HEG [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Pendahuluan Sekitar 50-90% perempuan hamil mengalami keluhan mual dan muntah. Keluhan ini biasanya disertai dengan hipersalivasi, sakit kepala, perut kembung, dan rasa lemah pada badan. Keluhan-keluhan ini secara umum dikenal sebagai “morning sickness”. Istilah ini sebenarnya kurang benar karena 80% perempuan hamil mengalami mual dan muntah sepanjang hari. istilah “morning sickness” kemudian banyak digunakan karena secara umum keluhan ini terasa lebih berat pada pagi hari. Mual dan muntah biasanya dimulai pada kehamilan minggu ke-9 sampai ke-10, memberat pada minggu ke-11 sampai minggu ke-13 dan berakhir pada minggu ke-12 sampai ke-14. Hanya pada 1-10% kehamilan gejala berlanjut melewati minggu ke-20 sampai ke-22. B. Definisi Hiperemesis gravidarum sampai dengan saat ini belum dapat didefinisikan secara khusus. Seorang perempuan hamil dikatakan dalam keadaan hiperemesis gravidarum apabila mual dan muntah yang dialami mengganggu aktivitas seharihari atau menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang dimaksud adalah dehidrasi, gangguan metabolik, gangguan nutrisi dimana berat badan menurun sampai dengan lebih dari 3 kilogram atau lebih dari 5% berat badan penderita.



C. Epidemiologi Mual dan muntah dikeluhkan oleh perempuan hamil biasanya mulai pada minggu ke-4 sampai minggu ke-7 sejak periode terakhir menstruasi yang kemudian mencapai puncaknya pada minggu ke-8 sampai ke-12 dan akan berhenti dengan sendirinya setelah lebih dari minggu ke-20. Keadaan hiperemesis gravidarum lebih banyak ditemukan pada perempuan hamil dengan tingkat pendidikan rendah, tingkat sosio-ekonomi yang rendah dan perempuan hamil dengan aktifitas yang cukup padat. Kemungkinan terjadinya hiperemesis gravidarum akan meningkat pada kehamilan ganda, kehamilan mola hilatidosa dan nuliparitas. Di masa kini, hiperemesis gravidarum jarang sekali menyebabkan kematian, tapi masih berhubungan dengan morbiditas yang signifikan. 



Mual dan muntah mengganggu pekerjaan hampir 50% wanita hamil yang bekerja.







Hiperemesis yang berat dapat menyebabkan depresi. Sekitar seperempat pasien hiperemesis gravidarum membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari sekali.







Wanita dengan hiperemesis gravidarum dengan kenaikan berat badan dalam kehamilan yang rendah (7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan neonatus dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, prematur, dan nilai Apgar 5 menit kurang dari 7.



D. Faktor Resiko Faktor risiko untuk hiperemesis gravidarum adalah: a. Kehamilan sebelumnya dengan riwayat hiperemesis gravidarum b. Berat badan lebih c. Riwayat motion sickness atau migrain d. Kehamilan multipel



e. Mengandung janin perempuan f. Penyakit trofoblastik g. Nuliparitas h. Merokok E. Etiologi Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh factor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia. Perubahan – perubahan anatomic pada otak, jantung, hati, dan susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat – zat lain akibat inanisi. Beberapa factor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh beberapa penulis sebagai berikut: 1. Faktor predisposisi : primigravida, overdistensi rahim : hidramnion, kehamilan ganda, estrogen dan HCG tinggi, mola hidatidosa. 2. Faktor organik: masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal, perubahan metabolik akibat hamil, resistensi yang menurun dari pihak ibu dan alergi 3. Faktor psikologis: rumah tangga yang retak, hamil yang tidak diinginkan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu dan kehilangan pekerjaan F. Patofisiologi Patogenesis yang tepat dari hiperemesis gravidarum sampai saat ini masih belum pasti diketahui. Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa perubahan hormonal pada perempuan hamil sebagai kemungkinan terbesar penyebab hiperemesis gravidarum. Wanita dengan kehamilan molar dan trisomi berhubungan dengan tingginya kadar hormon hCG, sehingga para peneliti mengungkapkan bahwa dengan adanya peningkatan dari kadar hormon ini sangat mempengaruhi adanya keluhan mual dan muntah pada perempuan hamil yang apabila peningkatannya cukup tinggi seperti pada perempuan dengan kehamilan ganda maka kemungkinan untuk terjadinya hiperemesis gravidarum akan lebih besar. Namun tingkat hCG tidak memiliki kolerasi yang signifikan dengan keparahan hiperemesis. Peran



serta estrogen dan progesteron dalam hal ini masih belum signifikan namun disebutkan adanya pengaruh progesteron yang dapat menyebabkan diaritmia pada gastric yang kemudian menurunkan kontraktilitas otot-otot polos gastric dapat turut memperburuk keadaan hiperemesis gravidarum. Kadar serum prostaglandin E2 (PGE2) ditemukan dalam jumlah yang tinggi selama gejala hiperemesis gravidarum muncul. Plasenta mensintesis PGE2 yang distimulasi oleh hCG, yang biasanya mencapai puncaknya pada minggu ke-9 sampai ke-12 dari kehamilan, dimana keadaan ini dapat menjelaskan mengapa pada usia kehamilan tersebut hiperemesis gravidarum akan lebih sering ditemukan. Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton – asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan volume cairan yang diminum dan kehilangan karena muntah menyebankan dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida air kemih turun. Selain itu juga dapat menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah berkurang. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal menambah frekuensi muntah – muntah lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran yang sulit dipatahkan. Selain dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit dapat terjadi robekan pada selaput lendir esophagus dan lambung (Sindroma Mallory Weiss) dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri, jarang sampai diperlukan transfusi atau tindakan operatif G. Gejalan Klinis



Hiperemesis gravidarum dijumpai pada trimester pertama kehamilan, di mana pasien datang dengan keluhan mual dan muntah. Sesuai dengan beratnya penyakit yang dialami, dapat pula dijumpai penurunan berat badan, hipersalivasi, tanda-tanda dehidrasi (hipotensi postural dan takikardi). Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi tiga tingkat, yaitu: 



Tingkat I Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang terus menerus disertai dengan intoleransi terhadap makan dan minum. Terdapat penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan kalau sudah lama bisa keluar darah. Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali/menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisis ditemukan mata cekung, lidah kering, turgor kulit menurun, dan urin sedikit berkurang.







Tingkat II Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan segala yang dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat. Frekuensi nadi 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.







Tingkat III Kondisi tingkat III ini sangat jarang, ditandai dengan berkurangnya muntah atau bahkan berhenti, tapi kesadaran menurun (delirium sampai koma). Pasien mengalami ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.



H. Diagnosis



Secara klinis penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum dilakukan dengan menegakkan diagnosis kehamilan terlebih dahulu (amenore yang disertai dengan tanda-tanda kehamilan). Lebih lanjut pada anamnesis didapatkan adanya keluhan mual dan muntah hebat yang dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari. Pada pemeriksaan fisis diijumpai tanda-tanda vital abnormal, yakni peningkatan frekuensi nadi (>100 kali per menit), penurunan tekanan darah, dan dengan semakin beratnya penyakit dapat dijumpai kondisi subfebris dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisis lengkap dapat dijumpai tanda-tanda dehidrasi, kulit tampak pucat dan sianosis, penurunan berat badan, uterus yang besarnya sesuai dengan usia kehamilan dengan konsistensi lunak, dan serviks yang livide saat dilakukan inspeksi dengan spekulum. Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia dan hipokalema, benda keton dalam darah, dan proteinuria.



Selain hiperemesis gravidarum, ada beberapa penyakit yang harus dipikirkan jika terjadi mual dan muntah yang berat dan persisten pada ibu hamil, yaitu: 



Ulkus peptikum



Ulkus peptikum pada ibu hamil biasanya adalah penyakit ulkus peptikum kronik yang mengalami eksaserbasi. Gejalanya adalah nyeri epigastrik yang berkurang dengan makanan atau antasid dan memberat dengan alkohol, kopi, atau OAINS. Nyeri tekan epigastrik, hematemesis, dan melena dapat ditemukan. 



Kolestasis obstetrik Gejala yang khas untuk kolestasis adalah pruritus pada seluruh tubuh tanpa adanya ruam. Ikterus, warna urin gelap, dan tinja terkadang pucat juga dapat ditemui walaupun jarang. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan kadar enzim hati atau peningkatan bilirubin.







Acute fatty liver Pada penyakit ini ditemukan perburukan fungsi hati yang terjadi cepat disertai dengan gejala kegagalan hati seperti hipoglikemia, ganguan pembekuan darah, dan perubahan kesadaran sekunder akibat ensefalopati hepatik. Penyebab kegagalan hati akut yang lain harus disingkirkan, misalnya keracunan parasetamol dan hepatitis virus akut.







Apendiksitis akut Pasien dengan apendiksitis akut mengalami demam dan nyeri perut kanan bawah. Uniknya, lokasi nyeri dapat berpindah ke atas sesuai usia kehamilan karena uterus yang semakin membesar. Nyeri dapat berupa nyeri tekan dan nyeri lepas. Dapat ditemukan tanda Bryan (timbul nyeri bila uterus digeser ke kanan) dan tanda Alder (pasien berbaring miring ke kiri dan letak nyeri tidak berubah).







Diare akut Gejal diare akut adalah mual dan muntah disertai dengan peningkatan frekuensi buang air besar di atas 3 kali per hari dengan konsistensi cair.



I. Tatalaksana Penatalaksanaan utama hiperemesis gravidarum adalah rehidrasi dan penghentian makanan peroral. Pemberian antiemetik dan vitamin secara intravena



dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Penatalaksanaan farmakologi emesis gravidarum dapat juga diterapkan pada kasus hiperemesis gravidarum. A) Tata Laksana Awal Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap di rumah sakit dan dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian pemberian makanan per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, atau tiamin perlu dipertimbangkan. Cairan dekstrosa dapat menghentikan pemecahan lemak. Untuk pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum pemberian cairan dekstrosa. Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium. B) Pengaturan Diet Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan yang diberikan berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 – 2 jam setelah makan. Diet itu kurang mengandung zat gizi, kecuali vitamin C, sehingga diberikan hanya selama beberapa hari. Diet hiperemesis II diberikan jika rasa mual dan muntah berkurang. Pemberian dilakukan secara bertahap untuk makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan. Diet itu rendah dalam semua zat gizi, kecuali vitamin A dan D. Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Pemberian minuman dapat diberikan bersama makanan. Diet ini cukup dalam semua zat gizi, kecuali kalsium. C) Terapi Alternatif Terapi alternatif seperti akupunktur dan jahe telah diteliti untuk penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan. Akar jahe (Zingiber officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek yang cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat menghambat pertumbuhan seluruh galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene (Cag) A+ yang sering menyebabkan infeksi. Empat random-ized trials menunjukkan bahwa ekstrak jahe



lebih efektif daripada plasebo dan efektivitasnya sama dengan vitamin B6. Efek samping berupa refluks gastroesofageal dilaporkan pada beberapa penelitian, tetapi tidak ditemukan efek samping signifikan terhadap keluaran kehamilan. Dosisnya adalah 250 mg kapsul akar jahe bubuk per oral, empat kali sehari. Terapi akupunktur untuk meredakan gejala mual dan muntah masih menjadi kontroversi. Penggunaan acupressure pada titik akupuntur Neiguan P6 di pergelangan lengan menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan penelitiannya masih terbatas karena kurangnya uji yang tersamar. Dalam sebuah studi yang besar didapatkan tidak terdapat efek yang menguntungkan dari penggunaan acupressure, namun The Systematic Cochrane Review mendukung penggunaan stimulasi akupunktur P6 pada pasien tanpa profilaksis antiemetik. Stimulasi ini dapat mengurangi risiko mual. Terapi stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek volar pergelangan tangan juga dapat menurunkan mual dan muntah serta merangsang kenaikan berat badan. D) Penatalaksanaan pada Kasus Refrakter Jika muntah terus berlangsung (persisten) pada tatalaksana yangmaksimal, kita harus kembali ke proses diagnosis dan mencari adanya penyebab lain seperti gastroenteri-tis, kolesistitis, pankreatitis, hepatitis, ulkus peptikum, pielonefritis dan perlemakan hati. Nutrisi enteral harus dipikirkan jika terdapat muntah yang berkepanjangan, namun harus diingat bahwa total parenteral nutrition (TPN) selama kehamilan meningkatkan risiko sep-sis dan steatohepatitis, terutama akibat penggunaan emulsi lipid. Oleh karena itu, TPN sebaiknya hanya diberikan pada pasien dengan penurunan berat badan signifikan (>5% berat badan) yang tidak respon dengan antiemetik dan tidak dapat ditatalaksana dengan nutrisi enteral.



Di bawah ini adalah penatalaksanaan dalam kondisi kegawatdaruratan: 



Untuk keluhan hiperemesis yang berat pasien dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit dan membatasi pegunjung.







Penghentian pemberian makanan per oral 24 – 48 jam.







Penggantian cairan dan pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Larutan normal saline atau ringer laktat dapat digunakan dalam kondisi itu.







Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, dan atau tiamin dapat dipertimbangkan. Untuk pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100 mg dapat diberikan sebelum pemberian cairan dekstrosa.







Lanjutkan penatalaksanaan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per oral dan sampai hasil uji menunjukkan jumlah keton urin hilang atau sedikit.







J. Komplikasi Hiperemesis gravidarum yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi pada penderita. Dehidrasi muncul pada keadaan ini akibat kekurangan cairan yang dikonsumsi dan kehilangan cairan karena muntah. Keadaan ini menyebabkan cairan ekstraseluler dan plasma berkurang sehingga volume cairan dalam pembuluh darah berkurang dan aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan (nutrisi) dan oksigen yang akan diantarkan ke jaringan mengurang pula. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah menurunnya keadaan umum, munculnya tanda-tanda dehidrasi (dalam berbagai tingkatan tergantung beratnya hiperemesis gravidum), dan berat badan ibu



berkurang. Risiko dari keadaan ini terhadap ibu adalah kesehatan yang menurun dan bisa terjadi syok serta terganggunya aktivitas sehari-hari ibu. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah berkurangnya asupan nutrisi dan oksigen yang diterima janin. Risiko dari keadaan ini adalah tumbuh kembang janin akan terpengaruh. Selain



dehidrasi,



hiperemesis



gravidarum



dapat



menyebabkan



ketidakseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan elektrolit muncul akibat cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah akan turun. Kalium juga berkurang sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah bertambah buruknya keadaan umum dan akan muncul keadaan alkalosis metabolik hipokloremik (tingkat klorida yang rendah bersama dengan tingginya kadar HCO3 & CO2 dan meningkatnya pH darah). Risiko dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah bisa munculnya gejala-gejala dari hiponatremi, hipokalemi, dan hipokloremik yang akan memperberat keadaan umum ibu. Dampak keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Hiperemesis gravidum juga dapat mengakibatkan berkurangnya asupan energi (nutrisi) ke dalam tubuh ibu. Hal ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak dalam tubuh ibu habis terpakai untuk keperluan pemenuhan kebutuhan energi jaringan. Perubahan metabolisme mulai terjadi dalam tahap ini. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan ke jaringan berkurang dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah kekurangan sumber energi, terjadinya metabolisme baru yang memecah sumber energi dalam jaringan, berkurangnya berat badan ibu, dan terciumnya bau aseton pada pernafasan. Risikonya bagi ibu adalah kesehatan dan asupan nutrisi ibu terganggu. Dampak keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah berkurangnya asupan nutrisi bagi janin. Risiko bagi janin adalah pertumbuhan dan perkembangan akan terganggu.



Frekuensi muntah yang terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung. Keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan yang terjadi berupa robekan kecil dan ringan. Perdarahan yang muncul akibat robekan ini dapat berhenti sendiri. Keadaan ini jarang menyebabkan tindakan operatif dan tidak diperlukan transfusi.



DAFTAR PUSTAKA



Gunawan K, Manengkei P S K, Ocviyanti D. 2011. Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum. J Indon Med Assoc, Volum: 61 Siddik D. Kelainan gastrointestinal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, ed. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo,`ed. 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008: 814-28. Cunningham FG, dkk. Williams Obstetric, ed. 22. McGraw-Hill; 2007. Ogunyemi DA, Fong A. Hyperemesis Gravidarum. 19 June 2009. Available at : http://emedicine.medscape.com Sonkusare S. Hyperemesis Gravidarum: A Review. Med J Malaysia. 2008;63:3. Parrish, Carol Rees, R.D.,M.S.,. Managment of Hyperemesis Garvidarum with Enternal Nutrition. 2008. Nutrition Issues in Gastroenterology, series : 63.