Keberagaman Peserta Didik Dengan Berbagai Latar Belakang (Disha Hikarahmi Ramfineli 18129007) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESUME PENDIDIKAN INKLUSI KEBERAGAMAN PESERTA DIDIK DENGAN BERBAGAI LATAR BELAKANG Dosen Pengampu : Drs. H. Asep Ahmad Sopandi, M.Pd.



Oleh : Disha Hikarahmi Ramfineli (18129007)



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2020



A. Ekonomi Status ekonomi seseorang tentu mempunyai peranan terhadap perkembangan anakanaknya. Keluarga yang mempunyai status ekonomi yang baik, tentu akan memberi perhatian yang baik pula pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan akan memikirkan masa depan anak-anaknya. Menurut Sugihartono, dkk (2015:3) menyatakan status sosial ekonomi orang tua, meliputi tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua.Keluarga yang memiliki status sosial ekonomi kurang mampu, akan cenderung untuk memikirkan



bagaimana



pemenuhan kebutuhan



pokok, sehingga perhatian



untuk



meningkatkan pendidikan anak juga kurang. Kondisi status ekonomi orang tua merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi belajar. Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak. Hal ini dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo (dalam Slameto, 2015:61) dengan pernyataannya yang menyatakan bahwa: Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara, dan dunia Melihat pernyataan di atas, dapatlah dipahami betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya. Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya. Peranan ekonomi orang tua secara umum dapat dikatakan mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan proses belajar mengajar siswa membutuhkan alat-alat atau seperangkat pengajaran atau pembelajaran, dimana alat ini untuk memudahkan siswa dalam mendapatkan informasi, pengelolaan bahan pelajaran yang diperoleh dari sekolah. Hal ini didukung oleh pendapat Gerungan (2004:196) menyatakan bahwa keadaan sosio-ekonomi keluarga tentulah berpengaruh terhadap perkembangan anak- anak, apabila kita perhatikan bahwa dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak dalam keluarga itu lebih luas, ia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak ada prasarananya. Hal ini didukung oleh pendapat Djaali (2014:9) menyatakan bahwa pendidikan orang tua, status ekonomi, rumah kediaman, persentase hubungan orang tua, perkataan, dan bimbingan orang tua mempengaruhi pencapaian prestasi belajar anak.



Keadaan ekonomi orang tua siswa turut mendukung siswa dalam pengadaan sarana dan prasarana belajar, yang akan memudahkan dan membantu pihak sekolah untuk peningkatan proses belajar mengajar di sekolah. Pembelajaran membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Alat- alat belajar mengajar yang dimaksud buku-buku pelajaran, pensil, penggaris, buku-buku lembar kerja soal ( LKS ), laptop, penghapus, dan lain-lain. B. Sosial Perkembangan dunia saat ini memberikan lingkungan sosial terbaik sekaligus terburuk bagi peserta didik. Kemudahan dalam mengakses informasi dan pengetahuan dapat menjadi hal yang berbahaya bagi anak, bila dalam memilih informasi dan pengetahuan tidak mendapatkan bimbingan dari orang dewasa di sekitarnya. Banyak anak yang mengambil informasi dan pengetahuan yang salah atau tidak tepat bagi usianya, sehingga terjerumus dalam perilaku, gaya hidup atau ideologi yang tidak bisa diterima oleh masyarakat seperti gaya hidup free sex, penggunaan narkoba atau terlibat dengan kelompok-kelompok terorisme dan kriminal. Melalui media, anak dihadapkan pada pilihan gaya hidup yang kompleks (Sandrock, 2003). Banyak anak yang menghadapi godaan-godaan ini, termasuk aktifitas sexual pada usia yang semakin muda. Tayangan sebagian besar stasiun televisi yang berbau kekerasan dan seks yang dilakukan oleh selebritis, tokoh publik maupun masyarakat lainnya, mengakibatkan pesanpesan yang disampaikan media terkait dengan kekerasan dari tokoh-tokoh yang seharusnya menjadi model bagi tumbuh kembang anak tertanam sangat kuat dalam benak mereka. Klip musik, iklan, film atau sinetron seringkali menampilkan adegan seks bebas, perselingkuhan, kekerasan, transgender, pembunuhan dan kriminalitas yang diekspos secara vulgar juga menjadi faktor yang dapat mendorong anak untuk mencoba-coba atau menirunya. Dalam belajar sosial (Bandura dalam Sandrock, 2003), fungsi role model sangat penting. Saat role model yang tampil di media-media elektronik maupun sosial mempertontonkan perilaku negatif yang bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat, hal itu dapat dianggap sebagai perilaku yang benar secara sosial dan ditiru oleh anak. Setiap masyarakat meneruskan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan dengan cara seperti itulah peradaban berlangsung (Sandrock, 2003). Dewasa ini, di mana akses informasi sangat mudah diperoleh oleh anak, pilihan nilai dan norma sosial menjadi sangat luas, banyak nilai-nilai yang diakses oleh anak, yang mungkin tidak sesuai



dengan budaya dan norma sosial masyarakat Indonesia, sehingga seringkali anak menghadapi kebingungan dalam memilih dan mengambil nilai-nilai yang bertentangan itu dan tidak jarang terjadi konflik antara anak dengan orang tua atau masyarakat terkait dengan perbedaan nilai dan norma ini. Masalah lingkungan sosial lain yang dihadapi anak adalah adanya pesan ambivalen dari masyarakat terhadap mereka (Sandrock, 2003). Misalnya, orang dewasa menuntut anak untuk mandiri, tapi di sisi lain mereka tidak diijinkan untuk membuat keputusan secara mandiri tentang hidupnya, pilihan sekolah, pilihan teman hidup dan lainnya. Contoh lainnya, anak tidak boleh mengendarai motor sebelum usia 17 tahun, namun banyak masyarakat yang sudah mengajari anaknya untuk naik motor sejak usia SMP bahkan SD. anak diharapkan bersikap naif tentang sex, tetapi akses tentang sex sangat mudah diperoleh dari berbagai media. anak juga dilarang menggunakan narkoba, namun di sekitar mereka banyak orang dewasa yang melakukan penyalahgunaan narkoba, minum dan perokok berat. C. Budaya Budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar untuk diubah, budaya yang diterapkan di dalam keluarga sangat berpengaruh kepada perkembangan peserta didik. Beberapa cara untuk orang tua agar dapat memfasilitasi perkembangan anak seperti membimbing untuk belajar membaca, menulis, dan berperilaku baik dalam berhadapan dengan orang lain. Hal yang harus di perhatikan dan menjadi sangat mendasar pada perkembangan seorang anak adalah budaya yang mereka kembangkan di dalam suatu keluarga dan biasanya anak yang berkembang di banyak budaya dapat memperoleh pelajaran yang lebih mendasar tentang lingkungan mereka, lingkungan budaya juga membentuk cara berpikir dan berprilaku. Dari cara berpikir dan berprilaku sangat mempengaruhi anak dalam memperhatikan diri sendiri atau hubungan mereka dengan orang lain untuk membentuk identitas mereka. Perbedaan budaya juga sangat menojol pada karakteristik seorang anak contohnya dua orang anak yang yang berumur 3 tahun sama-sama tinggal di Indonesia tetapi memiliki budaya yang berbeda, seorang anak yang tinggal dengan orang tua yang berbicara menggunakan bahasa Inggris dan yang tidak menggukan bahasa Inggris perbedaannya sangat jelas, anak yang sudah terbiasa tinggal dengan orang tua yang menggunakan bahasa Inggris sudah pasti mereka bisa berbahsa inggis tetapi anak yang tinggal dengan orang tua yang berbahasa



Indonesia mereka belum bisa berbahasa inggris.Perkembangan yang telah tumbuh di dalam diri seseorang akan terus berkembang setiap masyarakat meneruskan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan dengan cara seperti itulah peradaban berlangsung (Sandrock, 2003). Perkembangan yang sangat menonjol antar lingkungan pendidikan misalnya, anak di Indonesia berumur 8-14 tahun dengan anak di jepang, anak Indonesia sangat di utamakan dalam pelajaaran membaca, menulis, menghitung, sedangkan anak di Jepang lebih diutamakan kreatifitasnya di bandingkan



pendidikan formal seperti yang di tekankan



kepada anak Indonesia. anak di jepang sangat bersemangat untuk sekolah sedangkan di Indonesia anak-anak putus sekolah sangat banyak, dikarnakan budaya di Indonesia sudah banyak anak putus sekolah dan tidak diberi ganjaran apapun oleh sebab itu budaya untuk lingkungan pendidikan di Indonesia sangat keterbelakang. Budaya sengat berperan penting dalam tumbuh kembangan anak oleh sebab itu orang tua harus lebih selektif terhadap budaya-budaya yang anak di terima oleh anak di kalangan lingkungan social.



Budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar untuk diubah, budaya yang diterapkan di dalam keluarga sangat berpengaruh kepada perkembangan anak. Perkembangan biasanya terjadi secara bertahap dan saling berhubungan, perkembangan



yang dilakukan di lingkungan sosial berdampak baik dan buruk terhadap tahap perkembangan anak. Pada perkembangan anak gagasan zona proksimal sangat penting karena dalam beberapahal dimasa pembelajaran anak harus mendapatkan dukungan dari luar dan dari aspek lain anak bisa belajar sendiri tanpa ada dukungan dari luar. Saat ini perkembangan sangat di pengaruhi oleh lingkungan sosial dan ditambah lagi semakin



majunya teknologi yang dapat memberikan kemudahan untuk mengakses informasi apabila anak-anak tidak diawasi maka akan berakibat fatal untuk perkembangan mereka kedepan. Beberapa cara untuk orang tua agar dapat memfasilitasi perkembangan anak seperti membimbing untuk belajar membaca, menulis, dan berperilaku baik dalam berhadapan dengan orang lain. Hal yang harus di perhatikan dan menjadi sangat mendasar pada



perkembangan seorang anak adalah budaya yang mereka kembangkan di dalam suatu keluarga dan biasanya anak yang berkambang di banyak budaya dapat memperoleh pelajaran yang lebih mendasar tentang lingkungan mereka, lingkungan budaya juga membentuk cara berpikir dan berprilaku. Dari cara berpikir dan berprilaku tuntu sangat mempengaruhi anak dalam memperhatikan diri sendiri atau hubungan mereka dengan orang lain untuk membentuk identitas mereka



seperti di Negara Eropa barat dan Amerika Utara, anak cenderung memperhatikan dirinya sendiri “aku bisa mewarnai” atau “aku bisa bernyanyi” sedangkan di Negara Asian Afrika lebih memperlihatkan ke lingkungan sosisal contohnya seperti “aku anak hebat” atau “aku adalah pemain gitar” dan lain sebagainya. Peran orang tua sangat penting untuk membentuk keribadian seorang anak karena anak-anak yang masih belajar memerlukan



bimbingan dari orang tua agar tidak berkembang kearah yang negatif. Perbedaan budaya juga sangat menojol pada karakteristik seorang anak contohnya dua orang anak yang yang berumur 3 tahun sama-sama tinggal di Indonesia tetapi memiliki budaya yang berbeda, seorang anak yang tinggal dengan orang tua yang berbicar menggukan bahasa Inggris dan yang tidak menggukan bahasa Inggris perbedaannya



sangat jelas anak yang sudah terbiasa tinggal dengan orang tua yang menggunakan bahasa Inggris sudah pasti mereka bisa berbahsa inggis tetapi anak yang tinggal dengan orang tua yang berbahasa Indonesia mereka belum bisa berbahasa inggris. Perkembangan yang telah tumbuh di dalam diri seseorang akan terus berkembang setiap masyarakat meneruskan nilainilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan dengan



cara seperti itulah peradaban berlangsung (Sandrock, 2003) Dalam masyarakat anak-anak berhubungan dengan teman sepergaulan lainnya, terkadang perilaku dan pergaulan yang salah dapat membawa anak-anak ke arah negatif, sikap egois, sikap ingin dihargai, dan menunjukkan eksistensi dalam pergaulannya membuat mereka lebih mudah terjerumus kearah yang tidak di inginkan, semakin bertambahnya usia anak akan mengalami banyak



masalah dan banyak juga pelajaran yang dapat di ambil mereka bisa berkembang dan mereka dapat menyesuaikan diri pada lingkungan masyarakat sekitar. Perkembangan yang sangat menonjol antar lingkungan pendidikan misalnya, anak di Indonesia berumur 8-14 tahun dengan anak di jepang anak Indonesia sangat di utamakan dalam pelajaaran membaca, menulis, menghitung, sedangkan anak di Jepang lebih



diutamakan kreatifitasnya di bandingkan pendidikan formal seperti yang di tekankan kepada anak Indonesia . anak di jepang sangat bersemangat untuk sekolah sedangkan di Indonesia anak-anak putus sekolah sangat banyak, dikarnakan budaya di Indonesia sudah banyak anak putus sekolah dan tidak diberi ganjaran apapun oleh sebab itu budaya untuk lingkungan pendidikan di Indonesia sangat keterbelakang. Budaya sengat berperan penting



dalam tumbuh kembanga anak oleh sebab itu orang tua harus lebih selektif terhadap budaya-budaya yang anak di terima oleh anak di kalangan lingkungan socia Budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar untuk diubah, budaya yang diterapkan di dalam keluarga sangat berpengaruh kepada perkembangan anak. Perkembangan biasanya terjadi secara bertahap dan saling berhubungan, perkembangan



yang dilakukan di lingkungan sosial berdampak baik dan buruk terhadap tahap perkembangan anak. Pada perkembangan anak gagasan zona proksimal sangat penting karena dalam beberapahal dimasa pembelajaran anak harus mendapatkan dukungan dari luar dan dari aspek lain anak bisa belajar sendiri tanpa ada dukungan dari luar. Saat ini perkembangan sangat di pengaruhi oleh lingkungan sosial dan ditambah lagi semakin



majunya teknologi yang dapat memberikan kemudahan untuk mengakses informasi apabila anak-anak tidak diawasi maka akan berakibat fatal untuk perkembangan mereka kedepan. Beberapa cara untuk orang tua agar dapat memfasilitasi perkembangan anak seperti membimbing untuk belajar membaca, menulis, dan berperilaku baik dalam berhadapan dengan orang lain. Hal yang harus di perhatikan dan menjadi sangat mendasar pada



perkembangan seorang anak adalah budaya yang mereka kembangkan di dalam suatu keluarga dan biasanya anak yang berkambang di banyak budaya dapat memperoleh pelajaran yang lebih mendasar tentang lingkungan mereka, lingkungan budaya juga membentuk cara berpikir dan berprilaku. Dari cara berpikir dan berprilaku tuntu sangat mempengaruhi anak dalam memperhatikan diri sendiri atau hubungan mereka dengan orang lain untuk membentuk identitas mereka



seperti di Negara Eropa barat dan Amerika Utara, anak cenderung memperhatikan dirinya sendiri “aku bisa mewarnai” atau “aku bisa bernyanyi” sedangkan di Negara Asian Afrika lebih memperlihatkan ke lingkungan sosisal contohnya seperti “aku anak hebat” atau “aku adalah pemain gitar” dan lain sebagainya. Peran orang tua sangat penting untuk membentuk keribadian seorang anak karena anak-anak yang masih belajar memerlukan



bimbingan dari orang tua agar tidak berkembang kearah yang negatif. Perbedaan budaya juga sangat menojol pada karakteristik seorang anak contohnya dua orang anak yang yang berumur 3 tahun sama-sama tinggal di Indonesia tetapi memiliki budaya yang berbeda, seorang anak yang tinggal dengan orang tua yang berbicar menggukan bahasa Inggris dan yang tidak menggukan bahasa Inggris perbedaannya



sangat jelas anak yang sudah terbiasa tinggal dengan orang tua yang menggunakan bahasa Inggris sudah pasti mereka bisa berbahsa inggis tetapi anak yang tinggal dengan orang tua yang berbahasa Indonesia mereka belum bisa berbahasa inggris. Perkembangan yang telah tumbuh di dalam diri seseorang akan terus berkembang setiap masyarakat meneruskan nilainilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan dengan



cara seperti itulah peradaban berlangsung (Sandrock, 2003) Dalam masyarakat anak-anak berhubungan dengan teman sepergaulan lainnya, terkadang perilaku dan pergaulan yang salah dapat membawa anak-anak ke arah negatif, sikap egois, sikap ingin dihargai, dan menunjukkan eksistensi dalam pergaulannya membuat mereka lebih mudah terjerumus kearah yang tidak di inginkan, semakin bertambahnya usia anak akan mengalami banyak



masalah dan banyak juga pelajaran yang dapat di ambil mereka bisa berkembang dan mereka dapat menyesuaikan diri pada lingkungan masyarakat sekitar. Perkembangan yang sangat menonjol antar lingkungan pendidikan misalnya, anak di Indonesia berumur 8-14 tahun dengan anak di jepang anak Indonesia sangat di utamakan dalam pelajaaran membaca, menulis, menghitung, sedangkan anak di Jepang lebih



diutamakan kreatifitasnya di bandingkan pendidikan formal seperti yang di tekankan kepada anak Indonesia . anak di jepang sangat bersemangat untuk sekolah sedangkan di Indonesia anak-anak putus sekolah sangat banyak, dikarnakan budaya di Indonesia sudah banyak anak putus sekolah dan tidak diberi ganjaran apapun oleh sebab itu budaya untuk lingkungan pendidikan di Indonesia sangat keterbelakang. Budaya sengat berperan penting



dalam tumbuh kembanga anak oleh sebab itu orang tua harus lebih selektif terhadap budaya-budaya yang anak di terima oleh anak di kalangan lingkungan socia D. Daerah Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan merupakan masalah yang serius bagi negara maju maupun negara berkembang di dunia. Tumbuh kembang anak yang optimal berhubungan dengan lingkungan tempat lahir dan tinggal anak (Hidayat, 2010). Anak yang lahir dan tinggal di daerah yang rawan terjadi bencana baik berupa bencana alam, perang, atau konflik bersenjata berisiko tinggi mengalami kegagalan pertumbuhan dan keterlambatan perkembangan (Aprianingsih,2009). Dampak perang di Afganistan menyebabkan anak secara fisik dapat terjadi kekurangan gizi, penyakit (malaria, ISPA, cacar), cedera, cacat, dan secara psikologik anak mengalami trauma, hal ini akan memengaruhi mortalitas dan morbiditas. Penelitian yang dilakukan oleh Jeharsae dkk (2013:8) pada anak usia 1-5 tahun di daerah konflik Thailand menunjukkan



gangguan



pertumbuhan



dan



keterlambatan



perkembangan



meliputi



kemampuan gerak kasar, gerak halus, bahasa dan bicara, serta sosialisasi dan kemandirian. Faktor risiko untuk anak yang mengalami keterlambatan adalah usia anak, jenis kelamin, jumlah makan per hari, dan penghasilan keluarga. Kabupaten Poso adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah yang sampai saat ini dikategorikan daerah konflik. Situasi ini akan sangat berpengaruh pada proses kehidupan masyarakat khususnya keluarga yang akan merasa ketakutan dan khawatir akan keselamatan jiwanya. Terfokusnya keluarga khususnya ibu pada keselamatan jiwa



maka perhatian terhadap kebutuhan anak baik kebutuhan fisik maupun psikologis akan berkurang yang akan memengaruhi terganggunya tumbuh kembang anak. E. Fisik Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan merupakan gejala primer dalam pertumbuhan manusia. Pertumbuhan fisik terjadi sejak masa anak-anak sampai usia lanjut. Pertumbuhan fisik meliputi: perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, munculnya ciri-ciri kelamin yang utama (primer) dan ciri kelamin kedua (sekunder), sampai penurunan kondisi fisik. Pertumbuhan dan perkembangan fisik yang penting pada masa anak-anak awal ialah: 1. Perubahan tinggi badan. Tinggi badan anak rata-rata bertambah 3 (tiga) inci tiap tahun. Pada usia enam tahun tinggi badan anakanak rata-rata 46,6 inci. Kondisi memungkinkan anak untuk dapat berjalan dan berlari lebih cepat, memanjat, melompat, meloncat, dan berjalan di atas papan titian. 2. Perubahan berat badan. Berat badan anak rata-rata bertambah tiga sampai lima pon. Pada usia enam tahun berat badan laki-laki 49 pon dan berat badan anak perempuan 48,5 pon. Kondisi ini memungkinkan anak dapat mengangkat, melempar, dan menangkap benda. 3. erbandingan tubuh. Anak usia dua sampai enam tahun cenderung berbentuk kerucut, dengan perut rata (tidak buncit), dada yang lebih bidang dan rata, bahu lebih luas dan persegi, lengan dan kaki lebih panjang dan lebih lurus, tangan dan kaki tumbuh lebih besar. 4. Postur tubuh. Perbedaan postur anak terlihat sejak masa anak-anak, ada yang yang gemuk (endomorfik), kuat berotot (mesomorfik), dan ada yang kurus (ektomorfik). 5. Tulang dan otot. Otot anak berusia enam tahun menjadi lebih besar, lebih berat, dan lebih kuat, sehingga anak tampak lebih kurus meskpun berat badannya bertambah. Pertambahan berat tulang dan otot ini memungkinkan untuk dapat belajar menarik garis, menulis, menggambar, dan melukis dengan jari. 6. Lemak. Anak yang gemuk (endomorfik) memiliki jaringan lemak yang lebih banyak, anak kuat berotot (mesomorfik) memiliki jaringan otot yang lebih banyak, dan anak kurus (ektomorfik) memiliki jaringan otot yang lebih kecil dan jaringan lemak yang lebih sedikit.



7. Pertumbuhan gigi. Anak-anak usia enam tahun mulai mengalami pergantian gigi susu. Adapun pertumbuhan dan perkembangan fisik pada anak perempuan adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang). 2. Pertumbuhan payudara. 3. Pembesaran pinggul 4. Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan. 5. Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya. 6. Bulu kemaluan menjadi keriting. 7. Menstruasi atau haid. 8. Tumbuh bulu-bulu ketiak (Hurlock,1980). Adapun pertumbuhan dan perkembangan fisik pada anak laki-laki adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan tulang-tulang. 2. Testis (buah pelir) membesar. 3. Tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus dan berwarna gelap. 4. Awal perubahan suara. 5. Ejakulasi (keluarnya air mani) 6. Bulu kemaluan menjadi keriting. 7. Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya. 8. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot). 9. Tumbuh bulu ketiak. 10. Akhir perubahan suara. 11. Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap. 12. Tumbuh bulu di dada (Hurlock,1980). Perkembangan gonad menyebabkan ciri-ciri seks primer bertambah besar dan fungsinya menjadi matang, dan ciri-ciri seks skunder (rambut kemaluan, kulit, pinggul, payudara, kelenjar lemak, otot, dan suara) mulai berkembang (Hurlock, 1980: 190). Perkembangan fisik pada anak dan remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain



adalah: keluarga, gizi, gangguan emosional, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kesehatan, dan pengaruh bentuk tubuh. Perkembangan peserta didik akan mempengaruhi proses belajar peserta didik. Peserta didik melakukan aktifitas fisik sebagai pengalaman belajar. Kondisi panca indra, normalitas anggota tubuh, ataupun gizi dan keadaan kesehatan secara menyeluruh mempengaruhi proses belajar peserta didik. Penglihatan dan pendengaran sangat diperlukan dalam beljar. Gangguan pada fungsi panca indra menyebabkan perhatian individu tidak optimal dalam belajar. Pendidik perlu menyadari bahwa perkembangan fisik yang dialami peserta didik dalam proses perkembangannya mempengaruhi proses belajar peserta didik. Oleh karena itu, pendidik perlu memberi informasi kepada peserta didik tentang hal ini sehingga mereka dapat memahami secara benar dan siap secara mental menghadapinya. F. Mental Menurut WHO, kesehatan mental adalah kondisi sejahtera yang disadari individu yang di dalamnya terdapat kemampuan untuk mengelola stress dalam hidup secara wajar, bekerja secara produktif, serta mampu berperan serta di dalam komunitas pergaulannya (dalam Dewi, K. S., 2012). Kesehatan jiwa anak merupakan aspek penting untuk menentukan kualitas bangsa. Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang mendukung merupakan sumber daya manusia yang dapat menjadi aset bangsa tidak ternilai (Indarjo, S., 2009). Kesehatan jiwa atau mental health atau mental hygiene (dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 pasal 24,25,26 dan 27) merupakan kondisi mental (jiwa) yang sejahtera yang memberikan dampak kepada kehidupan yang harmonis dan produktif. Ciri- ciri individu yang sehat jiwa secara umum, yaitu : 1. memiliki kesadaran yang penuh tentang kemampuan yang dimiliki mental atau jiwa, 2. kemampuan menghadapi dan mengelola stress/tekanan kehidupan secara wajar, 3. mampu beraktivitas atau bekerja dengan produktif untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, 4. memiliki kemampuan berperan serta kepada lingkungan, 5. kemampuan menerima diri apa adanya, 6. memiliki kemampuan memelihara rasa nyaman kepada orang lain (dalam Indarjo, S., 2009).



Jadi, bagi setiap peserta didik pada setiap tahapan perkembangan membutuhkan kesehatan mental yang baik melalui ciri-ciri jiwa yang sehat di atas, khususnya remaja yang seringkali mengalami hambatan dalam mencapai kesehatan mental dalam tahapan perkembangan mereka. G. Emosi Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik (Sunarto, 2006: 26). Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik. Misalnya, marah ditunjukkan dengan teriakan suara keras, atau tingkah laku yang lain. Begitu pula sebaliknya seseorang yang gembira akan melonjak-lonjak sambil tertawa lebar. Mengelola emosi (managing emotions) yaitu menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu tujuan, serta mampu menetralisir tekanan emosi. Setiap anak mempunyai cara tersendiri dalam mengelola emosinya. Pengelolaan emosi tidak sama antara anak satu dengan anak yang lain karena tidak semua anak dan mungkin orang dewasa bisa dan mahir dalam mengelola emosinya dengan baik. Orang yang memiliki kecerdasan emosional adalah orang yang mampu menguasai, mengelola dan mengarahkan emosinya dengan baik. Usia tidak menjadi tolak ukur seseorang memiliki kecerdasan emosional karena pada kenyataannya, masih banyak orang dewasa yang belum bisa untuk mengelola emosi dengan baik. Banyak kasus yang terjadi, orang dewasa meluapkan emosinya secara berlebihan di depan umum tanpa peduli seberapa tua umurnya. Anak sekolah dasar berada pada usia masa anak-anak awal sampai pertengahan hingga akhir. Mereka masih dalam proses mengembangkan dan belajar untuk mengelola emosi. Usia anak yang masih kecil bukan menjadi tolak ukur bahwa anak belum memiliki kecerdasan emosional, hanya saja anak perlu perhatian dan bimbingan dari orang sekelilingnya yang memahami benar bagaimana seharusnya mengelola emosi dengan tepat. Emosi bukan hanya tentang kemarahan tapi juga perasaan yang umum dirasakan saat mengalami atau melakukan sesuatu. Pola Emosi pada anak meliputi rasa takut, malu, khawatir, cemas, marah, cemburu, duka cita, keingintahuan dan kegembiraan. Pada anak



sekolah dasar, emosi yang sering dirasakan adalah rasa takut, khawatir, marah, cemburu, merasa bersalah dan sedih, ingin tahu, gembira, cinta dan kasih sayang (Sunarto,2006:28). Oleh sebeb itu, guru diharapkan dapat memperhatikan dan memahami emosi para anak mereka. Dengan begitu dapat membantu guru mempercepat proses pembelajaran yang lebih bermakna dan permanen. Guru harus memperhatikan dan memahami emosi anak dengan cara membangun ikatan emosional, menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Dengan memahami perbedaan setiap anak, diharapkan agar tidak ada penyimpangan seperti kekerasan antara guru pada anak atau antara anak satu dengan anak yang lainnya, serta dapat memberikan sumbangan positif bagi prestasi belajar mereka di sekolah. H. Perilaku Cara keluarga mendidik dan menerapkan pola asuh terhadap anak akan mempengaruhi perilaku belajar anak. Perilaku belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku karena perubahan tingkah laku seseorang dalam proses belajar disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dan perubahan tingkah laku tersebut tidak bisa dijelaskan atas dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, atau pengaruh obat) (Sobur, 2003: 221). Belajar pada dasarnya adalah suatu proses aktivitas mental individu dalam berinteraksi dengan lingkunganya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap maupun psikomotorik (Sanjaya, 2009: 229). Perilaku belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku, perubahan itu bisa mengarah pada perilaku baik dalam proses belajar, akan tetapi ada juga kemungkinan mengarah pada tingkah laku lebih buruk dalam proses belajar, ini berarti berhasil dan gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik, baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri (Syah, 2013: 87). Adapun ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar adalah sebagai berikut : 1. Perubahan intensional dalam arti bukan pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan segaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan.



2. Perubahan positif dan aktif dalam arti baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan, tetapi karena usaha peserta didik sendiri. 3. Perubahan efektif dan fungsional dalam arti perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi peserta didik (Syah, 2013: 114).



DAFTAR RUJUKAN Aprianingsih.2009. Indikator perbaikan kesehatan lingkungan anak. Jakarta: EGC Dewi, K. S. 2012. Buku ajar kesehatan mental. Djaali.2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta. PT Bumi Aksara Gerungan.2004. Psikologi Sosial. Bandung. PT Refika Aditama Hidayat. 2010. Optimalisasi Penggunaan KPSP Pada Keluarga Sebagai Upaya Pencegahan Gangguan Perkembangan Anak. Prosiding Dalam Seminar Sains. Hurlock, Elizabeth B, Developmental Psychology. 1980. Terj. Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga, Indarjo, S. 2009. Kesehatan jiwa remaja. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1). Jeharse R, Sangthong R, Wichaidit W, Chongsuvivatwong V.2013. Growth and development of children aged 1-5 years in low-intensity armed conflict areas in Southern Thailand: a community-based survey. Conflict and Health. 7 (1): 8. Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Cet. II. Jakarta: Kencana, Santrock, J.W. 2003. Life- Span Development. Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Damanik, J., dan Chusairi, A. Jakarta: Erlangga. Slameto. 2015. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum Lintas Sejarah. Jawa Barat : CV Pustaka Setia, Sugihartono, dkk. 2015. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press Sunarto., Hartono, A. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cet. 18. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,.