8 0 360 KB
HASIL PENGUKURAN BUDAYA KESELAMATAN RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurangnya keamanan dan sistem yang baik merupakan masalah yang dihadapi oleh penyedia pelayanan kesehatan untuk menyeberangi jurang dari perawatan yang bisa diberikan saat ini untuk mencapai perawatan yang seharusnya diberikan (IOM, 2000). Keselamatan Pasien/KP (Patient Safety) merupakan issue Global dan Nasional bagi rumah sakit dan merupakan komponen penting dari mutu pelayanan kesehatan, serta merupakan prinsip dasar dalam pelayanan pasien dan komponen kritis dalam manajemen mutu (WHO, 2004). Perhatian dan Fokus terhadap Keselamatan Pasien ini didorong oleh masih tingginya angka kejadian Tak Diinginkan (KTD) atau Adverse Event (AE) di rumah sakit baik secara global maupun nasional. KTD yang terjadi di berbagai negara dipekirakan sekitar 4.0 – 16.6 % (Vincent 2005 dalam Raleigh, 2009) dan hampir 50 % diantaranya adalah kejadian yang dapat dicegah (Cahyono, 2008, Yahya, 2011). Adanya KTD tersebut selain berdampak pada peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit ke area blamming, menimbulkan konflik antara dokter/petugas kesehatan lain danpasien, dan tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum yang dapat merugikan bagi rumah sakit (Depkes RI, 2006). Data KTD di Indonesia masih sangat sulit diperoleh secara lengkap dan akurat, tetapi dapat diasumsikan tidaklah kecil (KKP-RS, 2006). Sebagai upaya memecahkan masalah tersebut dan mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih aman diperlukan suatu perubahan budaya dalam pelayanan kesehatan dari budaya yang menyalahkan individu menjadi suatu budaya di mana insiden dipandang sebagai kesempatan untuk memperbaiki sistem (IOM, 2000). Sistem pelaporan yang mengutamakan pembelanjaran dari kesalahan dan perbaikkan sistem pelayanan merupakan dasar budaya keselamatan (Reason, 1997).
Meningkatnya
kesadaran
pelayanan
kesehatan
mengenai
pentingnya mewujudkan budaya keselamatan pasien menyebabkan meningkatnya pula kebutuhan untuk mengukur budayakeselamatan.
1
Perubahan budaya keselamatan dapat dipergunakan sebagai bukti keberhasilan implementasi program keselamatan pasien. Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Ambarawa
sudah
memulai
menerapkan budaya keselamatan, akan tetapi data yang pasti tentang budaya keselamatan masih belum dapat tergambarkan. Dalam rangka menilai keberhasilan penerapan budaya keselamatan maka perlu dilakukan
survey
tentang
budaya
keselamatan
pasien
di
RSUD
Ambarawa, ini dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan program kerja keselamatan pasien Rumah Sakit. Jumlah hasil pelaporan insiden yang tidak terlalu menggembirakan di tahun terakhir haruslah dicari sebabnya, salah satunya melalui survey untuk mengetahui persepsi karyawan terhadap budaya keselamatan yang yang berlaku, dan sebagai proses perbaikan pada manajemen dalam upaya menghilangkan budaya menyalahkan
(blamming
culture)
dan
menghilangkan
budaya
mempermalukan (Shamming Culture) sehingga di RSUD Ambarawa berlaku budaya belajar. Sebagai salah satu langkah penting yang harus dilakukan Rumah Sakit dalam rangka penerapan budaya keselamatan adalah survey budaya keselamatan, survey budaya keselamatan pasien berguna untuk mengetahui tingkat budaya Keselamatan pasien dan sebagai acuan menyusun
program
kerja
dan
evaluasi
keberhasilan
program
Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang dilakukan secara berkala berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan.
B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran tingkat budaya Keselamatan yang mengacu pada budaya Keselamatan Pasien di RSUD Ambarawa. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi
karakteristik
karyawan
yang
koresponden dalam survei budaya keselamatan. b. Menilai budaya adil dalam budaya keselamatan. c. Menilai budaya Fleksibel dalam budaya keselamatan. d. Menilai budaya Lapor dalam budaya keselamatan. e. Menilai budaya belajar dalam budaya keselamatan.
2
menjadi
C. Manfaat 1. Bagi Rumah Sakit a. Hasil survei ini dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya perbaikan program budaya keselamatan pasien di RSUD Ambarawa. b. Sebagai bahan evaluasi penerapan keselamatan pasien untuk penetapan arah kebijakan-kebijakan selanjutnya. 2. Bagi Pemilik Rumah Sakit a. Memberikan gambaran penerapan budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit bagi pemilik. b. Sebagai
bahan
penguatan
dalam
menentukan
strategis dan Rencana Anggaran Rumah Sakit.
3
Rencana
BAB II METODOLOGI
A. Desain Desain menggunakan rancangan deskriptif dengan metode survei masalah persepsi terhadap implementasi budaya keselamatan pasien.
B. Waktu dan Tempat Survei
ini
dilakukan
di
unit-unit
pelayanan
RSUD
Ambarawa,
pelaksanaan survei dilakukan pada bulan Desember 2018.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi
target
survei
ini
adalah
seluruh
karyawan
RSUD
Ambarawa. Populasi terjangkau survei ini adalah karyawan di unit pelayanan RSUD Ambarawa
2. Sampel Teknik pengambilan sampel di survei budaya keselamatan ini menggunakan
dua
tahap
yaitu
ditentukan
unit-unit
yang
merupakan unit pelayanan ke pasien dan unit penunjang pelayanan dengan menggunakan teknik area sampling, kemudian untuk sampel dari tiap-tiap unit dilakukan secara random. Jumlah sampel diambil 20 % dari karyawan yang ditempatkan di unit pelayanan dan penunjang pelayanan sehingga didapatkan 114 staf pelayanan sebagai sampel.
4
3. Definisi Operasional Variabel Budaya Keselamatan pasien
Definisi Operasioanal Suatu pola keyakinan, nilai-nilai perilaku, norma-norma yang disepakati/diteri ma yang tercermin dari keinginan organisasi untuk belajar
Pengukuran Menggunakan
Skala Menggunakan skala likert
kuesioner survei budaya keselamatan di Rumah Sakit yang di adopsi dari American Hospital Reseach and Quality (AHRQ) terdiri dari 42 item pernyataan dengan 4 komponen budaya
dari kesalahan
D. Alat dan Bahan Survei menggunakan instrumen Survey budaya keselamatan Pasien Rumah Sakit (Hospital Survey on Patient Safety Culture) yang di susun oleh AHRQ dan sudahteruji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen terdiri dari 42 item pernyataan dalam 12 aspek budaya keselamatan pasien dengan 4 komponen budaya yaitu : 1. Budaya Lapor (Reporting Culture) a. Frekuensi pelaporan Insiden b. Jumlah Pelaporan Insiden 2. Budaya Adil (Just Culture) Dengan aspek budaya Pelaporan bebas hukuman 3. Budaya Fleksible (Felxible Culture) a. Kerja tim dalam unit b. Staffing c. Keterbukaan Komunikasi d. Kerja tim antar Unit
5
e. Pergantian jaga shift dan transfer pasien antar unit 4. Budaya Belajar (Learning Culture ) a. Tindakan atasan b. Dukungan manajemen c. Komunikasi dan umpan balik d. Pembelajaran Organisasi e. Persepsi secara keseluruhan f. Tingkat budaya keselamatan Pasien
E. Teknik-teknik Analisa Data Setelah data didapat kemudian dilakukan proses editing, kemudian dicoding dan ditabulasi dengan menggunakan komputer. 1. Editing Mencermati kuesioner yang dibagi kepada reponden apabila ada yang belum diisi jawabannya dikembalikan kepada responden untuk dilengkapi. 2. Koding Memberikan kode angka sesuai nilai yang sudah ditentukan dari setiap pernyataan yang ada dalam kuesioner untuk selanjutnya dientri ke komputer selanjutnya untuk diolah.
3. Tabulating Di tahap ini data dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian dan memasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi.
6
BAB III HASIL SURVEI Survei dilakukan terhadap 114 staf/karyawan di RSUD Ambarawa pada kurun waktu akhir Desember 2018. Data yang diperoleh kemudian diolah sesuai dengan tujuan survey sebagai salah satu cara mengidentifikasi persepsi staf terhadap keselamatan pasien dan menilai implementasi budaya keselamatan pasien yang sudah diterapkan, dengan variabel yang diukur sebagai berikut : 1. Karakteristik Responden sebagai berikut: a. Unit Kerja b. Lama Bekerja di RS c. Lama bekerja disuatu unit d. Jam kerja perminggu e. Jabatan f. Berhubungan langsung dengan pasien; dan g. Lama bekerja sebagai profesi 2. Data Budaya Keselamatan Pasien a. Budaya Lapor (Reporting Culture) 1) Frekuensi pelaporan Insiden 2) Jumlah Pelaporan Insiden b. Budaya Adil (Just Culture) c. Budaya Fleksible (Felxible Culture) 1) Kerja tim dalam unit 2) Staffing 3) Keterbukaan Komunikasi 4) Kerja tim antar Unit 5) Pergantian jaga shift dan transfer pasien antar unit d. Budaya Belajar (Learning Culture ) 1) Tindakan atasan 2) Dukungan manajemen 3) Komunikasi dan umpan balik 4) Pembelajaran Organisasi 5) Persepsi secara keeluruhan 6) Tingkat budaya keselamatan Pasien Kemudian diolah dengan analisis univariat.
7
A. HASIL SURVEI 1. Karakteristik Responden Karakteristik pegawai sebagai responden dianalisis menggunakan analisis univariat untuk menggambarkan frekuensi dan persentase dalam bentuk tabel. Tabel 1.1 menunjukkan data karakteristik reponden yang berupa lama bekerja di rumah sakit, lama bekerja di unit
rumah sakit, jam kerja perminggu, jabatan sekarang, posisi
berhubungan langsung ke pasien atau tidak dan lama bekerja dalam sebuah profesi. Tabel 1.1.Karakteristik Responden Karakteristik
Total N
%
Lama Bekerja di RS Kurang 1 tahun 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21 tahun lebih
3 39 25 15 19 13
2,6 34,2 21,9 13,2 16,7 11,4
Lama bekerja di unit Kurang 1 tahun 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21 tahun lebih
6 57 20 16 6 9
5,3 50,0 17,5 14,0 5,3 7,9
4 27 83
3,5 23,7 72,8
Lama Jam Kerja Perminggu Kurang 20 jam 20 -39 jam 40 jam lebih
Karakteristik Jabatan Dokter Perawat
8
Total N
%
7 55
6,1 48,2
Apoteker/asisten apoteker Ahli Gizi Keterapian Fisik Analis Laboratorium Sanitarian Teknisi Radiografer Lain-lain
7 6 1 3 3 1 2 29
6,1 5,3 0,9 2,6 2,6 0,9 1,8 25,4
103
90,4
Tidak berhubungan langsung
11
9,6
Lama bekerja dalam profesi kurang dari 1 tahun 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21 tahun lebih Jumlah
4 34 24 19 19 14 114
3,5 29,8 21,1 16,7 16,7 12,3 100
Berhubungan langsung ke pasien
a. Lama Bekerja di Rumah Sakit Tabel 1.1 menunjukkan untuk lama bekerja di RSUD Ambarawa terbanyak masa kerja 1 sampai dengan 5 tahun yaitu sejumlah 34,2 %. b. Lama Bekerja di Unit Tabel 1.1 menunjukkan untuk lama bekerja dalam sebuah unit RSUD Ambarawa terbanyak masa kerja 1 sampai dengan 5 tahun yaitu sejumlah 50 % c. Lama jam Kerja Tabel 1.1 menunjukkan untuk lama jam kerja perminggu terbanyak 40 jam lebih yaitu sejumlah 72,8 %. d. Jabatan Tabel 1.1 menunjukkan Jabatan/posisi responden yang disurvei terbanyak profesi Perawat yaitu sejumlah 48,2 %. e. Berhubungan langsung dengan pasien Tabel 1.1 menunjukkan bahwa terbanyak responden adalah staf yang berhubungan langsung dengan pasien yaitu sejumlah 91,4 % f. Lama bekerja dalam profesi
9
Tabel 1.1 menunjukkan lama bekerja profesi responden yang disurvei terbanyak 1 sampai dengan 5 tahun yaitu sejumlah 31,4 %.
2. Data Budaya Keselamatan Pasien Unit a. Tabel 2.1 menunjukkan data level keselamatan pasien menurut pegawai yang menjadi responden dan jumlah laporan event yang dilaporkan responden di 12 bulan terakhir disajikan dalam bentuk frekuensi dan persentase. Tabel 2.1. Level Keselamatan Pasien Total
Keselamatan Pasien N Level Keselamatan Pasien Sedang Bisa diterima Baik
10 69 35
Laporan event dalam 12 bulan Tidak ada 1-2 Laporan 3-5 laporan 6-10 laporan 11-20 Laporan Jumlah
57 33 16 8 0 114
% 8,8 60,5 30,7
50,0 28,9 14,0 7,0 0,0 100%
1) Level Keselamatan Pasien Tabel 2.1 menunjukkan level keselamatan pasien menurut responden
yang
disurvei
terbanyak
adalah
bisa
diterima
sejumlah 60,5 %. Hal ini menunjukkan sudah ada program keselamatan pasien di unit, ada pelaporan insiden keselamatan pasien, akan tetapi baru segmentasi masih belum terkoordinir, terstruktur dan belum dilaksanakan seluruhnya. 2) Jumlah Laporan Event Tabel 2.1 menunjukkan jumlah laporan event dari insiden yang sudah dilaporkan oleh staf Rumah Sakit yang menjadi responden terbanyak tidak pernah melaporkan dalam 12 bulan terakhir yaitu sejumlah 50 %.
10
b. Tabel 2.2 menunjukkan data budaya keselamatan yang disajikan dalam bentuk nilai total respon dan persentase nilai total respon positif. Tabel 2.2 Data Budaya Keselamatan No
Dimensi
Respon positif
Total Respon
1
Kerjasama tim dalam unit Kerjasama antar unit Ketenagaan/staffing Respon Nonpunitive Flexible/Keterbukaan informasi Learning/Komunikasi dan umpan balik Handoffs dan transisi Dukungan manajemen Report Culture/ frekuensi pelaporan Ekspektasi dan upaya atasan dalam keselamatan pasien Persepsi keselamatan pasien secara keseluruhan Frekuensi pelaporan kejadian
327
348
Persentase Respon Positif (%) 93,9
442 195 244 195
580 464 264 348
76,2 42,0 52,5 56,0
257
348
73,9
215 276 209
348 348 348
61,8 79,3 60,1
342
464
73,7
288
464
62,1
57
114
50
2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
1)
Tabel 2.2 menunjukkan data kerjasama tim dalam sebuah unit didapatkan rerata nilai 327 dari nilai maksimal 348 dengan persentase nilai 93,9 % ini menunjukkan tim dalam unit saling menghargai dan antar staf saling mendukung.
2)
Tabel 2.2 menunjukkan data kerjasama antar unit rerata nilai 494 dari nilai maksimal 580 dengan persentase nilai total sebesar 76,2 % ini menunjukkan koordinasi antar unit dalam kerjasama untuk menyelesaikan pekerjaan bersama masih kurang baik.
3)
Tabel 2.2 menunjukkan data tentang staffing dengan rerata nilai 195 dari nilai maksimal 464 dengan persentase nilai total sebesar 42,0 %, ini menunjukkan kecukupan ketenagaan di tiap unit pelayanan dalam menangani pekerjaan yang berlebihan masih sangat kurang memadai sehingga dibutuhkan waktu
11
tambahan / lembur dalam menangani tugas yang berhubungan dengan keselamatan pasien. 4)
Tabel 2.2 menunjukkan data tentang respon nonpunitive saat terjadi kesalahan dengan nilai rerata 244 dari nilai maksimal 264 dengan persentase nilai total sebesar 52,5 % ini menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan masih merasa kawatir apabila melakukan kesalahan maka akan menjadi catatan buruk dalam kinerjanya dan saat terjadi kesalahan maka yang disalahkan adalah pelakunya dan tidak dicari akar penyebab masalahnya dengan pendekatan sistem.
5)
Tabel 2.2 menunjukkan data tentang keterbukaan informasi dalam konteks keselamatan sebesar 195 dari nilai maksimal 348 dengan persentase nilai total sebesar 56,0%, ini menunjukkan bahwa sebagian karyawan sejumlah 44 % reponden merasa tidak berani mempertanyakan keputusan yang diambil oleh atasannya diunit serta tidak bebas berbicara saat menyangkut dampak negatif ke pasien.
6)
Tabel 2.2 menunjukkan data komunikasi dan umpan balik sebesar 257 dari nilai maksimal 348 dengan persentase total nilai 73,9 % ini menunjukkan umpanbalik sebagai bentuk perbaikan dari laporan insiden cukup adekuat, diskusi terstruktur di unit dalam upaya pencegahan insiden sudah cukup baik.
7)
Tabel 2.2 menunjukkan data saat Handoffs dan transisi di unit mencapai rerata 215 dari nilai maksimal 348 dengan persentase
total
nilai
73,9%,
ini
menunjukkan
saat
ada
pemindahan pasien dari unit satu ke unit lain dan dari shift satu ke shift lain terkadang terjadi kehilangan informasi penting dan adanya masalah dalam pertukaran informasi sehingga pergantian shift merupakan suatu masalah bagi pasien. 8)
Tabel 2.2 menunjukkan data dukungan manajemen dengan nilai rerata 276 dari nilai maksimal 348 dengan persentase total nilai sejumlah 79,3 %, ini menunjukkan bahwa manajemen sangat
mendukung dalam menciptakan
suasana kerja yang
mendukung keselamatan pasien tetapi ketertarikan manajemen menjadi lebih tinggi saat terjadi Kejadian tidak diharapkan.
12
9)
Tabel 2.2 menunjukkan data frekuensi laporan insiden dalam budaya lapor didapatkan rerata nilai 209 dari nilai maksimal 348 dengan persentasee total nilai 60, 1 % ini menunjukkan kegiatan mitigasi sudah dilaksanakan dalam upaya pencegahan potensipotensi yang dapat mencelakai pasien.
10)
Tabel 2.2 menunjukkan data ekspektasi dan upaya atasan dalam keselamatan pasien dengan rerata sebesar 342 dari nilai maksimal 464
dengan persentase total nilai sebesar 73,7% ini
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
atasan
memberikan
reinforcement kepada stafnya saat dapat melaksanakan prosedur keselamatan
pasien
,
manajemen
cukup
serius
dalam
mempertimbangkan masukan staf hanya kadang atasan masih membesar-besarkan masalah keselamatan yang terjadi di unit. 11)
Tabel 2.2 menunjukkan data persepsi keselamatan pasien secara keseluruhan rerata sebesar 288 dari nilai maksimal 464 dengan persentase total nilai sebesar 62,1 % ini menunjukkan bahwa sebagian besar staf sehingga
tidak
berpersepsi banyak faktor keberuntungan
terjadi
insiden
karena
banyak
masalah
keselamatan pasien diunit yang sebenarnya dapat dicegah dengan prosedur dan sistem yang baik di unit.
3. Tingkat Maturitas Budaya Keselamatan Pasien Tabel 2.3. Tingkat Maturitas Budaya Keselamatan Pasien Total Respon Total Respon Positif Maturitas Budaya Keselamatan
933
1276
Persentase Nilai
73,1 %
Tabel 2.3 didapatkan data tingkat maturitas keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa sebesar
nilai tertinggi 1276
dan terendah 933 dengan persentase nilai sebesar 73,1 %, ini menunjukkan bahwa tingkat maturitas Budaya Keselamatan Pasien masih dilevel Kalkulatif/Birokratik yang artinya bahwa sistem sudah tertata baik tetapi implementasi baru bersifat segmentasi kadang informasi masih diabaikan, pesan-pesan dapat ditoleransi tetapi
13
pertanggungjawaban masih terkotak-kotak, koordinasi diijinkan tetapi sia-sia dan ide baru merupakan suatu masalah.
B. Pembahasan Dari hasil survei didapatkan beberapa kekuatan dari 12 aspek budaya keselamatan yaitu kerjasama tim dalam unit mencapai nilai 93,9%
ini
menjadi
kekuatan
dalam
mengembangkan
budaya
keselamatan di RSUD Ambarawa dimulai dari tim yang berada di unit. Pegawai di unit saling mendukung dalam tupoksi staf maupun tupoksi unit, saling menghormati dan mampu bekerjasama menjadi tim kerja yang
solid,
ini
menggambarkan
bahwa
salah
satu
nilai
yang
diberlakukan di RSUD Ambarawa dapat terinternalisasi dengan baik. Komunikasi dan umpan balik juga menjadi kekuatan dalam budaya keselamatan di RSUD Ambarawa dengan nilai sebesar 73,9% artinya saat insiden terjadi, seluruh pegawai mendapatkan umpan balik untuk perbaikan berdasarkan rekomendasi dari tim maupun unit dimana terjadi insiden. Dengan menambah kualitas komunikasi dan umpan balik dapat menjadi peluang perbaikan aspek yang lain untuk meningkatkan keselamatan pasien. Area
yang
menjadi
kelemahan
dari
hasil
survei
3
(tiga)
diantaranya merupakan dimensi dari budaya Fleksibel terendah yaitu handoffs dan transisi dengan nilai 61,8% sehingga perbaikan terhadap proses operan antar shift, perbaikan proses transfer internal antar unit akan memperbaiki aspek ini. Dengan prosedur yang sudah adatetapi implementasi yang belum sesuai harapan maka proses monitor, evaluasi dan supervisi berjenjang terhadap proses handoffs dan transfer harus dilakukan
dalam upaya perbaikan aspek ini. Kelemahan yang
lain adalah kerjasama antar unit yang hanya mencapai nilai 70,9%, hal ini perlu diperbaiki
untuk mendukung upaya peningkatan dan
keselamatan pasien, sehingga
komunikasi antar unit melalui rapat
koordinasi tiap hari senin antar kepala instalasi dan kamisan dibawah bidang keperawatan yang secara rutin sudah dilaksanakan harus dipertahankan dan dioptimalkan . Kelemahan
yang
terakhir
dari
budaya
fleksibel
adalah
keterbukaan informasi dengan mencapai nilai 56,0%, diperlukan
14
perbaikan sistem komunikasi dan informasi yang terbuka sehingga mendorong
karyawan
berani
untuk
memberikan
usulan
selama
merupakan perbaikan dalam proses budaya keselamatan dan berani untuk mempertanyakan hal-hal yang tidak benar saat diberlakukan di unit dengan cara yang santun dan pantas. Kelemahan dari aspek budaya keselamatan yang lain adalah respon non punitive yang hanya mencapai nilai 52,5%, sehingga diperlukan perbaikan secara sistemik karena respon non punitive ini menjadi satu-satunya dimensi dalam just Culture (budaya Adil) di RSUD Ambarawa. Perbaikan berjenjang oleh atasan berupa tidak menjadikan kejadian/insiden yang dilaporkan ini sebagai alat dalam menyalahkan staf dan tidak memasukkan dalam penilaian kinerja personal akan membuat pelapor terhindar dari rasa takut akan hukuman dan balas dendam, saat terjadi insiden harus berpandangan luas dengan mencari akar penyebab masalah bukan siapa yang bersalah. Peluang yang dapat dikembangkan oleh RSUD Ambarawa adalah aspek ketenagaan dan dukungan manajemen dimana kecukupan staf terhadap
proses menuju
manajemen
dalam
budaya
membuat
keselamatan
suasana
kerja
dengan yang
dukungan mendukung
keselamatan pasien dan ketertarikan tidak hanya saat ada kejadian tidak diharapkan saja sehingga memberikan peluang perbaikan secara sistemik. Budaya lapor meskipun hasil survey tidak cukup tinggi hanya mencapai 60,1% cukup memberikan peluang dalam proses laporan dilakukan
supervisi
mensosialisasikan administarasi
apa
berjenjang
ulang yang
tentang
secara
intens
dengan
alur
pelaporan
yang
baku,
laporan
serta
mendukung
keberhasilan
cara
koordinasi terus menerus untuk mendapatkan umpan balik. Aspek persepsi terhadap keselamatan pasien memberikan peluang cukup besar untuk proses perbaikan dengan hasil survey 62,1% sehingga perbaikan proses pelayanan dimulai dari kepatuhan terhadap prosedur yang berlaku dan kesadaran masing-masing individu terhadap risiko yang muncul dari setiap kegiatan perlu ditingkatkan lagi, supervisi kepatuhan terhadap prosedur perlu dijadwalkan secara intensif,
pendampingan
dan
supervisi
dalam
tindakan-tindakan
pelayanan yang berisiko harus di bakukan dalam setiap proses. Peluang
15
ini
berhubungan
dengan
ekspektasi
dan
upaya
atasan
dalam
meningkatkan keselamatan pasien dimana atasan cukup berkomitmen dalam mempertimbangkan masukan staf dan memberikan reinfocement yang positif terhadap upaya staf serta tidak membesar-besarkan masalah setiap ada kejadian sehingga perbaikan berjenjang akan memperbaiki sistem budaya lapor dan budaya fleksibel.
16
BAB IV KESIMPULAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Karakteristik responden terbanyak lama bekerja di rumah rumah sakit dan di unit adalah 1 – 5 tahun yaitu sejumlah 34,2% dan 50%, lama jam bekerja selama seminggu terbanyak adalah lebih dari 40 jam sebesar 72,8% dengan posisi terbanyak adalah perawat yang berhubungan langsung dengan pasien sejumlah 48,2% dan bekerja di profesi terakhir adalah 1-5 tahun sejumlah 29,8%. 2. Budaya lapor sebesar 60,1%. 3. Budaya adil sebesar 52,5%. 4. Budaya fleksibel sebesar 56,0%. 5. Budaya belajar sebesar 73,8%. 6. Tingkat budaya keselamatan adalah kategori Kalkulatif/Birokratik.
B. SARAN Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, maka dapat disarankan sebagai berikut: 1. Bagi Rumah Sakit Hasil survei ini memberikan gambaran level maturitas budaya keselamatan di RSUD Ambarawa dapat digunakan sebagai acuan dalam
perbaikan
dan
kebijakan
yang
diambil
meningkatkan budaya keselamatan di rumah sakit pada 2019.
17
untuk tahun
2. Bagi Manajemen dan Komite Dengan hasil survei menunjukkan tingkat maturitas budaya keselamatan mencapai level Kalkulatif/birokratik, maka
perlu ditingkatkan supervisi dan monitoring upaya-upaya
peningkatan keselamatan di tingkat unit serta koordinasi antar unit.
Ambarawa, 5 Januari 2019
dr. Dinar Widanarti, Sp.KFR NIP. 19650327 199003 2 001
18