I. Epiblepharon A. Definisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I.



Epiblepharon a. Definisi Epiblepharon adalah kelainan kelainan bawaan, di mana lipatan kulit dan otot orbicularis yang mendasarinya memiringkan bulu mata, sering mendorongnya ke arah bola mata. Kelainan ini merupakan salah satu kelainan kelopak mata paling umum ditemukan pada antara anak-anak ras Asia (Woo, 2000). Epiblepharon meliputi lipatan horizontal tambahan dari kulit yang membentang melintasi batas kelopak mata anterior; kondisi ini sangat umum pada individu etnis Asia Timur. Bulu mata diarahkan secara vertikal, terutama di bagian tengah kelopaknya. Ketika lipatan kulit ditarik ke bawah, posisi bulu mata menjadi kembali normal (Kanski, 2007). Selain itu, epiblepharon ditandai oleh lipatan horizontal kulit yang berdekatan dengan margin kelopak mata, di mana otot orbicularis yang mendasari margin kelopak mata salah mengarahkan bulu mata ke arah kornea yang menyebabkan iritasi mata dan erosi kornea. Bagian medial kelopak mata bawah paling sering terkena dan kondisinya hampir selalu bilateral (Shih & Huang, 2007). b. Epidemiologi Insiden epiblepharon menurun seiring bertambahnya usia, yaitu 24% pada usia 1 tahun, 20% pada usia 2 tahun, 17% pada usia 3-4, 7% pada usia 5-6, dan 2% pada usia 13-18. Tidak ada kecenderungan seksual yang ditemukan (Noda, Hayasaka, & Setogawa, 1989). Dibandingkan dengan Kaukasia, orang Asia umumnya memiliki tulang hidung yang cenderung meningkat pada usia yang lebih tua, dan telah dilaporkan bahwa 12,6% anak-anak Asia berusia 7 hingga 14 tahun memiliki epiblepharon. Kondisi ini tidak selalu benar dengan usia, dan koreksi bedah harus dilakukan setelah gejala muncul (Kim dkk, 2014).



c.



Etiologi Dua penyebab epiblepharon kelopak mata bawah yang diketahui adalah perkembangan retraktor kelopak mata bawah yang tidak memadai, ditandai dengan



tidak adanya perlekatan pada kulit, dan otot orbicularis pretarsal yang dimasukkan terlalu dekat ke tepi kelopak; selanjutnya, otot dan kulit anterior ke lempeng tarsal didorong ke depan di atas lempeng tarsal, mengakibatkan hipertrofi otot dan kulit (Kim dkk, 2014). d. Manifestasi Klinis Gejala terkait dari kondisi ini termasuk iritasi mata seperti epifora, fotofobia, sering menggosok mata, peningkatan kotoran, sering berkedip, dan sensasi benda asing, serta erosi kornea yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan (Kim dkk, 2014).



(Epiblepharon. Sumber: Kanski, 2007) e.



Diagnosis Adapun penegakan diagnosis epiblefaron dapat dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kelopak mata. i.



Anamnesis Pada epiblefaron, di mana, kausanya diduga adalah kongenital, maka dapat gali informasi terkait gejala yang ditimbulkan, seperti fotofobia, sering berkedip, dan sering menggosok kelopak mata (Shih & Huang, 2007). Selain itu, terdapat juga keluhan terasa seperti terdapat benda asing pada mata (Kim dkk, 2014).



ii.



Pemeriksaan Fisik Pada epiblefaron, lipatan kulit dan otot orbicularis yang mendasarinya memiringkan bulu mata, sering mendorongnya ke arah bola mata (Woo,



2000). Maka, melalui inspeksi, dapat dilihat bulu mata mengarah secara vertikal, terutama di bagian tengah kelopaknya. Ketika lipatan kulit ditarik ke bawah, posisi bulu mata menjadi kembali normal (Kanski, 2007). Selain itu, tanda yang dapat ditemukan pada epiblepharon adalah adanya lipatan horizontal kulit yang berdekatan dengan margin kelopak mata, di mana otot orbicularis yang mendasari margin kelopak mata salah mengarahkan bulu mata ke arah kornea yang dapat mengakibatkan iritasi mata yang ditandai dengan epifora dan peningkatan kotoran mata (Kim dkk, 2014) serta erosi kornea (Shih & Huang, 2007). f.



Diagnosis Banding Epiblepharon harus dapat dibedakan dari entropion kongenital. Jika epiblepharon disebabkan karena perkembangan retraktor kelopak mata bawah yang tidak memadai, ditandai dengan tidak adanya perlekatan pada kulit, dan otot orbicularis pretarsal yang dimasukkan terlalu dekat ke tepi kelopak; selanjutnya, otot dan kulit anterior ke lempeng tarsal didorong ke depan di atas lempeng tarsal, mengakibatkan hipertrofi otot dan kulit.



Sebaliknya, penyebab entropion kongenital, adalah kurangnya tarsus,



hipertrofi otot orbicularis pretarsal di kelopak mata, dan ruptur perlekatan retraksi aponeurosis (Kim dkk, 2014). Entropion kelopak atas biasanya sekunder akibat efek mekanis mikrofthalmos, yang menyebabkan derajat variabel dari kelainan kelopak atas. Entropion kelopak bawah umumnya disebabkan oleh maldevelopment aponeurosis retraktor inferior (Kanski, 2007). Untuk membedakan entropion dengan epiblepharon, lipatan kulit ditarik ke bawah pada kelopak mata bawah atau ke atas pada kelopak mata atas. Dalam kasus epiblepharon, posisi bulu mata berubah dan lokasi normal margin kelopak mata menjadi terlihat, sedangkan pada entropion, seluruh margin kelopak mata ditarik ke luar (Noda, Hayasaka, & Setogawa, 1989).



(Kongenital entropion pada kelopak mata bawah. Sumber: Kanski, 2007).



g.



Tatalaksana Meskipun pada beberapa kasus dapat sembuh seiring dengan pertumbuhan wajah selama masa kanak-kanak, epiblepharon dapat menyebabkan cedera kornea dan astigmatisme dari bulu mata dan lipatan kulit. Pembedahan diperlukan untuk kasuskasus di mana terdapat cedera kornea dari bulu mata. Pembedahan dilakukan pada kasus-kasus dengan erosi kornea dan / atau gejala iritasi (Woo, 2000).



h. Komplikasi Gejala terkait dari epiblepharon adalah iritasi mata dan erosi kornea yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan (Kim dkk, 2014). Selain itu, anak-anak dengan epiblepharon seringkali menggosok kelopak mata. Perilaku tersebut diasumsikan menyebabkan astigmatisme kornea pada keratoconus, yang secara hipotetis diperburuk oleh erosi kornea (Shih & Huang, 2007).



BAB IV KESIMPULAN



Epiblepharon merupakan kelainan bawaan, ditandai dengan terdapat lipatan kulit dan otot orbicularis yang mendasarinya memiringkan bulu mata, sering mendorongnya ke arah bola mata. Kelainan ini merupakan salah satu kelainan kelopak mata paling umum ditemukan pada antara anak-anak ras Asia (Woo, 2000). Kelainan ini dapat menyebabkan iritasi mata dan erosi kornea. Bagian medial kelopak mata bawah paling sering terkena dan kondisinya hampir selalu bilateral (Shih & Huang, 2007). Penyebab epiblepharon kelopak mata bawah adalah perkembangan retraktor kelopak mata bawah yang tidak memadai dan otot orbicularis pretarsal yang dimasukkan terlalu dekat ke tepi kelopak; selanjutnya, otot dan kulit anterior ke lempeng tarsal didorong ke depan di atas lempeng tarsal, mengakibatkan hipertrofi otot dan kulit (Kim dkk, 2014). Gejala dari kondisi ini meliputi iritasi mata yang ditandai dengan adanya epifora, fotofobia, sering menggosok mata, peningkatan kotoran, sering berkedip, dan sensasi benda asing, serta erosi kornea yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan (Kim dkk, 2014). Adapun penegakan diagnosis epiblefaron dapat dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kelopak mata terkait dengan manifestasi klinis dari kelainan ini (Kim dkk, 2014). Pada beberapa kasus dapat sembuh seiring dengan pertumbuhan wajah selama masa kanak-kanak, namun tindakan pembedahan tetap diperlukan apabila terdapat erosi kornea dan / atau gejala iritasi (Woo, 2000).



DAFTAR PUSTAKA



Kanski, Jack J., 2007. Kanski Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. Edisi 6. Elsevier; 59-60. Khurana, A K. 2007. Diseases of the Eyelids. In Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. India: New Age International; 339-341. Kim, J. S., Jin, S. W., Hur, M. C., Kwon, Y. H., Ryu, W. Y., Jeong, W. J., & Ahn, H. B. (2014). The Clinical Characteristics and Surgical Outcomes of Epiblepharon in Korean Children: A 9-Year Experience. Journal of Ophthalmology, 1–5. Nema, HV. 2008. Diseases of the Lids. In Textbook of Ophtalmology 5th Ed. India: Jaypee Brothers Medical Publisher; 385-387. Noda, S., Hayasaka, S., & Setogawa, T. 1989. Epiblepharon with inverted eyelashes in Japanese children. I. Incidence and symptoms. British Journal of Ophthalmology, 73(2), 126–127. Olver, J., Cassidy, L. 2005. Common Eyelid Malpositions. In Ophtalmology at A Glance. 56-57. Shih, Min-Hsiu & Huang, Fu-Chin. 2007. Astigmatisme in Children with Epiblepharon. Lippincott William & Wilkins, 26: 1090-1094. Woo, K. I. (2000). Surgical correction for lower lid epiblepharon in Asians. British Journal of Ophthalmology, 84(12), 1407–1410.