HLT - Makalah 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EVALUASI PENDIDIKAN MATEMATIKA HYPOTHETICAL LEARNING TRAJECTORY DAN ASESMENNYA



Dosen Pengampu: Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd



Oleh : Ni Luh Putu Diani Nariyanti



(1823011005)



Putu Mahendra Adi



(1823011020)



I Dewa Made Krisna Yasa



(1823011021)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan kehendak Beliau, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hypothetical Learning Trajectory dan Assessmen-nya” tepat waktu. Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: 1.



Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika.



2.



Rekan-rekan penulis di Program Studi S2 Pendidikan Matematika.



3.



Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.



Penulis begitu menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, jika dalam penyampaian penulis terdapat hal yang kurang berkenan, penulis mohon maaf yang sedalam-dalamnya. Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini mampu memberikan manfaat bagi banyak pihak.



Denpasar, 2019 Penulis



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR



i



DAFTAR ISI



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang



1



1.2 Rumusan Masalah



2



1.3 Tujuan



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Pengertian Hypothetical Learning Trajectory



3



2.2



Manfaat Hypothetical Learning Trajectory



7



2.3



Asesmen berbasis Hypothetical Learning Trajectory



10



BAB III PENUTUP 3.1



Simpulan



17



3.2



Saran



17



DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Teori Piaget telah banyak berpengaruh terhadap desain pembelajaran. Pembelajaran yang berorientasi pada guru berubah menjadi berorientasi pada siswa. Hal ini berarti bahwa faktor siswa menjadi hal yang utama dan harus diperhatikan dalam membuat suatu desain pembelajaran. Sebagai contoh, alur pembelajaran harus direncanakan dan dirancang sesuai dengan alur belajar siswa (learning trajectory). Suatu proses pembelajaran yang ideal tidak bisa dipisahkan dengan proses perencanaan dan desain pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau lesson plan merupakan salah satu bentuk nyata proses perencanaan dan desain pembelajaran. Akan tetapi, pada kenyataannya suatu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran hanya memuat hal-hal yang bersifat formalitas dalam bentuk “paket standar” pembelajaran, yaitu gambaran singkat tentang kegiatan pembukaan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Informasi selain ketiga tahap pembelajaran tersebut hanyalah sekedar ringkasan materi yang akan disampaikan. Sangat jarang guru menyiapkan hipotesis alternatif strategi pemecahan masalah yang digunakan siswa sehingga proses pembelajaran cenderung kurang bersifat open ended. Adanya hipotesis yang menyatakan bahwa alternatif strategi pemecahan masalah yang digunakan siswa akan membantu guru dalam menentukan strategi penanganan terhadap kemungkinan kesulitan yang dihadapi siswa (Wijaya, 2009). Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik menekankan pada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran, yaitu hypothetical learning trajectory (rute belajar) siswa dan pengembangan model. Pentingnya hypothetical learning trajectory bisa dianalogikan dengan perencanaan rute perjalanan. Jika kita memahami rute-rute yang mungkin untuk menuju tujuan kita maka kita bisa memilih rute yang baik. Selain itu, kita juga bisa menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi dalam perjalanan jika kita paham rute tersebut. Sebagai contoh adalah kita bisa mengantisipasi kehabisan bahan bakar jika kita tahu posisi pom bensin. Sedangkan pengembangan model sangat penting untuk 1



membawa pengetahuan informal siswa (modal awal siswa yang terbentuk melalui kegiatan berbasis pengalaman) menuju konsep matematika formal (sebagai tujuan akhir pembelajaran matematika) (Wijaya, 2009). Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dalam makalah ini dibahas mengenai apa yang dimaksud dengan hypothetical learning trajectory secara lebih mendalam, apa saja manfaatnya, dan bagaimana asesmen-nya. Sehingga, makalah ini kami beri judul “Hypothetical Learning Trajectory dan Asesmennya”.



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut. 1.2.1 Bagaimana pengertian Hypothetical Learning Trajectory? 1.2.2 Bagaimana manfaat dari Hypothetical Learning Trajectory? 1.2.3 Bagaimana asesmen berbasis Hypothetical Learning Trajectory?



1.3 Tujuan Adapun yang menjadi tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut. 1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Hypothetical Learning Trajectory. 1.3.2 Untuk mengetahui manfaat dari Hypothetical Learning Trajectory. 1.3.3 Untuk mengetahui asesmen berbasis Hypothetical Learning Trajectory.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hypothetical Learning Trajectory Istilah Hypothetical Learning Trajectory (HLT) atau dalam Bahasa Indonesia Hipotesis Lintasan Belajar (HLB) pertama kali diperkenalkan oleh Simon dalam artikelnya yang berjudul “Reconstructing Mathematics Pedagogy from a Constructivist Perspective.”. Hypothetical learning Trajectory (HLT) merupakan suatu instrumen yang menjadi



panduan pada proses pelaksanaan design



research, sebagai perluasan dari eksperimen berpikir (thought experiment). Menurut Simon (1995) hypothetical learning trajectory terdiri dari 3 komponen yaitu tujuan pembelajaran (learning goals), serangkaian tugas (learning activities), dan dugaan mengenai cara berpikir dan belajar siswa (hypothetical learning process). Tujuan pembelajaran sebagai komponen pertama mengindikasikan perlunya perumusan tujuan pembelajaran sebagai bentuk hasil yang akan kita tuju atau capai setelah proses pembelajaran. Penentuan tujuan pembelajaran sangat bermanfaat dalam penentuan arah dan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan maka kegiatan pembelajaran (learning activities) sebagai “jalan” untuk mencapai tujuan pembelajaran bisa dirancang. Kegiatan pembelajaran disusun menjadi beberapa sub-sub kegiatan dengan sub-sub tujuan pembelajaran. Komponen terakhir adalah hipotesis proses belajar siswa yang berguna untuk merancang tindakan ataupun strategi alternatif untuk mengatasi berbagai masalah yang mungkin dihadapi siswa dalam proses pembelajaran. (Wijaya, 2009) HLB sesungguhnya merupakan hipotesis yang dibuat oleh peneliti mengenai proses belajar yang akan terjadi pada saat pelaksanaan pembelajaran di kelas. Lintasan belajar bersifat hipotetis karena, sampai siswa betul-betul belajar dengan masalah yang ada, kita tidak bisa yakin apa yang akan mereka lakukan atau apa dan bagaimana mereka akan membangun interpretasi-interpretasi, ide-ide dan strategistrategi baru. Para guru mengharapkan murid-muridnya untuk memecahkan masalah dengan sebuah cara yang mutlak. Atau, yang sedikit lebih baik, harapan mereka berbeda-beda pada setiap murid yang berbeda. 3



Menurut Chuang (2002), HLT terdiri dari tujuan pembelajaran kegiatan pembelajaran dan hipotesis proses pembelajaran. Komponen yang dikemukakan Chuang lebih kompleks, serangkaian tugas lebih dimaknakan komplek sebagai kegiatan pembelajaran. Penelitian Chuang berhasil merumuskan alur belajar siswa dalam memecahkan masalah matematika. Chuang lebih melihat alur belajar sebagai proses kegiatan pembelajaran. Clement & Sarama (2009: 3) mengemukakan bahwa learning trajectory terdiri dari tujuan matematika, perkembangan siswa dalam mencapai tujuan dan serangkaian tugas instruksional. Perbandingan konsep HLT dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Perbandingan Komponen Learning trajectory dari Simon, Chuang Yih Chen dan Clement & Saram No



Simon



Chuang Yih Chen



Clement & Saram



1



researcher developers



the learning goal



a mathematic goal



as goals (tujuan



(tujuan



(tujuan pemb.



pembelajaran)



pembelajaran)



matematika)



a set of tasks



learning activities



A set of instructional



(sekumpulan tugas)



(kegiatan



Activities (tugas dalam



pembelajaran)



kegiatan



2



pembelajaran) 3



hypothesis about



hypothetical



A developmental path



students’ thinking and



learning process



(perkembangan siswa



learning (hipotesis



(hipotesis proses



dalam belajar)



tentang bagaimana



pembelajaran)



siswa berpikir dan belajar Berdasarkan tabel tersebut maka dapat disimpulkan bahwa HLT terdiri dari 3 komponen yaitu tujuan pembelajaran, serangkaian tugas dalam kegiatan kegiatan pembelajaran dan dugaan tentang bagaimana siswa berpikir dan belajar. Hadi (2006) mengemukakan “alur belajar hipotetik adalah dugaan seorang desainer atau seorang peneliti mengenai kemungkinan belajar yang terjadi pada saat merancang 4



pembelajaran”. HLT merupakan dugaan mengenai proses pembelajaran yang akan terjadi, diman setelah dibuktikan dengan uji coba, maka akan diperoleh alur belajar siswa yang sesungguhnya (actual learning trajectory). Pada siklus pembelajaran berikutnya alur belajar tadi dapat dijadikan sebagai sebuah alur belajar hipotetik yang baru.



Hypothetical Learning trajectory



Hypothetical Learning trajectory



Actual Learning trajectory



1. tujuan pembelajaran



Diujicobakan melalui eksperimen



1. tujuan pembelajaran



2. serangkaian tugas dan kegiatan pembelajaran 3. hipotesis tahapan berpikir dan belajar siswa



2. serangkaian tugas dan kegiatan pembelajaran 3. hipotesis tahapan berpikir dan belajar siswa



SIKLUS I Actual Learning trajectory



Hypothetical Learning trajectory



1. tujuan pembelajaran



Diujicobakan melalui eksperimen



2. serangkaian tugas dan kegiatan pembelajaran



Menjadi Hypothetical Learning trajectory bagi selanjutnya 1. tujuan pembelajaran 2. serangkaian tugas dalam proses pembelajaran



3. hipotesis tahapan berpikir dan belajar sisiwa



3. hipotesis tahapan berpikir dan belajar sisiwa SIKLUS II



SIKLUS ke-n



5



Menurut Bakker (dalam Lidinillah, 2012), HLT berperan pada setiap tahapan design research, berikut ini adalah peran dan posisi HLT dalam setiap tahapan design research, yaitu sebagai berikut. a.



Tahap Preparation and Design Pada tahap ini, HLT dirancang untuk membimbing proses perancangan bahan pembelajaran yang akan dikembangkan dan diadaptasi. Konprontasi antara pemikiran umum dengan kegiatan konkrit sering mengarah pada HLT yang lebih spesifik. HLT dirancang selama tahap preparation and design.



b.



Tahap Design Experiment Selama percobaan pembelajaran, HLT berfungsi sebagai pembimbing (guide line) untuk guru dan peneliti apa yang akan difokuskan dalam proses pembelajaran, wawancara dan observasi. Peneliti dan guru perlu menyesuaikan HLT dengan kegiatan pembelajaran untuk pertemuan pembelajaran. Dengan HLT, proses penelitian dan pengembangan bisa lebih efisien. Perubahan dalam HLT biasanya dipengaruhi oleh kejadian di kelas yang belum dapat diantisipasi, strategi yang belum terlaksana, serta kegiatan yang terlalu sulit untuk dilaksanakan. Perubahan HLT dilakukan untuk menghasilkan kondisi yang optimal dan merupakan bagian dari data yang akan dianalisis. Perubahan HLT harus dilaporkan untuk mendukung proses pembentukan teori. HLT dapat berubah selama tahap teaching experiment.



c.



Tahap Restrospective Analysis Pada tahap ini, HLT berperan sebagai petunjuk dalam menentukan fokus analisis bagi peneliti. Karena prediksi dibuat berkaitan proses belajar siswa, maka peneliti dapat membandingkan antisipasi dari prediksi melalui observasi selama percobaan pembelajaran (teaching experiment). Analisis seperti ini, menyangkut saling mempengaruhi antara HLT dan dan pengamatan empiris dapat menjadi dasar pembentukan teori. Setelah tahap ini, HLT diformulasikan kembali berdasarkan hasil temuan observasi dan analisis yang dilakukan. HLT yang baru akan menjadi petunjuk pada tahap rancangan (design phase) berikutnya.



6



Dengan begitu, HLT merupakan bentuk konkrit atau pengkonkritan teori pembelajaran. Sebaliknya, teori pembelajaran dibentuk dari pengembangan HLT. Karena HLT, memuat tiga komponen, yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan hipotesis pembelajaran, maka keberadaannya sangat penting dalam seluruh tahapan design research 2.2 Manfaat Hypothetical Learning Trajectory Dalam setiap siklus penelitian desain secara makro, kita dapat membagi dalam tiga tahap yaitu tahap desain awal, tahap eksperimen dan tahap analisis retrospeksi (retrospective analysis). Pada tahap desain awal termasuk di dalamnya menghubungkan antara dua bagian utama yaitu, pengembangan suatu alur belajar hipotetik dan desain aktivitas belajar. Jadi merumuskan atau mengembangkan sebauh alur belajar hipotetik merupakan langkah pertama dalam sebuah siklus penelitian. Dikatakan alur belajar hipotetik kerena bersifat individual dan selalu dapat dirubah. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa HTL terdiri dari tiga komponen : 1.



Tujuan pembelajaran (Goal) Bagian pertama dari sebuah lintasan belajar adalah tujuan pembelajaran matematika. Tujuan pembelajaran seorang guru merupakan The Big Ideas of Mathematics yakni pengelompokan konsep-konsep



dan kemampuan-



kemampuan yang secara matematis merupakan hal yang pokok dan saling berhubungan, konsisten dengan pemikiran siswa, serta berguna dalam pembelajaran berikutnya. 2.



Kegiatan belajar (Activity) Bagian kedua dari lintasan belajar terdiri dari tingkatan-tingkatan berpikir, mulai dari yang mudah sampai yang rumit, untuk membawa siswa agar dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika yang telah ditetapkan. Progres perkembangan yang dibuat oleh guru menggambarkan sebuah lintasan yang akan diikuti oleh anak atau siswa dalam mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka tentang suatu topik matematika. Perkembangan kemampuan matematika seseorang dimulai sejak mereka hidup di dunia. Sebagaimana yang kita lihat, anak-anak mempunyai suatu kompetensi yang mirip dengan kompetensi matematika dalam hal bilangan, indera spasial, dan 7



pola atau bentuk dari sejak lahir. Namun, ide dan interpretasi anak-anak tentang suatu situasi atau kondisi merupakan sesuatu yang unik dan berbeda dengan ide dan interpretasi yang dimiliki oleh orang dewasa. Oleh karena itu, seorang guru yang baik akan sangat berhati-hati dengan tidak mengasumsikan bahwa anak-anak “melihat” situasi, masalah ataupun penyelesaian dari masalah tersebut sebagaimana orang dewasa melihatnya. Melainkan, guru yang baik adalah guru yang mampu menginterpretasi apa yang sedang dilakukan dan dipikirkan oleh anak didiknya dan berusaha melihat permasalahan tersebut dari sudut pandang anak didik tersebut. Sama halnya ketika guru tersebut berinteraksi dengan siswa, dia juga mempertimbangkan tugas-tugas pembelajaran serta tindakan yang ia lakukan dari sudut pandang siswa. Hal ini membuat pembelajaran di sekolah dasar, khususnya di kelas rendah (1 – 3) menantang sekaligus memberi kebanggaan tersendiri. 3.



Hipotesis Pemikiran dan Pemahaman Siswa Bagian ketiga dari lintasan belajar terdiri dari sekumpulan tugas-tugas pembelajaran yang bersesuaian dengan tingkat berpikir siswa yang ada dalam lintasan perkembangan yang telah dibuat. Tugas-tugas tersebut disusun untuk membantu siswa belajar tentang ide-ide dan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tingkatan berpikir. Clement & Sarama (dalam Surya, 2014) menjelaskan bahwa “learning



trajectories allow teachers to build the thinking of children as it develops naturally. So we know that all the goal and activities are within the developmental capacities of children. Finally, we know that activities provide the learning for school success” Melalui learning trajectory, guru dapat mengembangkan cara berpikir siswa dan menyediakan kegiatan pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini serupa yang dikemukan oleh Empson (2011: 18) yaitu “...provisional creation of researchers attempting to understand students’ learning and to represent it in a way that is useful for teachers, curriculum designers, and test makers”. Learning trajectory bermanfaat untuk guru, pengembang kurikulum dan pengembang penilaian untuk memahami pembelajaran siswa.



8



Sebuah alur belajar memberikan petunjuk bagi guru untuk menentukan dan merumuskan tujuan-tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selanjutnya guru dapat membuat keputusan-keputusan tentang langkah-langkah strategi yang akan digunakan untuk mewujutkan tujuan-tujuan tersebut. Sebelum menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran atau pemecahan masalah, guru seharusnya memiliki terlebih dahulu informasi tentang pengetahuan prasyarat, strategi berpikir yang digunakan anak, level berpikir yang mereka tunjukkan dan bagaimana variasi aktivitas yang dapat menolong mereka mengembangkan pemikiran yang dibutukan untuk tujuannya tersebut. Semuanya termuat dalam alur belajar hipotetik. Informasi-informasi itu dapat diperoleh melalui observasi, pretes, atau penilaian lain. Berdasarkan observasi, penilaian, dan informasi lain yang telah dikumpulkan, guru dapat mengetahui alur belajar ataupun tingkat berpikir yang dimiliki anak saat itu. Dengan mengetahui level dan alur pikir yang dimiliki anak, dalam proses pembelajaran kita dapat mengetahui mana yang harus didahulukan dalam proses pengembangannya. Alur belajar memberikan suatu kerangka kerja bagi guru untuk mengembangkan pengetahuan tentang berpikir dan belajar peserta didik. Selanjutnya pengetahuan tentang berpikir dan belajar peserta didik dapat digunakan untuk merencanakan pembelajaran. Memformulasikan suatu alur belajar hipotetik dapat didasarkan pada salah satu jenis sumber seperti: konjektur tanpa data empirik, eksperimen atau pengalaman mengajar, pretes dan postes, interview atau protokol tertulis dari beberapa pertanyaan, analisis tugas terstruktur dan seterusnya. Dalam proses memformulasikan alur belajar hipotetik, tujuan belajar (learning goals) dapat diuraikan dalam sub-sub tujuan (subgoals), sedangkan proses belajar disusun berdasarkan data empirik. Jika tujuan belajar (learning goals) dapat dikorelasikan dengan proses belajar akan mempermudah seorang guru dalam menyusun kerangka kerja untuk mendesain pembelajaran dan penilaian. Berikut ini adalah sebuah siklus pembelajaran yang memuat alur belajar yang dikonstruk oleh guru untuk perencanaan pembelajaran yang mengacu pada: (a) tujuan belajar, (b) pengaturan pembelajaran dan aktivitas, dan (c) proses belajar yang mungkin untuk melibatkan peserta didik secara aktif. 9



Gambar : Siklus pembelajaran matematika menurut Simon , (Nurdin,2011)



2.3 Asesmen Berbasis Hypothetical Learning Trajectory Corcoran, Mosher, & Rogat (2009) dalam laporan CPRE tentang Learning Progressions in Science, berpendapat bahwa salah satu manfaat pengembangan dan menguji perkembangan - hipotesis yang dijamin baik tentang jalur yang dipelajari siswa tentang konsep inti dan praktik disiplin ilmu cenderung berkembang seiring waktu, diberikan instruksi yang sesuai - akan menjadi tingkat pembelajaran yang diidentifikasi dalam perkembangan tersebut dapat berfungsi sebagai titik referensi terhadap penilaian yang dirancang untuk melaporkan di mana siswa berada di sepanjang jalur pembelajaran untuk memenuhi tujuan tersebut dan kemungkinan masalah yang dihadapi siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini berarti bahwa, ide-ide terkait tentang lintasan pembelajaran dan pengajaran dalam matematika menawarkan harapan yang sama dalam memberikan landasan yang lebih baik untuk merancang penilaian yang dapat melaporkan istilah yang bermakna di bidang pendidikan. Laporan Dewan Riset Nasional (NRC) 2001 tentang dasar-dasar penilaian, Mengetahui apa yang Siswa Ketahui (Pellegrino, Chudowsky, & Glaser, 2001) menggambarkan penilaian pendidikan sebagai proses berbentuk segitiga (dan siklus) yang idealnya harus berhubungan: 



Konsepsi yang beralasan secara ilmiah pada sifat pemikiran, pemahaman, dan keterampilan anak-anak dan siswa, dan bagaimana mereka berkembang; menuju







Jenis pengamatan terhadap perilaku dan kinerja siswa dan anak-anak yang mungkin mencerminkan di mana mereka berada dalam pengembangan 10



pemikiran dan pemahaman mereka, dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan itu; dan untuk 



Jenis-jenis penalaran dari, atau interpretasi dari, pengamatan yang akan mendukung kesimpulan tentang di mana anak-anak dan siswa berada dalam pengembangan pemikiran, pemahaman, dan keterampilan mereka.



Titik-titik segitiga penilaian laporan NRC diberi nama kognisi, observasi, dan interpretasi. Kognisi melibatkan pemahaman kontemporer tentang cara-cara di mana keahlian canggih dalam bidang apa pun berkembang, dengan instruksi dan praktik, dari konsep sederhana sebelumnya. NRC menyarakan agar keahlian tersebut melibatkan pengembangan struktur kognitif koheren yang mengatur pemahaman suatu bidang dengan cara membuat pengetahuan berguna dan melampaui akumulasi sederhana dari fakta atau keterampilan. Dalam pandangan mereka, peran penilaian harus mendukung kesimpulan tentang tingkat struktur ini (mereka menyebutnya "skema") yang telah dicapai siswa, bersama dengan konten yang telah mereka pelajari dan masalah khusus yang mungkin mereka miliki. Hal ini mengindikasikan konsistensi peran yang harus dimainkan oleh perkembangan atau lintasan pembelajaran (dan pada sejumlah poin Mengetahui apa yang Siswa Ketahui sebenarnya menggunakan istilah perkembangan untuk menggambarkan isi dari titik kognisi dari segitiga penilaian mereka). Mengetahui apa yang Siswa Ketahui memperjelas bahwa item penilaian atau kesempatan untuk mengamati perilaku siswa harus berasal dari, dan dirancang untuk mencerminkan, model kognitif hipotesis pembelajaran siswa, dan kemudian hasil yang diperoleh ketika siswa melakukan tugas penilaian, atau ketika perilaku mereka diamati, harus menjadi sasaran pemeriksaan rasional dan penerapan model statistik untuk melihat apakah pola kinerja siswa pada berbagai tugas dan pengamatan terlihat konsisten dengan apa yang diharapkan jika teori kognitif benar dan item terkait dengan cara yang diharapkan. Ketidaksesuaian seharusnya tidak dengan sendirinya membatalkan penilaian atau teori terkait, tetapi mereka mewakili tantangan



untuk



kembali



melalui



rantai



penalaran



yang



seharusnya



menghubungkan hasil penilaian dengan teori yang mendasari untuk melihat di mana dalam rantai itu penalaran yang mungkin telah salah. Mengetahui apa yang 11



Siswa Ketahui memberikan presentasi yang jelas tentang kasus untuk jenis desain penilaian berbasis bukti ini dan kemudian melanjutkan untuk menggambarkan pertimbangan yang masuk ke dalam desain item dan kesempatan untuk observasi; sehingga mereka memiliki peluang bagus untuk merefleksikan cara pengetahuan dan perilaku diharapkan tumbuh berdasarkan teori kognitif dan penelitian; dan agar peluang mereka juga mencerminkan faktor dan pengaruh yang tidak terkait berkurang. Sebagian besar penilaian skala besar dan menengah berakar pada model psikometrik yang mengasumsikan bahwa sifat yang mendasari yang merupakan target dari susunan penilaian baik siswa dan item penilaian sepanjang satu dimensi yang mendasari, seperti kemampuan matematika atau pemahaman membaca. Model-model ini mencirikan kemampuan atau keterampilan siswa dengan merujuk pada teman-temannya — di mana mereka berada dalam distribusi kinerja semua siswa (karenanya “direferensikan norma”) - dan menekankan kemampuan penilaian dan komponen-komponennya untuk membedakan atau "mendiskriminasi" di antara siswa. Item-item dalam penilaian ditulis tentang isi subjek sekolah dan agar sesuai dengan kerangka kerja yang mendefinisikan elemen-elemen konten yang akan dibahas, tetapi karakteristik mendasar yang menentukan apakah item dimasukkan dalam penilaian atau tidak memiliki sebanyak atau lebih berkaitan dengan apakah mereka “bekerja” untuk membeda-bedakan siswa dan berperilaku seolah-olah mereka mencerminkan satu dimensi mendasar. Penilaian tersebut dan skala berdasarkan pada mereka (diberikan asumsi tentang sifat distribusi kinerja siswa yang mendasari, skor skala sering diklaim memiliki sifat "interval yang sama", mungkin berguna untuk membandingkan hal-hal seperti keuntungan atau kerugian relatif untuk siswa di berbagai lokasi pada skala) cenderung tidak memberikan banyak informasi spesifik tentang apa yang diketahui dan dapat dilakukan siswa. Namun demikian, dalam praktik saat ini item bagi siswa yang memiliki skor skala tertentu cenderung benar dibandingkan dengan siswa yang berada di bawah mereka, dan cenderung gagal dibandingkan dengan siswa yang berada di atas mereka, dapat diperiksa setelah fakta untuk mencoba menyimpulkan sesuatu tentang apa skor pada poin-poin tertentu pada skala menyiratkan tentang apa yang tampaknya diketahui oleh siswa pada level-level tersebut. Guru telah menemukan melalui 12



pengalaman yang sulit, nilai-nilai dan kesimpulan yang terkait tidak banyak membantu dalam merancang intervensi instruksional untuk membantu siswa tetap di jalur dan terus berkembang. Penilaian yang dirancang dengan cara ini tidak mampu mencerminkan konsepsi yang lebih kompleks tentang cara belajar siswa berkembang, dan paling baik mereka memberikan umpan balik yang sangat kasar kepada guru atau ke sistem tentang apa yang sebenarnya dipelajari siswa dan apa yang dapat mereka lakukan. Alternatifnya, adalah merancang penilaian sehingga mereka membedakan, dan melaporkan dalam hal perbedaan dalam tingkat atau tahap pengetahuan tertentu dan keterampilan yang dicapai dalam mata pelajaran sekolah tertentu; berdasarkan teori yang diuji tentang bagaimana mata pelajaran tersebut dipelajari oleh sebagian besar siswa, sebagaimana yang kita ketahui apa yang siswa tahu (Pellegrino, Chudowsky, & Glaser, 2001). Beberapa model berkelanjutan menggunakan asumsi psikometrik yang mirip dengan yang digunakan dalam penilaian saat ini tetapi lebih fokus pada membedakan antara item daripada di antara siswa, dan menekankan pendekatan yang lebih ketat untuk desain item untuk meningkatkan relevansi pendidikan dan interpretasi hasil, sambil memungkinkan untuk peningkatan kompleksitas dengan mengasumsikan bahwa ada beberapa dimensi mendasar yang terlibat, bahkan jika masing-masing memiliki karakter linier (Wilson, 2005) dalam (Daro, 2011). Model kelas laten dalam beberapa hal bahkan lebih eksotis. Di antara yang lebih menarik adalah mereka yang mengandalkan inferensi Bayesian dan jaringan Bayesian (West et al, 2010) karena hal tersebut tampaknya pada prinsipnya dapat memodelkan, dan membantu untuk mengklarifikasi, ide-ide kompleks tanpa batas tentang jumlah faktor yang mungkin terlibat dalam pertumbuhan pengetahuan dan keterampilan siswa. Namun bagi para pembuat kebijakan model ini lebih kompleks dan bahkan lebih tidak jelas daripada model psikometrik konvensional, dan mengembangkan dan menerapkan penilaian berdasarkan pada mereka cenderung lebih mahal. Harapan dan kegunaan relatif dari model-model alternatif perlu dipilahpilah dengan digunakan dalam pengaturan praktis, dan tampaknya tidak mungkin bahwa akan ada perubahan yang signifikan terhadap penggunaan penilaian yang dirancang dengan cara-cara ini sampai ada beberapa demonstrasi praktis yang jelas 13



seperti penilaian memberikan informasi yang jauh lebih baik untuk membimbing praktik dan kebijakan daripada penilaian saat ini dapat dilakukan. Dalam matematika, beberapa peneliti sedang mengembangkan penilaian yang mencerminkan apa yang kita ketahui atau dapat berhipotesis tentang lintasan belajar siswa. Sebagai contoh, Jere Confrey dan Alan Maloney di NCSU sedang mengerjakan penilaian yang mencerminkan konsepsi mereka tentang lintasan pembelajaran untuk “ekuipartisi” sebagai bagian dari pengembangan penalaran angka rasional (Confrey & Maloney in press, 2010). Mereka mulai dengan sintesis yang luas dari literatur yang ada dan ditambah dengan melakukan wawancara klinis cross sectional dan studi desain untuk mengidentifikasi tingkat pemahaman kunci di sepanjang lintasan. Dari pengamatan terbuka ini mereka mengembangkan berbagai tugas penilaian yang dirancang untuk mencerminkan tingkat hipotesis. Penampilan siswa pada tugas-tugas sedang diuji dengan menggunakan model Item Response Theory (IRT) untuk melihat apakah item kesulitan dan hasil dari prosedur pemilihan item alternatif menghasilkan penilaian yang berperilaku dalam cara yang akan diprediksi jika item sebenarnya mencerminkan lintasan yang dihipotesiskan dan jika lintasan itu merupakan refleksi yang masuk akal dari cara perkembangan pemahaman siswa. Mereka bekerja dengan Andre Rupp, seorang psikometri di Universitas Maryland, dalam melakukan pendekatan berulang ini yang dari waktu ke waktu menguji pilihan item dan lintasan hipotesis. Menemukan kurangnya kesesuaian mengarah ke desain lebih lanjut, dan proyek telah terbuka untuk penggunaan beberapa model untuk melihat mana di antara mereka yang tampaknya menawarkan cara yang paling berguna untuk mewakili data. Pekerjaan proyek ini sedang berlangsung. Di seluruh negeri, peneliti dan pakar penilaian lainnya sedang mengerjakan pengembangan alat penilaian serupa. Dalam hal pengajaran sehari-hari, penerapan variabel laten atau model kelas laten untuk menghasilkan penilaian yang valid dan andal yang mungkin digunakan guru untuk memantau pemahaman siswa sama seperti menggunakan meriam untuk berburu semut. Instruksi adaptif, melibatkan penggunaan penilaian formatif secara sistematis dan berkelanjutan, yaitu penalaran guru (dan dalam banyak kasus siswa sendiri) dari bukti dalam apa yang mereka lihat dalam pekerjaan siswa, dan pengetahuan mereka tentang apa yang menyiratkan tentang di mana para 14



siswa dan apa yang mungkin mereka butuhkan untuk mengatasi hambatan atau bergerak ke langkah berikutnya, untuk merespons secara tepat dan konstruktif agar proses terus bergerak. Hal tersebut tidak selalu memerlukan penggunaan alat penilaian formal, karena guru yang dipersiapkan dengan baik (professional) harus tahu bagaimana menafsirkan aliran informasi informal dan berkelanjutan yang dihasilkan oleh interaksi siswa dengan kegiatan kelas dan kurikulum. Bukti itu tidak harus memenuhi jenis tes ketat pada reliabilitas atau validitas yang harus diterapkan pada taruhan tinggi dan penilaian yang diberikan secara eksternal, karena para guru memiliki kesempatan di tengah-tengah pengajaran untuk menguji interpretasi mereka dengan bertindak atas mereka dan melihat apakah mereka mendapatkan respons yang diharapkan dari siswa dan dengan bertindak lagi jika tidak. Jika mereka tidak yakin tentang implikasi dari apa yang mereka lihat, mereka memiliki pilihan hanya meminta siswa mereka untuk menguraikan atau menjelaskan, atau mencoba sesuatu yang lain untuk mengumpulkan bukti tambahan. Fokus pada pengembangan pemahaman klinis guru tentang pembelajaran siswa dengan cara yang dapat menginformasikan interpretasi mereka, dan tanggapan terhadap kemajuan siswa dan implementasi kurikulum yang mereka gunakan merupakan hal yang penting. Guru tentu saja beroperasi setiap hari dengan ukuran butir kemajuan yang berbeda dari level yang akan ditargetkan oleh penilaian skala besar untuk penilaian sumatif. Hal terakhir akan cenderung merujuk interval yang lebih besar atau tahapan kemajuan yang signifikan untuk menginformasikan kebijakan dan sistem yang lebih besar, serta untuk menginformasikan keputusan yang lebih penting tentang siswa, guru, dan sekolah. Namun demikian, akan sangat penting untuk ada korespondensi antara konsepsi kemajuan siswa yang digunakan guru di ruang kelas mereka dan konsepsi yang mendasari desain penilaian skala besar. Gambaran yang lebih besar menginformasikan desain penilaian akan membantu guru untuk menempatkan upaya mereka dalam konteks di mana siswa mereka sebelumnya dan mereka menuju kemana. Selain itu, harus membantu dan meyakinkan para guru jika penilaian yang orang lain gunakan untuk melihat bagaimana mereka dan siswa mereka dibentuk dengan cara yang konsisten dengan pemahaman kemajuan siswa yang mereka gunakan di kelas, sehingga mereka dapat memiliki keyakinan bahwa akan ada 15



kesepakatan antara kemajuan yang mereka amati dan kemajuan, atau tidak ada kemajuan, yang dilaporkan oleh penilaian eksternal ini. Tentu saja akan diinginkan jika laporan eksternal tersebut didasarkan pada model yang memberikan jaminan nyata bahwa laporan valid dan dapat diandalkan.



16



BAB III PENUTUP



3.1 Simpulan Hypothetical learning Trajectory (HLT) merupakan suatu instrumen yang menjadi panduan pada proses pelaksanaan design research, sebagai perluasan dari eksperimen berpikir (thought experiment). HLT terdiri dari 3 langkah yang dimiliki yaitu Tujuan Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, dan Hipotesis pemikiran dari pemahaman siswa. Manfaat dari Hypothetical Learning Trajectory adalah memberikan suatu kerangka kerja bagi guru untuk mengembangkan pengetahuan tentang berpikir dan belajar peserta didik. Alur belajar hipotetik memberi informasi tentang pengetahuan prasyarat, strategi berpikir yang digunakan anak, level berpikir yang mereka tunjukkan dan bagaimana variasi aktivitas yang dapat menolong mereka mengembangkan pemikiran yang dibutukan untuk tujuannya tersebut. Laporan Dewan Riset Nasional (NRC) 2001 tentang dasar-dasar penilaian, Mengetahui apa yang Siswa Ketahui (Pellegrino, Chudowsky, & Glaser, 2001) menggambarkan penilaian pendidikan sebagai proses berbentuk segitiga (dan siklus) yang idealnya harus berhubungan. Titik-titik segitiga penilaian laporan NRC diberi nama kognisi, observasi, dan interpretasi.



3.2 Saran Guru



sebagai pendidik



sebaiknya



lebih



memahami perancangan



pembelajaran dengan baik, salah satunya adalah perancangan pembelajaran Hypothetical Learning Trajectory untuk menambah wawasan mengenai perancangan pembelajaran yang inovatif.



17



DAFTAR RUJUKAN Corcoran, T , Mosher, F A , & Rogat, A (2009) Learning Progressions in Science: An Evidence-based Approach to Reform (Research Report #RR-63) Philadelphia: Consortium for Policy Research in Education Daro, Phil., Mosher, Frederic.,etc. 2011. Learning Trajectories in Mathematics. Consortium for Policy Research in Education Lidinnillah, 2012. Design Research sebagai Model Penelitian Pendidikan. http://file.upi.edu/Direktori/KD-TASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_ MUIZ_LIDINILLAH_%28KD-TASIKMALAYA%29-1979011320050 11003/132313548%20-%20dindin %20abdul%20muiz%20lidinillah/ Makalah%20Design%20Research%20pada%20Pelatihan%20Penulisan%2 0Skripsi.pdf. Diakses pada 22 Mei 2019. Nurdin. 2011. Trajektori dalam Pembelajaran Matematika. https://onlinejournal.unja.ac.id/edumatica/article/download/189/171. Diakses pada 22 Mei 2019. Pellegrino, J , Chudowsky, N , & Glaser, R (2001) Knowing what students know: The science and design of educational asesmen. Committee on the Foundations of Asesmen, National Research Council Washington, D C : National Academy Press Surya, Anesa. 2014. Learning Trajectory Pada Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar (SD). https://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/jpi/article/viewFile/ 11692/8417. Diakses pada 22 Mei 2019. Wijaya, Ariyadi. 2009. Hypothetical Learning Trajectory dan Peningkatan Pemahaman Konsep Pengukuran Panjang. http://staff.uny.ac.id/sites/ default/files/penelitian/ariyadi-wijaya-dr/awijayasemnas-mat-2009hlt.pdf. Diakses pada 22 Mei 2019.