Kasus 1 (1) Mow [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Vera Sintyadewi 707132003 Lamria Sinaga 707132001 Mata kuliah : Metode Observasi dan Wawancara



PELANGGARAN KODE ETIK DALAM WAWANCARA DAN OBSERVASI KASUS 1 Sebuah perusahaan Telekomunikasi sedang membutuhkan karyawan baru dalam jumlah yang banyak untuk beberapa posisi dalam waktu yang cepat. Maka perusahaan tersebut menugaskan para staf HRD nya untuk mengadakan walk-in interview sebagai langkah pertama untuk menjaring sejumlah kandidat. Kandidat yang berdatangan sangat banyak hingga semua staff yang melakukan wawancara tidak sempat istirahat makan siang. Beberapa orang staf melakukan istirahat makan siang



secara bergantian, sedangkan salah seorang staf



bernama X ingin segera pekerjaannya segera selesai maka ia mewawancarai kandidat sambil menikmati makan siangnya.



PEMBAHASAN Kasus 1 ini menggambarkan situasi rekrutmen atau penjaringan sejumlah kandidat tenaga kerja dengan konsep walk-in interview. Pengertian umum dari walk-in interview adalah penyaringan pekerjaan (job screening) yang dilakukan tanpa perjanjian atau penjadwalan antara pencari kerja dengan pemberi kerja. Situasi yang terjadi pada proses rekrutmen ini adalah spontan dan tanpa didahului dengan perjanjian, ditujukan kepada siapa pun pencari kerja. Dengan demikian apapun latar belakang pencari kerja dapat mengikuti proses ini dan berhak untuk mendapatkan kesempatan melamar pekerjaan. Maka sudah pasti peminat atau kandidatnya cukup banyak. Kandidat yang banyak tentunya membutuhkan staff HRD yang banyak, waktu penyaringan (job screening) yang lama, tenaga dan kemampuan staff HRD yang tinggi dalam mengobservasi dan mewawancara kandidat. Pada kasus 1 ini dijelaskan bahwa para staff bergantian istirahat makan siang. Namun staff X tetap melanjutkan proses penjaringan ini sambil menikmati makan siangnya. Situasi ini perlu dicermati dalam kaitannya dengan kode etik psikologi yang berlaku. Melakukan observasi dan wawancara membutuhkan kemampuan dasar (1) kemampuan membina rapport, (2) empati, (3) attending behavior, (4) teknik Page 1



Vera Sintyadewi 707132003 Lamria Sinaga 707132001 Mata kuliah : Metode Observasi dan Wawancara



bertanya, (5) ketrampilan observasi, (6) active listening (Wirawan, Suryadi, Natasha, Indriyani, 2012). Membina rapport sebagai langkah awal dalam membina hubungan komunikasi yang kooperatif dan harmonis agar kandidat merasa



nyaman



untuk



mengungkapkan



dirinya



pada



saat



wawancara



berlangsung. Staff X dalam kondisi melakukan wawancara sambil menikmati makan siang tidak membina rapport dengan baik, suasana/situasi wawancara menjadi tidak nyaman bagi kandidat dan menjadi sulit untuk membina relasi yang mendukung kandidat untuk bebas berbicara dan fokus terhadap topik wawancara. Empati dan attending behavior sangat tergantung pada kualitas rapport yang diciptakan, pada kasus ini staff X pastinya akan kurang memberikan empati dikarenakan kurangnya memberikan perhatian pada apa yang diucapkan dan ditampilkan oleh kandidat. Perhatian staff X teralihkan dengan aktivitas makan siangnya sendiri, pemahaman akan apa yang diceritakan oleh kandidat tidak direfleksikan dan ditangkap sepenuhnya. Pada proses wawancara, staff X perlu fokus pada kandidat daripada pada dirinya sendiri. Berbicara sambil makan juga bisa mengurangi kualitas kontrol atas suara yang ditampilkan (voice qualities). Observasi yang dilakukan oleh staff X menjadi kurang fokus dan detil, khususnya pada observasi perilaku non verbal dan konflik, diskrepansi dan inkongruensi atas perilaku verbal dan non verbal yang timbul pada saat wawancara kandidat tersebut. Kemampuan mendengarkan secara aktif (active listening skill) yang diharapkan dapat mendorong atau menyemangati kandidat untuk menjawab pertanyaan dengan terbuka, dan jujur membutuhkan sikap, perhatian dan perilaku staff X yang tepat. Pada saat melakukan aktivitas makan siang, staff X tidak mampu sepenuhnya menunjukkan active listening behavior. Semua hal diatas dikaitkan dengan dengan Kode Etik Psikologi Indonesia yang diterbitkan HIMPSI tahun 2010, dapat menunjukkan terjadinya beberapa pelanggaran kode etik psikologi. Pelanggaran pada pasal-pasal kode etik psikologi Indonesia kami bahas seperti dijelaskan berikut ini. Pasal 13 mengenai sikap profesional, butir a tentang mengutamakan dasar-dasar profesional, staff X tidak menunjukkan sikap profesional. Butir b, tentang memberikan layanan kepada semua pihak yang membutuhkan, staff X memberikan layanan situasi dan kondisi yang berbeda dibandingkan kandidat sebelum atau sesudahnya, padahal pada tempat, rentang waktu dan tujuan



Page 2



Vera Sintyadewi 707132003 Lamria Sinaga 707132001 Mata kuliah : Metode Observasi dan Wawancara



proses yang sama. Butir c, tentang melindungi pemakai layanan psikologi dari akibat yang merugikan sebagai dampak layanan psikologi yang diterimanya, staff X dengan perhatiannya yang terpecah dengan aktivitas makan siangnya dapat memberikan dampak buruk bagi kandidat maupun pengguna jasa staff X. Dampak buruknya dapat berupa tidak akurat penilaian yang diberikan, sehingga kandidat yang tidak tepat diberikan hasil yang baik atau sebaliknya kandidat yang baik mendapatkan penilaian yang kurang sesuai. Pasal 14 ayat 2 mengenai pelecehan lain, psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak diperkenankan secara sadar terlibat dalam perilaku yang melecehkan atau meremehkan individu yang berinteraksi dengan mereka dalam pekerjaan mereka, baik atas dasar usia, gender, ras, suku, bangsa, agama, orientasi seks, kecacatan, bahasa, atau status sosial-ekonomi. Dalam kasus ini, staff X melakukan perilaku yang meremehkan kandidat dengan makan siang pada saat wawancara berlangsung. Kandidat bukan menjadi satu-satunya fokus perhatian staff X pada saat wawancara tersebut, dan seolah-olah menjadi tidak terlalu penting untuk dihargai upayanya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan.



Pasal 17 mengenai konflik kepentingan, psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menghindar dari melakukan peran profesional apabila kepentingan pribadi, ilmiah, profesional, hukum, finansial, kepentingan atau hubungan lain diperkirakan akan merusak objektivitas, kompetensi, atau efektivitas mereka dalam menjalankan fungsi sebagai Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi atau berdampak buruk bagi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak yang terkait dengan pengguna layanan psikologi tersebut. Staff X menunjukkan adanya konflik kepentingan pribadi yaitu makan siang ketika menjalankan fungsinya sebagai psikolog, dalam hal ini staff HRD yang melakukan rekrutment, sehingga dapat menimbulkan dampak buruk bagi kandidat dan pengguna layanannya seperti yang sudah disebutkan diatas. Selain daripada yang telah dilakukan oleh staff X, ada peranan dari rekan-rekan staff HRD lainnya terkait dengan pelanggaran kode etik psikologi Indonesia pasal 19 mengenai hubungan professional ayat 1 butir c hubungan antar profesi, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib mengingatkan rekan profesinya dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran kode etik psikologi. Rekan-rekan staff X tidak memberikan peringatan kepada staff X mengenai



Page 3



Vera Sintyadewi 707132003 Lamria Sinaga 707132001 Mata kuliah : Metode Observasi dan Wawancara



aktivitas makan siang pada saat melakukan wawancara akan menimbulkan perilaku tidak profesional, memberikan gambaran yang kurang tepat dan pelanggaran kode etik psikologi.



Daftar pustaka, Himpunan Psikologi Indonesia. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Kebayoran Lama, Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia. Wirawan, H., Suryadi, D., Natasha, T., Iriyani, C. (2012). Ketrampilan dasar wawancara. Mata kuliah teknik wawancara, Universitas Tarumanagara, Indonesia.



Page 4