Kasus Tutorial Retensio Plasenta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bagian Obstetri dan Ginekologi Program Studi Kedokteran Umum Universitas Mulawarman



Tutorial Klinik



RETENSIO PLASENTA



Disusun Oleh: 1. Afiani Miftahul Jannah 2. Dwi Tantri 3. Munira



4. Titis Hadiyanti Setyadi 5. Raden Adityo T.H.P



Pembimbing:



dr. Prima Deri Pella, Sp.OG



Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi Program Studi Kedokteran Umum Universitas Mulawarman 2012



BAB I PENDAHULUAN



Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%-17%. Salah satu data angka kejadian retensio plasenta di rumah sakit yang pernah dilaporkan adalah di RSU H. Damanhuri Barabai, Kalimantan Selatan selama 3 tahun (1997-1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.1 Perdarahan pasca persalinan dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Pemeriksaan plasenta setelah proses persalinan harus dilakukan secara rutin. Apabila ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa plasenta dikeluarkan.2 Menurunkan kejadian perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta tidak hanya mengurangi risiko kematian ibu, namun juga menghindarkannya dari risiko kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan, seperti reaksi tranfusi, tindakan operatif, dan infeksi. Bukti berbagai penelitian mendukung penatalaksanaan aktif kala III persalinan (setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta) dapat menurunkan risiko perdarahan pasca persalinan sampai 40%.



2



BAB II LAPORAN KASUS



Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat, 24 Februari 2012 pukul 02.15 WITA di ruang VK Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.



ANAMNESIS Identitas Pasien Nama



: Ny. M



Usia



: 38 tahun.



Alamat



: Jl. Melintang Ulu Mahakam



Pekerjaan



: Ibu rumah tangga (IRT).



Pendidikan



: Sekolah dasar (SD).



Suku



: Banjar



Agama



: Islam.



Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda pada hari Kamis, 23 Februari 2012 pukul 23.09 WITA.



Identitas Suami Nama



: Tn. S



Usia



: 40 tahun.



Alamat



: Jl. Melintang Ulu Mahakam



Pekerjaan



: Nelayan



Pendidikan



: SMA



Suku



: Jawa



Agama



: Islam



3



Keluhan Utama Ari ari bayi tidak lahir Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merupakan rujukan dari puskesmas karena ari ari bayi belum lahir. Pasien telah melahirkan anak ke tujuhnya dirumah sejak ± 10 Jam SMRS yang di tolong oleh dukun kampung, anak lahir spontan dan setelah setengah jam plasenta tidak lahir dan akhirnya pasien di bawa ke Puskesmas dan dilakukan manual plasenta namun plasenta tetap tidak lahir sehingga pasien di rujuk ke RSUD AW Sjahranie Samarinda. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada perut bawah, dan pasien juga mengeluhkan adanya rasa lemas.



Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki riwayat hipertensi sebelumnya sejak melahirkan anak yang ke6, tidak ada diabetes mellitus maupun asma sebelum masa kehamilan.



Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma.



Riwayat Menstruasi 



Menarche



: 13 tahun.







Siklus haid



: 28 hari /teratur







Lama haid



: 7 hari.







Jumlah darah haid



: 2 kali ganti pembalut.



Riwayat Pernikahan Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 18



tahun dengan lama



pernikahan selama 20 tahun.



Riwayat Obstetrik



4



1. 1997/Rumah/aterm/spontan/tidak ada penyulit/dukun/laki-laki/sehat 2. 1998/Rumah/aterm/spontan/tidak ada penyulit/dukun /perempuan/sehat 3. 2000/abortus 4. 2001/Rumah/aterm/spontan/tidak ada penyulit/dukun /laki-laki/sehat 5. 2002/Rumah/aterm/spontan/tidak ada penyulit/dukun /perempuan/sehat 6. 2007/Rumah/aterm/spontan/retensio plasenta/dukun /laki-laki/sehat 7. 2012/Rumah/aterm/spontan/retensio plasenta/dukun /laki-laki/sehat



Antenatal Care (ANC) Puskesmas



Kontrasepsi Suntik KB 3 bulan sekali selama 3 bulan



Pemeriksaan Fisik Antropometri



: Berat badan (BB) : 46 kg, Tinggi badan (TB) : 158 cm.



Keadaan umum



: Tampak sakit sedang



Kesadaran



: Compos mentis



Tanda vital



:







Tekanan darah



: 160/70 mmHg







Frekuensi nadi



: 124 kali/menit







Frekuensi nafas : 28 kali/menit







Suhu



: 36 ºc



Status Generalisata 



Kepala



: normocephal







Mata



: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)







Telinga



: tidak ditemukan kelainan







Hidung



: tidak ditemukan kelainan







Tenggorokkan



: tidak ditemukan kelainan



5







Leher



: pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran



tiroid (-) 











Thoraks



:



 Jantung



: S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)



 Paru-paru



: suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)



Abdomen:  Inspeksi



: flat, linea (-), striae (-)



 Auskultasi



: bising usus (+) normal



Ekstremitas:  Superior



: edema (-/-), akral hangat



 Inferior



: edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)



Status Obstetrik dan Ginekologi 



Inspeksi



: flat, striae (-), linea (-), vulva vagina normal.







Palpasi



: Tinggi fundus uteri : 15 cm, kontraksi: kurang baik







Periksa Dalam: tampak perdarahan tidak aktif dan tali pusat dengan panjang 7 cm, pembukaan 2 cm, porsio tebal lunak.



Diagnosis Kerja Sementara P6A1 + Retensio Plasenta+Anemia



Pemeriksaan Penunjang Darah Rutin



Urine Lengkap







Leukosit



: 15.000 / mm3







Hemoglobin



: 8,0 gr %







Hematokrit



: 23,4%







Trombosit



: 260.000 / mm3







Bleeding Time : 3 menit







Clotting Time : 10 menit



Tidak dilakukan pemeriksaan



6



Kimia Darah 



GDS



: 85 mg/dL



Penatalaksanaan: 



Rencana Manual Plasenta







Transfusi PRC 1 kolf



Laporan Operasi (11 Februari 2012) Diagnosis Pre-Operatif : P6AI + Retensio Plasenta Diagnosis Post-Operatif : Retensio Plasenta et causa Plasenta Akreta Macam Operasi : Manual Plasenta dan Kuretase 



Langkah operasi : 



Mengkaji Ulang diagnosis sebelum operasi







Dilakukan sepsis dan antisepsis







Pasang doek steril







Mencoba melakukan penegangan tali pusat dengan tarikan ringan (plasenta belum terlepas)







Memasukkan tangan secara pelan-pelan dengan menelusuri tali pusat







Melepaskan plasenta dari implantasinya







Menilai kembali apakah plasenta sudah terlepas semuanya







Melanjutkan dengan kuretase hingga besih







Menilai jumlah perdarahan (±500 cc)



Terapi Post Operasi 



RL drip oxytosin 2 amp/hari 28 Tpm







Cefotaxim 3x1 gr i.v







Injeksi ketorolak 3x30 mg iv







Injeksi metergin 3x1 amp







Injeksi kalnex 3x 500 mg iv



7







RL:D5 28 tpm







Gastrul tablet 3x1 selama 7 hari







Cek HB post manual plasenta, jika < 8 pro transfuse







Pro USG 7 hari post partum



Follow Up Antepartum Tanggal/Jam Follow Up 24-02-2012



Menerima pasien baru dari IGD, kemudian melakukan anamnesis dan



02. 15



pemeriksaan fisik di ruang VK Mawar hingga didapatkan dengan diagnosis : P6AI + Retensio Plasenta



02.30



Tekanan Darah : 160/70 mmHg, Nadi : 124 kali/menit, Pernapasan : 26 kali/menit; Suhu : 36,7 ºC.



05.30



Lapor dr. Sp. OG mendapatkan advis : Transfuse PRC 1 Kolf Rencana Manual plasenta di OK IGD Siapakan SIO, lapor OK Kalau emergansi pada jam 07-12.00, lapor dr.Andriansyah, Sp.OG



06.30



Transfusi PRC 1 kolf



11.00



TD: 130/ 80 mmHg Nadi: 90x/menit RR: 20x/menit



12.30



Pasien di antar ke OK IBS



15.25



Menjemput pasien dari OK IBS TD: 100/70 mmHg Nadi: 100x/menit RR: 22x/menit



22.00



TD: 140/80 mmHg Nadi: 82x/menit RR: 22x/menit



8



Keluhan: pusing masih, pasien dipuasakan 17.00



Memasang Transfusi 1 kolf PRC



17.45



TD: 50 per palpasi Pasien gelisah Guyur RL Memberikan oksigen



18.15



TD: 90/50 mmHg N: 120x/menit RR:28x/menit Reflex pupil (+/+) Lapor dr.jaga: advise -



Guyur RL selesaikan 1 kolf, bila Tekanan darah masih tetap lanjutkan 1 kolf lagi.



18.45



-



Cek GDS



-



Observasi tanda vital



-



Tidak perlu pasang kateter



Guyur 1 kolf RL selesai TD:120/80 mmHg Nadi: 108 x/menit



18.55



Hasil Laboratorium sito: HB: 5,9 gr/dl Leukosit: 28.000 gr/dl HCT : 17 % PLT: 424.000 GDS: 87



21.10



Suhu: 39,5 c Memberikan Parasetamol 1 tablet.



Observasi post Manual Plasenta Tanggal/Jam Follow Up 15.30



TTV: TD: 110/70 mmHg Nadi: 96x/I, RR: 24x/I t: 36,9 c Cairan: RL+Oksitosin 2 ampul



15.45



TTV: TD: 100/70 mmHg Nadi: 100x/I, RR: 22x/I t: 36,6 c



16.00



TTV: TD: 100/60 mmHg Nadi: 98x/I, RR: 22x/I t: 36,9 c



16.15



TTV: TD: 110/70 mmHg Nadi: 100x/I, RR: 22x/I t: 36 c



9



16.45



TTV: TD: 110/60 mmHg Nadi: 100x/I, RR: 24x/I t: 36 c



17.00



TTV: TD: 110/70 mmHg Nadi: 96x/I, RR: 24x/I t: 36,3 c



10



BAB III TINJAUAN PUSTAKA



1. Pengertian Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, maka disebut retensio plasenta.3,4



2. Epidemiologi Di Inggris, separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh proses pasca persalinan.2 Frekuensi perdarahan pasca persalinan 4/5-15% dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya, perdarahan pasca persalinan berturut-turut dari yang paling banyak disebabkan oleh atonia uteri (50-60%), sisa plasenta (23-24%), retensio plasenta (16-17%), laserasi jalan lahir (4-5%) dan kelainan darah (0,3-0,8%). Di Indonesia perdarahan merupakan penyebab pertama kematian ibu melahirkan (4060%). Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16-17%.1



A. Jenis-Jenis Retensio Plasenta 1. Plasenta Adhesiva Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis. 2. Plasenta Akreta Adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki sebagian lapisan miornetrium. 3. Plasenta Inkreta Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki miornetnum. 4. Plasenta Perlireta Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.



11



5. Plaserita Inkarserata Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi osteuni uteri. 3. Etiologi2 



Plasenta belum lepas dari dinding uterus Apabila plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus dapat karena : a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesive) b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta – perkreta).







Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang mengahalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).



4. Diagnosis Diagnosa retensio plasenta dibuat apabila plasenta yang tidak lepas secara spontan setelah setengah jam bayi lahir atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.5 Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus. 5. Diagnosis Banding6 Plasenta akreta, yaitu suatu plasenta plasenta abnormal dimana vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.



12



5. Penanganan Retensio plasenta tanpa perdarahan masih dapat menunggu. Sementara itu kandung kemih dikosongkan, masase uterus dan suntikan oksitosin (i.v. atau i.m. atau melalui infus).1 Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Dapat dicoba dulu perasat menurut Crede. Tetapi tindakan ini tidak dianjurkan karena menyebabkan terjadinya inversio uteri. Tekanan yang keras pada uterus dapat pula menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri yang hebat dan kemungkinan dapat terjadi syok. Akan tetapi dengan tekhnik yang sempurna hal-hal itu dapat dihindarkan. Cara yang lain adalah cara Brandt.3



Gambar 1. Brandt-AndrewsManeuver Dengan salah satu tangan, penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan di atas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak di permukaan depan rahim, kira-kira perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Denagan melakukan tekanan ke arah atas belakang, maka badan rahim akan terangkat. Apabila plasenta telah terlepas maka tali pusat tidak tertarik kearah atas. Kemudian tekanan di atas simfisis diarahkan ke bawah belakang, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan untuk membantu mengeluarkan plasenta.



13



Yang selalu tidak dapat dicegah ialah bahwa plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya, ada bagian yang masih tertinggal yang harus dikeluarkan dengan cara plasenta manual. Cara ini dianggap paling baik.3 Penatalaksanaan manual plasenta: 3,5, 7 



Kaji ulang indikasi, prinsip dasar perawatan dan pasang infus.







Kosongkan kandung kemih atau lakukan kateterisasi







Berikan sedatif dan analgetika atau ketamin







Beri antibiotik dosis tunggal (profilaksis): ampisilin 2 g IV ditambah metronidazol 500 mg IV







Pasang sarung tangan DTT







Jepit tali pusat dengan kocher kemudian menegangkan sejajar lantai.







Secara obstetrik memasukkan tangan dengan menelusuri bagian bawah tali pusat.







Setelah tangan mencapai serviks minta asisten untuk memegang kocher kemudian tangan yang lainnya menahan fundus uteri, sekaligus mencegah inversio uteri.







Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam ke kavum uteri hingga mencapai tempat implantasi plasenta.







Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam, jari-jari dirapatkan.







Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.







Gerakkan tangan ke kiri dan ke kanan sambil menggeser ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.







Sementara satu tangan masih didalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.







Pindahkan tangan luar ke supra simpisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan.







Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta keluar.



14







Lakukan sedikit dorongan ke arah dorsocranial setelah plasenta lahir.







Beri oksitosin 10 IU dalam 500 cc cairan IV 60 tetes/menit dan masase uterus untuk merangsang kontraksi.







Periksa apakah plasenta lengkap atau tidak. Jika tidak lengkap, lakukan eksplorasi ke dalam kavum uteri.







Periksa dan perbaiki robekan serviks, vagina atau episiotomi.



Plasenta manual segera dilakukan jika : 



Perdarahan kala-III lebih dari 200 ml







Penderita dalam narkosa







Riwayat PPH habitualis







Plasenta akreta, inkreta dan perkreta ditolong dengan histerektomi.







Sisa plasenta dikeluarkan dengan kerokan.







Penderita diberikan uterotonika, analgetika, roboransia dan antibiotika Pada pelepasan plasenta akreta, pelepasan plasenta lebih banyak mengalami



kesulitan. Pada plasenta akreta, plasenta hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong dan bahaya perforasi dan perdarahan mengancam. Apabila ditemui kesulitankesulitan seperti diatas, plasenta inkreta dapat dibuat dan plasenta manual dihentikan, lalu dilakukan histerektomi.3 Pada plasenta yang sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk dilahirkan karena lingkaran kontriksi (inkarserasio plasenta) tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam vagina dan ke bagian bawah uterus dengan dibantu oleh anastesia umum untuk melonggarkan kontriksi. Dengan tangan tersebut sebagai petunjuk dimasukkan cunam ovum melalui lingkaran kontriksi untuk memegang plasenta dan perlahan–lahan plasenta sedikit demi sedikit ditarik kebawah melalui tempat sempit tersebut.3



15



Retensio Plasenta



Penanganan Umum: 1. Infuse tranfusi darah 2. Pertimbangan untuk referral RSU C



Perdarahan banyak 300 – 400 cc



Perdarahan sedikit: 1. Anemia dan syok 2. Perlekatan plasenta



Plasenta manual



Berhasil baik: Observasi: 1. Keadaan umum 2. Perdarahan 3. Obat profilaktik  Vitamin  Fe preparat  Antibiotika  Uterotonika



Plasenta Rest: 1. Kuretase tumpul 2. Utero-vaginal tampon 3. masase



Plasenta melekat: 1. Akreta 2. Inkreta 3. Perkreta 4. adhesiva



Perdarahan terus: 1. Tampon basah 2. Atonia uteri



Histerektomi Pertimbangan: 1. Keadaan umum 2. Umur penderita 3. Paritas penderita Ligasi arteri hipogastrika



Gambar 1. Penatalaksanan Retensio Plasenta8



6. Pencegahan Pencegahan dilakukan dengan menajemen aktif kala III, yaitu:7 



Memberikan oksitosin







Klem dan potong tali pusat







Traksi terkendali tali pusat



16



BAB IV PEMBAHASAN Pasien Ny. M, usia 38 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama ariari belum lahir. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ditegakkanlah diagnosis pasien ini yaitu P6A0 + Retensio Plasenta + Anemia



Penegakkan Diagnosis a. Anamnesis Teori



Kasus



Plasenta belum lahir setengah jam



Anak lahir spontan dan setelah



setelah janin lahir



setengah jam plasenta tidak lahir



Plasenta belum lepas dari dinding uterus dapat karena :



Pasien merasa lemas



a.Kontraksi uterus kurang kuat untuk



melepaskan



plasenta



(plasenta adhesive) b.Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis



menembus



desidua



sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta – perkreta)



Penegakan diagnosis pada pasien dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis diperoleh adanya amenorhea, perdarahan pervaginam, perut yang membesar seperti pada kehamilan Hal ini sesuai dengan teori dimana dikatakan bahwa tanda dan gejala mola hidatidosa adalah amenorhea, perdarahan pervaginam, adanya besarnya



17



uterus tidak sesuai usia kehamilan, dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti ballottement dan detak jantung anak. Perdarahan pervaginam sering terjadi sebagai komplikasi dari mola hidatidosa yang terlambat didiagnosis, dimana telah terjadi ekspulsi jaringan menyerupai buah anggur secara spontan. Keluarnya gelembung mola merupakan diagnosis yang paling tepat. Namun bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Prevalensi perdarahan sebelumnya dilaporkan muncul pada 97 % kasus, sekarang hanya didapatkan pada 84% kasus dengan derajat bervariasi dari flek hingga perdarahan masif selama trimester pertama. Perdarahan dapat terjadi selama beberapa minggu atau bulan secara intermiten. Akibat perdarahan, maka anemia defisiensi besi dan anemia delusional akibat hipervolemia seringkali terjadi pada beberapa kasus mola yang besar. Jaringan mola dapat terpisah dari desidua dan mengganggu pembuluh darah maternal, yang akan mendistensi cavum endometrium dikarenakan kumpulan darah. Anemia didapatkan pada setengah dari kasus, namun sekarang hanya 8% kasus saja terdapat anemia.



b. Pemeriksaan Fisik Teori 



Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta



Kasus 



kontraksi: kurang baik



tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus 



Tinggi fundus uteri : 15 cm,







Periksa



Dalam:



tampak



perdarahan tidak aktif dan tali pusat dengan panjang 7 cm, pembukaan 2 cm, porsio tebal lunak.



Konjungtiva anemis (+/+)



18



Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapatkan beberapa tanda yang mendukung diagnosis mola hidatidosa itu sendiri yaitu ukuran uterus yang membesar, dan pada pemeriksaan tekanan darah tinggi adanya preeklamsia. Selain itu berdasarkan hasil pemeriksaan darah diperoleh bahwa kadar hemoglobin pasien adalah 9,0 mg/dl yang didukung oleh konjungtiva yang anemis akibat perdarahan pervaginam. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori.



Pemeriksaan Penunjang Teori -



Kasus Darah Rutin 



Hemoglobin



: 8,0 gr %







Hematokrit



: 23,4%







Trombosit



: 260.000 / mm3







Bleeding Time : 3 menit







Clotting Time : 10 menit



Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebelum evakuasi mola ialah pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan USG. Pada kasus ini pemeriksaan penunjang tersebut sudah dilakukan dan sesuai dengan standar. Pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya mola hidatidosa. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan setelah dilakukan kuretase ialah pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret, pemeriksaan β hCG secara kuantitatif dan pemeriksaan foto thoraks. Pada pemeriksaan β hCG secara kuantitatif dimana kadar yang lebih dari 100.000 mIU/ml biasanya diakibatkan oleh mola, sedangkan kehamilan normal kadarnya < 60.000 mIU/ml. Selain itu pemeriksaan β hCG serum dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan mengetahui apakah mola berisiko tinggi atau rendah, dimana ini sangat menentukan penatalaksanaan maupun prognosis pasien. hasil histopatologi tampak di beberapa tempat, vili yang edema dengan sel trofoblas



19



yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain masih tampak vili yang normal. Namun perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan PA tidak mampu memperkirakan terjadinya koriokarsinoma yang timbul setelah mola hidatidosa. Kemudian pada literature lainnya dikatakan bahwa keganasan pada pemeriksaan specimen kuretase tidak menyingkirkan adanya mola invasive karena diagnosis histologik mola invasive hanya bisa didapat setelah pemeriksaan specimen histerektomi.



d. Komplikasi Teori



Kasus



-



Perdarahan



-



Preeklampsia



-



Hipertiroidisme



-



Tirotoksikosis. Dapat diduga bila : a. Nadi



-



perdarahan pervaginam -



istirahat



kali/menit







tanpa



100 adanya



< 7 gr/dl atau demam b. Besar uterus > 20 minggu



Didapatkan



tekanan



darah



pasien 150/90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu -



sebab yang jelas seperti Hb



-



Pada pasien ini terdapat adanya



Pemeriksaan hormon tiroid : tidak dilakukan



-



Pemeriksaan nadi istirahat : < 100 x/menit



Komplikasi lanjut ialah terjadinya tumor pascamola



trofoblas maupun



gestasional perdarahan



yang mengancam



Pada pasien ini telah terjadi komplikasi berupa preeklamsia dimana tekanan darah pasien 150/90 mmHg sebelum usia kehamilan 20 mnggu. Preeklampsia pada mola hidatidosa berbeda dengan kehamilan nonmola, preeklampsia pada mola hidatidosa sudah terjadi pada trimester pertama kehamilan. Adapun pada pasien tidak di lakukan pemeriksaan hormon tyroid sehingga adanya tirotoksikosis tidak diketahui.



20



Pada pasien datang dengan keluhan adanya perdarahan pervaginam, dimana perdarahan pervaginam merupakan salah satu komplikasi dari molahidatidosa.



e. Penatalaksanaan Teori -



Kasus



Retensio plasenta tanpa perdarahan masih dapat menunggu. Sementara itu kandung kemih dikosongkan, masase



uterus



oksitosin



(i.v.



dan atau



suntikan i.m.



atau



melalui infus). -



Perasat Crede



-



Perasat Brandt



-



Manual Plasenta



Penatalaksanaan pada kasus ini ialah dengan memperbaiki keadaan umum dan melakukan evakuasi mola dengan kuretase yang sudah dilakukan sebanyak 1 kali. Perbaikan keadaan umum yang dilakukan ialah dengan memberikan IVFD RL dan transfusi hingga Hb mencapai ≥ 10 mg/dl. Kuretase yang telah dilakukan adalah untuk mengeluarkan jaringan mola. Kerokan perlu dilakukan secara hati-hati karena adanya bahaya perforasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga apabila terjadi perdarahan yang banyak dan hal ini telah dilakukan pada kasus dimana sebelum kuret telah disiapkan darah PRC sebanyak 2 kolf. Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya dilakukan kerokan ulangan agar ada kepastian bahwa uterus sudah benarbenar kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas dan mengetahui ada tidaknya infiltrasi jaringan mola ke miometrium. Pada pasien kuretase ke-2 direncanakan dilakukan seminggu setelah kuretase pertama. Selain itu penatalaksanaan terhadap komplikasi berupa preeklamsia adalah nifedipe 2x 10 mg. Setelah evakuasi mola maka tetap harus dilakukan pemeriksaan lanjutan dimana kadar hCG pasien harus tetap dimonitor perminggu atau per 2 minggu sampai



21



kadarnya normal 3 minggu berturut-turut, kemudian diikuti perbulan sampai kadarnya normal atau tak terdeteksi (< 5 mIU/ml) sampai 6 bulan berturut-turut.



f. Prognosis Teori -



Sebagian besar dari pasien mola akan



-



Fakta



sehat



kembali



setelah



-



Prognosis pada pasien ini masih bersifat



dubia.



Karena



jaringannya dikeluarkan, tetapi



pemeriksaan β hCG kualitatif



ada sekelompok wanita yang



maupun



kemudian menderita keganasan



evakuasi mola hidatidosa belum



yakni koriokarsinoma



diketahui hasilnya.



Apabila



dalam



kuantitatif



setelah



pemeriksaan -



lanjutan diperoleh bahwa kadar hCG preevakuasi < 100.000 mIU/ml, besar uterus < 20 minggu dan tidak ditemukan kista



teka



diameter



>



lutein 6



cm



dengan maka



prognosis pasien baik. Prognosis pada pasien ini adalah dubia karena hasil pemeriksaan β hCG kualitatif maupun kuantitatif setelah evakuasi mola hidatidosa belum diketahui.



22



KESIMPULAN



1. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. 2.



Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16-17%.



3. Etiologi retensio plasenta, yaitu: 1). Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat atau plasenta melekat erat erat pada dinding uterus, 2). Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.



23



4. Diagnosis retensio plasenta apabila plasenta tidak lepas secara spontan setelah setengah jam setelah bayi lahir dan pada pemeriksaan pervaginam plasenta menempel di dalam uterus. 5. Diagnosis banding retensio plasenta adalah plasenta akreta. 6. Penanganan retensio plasenta yang terbaik adalah dengan manual plasenta. 7. Pencegahan dilakukan dengan manajemen aktif kala III.



Daftar Pustaka



1. Khoman, J.S. perdarahan hamil tua dan perdarahan post partum. Cermin dunia kedokteran,



(online).



(www.portal



kalbefarma/files/cdk/files/19_PerdarahanHamilTuaDanPerdarahanPostPartum.pdf/, diakses tanggal 26 Februari 2012). 2. Cunningham, F.G, et al. Obstetri Williams Volume 2 Edisi 21. EGC: Jakarta. 2006. 3. Martohusodo,S, Abdullah, M.N. Gangguan Dalam Kala III Persalinan. Dalam: Winkjosastro, H (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP; 2005. p652-663



24



4. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. Patologi Kala III dan IV. Dalam Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset. p234-237 5. Saifufuddin, A.B. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP. 2002. 6. Taber, B. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. 1994. 7. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unmul-RSUD AW Sjahranie. Plasenta Manual. Dalam Buku Pengantar Kepaniteraan Klinik Obstetri Ginekologi. Samarinda: FK Unmul. 2007. 8. Manuaba, I.B.G. Penunutun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: EGC. 2004.



25