HIDROSEFALUS [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Deddy
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi dari CSS. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior. Kematian pada hidrosefalus yang tidak ditangani dapat terjadi oleh karena herniasi tonsil sekunder yang dapat meningkatkan tekanan intracranial, kompresi batang otak dan sistem pernapasan Kurangnya perkembangan fungsi kognitif pada bayi dan anak-anak, atau hilangnya fungsi kognitif pada orang dewasa, dapat mejadi komplikasi pada hidrosefalus yang tidak diobati. Hal ini dapat bertahan setelah pengobatan. Kehilangan fungsi visual dapat menjadi komplikasi pada hidrosefalus yang tidak diobati dan dapat menetap setelah pengobatan. Secara internasional, insiden hidrosefalus yang didapat juga tidak diketahui jumlahnya. Sekitar 100.000 shunt yang tertanam setiap tahun di negara maju, tetapi informasi untuk negara-negara lain masih sedikit. Peran perawat untuk melakukan asuhan keperawatan perioperat If pada pasien dengan hydrocephalus secara tepat dan benar pada saat dilakukan operasi venriculoperitoneal shunt. Dengan demikian resiko-resiko yang mungkin saja terjadi pada saat perioperatif bisa diantisipasi sedini mungkin.



1.2



Rumusan Masalah Bagaimana Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. Y dengan Tindakan VP Shunt atas Indikasi Hidrosefalusdi OK 1Instalasi Bedah Sentral RSD Dr. Soebandi Jember?



1.3



Tujuan



1.3.1 Tujuan Umum Setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan instrumentator, penulis diharapkan mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dan menerapkan Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. Y dengan Tindakan VP Shunt atas Indikasi Hidrosefalus di OK 9Instalasi Bedah Sentral RSD Dr. Soebandi Jember. 1.3.2 Tujuan Khusus Setelah mengikuti pelatihan instrumen, peserta pelatihan diharapkan: 1. Memahami dan melakukan persiapan instrumen dasar. 2. Memahami dan mampu melakukan persiapan instrumen pada operasi VP Shunt. 3. Melakukan dan menyiapkan persiapan habis pakai pada operasi VP Shunt. 4. Mampu secara mandiri melaksanakan handling instrumen pada operasi VP Shunt 5. Mampu melakukan perawatan alat (dekomentasi, pembersihan, inventaris dan packing) 6. Melakukan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien VP Shunt. 7. Melakukan asuhan keperawatan klien pre, intra, dan post dilakukan operasi VP Shunt



1.4



Manfaat



1.4.1 Bagi Penulis Dapat menambah pengetahuan dan keterampilan penulis tentang penatalaksanaan keperawatan perioperatif pada klien dengan tindakan VP Shuntatas indikasi Hidrosefalusdi Instalasi Bedah Sentral RSD Dr. Soebandi Jember.



1.4.2 Bagi Keperawatan Memberi gambaran kepada perawat tentang asuhan keperawatan perioperatif pada tindakan operasi VP Shuntatas indikasi Hidrosefalusdi Instalasi Bedah Sentral RSD Dr. Soebandi Jember.



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Hidrosefalus 2.1.1 Pengertian Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti kepala. Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai gangguan pembentukan aliran atau penyerapan LCS yang menyebabkan peningkatan volume pada CNS. Hidrocephalus adalah kelebihan akumulasi cairan serebrospinal didalam ventrikrl serebral, ruang arachnoid, atau ruang subdural. Hidrocephalus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intrkranial yang disebabkan karena adanya penumpukan cerebrospinal fluid didalam ventrikel otak. Kondisi ini juga dapat didefinisikan gangguan hidrodinamik pada LCS. Hidrosefalus akut dapat terjadi dalam beberapa hari. Sub akut dalam mingguan dan yang kronik bulanan atau tahunan. Kondisi-kondisi seperti atrofi serebral dan lesi destruktif fokal juga menyebabkan peninmgkatan abnormal LCS dalam CNS. Pada situasi semacam ini, kehilangan jaringan serebral meninggalkan ruangan kosong yang secara pasif akan terisi dengan LCS. Kondisi semacam itu tidak disebabkan oleh gangguan hidrodinamik sehingga tidak diklasifikasikan sebagai hidrosefalus. Istilah lain yang dulu digunakan untuk kondisi tersebut adalah hidrosefalus ex vacuo.



2.1.2 Etiologi a. Tipe obstruktif (non-komunikans) Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada sistem ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem ventrikel otak) 1. Kongenital



(a) Stenosis akuaduktus serebri Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal, stenosis kongenital sejati sangat jarang. Russel mengklasifikasikan stenosis akuaduktal ke dalam 4 kelompok berdasarkan temuan histologis: gliosis, forking stenosis simple, dan pembentukan septum. Stenosis atau penyempitan akuaduktal terjadi pada 2/3 kasus hidrosefalus kongenital.



(b) Sindroma Dandy-Walker (atresia foramen Megendie dan Luschka) Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasia veris serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarakhnoid yang tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam tiga bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti: agenesis korpus kalosum, labiopalatoskhisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya. (c) Malformasi Arnold-Chiari Malformasi ini melibatkan kelainan susunan saraf pusat yang rumit (khas pada fossa posterior). Batang otak tampak memanjang dan mengalami malformasi, dan tonsil serebellum memanjang dan ekstensi ke dalam kanalis spinalis. Kelainan ini menyebabkan obliterasi sisterna-sisterna fossa posterior dan mengganggu saluran ventrikel IV. Malformasi Arnold Chiari dijumpai pada hampir semua kasus mielomeningokel, walaupun tidak semuanya berkembang menjadi hidrosefalus aktif yang membutuhkan tindakan operasi pintas (shunting) (80% kasus). Tampilan hidrosefalusnya sangat nyata pada usia satu bulan pertama dan makin menghebat setelah defek spinalnya dioperasi. (d) Aneurisma vena GaleniKerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa bulan. Hal ini terjadi karena vena Galen mengalir di atas akuaduktus Sylvii, menggembung dan membentuk kantong aneurisma. Seringkali menyebabkan hidrosefalus. (e) Hidransefali Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak adadan diganti dengan kantong CSS. sangat jarang. (Toxoplasma/T.gondii, Rubella/German measles, X-linked hidrosefalus). 2. Acquired



(a) Stenois akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)Infeksi oleh bakteri meningitis yang menyebabkan radang pada selaput (meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang ketika jaringan parut dari infeksi meningen menghambat aliran CSS dalam ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada sistem ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam



villi arachnoid. Jika saat itu tidak mendapat pengobatan, bakteri meningitis dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari. Tanda-tanda dan gejala meningitis meliputi demam, sakit kepala, panas tinggi, kehilangan nafsu makan, kaku kuduk. Pada kasus yang ekstrim, gejala meningitis ditunjukkan dengan muntah dan kejang. Dapat diobati dengan antibiotik dosis tinggi. (b) Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial (c) Hematoma intraventrikular Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan neurologis. Kemungkinan hidrosefalus berkembang sisebabkan oleh penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk menyerap CSS. (d) Tumor : Ventrikel, Regio vinialis, Fossa posterior Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10 tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belakang otak yang disebut fosa posterior. Jenis lain dari



tumor



otakyang



intraventrikuler dan



dapat



kasus



menyebabkan



yang



sering



hidrosefalus



terjadi



adalah tumor



adalah tumor



plexus



choroideus(termasuk papiloma dan carsinoma). Tumor yang berada di bagian belakang otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS yang keluar dari ventrikel IV. Pada banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati hidrosefalus yang berhubungan dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyebab sumbatan. (e) Abses/granuloma (f) Kista arakhnoid Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan. Jika terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi dengan jaringan pada membran arachnoid. Kista biasanya ditemukan pada anak-anak dan berada pada ventrikel otak atau pada ruang subarachnoid. Kista subarachnoid dapat menyebabkan hidrosefalus non komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS dalam ventrikel khususnya ventrikel III. Berdasarkan lokasi kista, dokter bedah saraf dapat menghilangkan dinding kista dan mengeringkan cairan kista. Jika kista terdapat pada tempat yang tidak dapat dioperasi (dekat batang otak), dokter dapat memasang shunt untuk mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal ini akan menghentikan pertumbuhan kista dan melindungi batang otak.



b. Tipe komunikans Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan penyerapan (gangguan di luar sistem ventrikel). 1) Penebalan leptomeningens dan/atau granulasi arakhnoid akibat: (a) Infeksi: Mikobakterium



TBC, Kuman



piogenik, Jamur;



cryptococcus



neoformans, coccidioides immitis. (b) Perdarahan subarachnoid: Spontan seperti pada aneurisma dan malformasi arteriol, Trauma (c) Meningitis karsinomatosa 2) Peningkatan viskositas CSS, seperti: kadar protein yang tinggi seperti pada perdarahan subarakhnoid, tumor kauda ekuina, tumor intrakranial neurofibroma akustik, hemangioblastoma serebelum dan medulla spinalis, neurosifilis, sindrom Guillain-Barre. 3) Produksi CSS yang berlebihan: Papiloma pleksus khoroideus.



2.1.3 Klasifikasi Hidrosefalus dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu: a. Hidrosefalus tipe obstruksi/non komunikans Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada system ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala. b. Hidrosefalus tipe komunikans Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya



villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP) c. Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus) Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.



2.1.4 Patofisiologi



2.1.5 Manifestasi Klinis 1. Hidrosefalus pada bayi (Tipe congenital/infantil): - Kepala membesar - Sutura melebar - Fontanella kepala prominen - Mata kearah bawah (sunset phenomena) - Nistagmus horizontal



- Perkusi kepala: cracked pot sign atau seperti semangka masak. Ukuran rata-rata lingkar kepala Umur



Lingkar kepala



0 bulan



35 cm



3 bulan



41 cm



6 bulan



44 cm



9 bulan



46 cm



12 bulan



47 cm



18 bulan



48,5 cm



2. Tipe juvenile/adult (2-10 tahun) : - Sakit kepala - Kesadaran menurun - Gelisah - Mual, muntah - Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak - Gangguan perkembangan fisik dan mental - Papil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II. - Tekanan intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang sering dijumpai seperti : respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian tidak mampu merencanakan aktivitasnya.



2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Pada foto rontgen kepala polos lateral tampak kepala yang membesar dengan disprorporsi kraniofasial, tulang yang menipis dan sutura melebar. Sedangkan pada gambar CT scan kepala terlihat jelas dilatasi seluruh sistem ventrikel otak. Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi ventrikel melalui fontanella major, dapat menunjukkan tanpa peradangan dan perdarahan baru atau lama. Pungsi juga dilakukan untuk menentukan tekanan ventrikel. Ultrasonografi kepala juga dapat dilakukan melalui fontanella yang tetap terbuka lebar sehingga dapat ditentukan adanya pelebaran ventrikel atau perdarahan



dalam



ventrikel.



Gambaran



dari



fetal



ultrasound



kadang-kadang



dapat



menggambarkan hidrosefalus kongenital sebelum lahir. Jik CT scan tidak tersedia, angiografi serebral adalah prosedur pilihan untuk mengevaluasi bayi-bayi dengan pertumbuhan kepala yang berlebihan dan anak-anak lebih tua dengan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial. Angiografi serebral tidak hanya menunjukkan ukuran dari sistem ventrikel tatapi pada kebanyakan kasus dapat menentukan level dari obstruksi saluran cairan serebrospinalis dan penyebabnya.



2.1.7 Penatalaksanaan - Penatalaksanaan Medis Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya. Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat kesehatan dimana sarana bedah saraf tidak ada. Obat yang sering digunakan adalah: a. Asetasolamid Cara pemberian dan dosis; Per oral 2-3 x 125 mg/hari, dosis ini dapat ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari b. Furosemid Cara pemberian dan dosis; Per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan untuk operasi - Penatalaksanaan Operatif Ketika diagnosa hidrosefalus kongenital ditegakkan maka shunt dimasukkan ke dalam otak secara surgical dalam 48 jam untuk memungkinkan drainase dari CSS yang berlebihan. Umumnya, shunt mulai dimulai dari dalam ventrikel otak kemudian ditarik keluar dari brain ke dalam kulit scalp. Dilanjutkan dibawah kulit berjalan dibelakang telinga turun ke leher dan ke bagian lain dari tubuh -biasanya abdomen- yang kemudian mengabsorpsi CSS. Pengeluaran cairan yang berlebihan akan mengurangi tekanan dalam otak yang membantu mencegah atau meminimalkan kerusakan otak. Untuk hidrosefalus non komunikans (disebabkan oleh obstruksi) prosedur operasi disebut endoskopi ventrikulostomy ventrikel III ( ETV ) dapat dilakukan untuk



menggantikan shunt. Pada ETV, lubang kecil dibuat di dalam ventrikel ketiga memungkinkan CSS mengalir bebas. Sementara ETV dapat digunakan selama pengobatan sebagai salah satu cara untuk mengganti shunt. ETV tidak digunakan sebagai terapi pada bayi. ETV dapat gagal dan bila hal tersebut terjadi maka perlu digantikan dengan shunt. Untuk alasan inilah ETV tidak digunakan secara luas.



2.1.8 Komplikasi Ada 2 komplikasi utama pasca operasi pemasangan shunt pada hidrosefalus yaitu 1. Tidak berfungsinya shunt 2. Infeksi shunt Komplikasi lainnya, yaitu:  Disproporsi craniocerebral  Craniosinostosis pasca operasi shunt  Ascites karena CSS  Keadaan CSS yang rendah  Hematoma subdural



Komplikasi dari endoscopy third ventriculostomy yang terjadi seperti:  Penumpukan subdural  Kontusio thalamus  Perdarahan kortikal  Perdarahan subarachnoid hebat (SA11)  Kematian  SAH dari robekan arteri basiler yang mengalami perforasi dan infeksi  Meningitis



2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Perioperatif 2.2.1 Pengertian Perawatan perioperatif adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi berlangsung. Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Keperawatan



perioperatif



adalah



istilah



yang



digunakan



untuk



menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.



2.2.2 Fase Pre Operatif Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi dalam proses operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pada periode pre operatif yang lebih diutamakan adalah persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi.



2.2.2.1 Diagnosa dan Intervensi pre operasi DX



1:Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan operasi.



Tujuan: Pasien tidak cemas, pasien mengerti tentang prosedur operasi. Kriteria hasil: 1. Pasien mengatakan paham dengan penjelasan petugas 2. Pasien mengerti serta mau berbicara dan mengungkapkan perasaannya dengan petugas 3. Pasien tampak tenang Intervensi : 1. Jelaskan tentang prosedur operasi secara singkat dan mudah dimengerti. 2. Berikan dukungan nyata pada emosional klien dengan rasa simpati dan empati. 3. Anjurkan klien untuk tenang dan rileks dengan nafas panjang.



2.2.3 Fase Intra Operatif Fase Intraoperatif dimulai dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan, memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.



Perawat yang bekerja di ruang bedah harus telah mengambil program Proregristation Education Courses in Anasthetic and Operating Teather Nursing. Dalam pembedahan perawat disebut scrubbed nurse yang bertindak sebagai asisten ahli bedah. Perawat bertanggung jawab akan pemeliharaan sterilitas daerah pembedahan dan instrumen serta menjamin ketersediaan peralatan ahli bedah untuk terlaksananya pembedahan yang direncanakan.



2.2.3.1 Diagnosa Dan Intervensi intra operasi DX 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi Tujuan: Tidak terjadi infeksi. Kriteria hasil : 1. Diharapkan tanda- tanda infeksi tidak ada. 2. Area Operasi dan Peralatan tetap dalam keadaan steril Intervensi : 1. Kaji lokasi dan luas luka 2. Jaga tingkat kesterilan alat yang digunakan untuk operasi 3. Lakukan teknik handling instrument dengan benar 4. Lakukan pembersihan luka operasi dengan water irigasi, keringkan dengan suction,jahit luka operasi, tutup luka operasi dengan kassa untuk mencegah perdarahan



2.2.4 Fase Post Operatif Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman. Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan postoperatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.



2.2.4.1 Diagnosa dan Intervensi Post Operasi DX 1 :Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan. Tujuan : Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang. Kriteria hasil : 1. Klien tampak tenang. 2. Skala nyeri tidak bertambah 3. TTV dalam batas normal Intervensi : 1. Kaji rasa nyeri yang dialami pasien 2. Lakukan pendekatan pada keluarga dan klien. 3. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri. 4. Jelaskan pada klien penyebab nyeri. 5. Observasi tanda-tanda vital. 6. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian analgesik komulatif, jumlah dan tipe pemasukan cairan. 7. Monitor status mental 8. Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi



BAB III TINJAUAN KASUS



3.1. Asuhan Keperawatan Perioperatif NO



IDENTITAS



NO



TIM OPERASI



1



NAMA : Ny. Y



1



Operator : dr. Fal



2



UMUR : 32 tahun



2



Asisten I : Yahya



3



REGISTER : 272271



3



Asisten II : -



4



DX PRE OP : Hydrosefalus



4



Instrumen : Ika/Rezky



5



TINDAKAN : VP Shunt



5



Dr. Anestesi : dr. Wahib



6



TANGGAL : 10Oktober 2013



6



Asisten : Kholifah



7



ANAESTESI : General Anestesi



7



Sirkulasi Nurse: Kurniawan/Mistina



8



Jam Mulai : 08.00 WIB



9



Jam Selesai : 09.40 WIB



a) Pre Operatif Nyeri akut berhubungan dengan meningkatnya tekanan intrakranial. Data: Adanya keluhan nyeri kepala, meringis, gelisah. Tujuan : Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang. Intervensi :  Jelaskan penyebab nyeri  Atur posisi klien  Ajarkan teknik relaksasi  Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgesik  Persiapan operasi



b) Intra Operatif Resiko infeksi berhubungan dengan infiltrasi bakteri melalui luka insisi. Tujuan : Tidak terjadi infeksi/klien bebas dari infeksi. Intervensi :  Monitor terhadap tanda-tanda infeksi.  Semua orang yang berada dalam kamar operasi memahami zona aseptik kamar operasi



 Semua instrumen yang digunakan harus dalam keadaan telah disterilkan (indikator berubah)  Tim Bedah telah mengenakan skort steril dan sarung tangan steril serta memahami peraturan-peraturan dalam setiap pergerakan/movement  Tim Bedah dapat menjaga kesterilan intrumen yang digunakan  Kolaborasi dengan tim anestesi dalam pemberian antibiotik



c) Post-operatif Nyeri akut berhubungan dengan tekanan pada kulit yang dilakukan Shunt. Data: adanya keluhan nyeri, eksprasi non-verbal adanya nyeri. Tujuan : Rasa nyaman klien akan terpenuhi, nyeri berkurang. Intervensi :  Beri kapas secukupnya di bawah telinga yang dibalut.  Aspirasi shunt (posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan perlahan-lahan dengan interval yang telah ditentukan.  Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt.  Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (pucat, dingin, berkeringat).  Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya.



3.2. Teknik Instrumentasi VP Shunt 3.2.1. Pengertian VP Shunt adalah tindakan pemasangan kateter silikon yang dipasang dari ventrikel otak ke peritonium dimana kateter dilengkapi klep pengatur tekanan dan mengalirkan CSS (cairan serebro spinal) satu arah yang kemudian diserap oleh peritonium dan masuk ke aliran darah. Teknik Instrumentasi Ventriculo – Peritoneal Shunt (VP Shunt) merupakan suatu cara melakukan pengelolaan instrumen pada operasi VP Shunt.



3.2.2. Indikasi  Megaensefali  Tumor otak  Cairan subdural (subdural effusion)



 Epidural Hematoma  Intracranial Hemorrage  Meningioma  Subdural Empyema  Subdural Hematoma



3.2.3. Persiapan dan pelaksanaan A. Persiapan Pasien  Pasien dipersiapkan dalam kondisi bersih dan mengenakan pakaian khusus masuk kamar operasi.  Pasien harus puasa.  Pasien telah menandatangani persetujuan tindakan operasi.  Lepas gigi palsu dan semua perhiasan bila ada.  Vital sign dalam batas normal.  Memasang plat diatermi pada tungkai kaki kanan.  Hasil CT Scan tertempel  Potong rambut kepala dengan kliper bedah B. Persiapan Lingkungan  Mengatur dan mengecek fungsi mesin suction, mesin couter, lampu operasi, mesin bor, meja mayo dan meja instrument  Memasang under pad dibawah kepala pasien  Mempersiapkan linen dan instrument steril yang akan dipergunakan.  Mempersiapkan dan menempatkan tempat sampah medis agar mudah dijangkau.  Mengatur suhu ruangan. C. Persiapan Alat  Instrumen steril 1) Instrumen Dasar NO



NAMA ALAT



JUMLAH



1



Handvat mess no. 3



2



2



Pincet anatomis/chirurgis



2/2



3



Gunting metzenboum



1



4



Gunting jaringan kasar



1



5



Gunting benang



1



6



Desinfeksi klem



1



7



Klem pean bengkok



6



8



Naldvoeder



1/1



9



Towel klem



6



10



Langen back



2



11



Canul suction



1



NO



NAMA ALAT



JUMLAH



1



Etsen



1



2



Raspatorium



1



3



Spanner Vp shunt



2



4



Sprider



1



5



Knable Tang



1



6



Bor



1



NO



NAMA ALAT



JUMLAH



1



Couter monopolar/bipolar



1/1



2



Set VP shunt



1



3



Bengkok/cucing



3/1



2) Instrument Tambahan



 Instrument Penunjang 1) Instrument Penunjang Steril



2) Instrumen Penunjang On Steril NO



NAMA ALAT



JUMLAH



1



Mesin Couter



1



2



Mesin Suction



1



3



Lampu Operasi



2



4



Meja Operasi



1



5



Meja Instrument



1



6



Meja Mayo



1



7



Standar Infus



1



9



Tempat Sampah



2



10



Troli dekontaminasi



1



11



Spidol marker



1



NO



NAMA ALAT



JUMLAH



1



Duk Besar



3



2



Duk Kecil



4



3



Sarung Meja Mayo



1



4



Handuk Tangan



5



5



Scort/ Gaun Operasi



5



 Set Linen Steril



 Bahan Habis Pakai NO



NAMA ALAT



JUMLAH



1



Handscoon 6.5/ 7/ 7.5



sesuai kebutuhan



2



Underpad



2



3



Mess no. 10/11/20



1/1/1



4



Spuit 10cc



3



5



Kasa



60



6



Opsite



1



7



Povidon Iodine 10%



100cc



8



Cairan NS 0,9%



1 liter



10



Sofratule



1



11



Vicryl rapide 2/0, vicril 2/0,



1/1/1



melsilk 3/0 12



Hepavix



Secukupnya



13



Bonewax



1



14



Penvlon



2



15



Pehaocain



1 amp



D. Tehnik Instrumentasi Sign In  Bantu memindahkan pasien ke meja operasi yang sudah dialasi underpad on steril dibawah kepala  Tim anesthesi melakukan induksi dengan general anesthesi.  Perawat sirkuler memposisikan pasien dengan kepala diganjal bantal donat dan kepala miring ke kiri  Lakukan pencukuran dengan klipper bedah  Perawat sirkuler mencuci area operasi dengan savlon dan keringkan, lalu berikan spidol pada operator untuk menandai area operasi.  Perawat instrument melakukan cuci tangan, memakai gaun operasi, dan memakai sarung tangan steril.  Perawat instrument memakaikan gaun operasi dan sarung tangan steril kepada tim operasi.  Antisepsis area operasi dengan kasa dalam cucing yang berisi povidon iodine dengan menggunakan desinfeksi klem  Berikan spuit 10 cc yang berisikan pehacain untuk melakukan infiltrasi pada bagian insisi  Melakukan drapping: 1) Pasang doek kecil bawah-atas-kanan-kiri 2) Rekatkan dengan opsite 3) Pasang duk besar di bagian bawah, dan di bagian atas melingkar kepala  Dekatkan meja mayo dan meja instrument ke dekat area operasi, pasang kabel couter, kabel bor dan selang suction, ikat dengan kasa lalu fiksasi dengan towel klem. Pasang canule suction, cek fungsi kelayakan couter, suction dan bor Time out  Time out dipimpin oleh perawat sirkuler dilanjutkan berdoa yang dipimpin oleh operator.  Operator melakukan insisi area operasi berikan handle mess no.3 (paragon mess no.10) untuk insisi dan pinset chirugis.  Berikan pean bengkok dan kassa kering pada asisten untuk rawat perdarahan. Berikan couter bipolar pada operator untuk rawat perdarahan.



 Operator membersihkan jaringan periosterom dengan respatorium.  Berikan bor pada operator untuk membuka tulang kepala sampai tampak duramater, berikan couter bipolar dan bonewax untuk rawat perdarahan, tutup dengan kassa basah. Jangan lupa dilakukan spull dengan cairan NS  Pindah abdomen → insisi abdomen dengan mess I diperdalam sampai lemak hingga tampak fasia.  Spanner dimasukkan bawah fasia dari abdomen ke arah cranial. Catheter peritoneal dimasukkan melalui ujung spanner, pangkal spanner ditarik perlahan melalui lemak - fasia di abdomen.  Pindah ke cranial → berikan speed mess → handvat mess no.3, paragon mess no.11 untuk membuka duramater, rawat perdarahan dengan bipolar.  Siapkan catheter ventrikel diperkuat dengan mandrin, masukkan ke dalam lubang duramater.  Operator mengukur panjang ventrikel catheter, berikan gunting mayo untuk menggunting ventrikel kateternya  Pasang konektor dan flashing device pada ujung catheter ventrikel. Cek liquor yang keluar sudah adekuat (aliran lancar tanpa sumbatan) apa belum. Fiksasi konektor dengan mersilk 3-0  Pindah ke mini laparatomi, berikan double pean klem untuk jepit fasia + gunting metzemboum. Gunting fasia sampai tampak peritoneum. Setelah tampak peritoneum, jepit peritoneum dengan pean klem 2 buah  Bersihkan catheter peritoneal dengan kassa basah, berikan double pinset anatomis untuk membantu memasukkan catheter peritoneal ke dalam rongga peritoneum. Sign out  Operator melakukan penutupan, jahit periosteom → berikan vicryl 2-0 jarum atraumatik round + pinset anatomis.  Jahit peritoneal sampai lemak dengan vicryl 2-0 + pinset anatomis  Jahit kulit dengan vicril rapide 2-0 + pinset chirugis.  Bersihkan area operasi dengan kassa basah kemudian keringkan dengan kassa kering. Tutup luka insisi dengan sofratule + kassa kering kemudian hipafix.  Operasi selesai, bereskan semua instrument, selang suction, kabel bor dan kabel bipolar dilepas.



 Rapikan pasien, bersihkan bagian tubuh pasien dari bekas betadin yang masih menempel dengan menggunakan kassa basah dan keringkan.  Pindahkan pasien ke brankart, dorong ke ruang recovery.  Semua instrument didekontaminasi Rendam selama 10 - 15 menit lalu cuci, bersihkan dan keringkan, kemudian alat diinventaris dan diset kembali bungkus dengan kain siap untuk disterilkan.  Bersihkan ruangan dan lingkungan kamar operasi, rapikan dan kembalikan alat- alat yang dipakai pada tempatnya.  Inventaris bahan habis pakai pada depo farmasi.



BAB IV PENUTUP



4.1 Kesimpulan 4.1.1 Penatalaksanaan Keperawatan Fase Pra Operasi



Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu pre operasi di kamar operasi mencakup: 1. Menelaah lembar observasi Px dan mencatat dibuku register ruangan ok. 2. Mengidentifikasi Px. 3. Memastikan daerah dan posisi pembedahan. 4. Memberikan dukungan psikologis dan menyiapkan Px untuk anasthesi yang diberikan sebelum pembedahan. Persiapan ruang operasi meliputi: penyusunan rangkaian instrument yang disusun menjadi suatu perangkat atau rangkaian (set) yang di rancang sesuai prosedur dasar spesialis bedah. Penataan instrument di meja mayo dan meja instrument. Menyiapkan ruangan dan seluruh alat serta SDM selalu mempersiapkan prinsip aseptic. 4.1.2 Penatalaksanaan Keperawatan Fase Intra Operasi



Perawat instrumentator harus mengetahui cara menyusun instrument yang akan digunakan, manfaat instrument dan kapan instrument tersebut digunakan selama operasi, waktu dan cara menyerahkan instrument pada ahli bedah dan mengambil kembali (Handling instrumen), serta penanganan dan perawat instrument agar tetap steril selama pembedahan untuk meminimalkan infeksi pada pasien. Kompetensi dalam mengidentifikasi dan memahami instrument merupakan dasar dalam praktik keperawatan perioperatif sehingga harus menjadi prioritas. 4.1.3 Penatalaksanaan Keperawatan Fase post Operasi



Pemulihan dari anasthesi merupakan fase kritis bagi klien, perlu lingkungan yang tenang. Observasi terhadap intervensi pembedahan. Petugas scrub bertanggung jawab untuk menutup atau menyelesaikan lapangan operasi dan mempersiapkan instrument untuk pengolahan ulang.



4.2



Saran



1. Perawat di kamar operasi perlu membuat catatan keperawatan perioperatif selama pasien di kamar operasi dalam rekam medik pasien 2. Dekontaminasi instrument harus dilakukan segera setelah prosedur bedah selesai. 3. Peserta pelatihan sebelum masuk ruang OK perlu dikenalkan satu persatu instrument dan manfaatnya serta tehnik instrumentasinya pada beberapa kasus yang ada dan pembuatan jadwal yang rata antar sesama peserta pelatihan. 4. Perlu diadakan preconfrence atau postconfrence secara periodic untuk meningkatkan pemahaman peserta pelatihan. 5. Perlu di buatkan standart yang baku bagi semua kamar OK mulai dari tehnik scrub, gowning, gloving, memasang alas pada meja instrument dan meja mayo maupun teknik instrumentnya agar tidak ada perbedaan antara OK yang satu dengan yang lainnya. 6. Harus patuh dalam melakukan sign in, time out, dan sign out



DAFTAR PUSTAKA



Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press. Price SA, Wilson LM. Vetrikel dan Cairan Cerebrospinalis, dalam Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, Jakarta: EGC Sri M, Sunaka N, Kari K. Hidrosefalus. Dexamedia 2006. Jakarta: EGC R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. 2004. Jakarta: EGC Rudolph AM, dkk. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 3. 2006. Jakarta: EGC