Hidrotubasi Dan Inseminasi (Nurul) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

E. Hidrotubasi Menurut Wandira (2017), Infertilitas adalah kegagalan untuk mendapatkan keturunan bagi suatu pasangan. Infertilitas dibagi menjadi tiga, yaitu: 



Infertilitas primer, pasangan tidak pernah memiliki bayi yang lahir dan hidup







Infertilitas sekunder, pasangan yang gagal memiliki bayi dan pernah memiliki bayi sebelunya atau pasangan yang tidak ingin memiliki bayi.







Infertilitas idiopatik adalah pasangan yang telah melakukan pemeriksaan dan konsultasi selama 2 tahun, namun tidak menghasilkan bayi. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan dasar infertilitas, HSG, uji pascasanggama, laparoskopi berikut hidrotubasi, dan setidaknya dua kali analisis sperma.



Gambar 1 Tuba Falopii yang mengalami penyumbatan seumber: goo.gl/images/mPSLPr Hidrotubasi adalah pemeriksaan untuk menilai kelancaran atau kenormalan tuba falopii (saluran sel telur), dengan menggunakan alat hidrotubator untuk memasukkan cairan (larutan obat /antibiotik). Alat tersebut masuk melalui vagina, mulut rahim (kanalisservikalis), rongga rahim (kavum uterus), dan menuju ke saluran telur (tubafallopi). Dasar pemeriksaannya adalah cairan dapat melewati dua tuba falopii dengan baik tanpa ada sumbatan atau obstruksi pada tubafallopi. Tekanan cairan akan meningkat jika terdapat penciutan (spasme) atau sumbatan parsial atau striktur (sebagian). Cairan tidak dapat masuk dan akan tumpah jika terdapat sumbatan total



(oklusi). Hidrotubasi tidak dapat dilakukan dalam keadaan hamil, menstruasi, alergi, peradangan dan pendarahan, serta masa setelah kuretase. (Ichwan 2017) Persiapan yang dibutuhkan oleh pasien menurut Ichwan (2017): 1. Hidrotubasi dilakukan pada hari ke 9-10 siklus haid (dalam siklus normal) dan tidak sedang haid. 2. Tidak perlu puasa senggama (abstinensi). 3. Tidak sedang menderita demam tinggi, atau sakit berbahaya di alat kelamin (misalnya infeksi atau perdarahan vagina). 4. Harus puasa sekurang-kurangnya 6 jam sebelum tindakan. 5. Harus mengososngkan kandung kemih sebelum tindakan. 6. Obat penenang akan diberikan untuk mengatasi kecemasan sebelum tidakan, dan obat penghilangrasa nyeri ( analgetik) akan diberikan setelah kegiatan telah dilaksanakan. 7. Setelah tindakann dan bilamana telah sadar dari pengaruh obat penenang, pasien boleh pulang. 8. Pasien mungkin akan mengalami kram ringan satu jam setelah tindakan(setelah manfaat obat penenang hilang). Prosedur Hidrotubasi 



Satu jam sebelum pemeriksaan, dokter bisa memberikan obat anti nyeri atau bahkan pembiusan jika dirasa perlu.







Pasien melepas baju dan ganti baju ‘piyama’.







Pasien berbaring dengan posisi lithotomi (paha mengangkang).







Dokter memasukkan alat melalui vagina terus masuk ke rahim.







Cairan disemprotkan.







Selesai.



Proses Hidrotubasi umumnya berlangsung sekitar 15 menit dan tidak memerlukan rawat inap. Namun, ibu bisa mengalami flek setelah hidrotubasi. Hidrotubasi dapat digunakan untuk



mengecek (mendiagnosa) obstruksi Tuba falopii dan terapi atau pengobatan pada daerah obstruksi tuba fallopi. (Ichwan, 2017)



Efek Samping Dari Hidrotubasi menurut Nugraha (2014) 1. Hidrotubasi berulang dapat merusak motilitas tuba fallopi dan kemampuan ayunan silia yang mengakibatkan terjadinya kehamilan ektopik dan beberapa kondisi lain. 2. Hidrotubasi dapat menyebabkan iritasi dan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Beberapa pasien dengan penyumbatan ringan yang terlalu sering melakukan hidrotubasi menjadi semakin memburuk. 3. Hidrotubasi berulang dapat menyebabkan hidrosalpinx dikarenakan infeksi dan iritasi saluran. 4. Hanya satu waktu hidrotubasi tidak dapat memeriksa penyakit persis, jadi cara hidrotubasi tidak cocok untuk mengobati penyakit operasi dan laparoskopi mungkin diperlukan. 5. Sebagai tuba fallopi adalah tipis, hidrotubasin berulang dapatmenyebabkan saluran tuba tidak berfungsi.



F. Inseminasi Artificial Menurut Maramis (2013), Inseminasi Artificial atau inseminasi buatan adalah proses pembuahan dalam tubuh (tuba falopii) dengan memasukan sperma ke dalam vagina atau uterus secara artifisial (buatan). Sperma dapat berasal dari suami maupun orang lain (donor).



Gambar 2 inseminasi Buatan sumber: google.com Inseminasi Buatan dilakukan dengan indikasi sperma pria lemah, sehingga dibantu dengan kateter khusus agar sperma dapat mencapai tujuan atau bertemu sel telur dengan mudah. Sperma diolah terlebih dahulu di dalam laboratorium dan sperma yang memiliki kualitas terbaik akan dipilih. Jika sperma suami tidak memenuhi syarat untuk membuahi, dibutuhkan bantuan sperma dari pria lain atau sperma donor yang telah disesuaikan karakteristiknya (Vitahealth, 2007)



Pemeriksaan sebelum memulai proses inseminasi buatan Menurut Shabrina (2018) sebelum melakukan Inseminasi buatan, beberapa pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan yang dapat memengaruhi kesuburan dan memastikan keberhasilan dari proses inseminasi buatan. Beberapa tes yang umumnya direkomendasikan sebelum melakukan inseminasi buatan meliputi: 



Analisis sperma. 







USG panggul.







Tes hormon



a. Teknik



Gambar 3 Inseminasi Buatan  Teknik IUI (Intrauterine Insemination) Menurut Shabrina (2018), teknik IUI adalah Inseminasi buatan dengan cara “mencuci” sperma dari air mani pria untuk mendapatkan sperma terbaik. Sperma tersebut kemudian dimasukkan melalui kateter ke dalam leher Rahim. Sperma akan menemukan cara untuk mencapai tuba falopi dan menemukan sel telur. Keberhasilan kehamilan dapat dipengaruhi oleh usia, kualitas air mani, penyakit yang diderita istri, dan kuantitas ovum.







Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal Insemination) Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan meninjeksi sperma langsung ke peritoneal (rongga peritoneum). Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan mempunyai 2 cabang. Salah satu ujung alat digunakan untuk memasukkan sperma dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan ke dalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit (Nugraha, 2014).



b. Proses Inseminasi (Perfitri, 2015)



Gambar 4 Proses Inseminasi  ICI (intracervival insemination) ICI tergolong dalam inseminasi yang paling umum digunakan oleh pasangan, Sperma pria akan di tempatkan dalam leher rahim dan sperma akan bergerak dengan alami memasuki saluran tuba fallopi. Proses inseminasi ICI umum dilakukan sebelum masa ovulasi. Proses ICI membuhtuhkan waktu sekitar 10 menit.  ITI (intratubal insemination) Proses ITI adalah proses penempatan sperma langsung ke dalam tuba fallopi. Proses ini bertujuan untuk membantu sperma agar tidak bergerak menuju sel telur sehingga memberikan peluang yang besar adanya pembuahan. Inseminasi ini biasanya dilakukan menggunakan teknik laparoskopi dan intraserviks. Metode laparoskopi dilakukan dengan membuat sedikit sayatan kecil bagian perut, kateter akan dimasukkan dan menyalurkan sel sperma secara langsung ke dalam saluran tuba fallopi. Sementara metode intra serviks, sel sperma akan dimasukkan ke dalam kateter melalui vagina, serviks dan Rahim hingga ke tuba fallopi.  IVI (insemination intravaginal) IVI adalah jenis inseminasi yang paling sederhana dan hamper seperti melakukan hubungan sengama karena penempatan sperma hanya di dalam vagina wanita. Idealnya,



sperma harus ditempatkan sedekat mungkin dengan leher rahim. Metode inseminasi ini dapat digunakan bila tidak ada masalah dalam sperma dan kesuburan wanita. c. Dampak Inseminasi Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di labolatorium, walaupun prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi buatan dapat memiliki resiko cacat bawaan lebih besar daripada  dibandingkan pada bayi normal. Penyebab dari munculnya cacat bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam sel telur. Hal ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada inseminasi buatan belum tentu sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan sel sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup besar. Cacat bawaan yang paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down sindrom, terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan kelenjar pankreas. Beberapa masalah yang dihadapi oleh pasutri ini jika mengambil jalan inseminasi artifisial, yaitu: 



Tingkat keberhasilan inseminasi artifisial rendah







Ada resiko bayi lahir cacat







Bayi yang dikandung bukan darah daging suami







Resiko jika anak tersebut dewasa bisa menikah dengan saudaranya sendiri dari lain keluarga.



goo.gl/images/mPSLPr. Gambar hidrotubasi abnormal. [Online]. Diakses pada tanggal 3 September 2018 pukul 18.00 goo.gl/images/nn2iDG. Gambar inseminasi buatan. [Online]. Diakses pada tanggal 3 September 2018 pukul 18.00 Ichwan. 2017. “Hidrotubasi” Maramis, Willy F. 2013. “BIOETIKA DAN BIOTEKNOLOGI DALAM DUNIA MODERN” Perfitri. 2015. “Mengenal Jenis Inseminasi”. [Online]. Diakses pada: h ttp://maupunyaanak.com/ berita/99/mengenal-jenis-inseminasi (4 September 2018 pukul 17.00) Shabrina, Andisa. 2018. “Langkah-Langkah Dilakukannya Proses Inseminasi Buatan (IUI)”. [Online]. Diakses pada: https://hellosehat.com/kehamilan/kandungan/proses-inseminasibuatan/ (4 September 2018 pukul 17.00) Vitahealth, Tim Redaksi. 2007. “Infertil” Wandira, Ayu. 2017. “Terapi FSH Rekombinan pada Wanita yang Akan Menjalani Program Bayi Tabung” Yudha, Nugraha. 2014. Hidrotubasi (terapi tiup) saluran indung telur. [Online]. Diakses pada: http://www.elifmedika.com/2014/04/hidrotubasi.html (4 September 2018 pukul 17.00)