Feminisme Dan Post Modernisme [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNIVERSITAS BRAWIJAYA



Fakultas Ilmu Sosial



Hubungan Internasional Rigo Rakanaya/0811243050 7/9/2009



[Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents of the document. Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents of the document.]



Feminisme Asumsi dari feminism adalah kaum perempuan mengalami diskriminasi dan usaha untuk menghentikan diskriminasi tersebut, feminism memproklamirkan sebagai konsep pergerakan yang memperjuangkan emansipasi dan kesejahteraan kaum perempuan, feminism pertama kali direaksikan oleh Charles fourier pada tahun 1837. kelahiran gerakan feminism bersamaan dengan kelahiran pencerahan di eropa yang dipelopori oleh lady mary wortley montague dan marquis de Condorcet menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapat perhatian dari perempuan kulit putih dimana mereka memperjuangkan apa yang mereka sebut universal sisterhood. Pergerakan feminism cukup dipandang di amerika yang diawalai dengan keluarnya buku yang berjudul the Feminine Mystique yang dikarang oleh betty friedan (1963), selanjutnya betty membentuk sebuah organisasi yang disebut national organization for woman , organisasi ini memunculkan pergerakan yang berarti di America yang mendorong terbentuknya undangundang Equal Pay Right (1963) dan Equal Right Act (1964). Dalam evolusinya, feminisme mengalami perkembangan dengan memunculkan beberapa aliran, yaitu feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme post-modern, feminisme anarkhis, feminisme marxis, feminisme sosialis serta feminisme post-kolonial.  Feminism liberal adalah pandangan untuk menempatkan perempuan







 







yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan public. Tokoh aliran ini salah satunya adalah Naomi Wolf dia mangamukakan konsepnya yaitu ‘feminisme kekuatan’ yang merupakan solusi akhir bagi perempuan agar mengejar kekuatan agar mampu menuntut persamaan hak yang terbebas dari hegemoni laki-laki. Feminism radikal adalah aliran yang muncul akibat reaksi dari budaya seksisme, terutama melawan kekerasan seksual Aliran ini bertumpu pada paradigma bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem budaya patriarkhi, dengan tubuh perempuan sebagi orientasi utama penindasan, Feminisme radikal fokus pada materi tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. Feminism post-modern berlandsakan pada paham post-modernisme dengan ide dasar yakni absolute dan anti otoritas Feminism anarkisme adalah bersifat sebagai suatu faham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriarkhi terlalu mendominasi sistem. Lelaki adalah sumber permasalahan yang harus dihancurkan. Feminism marxis adalah faham yang berasumsikan bahwa problematika perempuan berasal dari hegemoni kapitalisme, penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi, Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini, friedrich berpendapat bahwa ‘status perempuan jatuh karena



adanya konsep private property’ yang mana laki-laki mendominasi hubungan sosial burtujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan pertukaran, sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property yang mana semua sistem yang berorientasi pada keuntungannya mnegakibatkan terbentuknya kelaskelas dalam masyarakat. Yang pada akhirnya pengahancuran terhadap sistem kapitalis akan melahirkan struktur masyarakat tanpa penindasan perempuan.



 Feminism sosialis adalah faham yang muncul sebagai kritik terhadap



feminism marxis, feminism sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan, mereka juga sefaham dengan feminism maxis yang mengungkapkan bahwa kapitalis merupakan sumber penindasan, Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkhilah sumber penindasan itu.  Feminism post-kolonial ialah pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat yang mana nantinya perempuan dunia ketiga banyak menanggung beban penindasan lebih berat kaerna selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama



Post modernism Pemikiran Michel Foucault (1926-1984) Michel Foucault merupakan salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam gerakan Postmodernisme, yang menyumbangkan perkembangan teori kritik terhadap teori pembangunan dan modernisasi dari perspektif yang sangat berbeda dengan teori-teori kritik lainnya (Mansour Fakih, 2002). Pemikiran Foucault yang utama adalah penggunaan analisis diskursus untuk memahami kekuasaan yang tersembunyi di balik pengetahuan. Analisisnya terhadap kekuasaan dan pengetahuan memberikan pemahaman bahwa peran pengetahuan pembangunan telah mampu melanggengkan dominasi terhadap kaum marjinal. Pada tahun 1980 foucault diindentikkan dengan gerakan postmodernisme hal ini yang mana ketika ia membuat sebuah karya dalam buku ciptannya diantaranya The Order of Things, The Archeology of Knowledge, Dicipline and Punish, Lange, Counter Memory, Practise, The History of Sexuality dan Power Knowledge. Kemudian Foucault melihat ada problematika dalam bentuk modern pengetahuan, rasionalitas, institusi sosial, dan subyektivitas. Semua itu, menurutnya terkesan given and natural, tetapi dalam faktanya semua itu adalah “serombongan konstruk sosiokultural tentang kekuasaan dan dominasi”. Dia juga berpendapat bahwa untuk menanggulangi eksploitasi dan juga dominasi serta subjection menurutnya adalah mempelajari upaya untuk membangkitkan kembali local centres dari power knowledge, pola transformasinya, dan upaya untuk masukkan ke dalam strategi dan akhirnya menjadikan pengetahuan mampu



mensupport kekuasaan. Menurut pemikirannya, bahwa setiap strategi yang mengabaikan berbagai bentuk power tersebut maka akan terjadi kegagalan. Yang perlu mendapatkan perhatian adalah analisis power tertentu (antar individu, kelompok, kegiatan dan lain-lain) dalam rangka mengembangkan knowledge strategies dan membawa skema baru politisi, intelektual, buruh dan kelompok tertindas lainnya, dimana power tersebut akan digugat. Dalam artikelnya tentang relevansi karya Foucault bagi kajian Dunia Ketiga, Escobar (dalam Muhadi Sugiono, 1999) mencatat bahwa sekurangkurangnya ada tiga strategi utama lewat mana doktrin dan teori pembangunan dianggap berfungsi sebagai mekanisme kontrol dan disiplin, yaitu normalisasi mekanisme.



1. Strategi pertama disebut “inkorporasi progresif problem”, yaitu teori-



teori dan doktrin-doktrin pembangunan memuat berbagai problem yang harus mereka sembuhkan, artinya munculnya teori dan doktrin tersebut didahului dengan penciptaan problem pembangunan, yaitu “abnormalisasi”, dan mereka selipkan dalam domain pembangunan, sehingga memberikan justifikasi bagi para penentu kebijakan dan ilmuwan Negara Barat untuk melibatkan dan mencampuri urusan domestik negara Dunia Ketiga. 2. Strategi kedua disebut “profesionalisasi pembangunan”, yaitu problem pembangunan atau abnormalisasi setelah dimasukkan ke dalam domain pembangunan, maka menjadi masalah teknis dan terlepas dari persoalan politis, sehingga dianggap lebih bebas nilai dan merupakan bahan penelitian ilmiah. 3. Strategi ketiga disebut “institusionalisasi pembangunan”, yaitu doktrin-doktrin dan teori-teori pembangunan diberlakukan untuk berbagai level organisasi atau institusi, baik lokal, nasional maupun internasional, dan kesemua itu merupakan jaringan dimana hubungan baru kekuasaan pegetahuan telah terjalin dengan rapi dan sangat kuat. Tiga tesis utama Foucault tentang kekuasaan(Bertens, 1985: 487-490): 1. Kekuasaan bukan milik tetapi strategi, 2. Kekuasaan tidak dapat dilokalisir tetapi menyebar keman-mana, 3. Kekuasaan tidak selalu bekerja melalui penindasan dan represi, tetapi terutama melalui normalisasi dan regulasi. 4. Kekuasaan tidak bersifat destruktif melainkan reproduktif. Jacques Derrida (1930) Derrida adalah penafsir Posmodernism yang terpenting tentang Nietzsche. Derrida melontarkan kritik terhadap kaum “realis” terhadap bahasa. Kaum realis berpendapat bahwa kalimat-kalimat kita mencerminkan realitas dunia yang sebenarnya, tanpa hubungan dengan segala tindakan manusia. Derrida menolak bahwa bahasa mempunyai arti tetap yang selaras dengan realitas sebenarnya, atau bahasa menyingkapkan realitas yang pasti. Ia ingin menarik jauh dari konsepmodern ini, dan bahwa kita menuju



kemungkinan”hermeneutika” terhadap teks-teks tertulis. Kebenaran bukan pembacaan kita terhadap suatu teks melainkan umpan balik dengan pembacaan dan keadaan realitas kita, sehingga kebenaran itu bersifat relatif. Permainan bahasa oleh Derrida dinilai sangat membahayakan manusia, dimana jebakan-jebakan bahasa ini akan mengkaburkan manusia atas realitas. Kebenaran dapat diperoleh hanya dengan permainan bahasa saja. Perubahan dari “Difference”menjadi “difference” mempunyai kegunaan lain.penggantian huruf e oleh huruf a tidak terlalu tampak ketika diucapkan. Dengan menggunakan difference, Derrida hendak mengkritik tradisi barat yang mengatakan tulisan hanya menggambarkan ucapan manusia karena ucapan manusia lebih utama dan lebih langsung sifatnya. Dengan sifat mainmain ia hendak mengkritik teori arti kata yang bergerak dari pikiran ke ucapan lalu ke tulisan. Derrida bukan seorang pembuat mitos baru, ia tidak berusaha menyusun suatu yang baru berdasarkan yang lama. Tujuannya bersifat destruktif (menghancurkan), menghancurkan tradisi logosentrisme barat. Derrida hendak melucuti cita-cita modern yang memandang filsafat sebagai ilmu murni, sebagai suatu penelitian obyektif, yang juga penolakan terhadap Hermeneutika, yang menggunakan konsep Dekonstruksi. Friedrich Wlhelm Nietzsche (18844-1900) epistimologinya diawali dengan asumsi dasar bahwasanya kita harus menggunakan skeptisme radikal terhadap kemampuan akal, tidak ada yang dapat dipercayai dari akal sehingga beliau berpendapat bahwasanya terlalu naif jika akal mampu memperoleh kebenaran. Epistimologi nietsche ditengah zaman modern yang ditandai dengan dominasi akal ini tampak aneh dan sulit untuk diterima oleh beliau.