Kegawat Daruratan Obstetri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



Oleh LINDA DEVITA 1102004131 PEMBIMBING: Dr. Hj. Helida Abbas Sp.OG



Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Dr. Slamet Garut Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi



20 April – 27 Juni 2009 PENDAHULUAN



Perawatan selama persalinan dan kehamilan yang telah diperbaiki dapat mengurangi kematian maternal dan kematian perinatal. Perbaikan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan pendidikan, dapat membantu mengatasi 64 persen penyebab kematian ibu. Perbaikan penanganan klinis, dapat mengatasi 36 persen kematian ibu. Kesadaran masyarakat akan tanda-tanda bahaya pada kehamilan dan pengetahuan mengenai kehamilan



akan



meminimalkan



kegawatdaruratan



obstetri,



namun



banyak



kepercayaan tradisional dan praktek penundaan pengambilan keputusan untuk mencari perawatan pada fasilitas kesehatan, masih dilakukan masyarakat. Faktor medis adalah kenyataan bahwa suami dan anggota senior keluarga tidak mengenal adanya tanda bahaya selama kehamilan dan terjadinya keterlambatan menggunakan fasilitas medis. Fasilitas medis seperti persediaan darah di rumah sakit yang minim, akan mempengaruhi proses selanjutnya pada kasus-kasus tersebut. Faktor kepercayaan dan tradisi disamping keadaan sosio-ekonomi juga memberi sumbangan kepada terjadinya keadaan fatal bagi ibu. Faktor medis dan non-medis mungkin juga mempengaruhi proses pengambilan keputusan pada kedaruratan medis yang menyebabkan kematian.(1)



Kematian pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara berkembang sekitar 25 – 50% kematian terjadi pada wanita usia subur. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Angka kematian ibu merupakan tolok ukur untuk menilai keadaan pelayanan obstetri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti sistim pelayanan obstetri



masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan.



Sistem rujukan di Indonesia menjadikan rumah sakit (RS) kabupaten sebagai RS rujukan sekunder, yang memiliki berbagai fungsi pelayanan obstetri.(2)



Untuk menurunkan AKI, intervensi pra persalinan merupakan strategi umum yangditerapkan di Indonesia, seperti halnya di negara lain, sebagai alat pemeriksaan



2



persalinan resiko tinggi, strategi ini belum mampu menurunkan AKI terutama oleh karena faktor sistem rujukan, serta ketersediaan, dan efektivitas intervensi. Oleh karena itu salah satu prioritas utama kebijakan “Safe motherhood” adalah meningkatkan atau menjamin akses pelayanan kesehatan bagi kegawatdaruratan obstetri(2). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA AKI Penyebab utama tingginya AKI adalah adanya tiga terlambat (3T) yaitu (2): 1. Terlambat untuk mencari pertolongan bagi kasus kegawatdaruratan obstetri yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, tradisi, budaya ataupun faktor ekonomi. 2. Terlambat mencapai tempat rujukan yang disebabkan oleh keadaan geografi atau masalah tranportasi. 3. Terlambat memperoleh penanganan yang adekuat setelah tiba ditempat rujukan akibat kurangnya tenaga sumber daya yang terampil, sarana dan fasilitas kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar maupun kasus kegawatdaruratan.



3



KEGAWATDARURATAN OBSTETRI Kegawatdaruratan obstetri adalah keaadaan pada kehamilan yang membutuhkan penanganan segera atau keadaan pada kehamilan yang mengancam jiwa ibu. Dapat terjadi pada awal kehamilan, kehamilan lanjut dan mendekati persalinan, saat persalinan dan pasca persalinan. (3) Kegawatdaruratan obstetri pada awal kehamilan(3): •



abortus







kehamilan ektra uterin (ektopik)



Kegawatdaruratan obstetri pada kehamilan lanjut(3): •



Plasenta previa







Solusio plasenta







Rupture uteri







Eklampsia







Sepsis



Kegawatdaruratan obstetri pada persalinan dan pasca persalinan(3): •



retensio plasenta







cedera jalan lahir dan ruptur uteri







atonia uteri







eklampsia







infeksi/sepsis



ABORTUS Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan



penyebabnya.



Bayi



mungkin



hidup



di



dunia



luar



tanpa



mempersoalkan penyebabnya. Dengan kata lain Abortus artinya berakhirnya 4



kehamilan sebelum janin viabel (bisa hidup) yaitu kurang dari 20 minggu atau berat kurang dari 500 mg. Memang janin segitu banyak yang mati dari pada hidup. (4,5). Klasifikasi abortus(4): 1. abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis. 2. abortus buatan, abortus provokatus, yaitu abortus buatan menurut kaidah ilmu dan abortus buatan kriminal Etiologi: Faktor yang menyebabkan terjadinya abortus, yaitu(4,5): 1. faktor janin, yaitu gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin dan plasenta. Biasanya yang menyebabkan abortus pada trimester pertama yaitu: kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan kromosom, embrio dengan kelainan lokal, abnormalitas pembetukan plasenta. 2. faktor maternal yaitu infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua, penyakit vaskular seperti hipertensi vaskular, kelainan endokrin, faktor imunologis, trauma, kelainan uterus, dan faktor psikosomatik. 3. faktor eksterna seperti radiasi, obat-obatan antagonis asam folat, antikoagulan, merokok, alkohol, caffeine dan lain-lain. Patogenesis Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut dan akhirnya perdarahan pervaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai dan segera itu setelah terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim. Pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu sebelum perdarahan(4). Sebelum minggu ke 10 hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Karena villi korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah terlepas seluruhnya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan villi korialis dengan desidua makin erat mulai saat tersebut sering sisa-sisa 5



korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Empat komponen pembeda masing2 abortus adalah : jumlah perdarahan, kolik rahim, pembukaan leher rahim dan ukuran rahim. (4,5). Gambaran klinis: Abortus iminens Threatened abortion, didiagnosis bila seseorang wanita hamil < 20 minggu mengeluarkan darah sedikit pervagina. Pedarahan dapat belanjut beberapa hari atau dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau punggung bawah. Setengah dari abortus akan menjadi abortus komplit atau inkomplit(4). Dasar diagnosis(4): 1. anamnesis yaitu perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau ringan 2. pemeriksaan dalam yaitu fluksus ada (sedikit) 3. pemeriksaan penunjang (hasil USG menunjukkan; buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan, meragukan atau buah kehamilan mati Pengobatan: Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin: bed rest selama 3x24 jam, bila kadar progesteron < 5-10 nanogram, berikan preparat progesteron, no sexual intercourse, penenang jika pasien gelisah, tokolitik (hystolan), antiprostaglandin (aspirin/aspilet), asam folat (folaplus). Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2 minggu, kemudian bila hasil USG tidak baik, evakuasi(4,5). Abortus Insipiens Abortus yang sedang berlangsung, ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim yang kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan merupakan kontra indikasi Usaha untuk mempertahankan kehamilan akan sia2, untuk kehamilan kurang 12 minggu dilakukan kuret dengan vakum maupun kuret biasa. Jika kehamilan lebih dari 12 minggu, janin dilahirkan terlebih dulu dengan menginduksi kehamilan/abortus. (4,5). Dasar diagnosis(4): 1. anamnesis perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/ kontraksi rahim 6



2. pemeriksaan dalam, ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam rahim dan ketuban utuh. Pengobatan(4): 1. evakuasi 2. uterotonik pascaevakuasi 3. antibiotik selama 3 hari Abortus inkomplit Didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal. Pada beberapa kasus perdarahn tidka banyak dan biasanya serviks akan menutup kembali(4). Dasar diagnosis: 1. anamnesis yaitu perdarahan dari jalan lahir, nyeri/kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok. 2. pemeriksaan dalam ostium terbuka, teraba sisa jaringan buah kehamilan. Pengobatan(4): 1. perbaiki keadaan umum, bila ada syok, atasi syok, bila Hb < 8 gr% transfusi 2. evakuasi; digital, kuret 3. uterotonik 4. antibiotik selama 3 hari Abortus Komplit Kalau telur lahir lengkap, abortus disebut komplit. Kuret tidak perlu dilakukan. Perdarahan akan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambatlambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisas telah selesai. Bila masih ada perdarahan, pikirkan abortus inkomplit atau endometritis(4). Abortus tertunda (missed abortion) Apabila buah kehamilan telah mati tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau lebih. Dengan pemeriksaan USG tampak janin tidka utuh dna membentuk gambaran kompleks, diagnosis USG tidak selalu harus tertahan > 8 minggu(4). Dasar diagnosis(4): 1. anamnesis yaitu perdarahan bisa ada atau tidak 7



2. pemeriksaan obstetri yaitu fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi jantung janin tidak ada 3. pemeriksaan penunjang USG, laboratorium. Pengobatan(4): 1. Perbaikan keadaan umum 2. darah segar 3. Fibrinogen 4. evakuasi dengan kuret, bila umur kehamilan > 12 minggu didahului dnegan pemasangan laminaria stift Abortus habitualis Bila abortus spontan terjadi 3 kali berturut-turut atau lebih. Kejadiannya jauh lebih sedikit daripada abortus spontan dan lebih sering pada primitua. Etiologi abortus ini adalah kelainan genetik (kromosom), kelainan hormonal dan kelainan anatomis(4).



Gambar: pelaksanaan Kuretase(5)



KEHAMILAN EKTOPIK Kehamilan secara normal akan berada pada kavum uteri. Suatu kehamilan disebut kehamilan ektopik bila zigot terimplantasi di lokasi-lokasi selain cavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. (6,7). Etiologi Kehamilan ektopik pada dasarnya disebabkan segala hal yang menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan



8



ektopik antara lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi non-ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol, salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen tuba yang menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan perlengketan intra- maupun ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Selain itu ada pula faktor-faktor fungsional, yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor hormonal dan defek fase luteal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lamban, sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri. Dikatakan juga bahwa meningkatnya usia ibu akan diiringi dengan penurunan aktivitas mioelektrik tuba.(7)



Gejala-gejala(6): 1. nyeri perut dapat unilateral atau bilateral di abdomen bagian bawah 2. amenorea 3. perdarahan pervaginam (dengan matinya telur desidua yg mengalami degenerasi dan nekrosis, selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk perdarahan) 4. syok karena hipovolemia 5. pembesaran uterus (karena pengaruh hormon kehamilan, tetapi sedikit lebih kecil dibandingkan uterus pada kehamilan intrauterin yang sama umurnya) 6. tumor dalam rongga panggul 7. perubahan darah. Patofisiologi Kehamilan Tuba 9



Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas. Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi AriasStella. Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah: 1) hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, 2) abortus ke dalam lumen tuba, dan 3) ruptur dinding tuba.(7) Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina. Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga 10



sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan. Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen.(7) Membantu diagnosis, dapat dilakukan(6): 1. tes kehamilan kalau positif maka ada kehamilan 2. douglas punksi (kuldosentesis) jarum besar yang dihubungkan dengan spuit ditusukkan ke dalam kavum douglas di tempat kavum douglas menonjol ke forniks posterior. 3. USG 4. laparoskopi



11



Penatalaksanaan Kehamilan Tuba Penatalaksanaan Medis Methotrexate Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. (7) Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu. (7) Penatalaksanaan Bedah Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. (7) Salpingostomi Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan 12



dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. (7) Salpingotomi Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi. (7) Salpingektomi Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping. (7) Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan. (7) Klasifikasi Kehamilan Ektopik Selain Kehamilan Tuba. 1. Kehamilan abdominal Dibedakan menjadi(8): a. Kehamilan abdominal primer



13



Yaitu setelah terjadi fertilisasi, zigot berimplantasi di dalam kavum abdominal. b. Kehamilan abdominal sekunder Yaitu zigot berimplantasi di dalam tuba atau ditempat lain terlebih dulu lalu zigot berimplantasi di kavum abdominal setelah terjadi rupture tuba. Kehamilan abdominal biasanya disertai dengan gejala iritasi peritoneum antara lain: nyeri perut bagian bawah, mual dan muntah. Diagnosis ditegakkan dengan palpasi; kadang teraba uterus terpisah dengan janin. Dapat pula dilakukan tes oksitosin. Caranya dengan menyuntikkan oksitosin intravena. Adanya kontraksi uters menunjukkan adanya kehamilan intrauterine, sedangkan bila tidak terjadi kontraksi berarti terjadi kehamilan intrabdominal(8). 2. Kehamilan ovarial Diagnosis kehamilan ovarial ditegakkan atas dasar criteria Spielberg(8): a. tuba pada sisi kehamilan harus normal b. kantung janin harus terletak di dalam ovarium c. kantung janin harus dihubungkan dengan uteru oleh ligamentum ovarii propium d. jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantung janin Kehamilan ini biasanya rupture pada umur kehamilan awal yang kemudian menyebabkan perdarahan intraabdomen 3. Kehamilan servikal Implantasi zigot dalam kanalis servikalis biasanya menyebbabkan perdarahan tanpa rasa nyeri pada umur kehamilan awal. Jika kehamilan terus berlanjut, serviks membesar dengan OUE sedikit tebuka. Kehamilan servikal jarang berlanjut sampai umur kehamilan 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat menyebabkan



perdarahan



hebat,



sehingga



kadang



diperlukan



tindakan



histerektomi total(8). Diagnosis kehamilan servikal ditegakkan dengan criteria Rubin: a. Kelenjar serviks harus ditemukan ditempat yang berseberangan dengan tempat implantasi zigot



14



b. Plasenta berimplantasi dibawah dibawah arteri uterine atau dibawah peritoneum viscerale uterus. c. Janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus. d. Plasenta berimplantasi kuat di serviks Namun criteria Rubin ini menyulitkan tim medis karena harus dilakukan histerektomi atau biopsy jaringan yang adekuat. Karena itu digunakan criteria klinis dari Paalman & McElin (1959) (8): a. Ostium uteri internum tertutup b. Ostium uteri eksternum sebagian membuka c. Seluruh hasil konsepsi terletak didalam endoserviks d. Perdarahan uterus setelah fase amenorrhea, tanpa disertai nyeri e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar daripada fundus sehingga membentuk hour-glass uterus.



PLASENTA PREVIA Definisi Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian/ seluruh ostium uteri internum. Implantasi yang normal ialah pada dinding depan, dinding belakang rahim atau daerah fundus uteri(9). Klasifikasi (10). Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik. Sehingga klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta previa total pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa pada pembukaan 8 cm. Beberapa klasifikasi plasenta previa(10): a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm 1. plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea. 2. plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :



15



2.1



plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian belakang.



2.2



plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian depan.



2.3



plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang ditutupi plasenta.



b. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat(10) : 1. plasenta previa totalis ; seluruh ostea ditutupi uri. 2. plasenta previa partialis ; sebagian ditutupi uri. 3. plasenta letak rendah, pinggir plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan Pada periksa dalam tak teraba. c. Menurut Browne: 1. Tingkat I, Lateral plasenta previa: Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan. 2. Tingkat II, Marginal plasenta previa: plasenta mencapai pinggir pembukaan (Ostea).



Stage 1 : Plasenta letak rendah, Stage 2 : Plasenta previa Marginalis,



16



Stage 3 : Plasenta previa parsialis, Stage 4 : Plasenta previa totalis Etiologi Plasenta previa meningkatkan keadaan yang endometrium kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini disebabkan(9,10): 1. multipara, terutama jika jarak antara kehamilan yang pendek 2. mioma uteri 3. kuretasi yang berulang 4. umur lanjut ( >/ = 35 tahun). 5. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC, Kuret, dll). 6. perubahan inflamasi atau atrofi misalnya wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat. Gambaran Klinik Gejala utamanya adalah perdarahan tanpa alasan tanpa nyeri. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga tidak akan berakibat fatal. Perdarahan berikut biasanya lebih banyak apalagi kalau dilakukan pemeriksaan dalam. Perdarahan ini disebabkan(9,11): a.



perdarahan sebelum bulan ke tujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dengan abortus



b.



perdarahan plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan dinding rahim. Darah berwarna merah segar, berlainan dengan solusio berwarna kehitam-



hitaman. Sumber perdarahan adalah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena serabut otot SBR tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan darah. Makin rendah letak plasenta makin dini perdarahan. Gejala lain adalah bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul(9,11).



17



Kemudian pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta lateral dan marginal, sedangkan pada plasenta letak rendah, robekannya beberapa sentimeter dari tepi plasenta(9). Diagnosis Setiap perdarahan antepartum curigai plasenta previa sampai terbukti bukan plasenta previa. Pada anamnesis didapatkan perdarahan setelah 22 minggu tanpa nyeri, tanpa sebab. Pemeriksaan luar didapatkan bagian terbawah janin belum masuk PAP dan sukar didorong kedalam. Inspekulo dapat melihat asal darah dari OUE(11). Penentuan letak plasenta tidak langsung dengan cara radiografi, radioisotop, USG. Penentuan letak plasenta langsung dengan perabaan fornik didapatkan lunak bila antara kepala janin terdapat plasenta, padat bila tidak terdapat plasenta dan pemeriksaan melalui canalis servikalis teraba kotiledon. Apabila kotiledon plasenta teraba segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menyebabkan perdarahan banyak(11). Penanganan Prinsip penaganan adalah setiap ibu perdarahan harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi dan operasi. Perdarahan yang terjadi pertama sekali jarang sekali menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa dalam. Peradarahan berikutnya akan selalu lebih banyak daripada perdarahan sebelumnya . Apabila dengan penilaian ternyata perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan anak, kehamilan belum cukup 36 minggu atau taksiran berat janin kurang dari 2500 gram dan persalinan belum mulai dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup di luar kandungan(11). Pengobatan plasenta dapat dibagi dalam dua golongan(9): 1. terminasi kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut. Misalnya pada kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan anak mati. 2. ekspektatif, dilakukan bila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar kecil sekali. Keadaan ini dilakukan bila ibu dalam kondisi baik dan perdarah sedikt atau sudah berhenti. 18



Penanganan Ekspektif (10) Kriteria : - Umur kehamilan kurang dari 37 minggu. - Perdarahan sedikit - Belum ada tanda-tanda persalinan - Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih. Rencana Penanganan : 1. Istirahat baring mutlak. 2. Infus D 5% dan elektrolit 3. Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia. 4. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah. 5. Pemeriksaan USG. 6. Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin. 7. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif. Penanganan aktif (10) Kriteria • umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram. • Perdarahan banyak 500 cc atau lebih. • Ada tanda-tanda persalinan. • Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%. Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum, dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang. Indikasi Seksio Sesarea : 1. plasenta previa totalis. 2. plasenta previa pada primigravida. 3. plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang 4. Anak berharga dan fetal distres 5. plasenta previa lateralis jika : • Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak. • Sebagian besar OUI ditutupi plasenta. • plasenta terletak di sebelah belakang (posterior). 19



6. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat. Partus per vaginam(10). Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak sudah meninggal atau prematur. 1. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi) jika hid lemah, diberikan oksitosin drips. 2. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC. 3. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta previa) hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi.



SOLUSIO PLASENTA Definisi Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta normal implantasinya diatas 22 minggu dan sebelum lahirnya anak(9). Etiologi Etiologi solusio plasenta hingga saat ini belum dietahui dengan jelas. Meskipun demikian, beberapa hal yang tersebut di bawah ini diduga merupakan faktor yang mempengaruhi kejadiannya(9): 1. hipertensi esensialis atau preeklamsia 2. tali pusat yang pendek 3. trauma 4. tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior 5. uterus yang mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir). 6. umur lanjur 7. multiparitas 8. ketuban pecah sebelum waktunya 9. defisiensi asam folat



20



10. merokok, alkohol, kokain 11. mioma uteri Patologi Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma desidua sehingga plasenta terdesak dan kemudian terlepas. Apabila perdarahan yang kecil hanya akan mendesak jaringan plasenta, perdarahan antara uterus dan plasenta belum terganggu dan tanda serta gejalanyapun tidak jelas. Kejadian ini baru diketahui setelah lahir pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dan bekuandarah lama yang berwarna kehitam-hitaman(11). Biasanya perdarahan akan berlangsung terus karena otot uterus yang merenggang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya hematom retroplasenter akan bertambah besar sehingga sebagian dan akhirnya seluruhnya akan terlepas. Darah dapat menyeludup kedibawah selaput ketutuban keluar melalui vagina, atau masuk ke dalam kantong ketuban, atau ekstravasasi ke serabut otot bila banyak warna uterus berbercak biru atau ungu disebut uterus Couvelaire(11). Kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter menyebabkan banyak tromboplastin masuk ke peredaran darah ibu sehingga terjadi pembekuan intra vaskuler dimana-mana yang menghabiskan sebagian fibrinogen akibatnya hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah pada uterus dan alat-alat tubuh lain (11). Gambaran klinik Solusio plasenta ringan terjadi ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu maupun janin. Apabila terjadi perdarahan pervaginam warnanya akan kehitm-hitaman dan sedikit sekali. Perut terasa agak sakit, terus tegang, bagian bagian janin mudah diraba(11). Solusio plasenta sedang bila plasenta terlepas lebih dari 1/4 tapi belum sampai 2/3. tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam sedikit, seluruh perdarahan mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin jatuh kedalam syok, janin kalau masih hidup dalam 21



keadaan gawat, dinding uterus tegang terus menerus, nyeri tekan , bagian janin sukar diraba, kelainan pembekuan dan ginjal mungkin telah terjadi(11). Perdarahan tersembunyi yaitu perdarahan yang tertahan atau tersembunyi yang besar kemungkinannya terjadi bila(19): 1. terdapat efusi darah belakang plasenta tetapi tepi-tepinya masih melekat 2. plasenta seluruhnya terlepas tetapi selaput ketuban masih melekat ke dinding uterus. 3. darah masuk ke rongga amnion setelah merusak selaput ketuban. 4. kepala janin menekat erat segmen bawah uterus sehingga darah tidak dapat melewatinya.



Gejala-gejala(9): 1. perdarahan yang disertai nyeri (juga diluar his) sehingga anemia dan syok 2. rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isis rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim terregang (uterus en bois), menyebabkan palpasi sukar karena rahim keras 3. fundus uteri makin lama makin naik dan bunyi jantung biasanya tidak ada 4. pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah) 5. sering ada proteinuri karena disertai preeklamsia. Diagnosis



22



Tanda-tanda solusio plasenta berat ialah sakit perut terus menerus, perdarahan pervaginam, syok, bunyi jantung janin tidak terdengar lagi, air ketuban berwarna kemerah-merahan bercampur darah. Solusio plasenta sedang tidak semua tanda dan gejala nyata seperti sakit perut terus menerus, nyeri tekan, uterus tegang terus menerus selalu ada, juga pada solusio plasenta ringan(11). Penatalaksanaan Pada sulusio plasenta ringan bila kehamilan 2 kg/ minggu(15) Preeklampsia berat: Mencegah terjadi eklampsia. Terapi istirahat, diet sedatif, obat-obatan antihipertensi dan induksi persalinan(15).



EKLAMPSIA Adalah kejang pada wanita hamil, dalam persalinan, atau masa nifas yang disertai gejala preeklampsia (hipertensi, edem dan proteinuri) Sebagian besar kasus eclampsia hadir pada trimester ketiga kehamilan, dengan sekitar 80% dari serangan eclamptic terjadi intrapartum atau yang pertama dalam 48 jam setelah pengiriman. Langka kasus telah dilaporkan sebelum 20 minggu kehamilan atau sebagai terlambat sebagai 23 hari postpartum. (15,16). Eklapmsia dibedakan menjadi: 1. eklampsia antepartum 2. eklampsia intrapartum 3. eklamspsia pascapartum Eklampsia pascapersalinan dapat terjadi segera yaitu setelah 24 jam sampai 7 hari pasca persalinan atau lambat yaitu setelah 7 hari pasca persalinan selama masa nifas.



27



Tingkat kejang dibagi menjadi(15): 1. tingkat invasi (tingkat permulaan) mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu pihak dan kejang halus terlihat pada wajah. Berlangsung beberapa detik 2. tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis) sseluruh badan berlangsung selama 15 sampai 20 detik. 3. tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis) hilang timbul, rahang membuka menutup, otot-otot badan berkontraksi dan bereklasasi berulang. Kejang ini sangat kuat. Lamanya 1 menit. 4. tingkat koma, setelah kejang klonis ini, pasien jatuh dalam koma. Lamanya koma bervariasi dari beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang terjadi eklapmsia tanpa kejang yang disebut eclampsi sine eclampsi. Setelah persalinan, keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Proteinuri akan menghilang 4-5 hari, sedangkan tekanan darah akan normal kembali dalam waktu 2 minggu(15) Etiologi: Belum diketahui, merupakan kelanjutan preeklampsia(15). Diagnosis: Semua ibu dalam kehamilan dan masa nifas yang mengalami kejang-kejang dan hipertensi harus dianggap sebagai penderita eklampsia sampai terbukti bukan eklampsia. Harus dikesampingkan keadaan seperti uremia, keracunan, tetanus, epilepsi, histeri, ensefalitis, meningitis, tumor ota, pecahnya aneurisma otak(15). Terapi(15): 1. profilaksis: pencegahan eklampsia dengan menemukan kasus preeklampsia sedini mungkin 2. pengobatan: penderita harus dirawat di ICU. Pengobatan bertujuan mencegah timbulnya kejang selanjutnya. Menurunkan atau mengontrol tekanan darah, tekanan darah tidak boleh kurang dari 140/90, dan mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki diuresi pemberian cairan. Mengatasi hipoksia dan asidosis dengan mengusahakan agar penderita



28



memperoleh Oksigen dan mengakhiri kehamilan tanpa memandang umur kehamilan setelah kejang dapat teratasi/ Pengobatan medisinalis(15): Dosis awal MgSO4: a. masukkan 4 gr MgSO4 20 % dalam larutan 20 cc IV selama 4 menit b. susul dengan pemberian 8 gr MgSO 4 40 % IM dalam larutan 20 cc diberikan pada bokong kiri dan kanan masing-masing 4 gr Dosis pemeliharaan: tiap 6 jam berikan lagi 4 gr MgSO4 40 % IM Dosis tambahan: a. bila timbul kejang lagi dapat diberikan 2 gr MgSO 4 20 % IV selama 2 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir b. bila masih tetap kejang, berikan amobarbital 3-5 mg/kgBB/ IV secara pelanpelan. Pemantauan tanda-tanda keracunan MgSO4 Pengobatan obstetri(15): Semua kehamilan dengan eklampsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dna keadaan janin. ATONIA UTERI Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya Perdarahan pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan. Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan karena penggunaan zat anestetik berhalogen, bisa juga karena persalinan yang dipicu oleh penggunaan oksitosin(17,18). Perdarahan post partum sebelum plasenta lahir disebut perdarahan kala tiga. Pemijatan dan penekanan secara terus menerus terhadap uterus yang sudah berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurna dan peneluaran darah meningkat.(18)



29



Predisposisi atonia uteri(17) : •



Grandemultipara







Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr)







Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)







Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn)







Partus lama (exhausted mother)







Partus precipitatus







Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)







Infeksi uterus







Anemi berat







Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus)







Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual







Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas







IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)







Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.



Gejala klinis Atonia uteri(17) Gejala dan tanda yang selalu ada: a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek b. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)



30



Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada: a. Syok (tekanan darah rendah,denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual,dan lain-lain). Diagnosis perdarahan pascapersalinan Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir(17). Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi; sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontaraksi dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan pascapersalinan dapat dicegah(17).



SYOK Syok adalah suatu kondisi gawat darurat yang memerlukan penanganan segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa pasien. Syok mengakibatkan gangguan aliran darah dan perfusi jaringan akibat kegagalan sistem sirkulasi. Terdapat berbagai penyebab syok, umumnya disebabkan oleh perdarahan, infeksi/sepsis atau trauma.(19) Dalam kehamilan fisiologik terjadi perubahan-perubahan hemodinamik yang memberi perlindungan atau justru memberi pradisposisi terhadap timbulnya syok, seperti antara lain peningkatan curah jantung dan perubahan mekanisme pembekuan darah. Ada keadaan-keadaan patologik waktu kehamilan atau persalinan yang memberi pradisposisi terhadap timbulnya syok, seperti anemi, gangguan gizi, partus



31



lama disertai dehidrasi dan asidosis dan sebagainya. Syok pada waktu kehamilan mengakibatkan syok pula pada janin yang berada dalam kandungan.(20) Tanda-tanda syok(19): 1. nadi cepat dan halus ( > 100 x/menit) 2. menurunnya tekanan darah ( diastolik < 60 mmHg ) 3. pernafasan cepat (respirasi > 32 x/menit) 4. pucat (terutama pada konjungtiva palpepra, telapak tangan, bibir) 5. berkeringat, gelisah, apatis/ bingung atau pingsan/tidak sadar Patofisiologi sindroma syok Semua macam syok, apa pun sebabnya, bersumber pada berkurangnya perfusi jaringan dengan darah sebagai akibat gangguan sirkulasi mikro. Suatu kesatuan sirkulasi mikro terdiri dari arteriol, metarteriol, kapiler dan venula. Darah dari arteriol memasuki metarteriol, dari metarteriol darah memasuki kapilar. Metarteriol mempunyai struktur antara arteriol dan kapilar. Pada ujung kapilar di metarteriol didapat otot polos yang melingkari kapilar (precapillary sphincter). Darah dari kapilar kemudian memasuki venula(20).



32



Jumlah darah yang mengalir ke jaringan ditentukan oleh besar kecilnya tahanan (resistance) dari arteriola-arteriola sirkulasi mikro, sedangkan distribusi dan kecepatan aliran darah dalam kapilar-kapilar diatur oleh otot lingkar prakapilar (Precapillary sphincters) yang menentukan jumlah kapilar yang membuka. Besar kecilnya tahanan dalam pembuluh-pembuluh darah pascakapilar ditentukan oleh keadaan venula dan vena-vena kecil. Dalam keadaan normal aliran darah dalam suatu kapilar adalah intermiten, hal ini disebabkan karena metarteriol dan sfingter prakapilar mengadakan gerakan konstriksi dan dilatasi secara berganti-ganti (vasomotion). Bila gerak pembuluh darah meningkat, maka konstriksi akan menonjol dan aliran darah dalam kapilar akan berkurang. Sebaliknya, bila gerak pembuluh darah berkurang, maka fase dilatasilah yang menonjol dan aliran darah dalam kapilar akan bertambah. Gerak pembuluh darah dalam sirkulasi mikro dikendalikan oleh unsur-unsur lokal kimiawi dalam jaringan dan unsur yang datang dari saraf. Pembuluh darah arteriole terutama dipengaruhi oleh unsur yang datang dari saraf melalui susunan saraf simpatikus, sebaliknya, pembuluh-pembuluh darah prakapilar dan otot lingkar prakapilar terutama dipengaruhi oleh keadaan lokal kimlawl dalam jaringan(20). Bilamana metabolisme dalam jaringan meningkat, dan timbul suatu metabolisme yang anaerob seperti dalam syok, terjadilah peningkatan tumpukan sampah metabolisme. Bahan-bahan ini mempunyai pengaruh berkurangi tonus otot pembuluh darah prakapilar dan sfingter prakapilar. Dengan demikian timbul vasodilatasi, sehingga aliran darah kapilar meningkat, sebaliknya, bila aktivitas metabolik dalam jaringan berkurang, rnetabolit terdapat dalam konsentrasi yang lebih rendah, terjadilah vasokonstriksi pembuluh-pembuluh darah prakapilar, sehingga allran darah di dalamnya menurun. Pembuluh-pembuluh darah pascakapilar, seperti venula dan vena-vena kecil, terutama berada di bawah pengaruh susunan saraf. Rangsangan simpatikus yang meningkat akan menimbulkan kontraksi otot polos dari vena-vena kecil dan venula dari sirkulasi mikro. Dengan demikian, kapasitasnva berkurang, sehingga meningkatkan pengaliran darah ke jantung. Sebaliknya, penurunan tonus pembuluh-pembuluh darah pascakapilar akan sangat berkurangi pengisian jantung dan dapat mengakibatkan hipotensi yang berat(20). penanganan awal(19)



33







periksa tanda-tanda vital, pasien dalam kondisi yang tidak hipotermi, posisi dimiringkan agar tidak aspirasi.







Bebaskan jalan napas, bila ada O2 berikan melali selang atau masker dengan kecepatan 6-8 liter/menit







Posisi trendelenburg untuk membantu beban kerja jantung. Bila setelah posisi seperti itu pasien menjadi sesak, mungkin terjadi kegagalan jantung dan edem paru, maka ubah menjadi posisi fowler untuk mengurangi tekanan hidrostatik di paru-paru.







Perbaiki cairan isotonik (RL atau NaCl) 1 liter dalam 15 – 20 menit kemudian lanjutkan hingga mencapai 3 liter (lihat kondisi pasien) dalam 2-3 jam. Jangan berikan cairan peroral.







Transfusi darah bila Hb < 6 g% atau Ht < 20, keadaan ini menunjukkan kondisi yang kritis (kehilangan sangat banyak butir-butir darah merah) sehingga mutlak diberi transfusi darah agar perfusi oksigen ke jaringan cukup.







Pemeriksaan laboratorium, yaitu Hb, Ht, jumlah eritrosit, leukosit, trombosit, golongan darah, crossmatch. Ukur jumlah urin, bila produksi urin dibawah 50 ml/jam menunjukkan hipovolemia.







Berikan antibiotika berspektrum luas bila terdapat tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, darah bercampur sekret berbau)



Infeksi/sepsis Infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kasus-kasus perdarahan pada kehamilan muda ata persalinan traumatik. Sisa konsepsi atau debris merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Infeksi tersebut umumnya terjadi akibat prosedur pencegahan infeksi tidak dilakukan secara benar. Stabilitas dan pengobatan sumber infeksi, sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.(ponek) Tanda-tanda(19): 1. demam (temperatur > 38o C), menggigil atau berkeringat 2. sekret pervaginam yang berbau/ keluar cairan mukopurulen melalui ostium servik 3. tegang/kaku dinding perut bawah (dengan atau tanpa nyeri tekan-lepas) 4. nyeri goyang serviks (pada pemeriksaan bimanual)



34



gejala(19): 1. riwayat pengakhiran kehamilan secara terpaksa atau persalinan traumatik 2. nyeri perut bawah 3. perdarahan pervaginam yang lama ( > 8 hari) 4. kelemahan umum (gejala seperti flu) pada kasus infeksi, nilai kemungkinan sepsis/syok septik dengan melihat(19): •



usia kehamilan







penyebab perdarahan







adanya trauma atau manipulasi yang berlebihan







demam tinggi ( > 40o C) atau dibawah normal ( < 36,5o C)







adanya trauma intra abdomen atau syok



penanganan awal(19) •



periksa tekanan darah, nadi, pernapasan dan temperatur. Tinggikan tungkai.







Bebaskan jalan napas, bila ada O2 berikan melali selang atau masker dengan kecepatan 6-8 liter/menit







Perbaiki cairan isotonik (RL atau NaCl) 1 liter dalam 15 – 20 menit kemudian lanjutkan hingga mencapai 3 liter (lihat kondisi pasien) dalam 2-3 jam. Jangan berikan cairan peroral.







Bila terdapat tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, darah bercampur sekret berbau, hasil apusan dan biakan darah) segera berikan antibiotika spektrum luas. Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genitalia/abortus buatan, tanyakan saat terakhir mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesa tidak dapat memastikan perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus.







Pemeriksaan laboratorium, yaitu Hb, Ht, jumlah eritrosit, leukosit, trombosit, golongan darah, crossmatch. Ukur jumlah urin, bila produksi urin dibawah 50 ml/jam menunjukkan hipovolemia.







Pemeriksaan Rontgen (foto radiologi abdomen) dalam posisi Anteroposterior abdomen dapat menunjukkan adanya udara atau bayangan cairan dalam usus. Pada posisi duduk, dapat terlihat udara di bawah diafragma apabila terjadi perforasi uterus atau usus.



35



Penanganan lanjutan: Setelah penyebab infeksi ditangani dan antibiotik diberikan, lanjutkan pengamatan tanda vital dan keseluruhan kondisi pasien. Perhatikan keseimbangan cairan dan produksi urin. Sesuaikan pengobatan yang diberikan dengan perubahan kondisi pasien(19) . Syok septik Infeksi berat sebagai penyebab syok masih banyak dijumpai dalam praktek kebidanan. Syok karena infeksi berat dinamakan syok septik (septicaemic shock) atau syok endotoksik (endotoxic shock). Syok endotoksik terutama dijumpai pada infeksi berat dengan kuman gram negatif, seperti Escherichia coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsielia dan lain-lain. Diperkirakan bahwa endotoksin yang menimbulkan syok adalah suatu kompleks lipopolysaccharide, protein berasal dari desintegrasi dinding bakteri-bakteri gram negatif yang berada dalam peredaran darah dalam jumlah yang besar.(20) Peristiwa-peristiwa infeksi yang dapat menimbulkan syok septik adalah(20) : 1. Abortus infeksiosus, terutama abortus kriminalis 2. Febris puerperalis yang berat Riwayat(19): 1. perdarahan yang lama ( lebih dari 7 hari) 2. upaya pengakhiran kehamilan atau persalinan secara paksa 3. riwayat trauma atau manipulasi berlebihan pada organ genitalia atau jalan lahir 4. demam atau gejala seperti influenza 5. nyeri perut bawah, spasme periksa tanda vital(19,20): 1. pucat (konjuntiva palpebra, telapak tangan, bibir) 2. sianosis (ekstremitas, muka, dada) 3. tekanan darah turun ( < 90/60 mmHg, < 60 mmHg atau tidak terdeksi) 4. nadi cepat dan halus ( > 120 x/menit) 5. pernapasan cepat ( > 40 x/menit), dalam atau dangkal, tidak teratur 6. suhu badan tinggi atau rendah sekali 36



7. gelisah, setengah sadar atau tidak sadar 8. produksi urin < 30 ml/jam tanda-tanda fisik(19): 1. sekret atau lochia berbau 2. nyeri perut bawah 3. mukopus dari servik atau kavum uteri 4. nyeri goyang porsio atau nyerik tekan abdomen 5. nyeri adneksa atau adanya fluktuasi jaringan Penanganan syok septik Kelancaran ventilasi harus diperhatikan lebih dahulu (02 diberikan dengan masker, jika perlu mempergunakan pipa endotrakeal atau melakukan trakeotomi), serta oksigenasi dengan oksigen 100%.(20) Larutan garam 0.9 % ringer laktat, dekstran dan sebagainya melalui infus intravena. Untuk menghindarkan asidosis metabolik penderita dapat diberi bikarbonat natrikus. Penderita diberi antibiotika sebelum jenis kuman penyebab infeksi diketahui, diberi antibiotika dengan spektrum yang luas dan dosis yang tinggi secara intravena. (20) Setelah diketahui jenis kuman penyebab dari hasil pembiakan darah, air kencing atau lendir serviks, maka dipilihkan jenis antibiotika yang tepat dan yang tidak bersifat nefrotoksik. Pemberian glukokortikoid ternyata besar manfaatnya dalam mengatasi syok septik. Dikemukakan bahwa glukokortikoid mengandung khasiat anti endotoksin,



inotropik



terhadap



jantung



dan



memperbaiki



perfusi



ginjal.



Glukokortikoid diberikan intravena melalui infus atau melalui suntikan intravena yang diulang setelah beberapa jam tertentu. (20) Dapat diberikan misalnya Dexamethasone 3 mg/kg berat badan atau Metilprednison 30 mg/kg berat badan. Suntikan, jika perlu diulangi 4 jam kemudian. (20) Obat-obat vasoaktif dapat dipergunakan dalam merawat syok septik. Tujuan utama pemberian obat vasoaktif adalah untuk memperbaiki perfusi jaringan, bukan untuk mengembalikan tekanan darah menjadi normal. Pada perawatan penderita dengan syok septik pengawasan diuresis sangatlah penting. Pengukuran pengeluaran air kencing sangat berguna unruk menilai keadaan penderita dan hasil pengobatan. Apabila diuresis ditemukan kurang dari 30 ml/jam dan penambahan cairan tidak memperbaiki keadaan dapat diberi Manitol 10 gram sebagai cairan 20% dalam 500 ml 37



cairan garam fisiologik melalui infus. Jika belum ada perbaikan, perlu diberi 25 mg Furosemid secara intravena dan dosis dapat diulangi setiap jam. Apabila dengan demikian masih belum juga ada perbaikan, kemungkinan terjadinya kegagalan fungsi ginial harus dipertimbangkan. (20) Dalam mengatasi syok septik, penyingkiran sarang infeksi sangatlah penting. Sehubungan itu, tindakan operatif sering perlu dilakukan, seperti tindakan kuret, histerektomi dan sebagainya. (20)



DAFTAR PUSTAKA 1. Hasnah dan Atik Triratnawati. Penelusuran Kasus-kasus kegawatdaruratan obstetri yang berakibat kematian maternal, dalam Makara Kesehatan, vol 7, no 2. 2003, hal 1. 2. Nasution, Syamsul arifin, Gambar Penanganan Kasus Kedaruratan Obstetri di RSU Tanjung Pura Kabupaten Lankat dan RSU. Kisaran Kabupaten Asahan Bagian Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003, Tersedia dalam http://72.14.235.132/search?q=cache:O0QF TMKfzFUJ:library.usu.ac.id/download/fk/obstetri =id (diakses tanggal 27 april 2009) 38



3. Sunarto, Agus, kegawatdaruratan Obstetri FKUMJ, Tersedia dalam http://medicalanswer.multiply.com/journal/item/2. 2008 (diakses tanggal 29 April 2009) 4. Sastrawinata, sulaiman dkk, Kelainan Lama Kehamilan, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 2-9. 5. Kusmarjadi, Didi. Perdarahan di trimester 1 Kehamilan. 2008. Tersedia di http://www.drdidispog.com/2008/08/perdarahan-di-trimester-i-kehamilan.html (diakses tanggal 18 mei 2009) 6. Sastrawinata, sulaiman dkk, Kelainan Letak Kehamilan, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 16-23. 7. Wikipedia, Kehamilan Ektopik, 2007, tersedia di http://id.wikipedia.org /wiki/Kehamilan_EktopikKehamilan Ektopik (diakses tanggal 18 mei 2009) 8. Saputra, indra, Kehamilan Ektopik Terganggu, 2008, tersedia dalam http://doctorology.net/?p=152 (diakses tanggal 18 mei 2009) 9. Sastrawinata, sulaiman dkk, Perdarahan Anterpartum, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 83-95. 10. Hanafiah, Plasenta Previa , 2003, tersedia dalam http://72.14.235.132/ search? q=cache:O0QFTMKfzFUJ:library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-tmha nafiah2.pdf+plasenta+letak+rendah&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id (diakses tanggal 18 mei 2009) 11. Suheimi, Perdarahan Antepatum, 2006, tersedia dalam http://ksuheimi. blogspot.com/2008/06/perdarahan-antepartum.html (diakses tanggal 27 april 2009) 12. Sastrawinata, sulaiman dkk, Kerusakan Jalan Lahir Karena Persalinan, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 181-185. 13. Nahum, Gerard, Uterine Rupture in Pregnancy dalam Emedicine, 2008 Tersedia dalam http://emedicine.medscape.com/article/35954219-treatment 14. Cunningham, GF dkk, Perdarahan Obstetri dalam Obstetri Williams, volume 1, edisi 21, EGC: Jakarta, 2006, hal 716-717. 15. Sastrawinata, sulaiman dkk, Gestosis, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, EGC: Jakarta, 2005, hal 69-81.



39



16. Ross, Michael G, Eclampsia, dalam Emedicine, 2009, tersedia dalam http:// emedicine.medscape.com/article/253960-treatment (Diakses tanggal 18 mei 2009) 17. Haina Syafitri, perdarahan Pasca persalinan, 2007, tersedia di http://fkunsri.wordpress.com/2007/07/25/pendarahan-pasca-persalinan-part-1/ (diakses tanggal 18 mei 2009) 18. Cunningham, GF dkk, Komplikasi yang umum pada kehamilan dalam Obstetri Williams, volume 1, edisi 21, EGC: Jakarta, 2006, hal 705-706. 19. PONEK. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan medik dalam Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komperenhensif (PONEK), Jakarta, 2008, hal 63-72. 20. Suheimi, Syok dalam Obstetri, 2006, tersedia http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/syok-dalam-obstetri.html tanggal 27 april 2009)



dalam (diakses



40