C dapat menimbulkan peningkatan kelasi besi. Pemberian ini terkait kurangnya kadar vitamin C akibat peningkatan zat besi ● Efek samping : gangguan mata seperti katarak, neuritis dan skotoma.



G. Gatifloxacin ● Indikasi : infeksi okular eksternal seperti konjungtivitis dan keratitis bakterialis ● Kontraindikasi : hipersensitivitas 32



● Interaksi : ​penggunaan bersamaan teofilin dapat meningkatkan kadar teofilin dalam plasma, meningkatkan efek antikoagulan warfarin dan derivatnya, meningkatkan kadar serum kreatinin pada pasien pengguna siklosporin secara sistemik, gangguan metabolisme kafein. ● Efek samping : iritasi konjungtiva, peningkatan lakrimasi, keratitis dan konjungtivitis papilari, kemosis, perdarahan konjungtiva, mata kering, iritasi mata, nyeri mata, garis mata membengkak, pusing, mata merah, kemampuan penglihatan berkurang dan gangguan mengecap



H. Gentamisin ● Indikasi : sebagai terapi tambahan pada peningkatan tekanan intraokular pada pasien dengan hipertensi okular atau glaukoma sudut lebar. ● Interaksi : tidak direkomendasikan digunakan bersamaan dengan obat golongan penghambat karbonik anhidrase oral. ● Kontraindikasi : hipersensitif terhadap komponen obat ● Efek samping : pandangan kabur, dispepsia, kelelahan mata, keratokonjungtivitis, rasa yang tidak biasa seperti pahit, kecut; lebih jarang terjadi: blefaritis, dermatitis, mata kering, sensasi tubuh yang asing, sakit kepala, hiperemia, okular discharge, ketidaknyamanan okular, keratitis okular, nyeri okular, pruritus akular, dan rinitis; pada kasus yang lebih jarang terjadi: reaksi alergi, alopesia, nyeri dada, konjungtivitis, diare, diplopia, mengantuk, mulut kering, dispnea, keratopati, nyeri ginjal, mual, faringitis, mata berair, dan gatal-gatal.



I. Betaksolol, Levobunolol, Metilpranolol, dan Timolol (beta blocker) ● Obat topikal beta bloker yang digunakan pada mata efektif mengurangi tekanan intraokuler terutama pada glaukoma sudut terbuka, bisa jadi dengan mengurangi laju produksi cairan bola mata. ● Interaksi : Karena penyerapan sistemik dapat terjadi setelah penggunaan topikal, sebab distribusi obat mata dengan rute pemberian topikal bisa bekerja secara sistemik dengan memanfaatkan absorbsi mukosa hidung dan distribusi lokal okular dengan absorbsi transcorneal/transconjunctival. Mengikuti absorbsi transcorneal, aqueous humor akan mengakumulasi obat yang kemudian akan didistribusikan ke struktur okular yang berpotensi untuk obat bekerja secara sistemik yaitu via trabecular meshwork pathway. ● Kontraindikasi: Penyerapan sistemik terjadi setelah penggunaan topikal, oleh karena itu tetes mata yang mengandung beta-bloker dikontraindikasikan pada pasien dengan bradikardia, ​heart block​, atau gagal jantung. ● Efek samping lokal: mata kering sementara dan blefarokonjungtivitis alergis.



33



J. Tamofixen (antiestrogen) ● Indikasi : mengobati kanker ● Efek samping : penglihatan buram taraf ringan



K. Etambutanol (Obat TBC) ● Indikasi : mengobati tuberkulosis ● Efek samping :toksisitas okular yang dimanifestasikan oleh neuritis optik atau retrobulbar, penglihatan buram tanpa nyeri serta gangguan penglihatan warna



L. Vigabatrin ● Indikasi : mengobati kejang atau sebagai anti kejang bagi penderita epilepsi ● Efek samping : mengganggu batang saraf mata, gangguan lapang pandang



34



REFERENSI



Anonim. Universitas Sumatera Utara. Retrieved from : http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/65962/Chapter%20II.pdf?seque nce=4&isAllowed=y Del Amo, E., dkk. (2017). ​Pharmacokinetic Aspects of Retinal Drug Delivery​. Retrieved from ​https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1350946216300635 Fernandez, Ruben Varela. et.al. (2020). ​Drug Delivery to the Posterior Segment of the Eye: Biopharmaceutic and Pharmacokinetic Considerations. Journal of Pharmaceutics.​ Diakses pada tanggal 3 Desember 2020 dari ​http://www.mdpi.com/ Forrester, J., Dick, A., McMenamin, P., Roberts, F., & Pearlman, E. (2016). The eye. Edinburgh: Elsevier. Jusman, S.W.A. Biochemistry of Eye Tissue. FMUI: Department of Biochemistry & Molecular Biology. Retrieved from: http://staff.ui.ac.id/system/files/users/sri.widia/material/biochemistryofthe eye.pdf Khurana, A. K., & Khurana, B. (2015). Comprehensive Ophthalmology: With Supplementary Book-Review of Ophthalmology. JP Medical Ltd. Rodriguez, Andrea L, et al. (2018). Review of Intraocular Pharmacokinetics of Anti-Infectives Commonly Used in the Treatment of Infectious Endophthalmitis. Pharmaceutics 10,66.​ Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7151081/ Safitri, Adelia Marista. (2020). ​Tropicamide: Manfaat, Dosis, & Efek Samping​. Retrieved from : ​https://www.honestdocs.id/tropicamide Tortora, G. J., & Derrickson, B. H. (2014). Principles of anatomy and physiology 14th ed.. John Wiley & Sons.



35