Kelompok 1-2a Farmasi-Modifikasi Isosterisme [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KIMIA MEDISINAL MODIFIKASI ISOSTERISME



DOSEN PENGAMPU : Apt. Akhyasin, M.Farm DISUSUN OLEH : 1. Tri Widayati



(52019050001)



2. Tasya Putri Oktaviani (52019050002) 3. Eka Putri Fitrianingsih (52019050003) 4. Eva Dwi Agistiana



(52019050004)



5. Ika Syahdila Zuliani



(52019050005)



Kelas : 2A Farmasi



FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI S1-FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS 2020/2021



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah bahasa Indonesia tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak. Penulisan makalah berjudul “Modifikasi Isosterisme” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini. Penulis menyadari makalah bertema metabolisme protein ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf. Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah bahasa Indonesia ini dapat bermanfaat. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh



Kudus, 7 Mei 2021



Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan BAB II PEMBAHASAN 2.1.



Modifikasi Isosterisme



2.2.



Isomer dan Aktivitas Biologis Obat



2.3.



Contoh Modifikasi Isosterisme



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah isosterisme telah digunakan secara luas untuk menggambarkan seleksi dari bagian sruktur yang karena karakterisasi sterik, elektronik dan sifat kelarutannya, elektronik dan sifat kelarutannya, memungkinkan untuk saling dipergantikan pada modifikasi struktur molekul obat. Langmuir (1919) mencoba mencari hubungan yang dapat menjelaskan adanya persamaan. Sifat fisik dari olekul yang bukan isomer, dan memberikan batasan bahwa isosteris adalah senyawa-senyawa, kelompok atom-atom, radikal atau molekul yang mempunyai jumlah dan pengaturan elektron yang sama, bersifat isoelektrik dan mempunyai kemiripan sifat-sifat fisik. Contoh: molekul N2 dan CO masing-masing mempunyai total elektron = 14, samasama tidak bermuatan ditunjukkan sifat fisik yang relatif sama, seperti kekentalan, kerapatan, indeks refraksi, tetapan dielektrik dan kelarutan. Hal ini berlaku pula untuk molekul-molekul N2O dan CO2, serta CH2N2 dan CH2 = CO. Arti isosteris secara umum adalah kelompok atom-atom dalam molekul, yang mempunyai sifat kimia atau fisika mirip, karena mempunyai persamaan ukuran, keelektronegatifan atau stereokimia.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari modifikasi isosterisme? 2. Apa saja bentuk isomer yang dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat? 3. Apa saja contoh dari modifikasi isosterisme? 1.3 Tujuan 1. Mahasiswa mampu memahami modifikasi isosterisme. 2. Mahasiswa mampu memahami bentuk isomer yang dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat . 3. Mahasiswa mampu memahami contoh dari modifikasi isosterisme.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Modifikasi Isosterisme Untuk memperoleh obat dengan aktivitas yang lebih tinggi, dengan efek samping atau toksisitas yang lebih rendah dan bekerja lebih selektif, perlu dilakukan modifikasi struktur molekul obat. Istilah isosterisme telah digunakan secara luas untuk menggambarkan seleksi dari bagian struktur yang karena kerekteristik sterik, elektronik dan sifat kelarutannya, memungkinkan untuk saling dipergantikan pada modifikasi struktur molekul obat. Arti isosteris secara umum adalah kelompok atom-atom dalam molekul, yang mempunyai sifat kimia atau fisika mirip, karena mempunyai persamaan ukuran, keelektronegatifan atau stereokimia. Contoh pasangan isosterik yang mempunyai sifat sterik dan konfigurasi elektronik sama adalah : a. Ion karboksilat (-COO-) dan ion sulfonamida (-SO2NR-) b. Gugus keton (-CO-) dan gugus sulfon (-SO2-) c. Gugus klorida (-Cl) dan gugus trifluorometil (-CF3) Gugus-gugus divalen eter (-O-), sulfida (-S-), amin (-NH-) dan metilen (-CH 2-) meskipun berbeda sifat elektroniknya tetapi hampir sama sifat steriknya sehingga sering pula dipergantikan pada suatu modifikasi struktur. Secara umum prinsip isosterisme ini digunakan untuk: a. Mengubah struktur senyawa sehingga didapatkan senyawa dengan aktivitas biologis yang dikehendaki. b. Mengembangkan analog dengan efek biologis yang lebih selektif. c. Mengubah struktur senyawa sehingga bersifat antagonis terhadap normal metabolit (antimetabolit)



Friedman



(1951)



 memperkenalkan



istilah



bioisosterisme,



yang



kemudian



berkembang menjadi salah sau konsep dasar sebagai hipotesis untuk perkembangan kimia medisinal. Idealnya, bioisosterisme melibatkan pergantian gugus fungsi dalam struktur molekul yang spesifik aktif dengan gugus lain dan pergantian tersebut akan menghasilkan senyawa baru dengan aktvitas biologis yang lebih baik. Burger (1970) menghasilkan bioisosterisme klasik, contohnya: a. Atom atau gugus monovalen, contoh : R-X-Hn, di mana X adalah atom C, N, O atau atom S, dan R-X, dimana X adalah atom F,Cl, Br, dan I b. Atom atau gugus divalen, contoh : R-X-R', dimana X adalah O, S, CH2 atau NH. c. Atom atau gugus trivalen, contoh : R-N=R', R-CH=R', R-P=R', R-As=R', dan R-Sb=R'. d. Atom atau gugus tetravalen, contoh : R=N +=R', R=C=R', R=P+=R', R=As+=R' dan R=Sb+=R' Pada modifikasi isosterisme tidak ada hukum yang secara umum dapat memperkirakan apakah akan terjadi peningkatan atau penurunan aktivitas biologis. Meskipun demikian isosterisme masih layak dipertimbangkan sebagai dasar rancangan obat dan modifikasi molekul dalam rangka menentukan obat baru. 2.2 Isomer dan Aktivitas Biologis Sebagian besar obat yang termasuk golongan farmakologis sama, pada umumnya mempunyai gambaran struktur tertentu. Gambaran struktur ini disebabkan oleh orientasi gugus-gugus fungsional dalam ruang dan pola yang sama. Dari gambaran sterik dikenal beberapa macam struktur isometri, antara lain adalah isomer geometrik, isomer konformasi, diastereoisometri dan isomer optik. Bentuk-bentuk isomer tersebut dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat. 1. Isomer Geometrik dan Aktivitas Biologis Isomer geometri atau isomer cis trans adalah isomer yang disebabkan adanya atom-atom atau gugus-gugus yang terikaat secara langsung pada suatu ikatan rangkap



atau dalam suatu sistem alisiklik. Ikatan rangkap dan sistem alisiklik membatasi gerakan atom dalam mencapai kedudukan yang stabil sehingga terbantuk isomer cis-trans dan isomer cis-trans cenderung menahan gugus-gugus dalam molekul pada ruang yang relatif berbeda dan perbedaan letak gugus-gugus tersebut dapat menimbulkan perbedaan kimia fisika. Akibatnya, distribusi isomer dalam media biologis juga berbeda, dan berbeda pula kemampuan isomer untuk interaksi dengan reseptor biologis. A



A



A



C == C



C C == C



B



C



A



B X



A' B'



A' Resepto r



A'



A' C'



Gugus B dan C dalam bentuk isomer cis, interaksi serasi



B'



Resepto r



X C'



Gugus B dan C dalam bentuk isomer trans, interaksi kurang serasi



2. Isomer Konfirmasi dan Aktivitas Biologis Isomer konfirmasi adalah isomer yang terjadi karena ada perbedaan pengaturan ruang dari atom-atom atau gugus-gugus dalam struktur molekul obat. Isomer konfirmasi lebih stabil pada struktur senyawa non aromatik. Contoh sikloheksan dapat membentuk 3 konfomer yaitu bentuk kursi, perahu, dan melipat. Sikloheksan cenderung dalam bentuk konfirmasi kursi dibanding bentuk konfirmasi perahu atau melipat. Substituen atau gugus pada cincin sikloheksan cenderung ditahan pada kedudukan equatorial oleh karena bentuk aksial lebih muda terpengaruh oleh efek sterik.  Pada bentuk 1,3 diaksial, subtituennya cenderung tolak-menolak satu sama lain sehingga mengubah kelenturan cincin dan menmpatkan substituen pada kedudukan



ekuatorial yang kurang terpengaruh oleh efek sterik. Pada cincin non aromatik, atom atau gugus yang terikat dapat pada kedudukan ekuatorial atau aksial atau kedua-duanya dan dapat menunjukkan aktivitas biologis yang sama atau berbeda.



H3C



H



H



N



H



O



H



+



CH3



O



7 kkal/mol



CH3



H



C H5C2



CH3



O H3C



H



H



C O



H



H5C2



Bentuk equatorial-fenil trimeperidin



+ CH3 N H



H



Bentuk aksial-fenil trimeperidin



3. Diastereoisomer dan Aktivitas Biologis Diastereoisomer adalah isomer yang disebabkan oleh senyawa yang mempunyai dua atau lebih pusat atom asimetrik, mempunyai gugus fungsional sama dan memberikan tipe reaksi yang sama pula. Kedudukan gugus-gugus substitusi terletak pada ruang yang relatif berbeda sehingga diastereoisomer mempunyai sifat fisik, kecepatan reaksi dan sifat biologis yang berbeda pula.  Perbedaan sifat-sifat di atas berpengaruh terhadap distribusi, metabolisme dan interaksi isomer dengan reseptor.



Perbedaan interaksi dengan reseptor dari senyawa-senyawa diastereoisomer dapat dilihat pada gambar berikut. (cis) Diastereoisomer (trans) B



Contoh : log P (cis) > log P ( trans)



BC



A



C



A



membran biologis



BC



B A



C



A B'



A' C'



B'



Reseptor



A' C'



Interaksi kurang serasi aktivitas kecil



Interaksi serasi aktivitas lebih besar



Diasterioisomer  kemungkinan juga mempunyai aktifitas optis. Contoh: efedrin, mempunyai 2 atom C asimetrik dengan 4 bentuk aktif optis, dapat membentuk diasterioisomer (+-) eritro dan (+-) itreo, yang dapat dilihat pada gambar berikut: Efedrin (eritro)



Pseudoefedrin (treo) (+)S,S



(-)S,R



(+)R,S  H C OH  H C NHCH3 CH3



HO



C



H



H3CHN



C



H



CH3



(-)R,R



H C OH H3CHN C H CH3



HO C H H C NHCH3 CH3



4. Isomer Optik dan Aktivitas Biologis Isomer Optik  adalah isomer yang disebabkan oleh senyawa yang mempunyai atom C asimetrik. Isomer optic mempunyai  sifat kimia Fisika sama dan hanya berbeda pada kemampuan dalam memutar bidang cahaya terpolarisasi atau berbeda rotasi optiknya. Masing-masing isomer hanya dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kiri atau ke kanan saja dengan sudut pemutaran yang sama. Isomer optic  kadang-kadang mempunyai aktivitas biologis yang berbeda karena ada perbedaan  dalam interaksi  isomer-isomer dengan reseptor biologis. Menurut Beckett, perbedaan interaksi isomer-isomer optic dengan reseptor biologis diilustrasikan seperti pada gambar berikut:



(+)



A



B



(-)



Isomer Optik



C



A



B



C



Contoh : log P ( + ) = log P ( - )



membran biologis



A



A'



B



B'



C



C'



A



Reseptor



Interaksi serasi aktivitas lebih besar



A'



B



B'



C



C'



Interaksi kurang serasi aktivitas kecil



2.3 Contoh Modifikasi Isosterisme Penggantian gugus sulfida (-S-) pada sistem cincin fenotiazin dan cincin tioxanten, dengan gugus etilen (-CH2CH2-), menghasilkan sistem cincin dihidrodibenzazepin, dan dibenzosiklo-heptadien yang berkhasiat berlawanan. CNS DEPRESANT



ANTI DEPRESI



S



N



N



R



R



R = -CH2CH2CH2N(CH3)2



Promazin



Imipramin



(cincin fenotiazin)



(cincin dihidrodibenzazepin)



S



HC R



HC



R



R = -CH2CH2N(CH 3)2



Klorprotixen



Amitriptilin



(cincin tioxanten)



(cincin dibenzosikloheptadien)



Contoh : 1). Gugus S pada promazin dan klorprotixen, suatu obat penekan sistem saraf pusat (tranquilizer), bila diganti dengan gugus etilen, menghasilkan imipramin dan amitriptilin yang berkhasiat sebagai perangsangan sistem saraf pusat (antidepresi). 2) Turunan Dialkiletilamin           R – X – CH2 – CH2 - N – (R’)2 X = O, NH, CH2, S   : senyawa antihistamin X = COO, CONH, COS  : senyawa pemblok adrenergik 3) Turunan E ster etiltrimetilamonium             R-COO-CH2-CH2-N+(CH3)3 CH3          Asetilkolin              :           masa kerja muskarinik singkat NH2          Karbamikolin          :           masa kerja muskarinik panjang



Penggantian gugus CH3 dengan gugus NH2 yang bersifat penarik elektron  dapat meningkatkan kestabilan ester  terhadap proses metabolime sehingga karbamilkolin, mempunyai masa kerja muskarinik lebih panjang disbanding asetilkolin. 4) Obat anti diabetes turunan sulfonamide R



R'



O R



SO2NH C NH R'



t1/2 (jam)



NH 2



n-C 4H9 : Karbutamid



0,5



CH3



n-C 4H9 : Tolbutamid



Cl



n-C 3H7 : Klorpropamid



5,7 33



Tolbutamid dan klorpropamid mempunyai waktu paruh biologis (t1/2) lebih panjang dan toksisitas yang lebih rendah dibanding karbutamid karena gugus tolbutamid merupakan gugus yang relatif labil dibanding gugus NH2, dan pada in vivo mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat (t1/2 = 5,7 jam). Gugus Cl pada klorpropamid lebih tahan terhadap proses oksidasi sehingga masa kerja obat lebih panjang (t1/2 lebih besar dari 33 jam). 5) Prokain dan prokainamid O H2N



C



X



CH2CH2N(C2H5)2



Gugus dipol C=O mempunyai peran spesifik dalam konduksi saraf. bila X diganti dengan: O







Prokain



NH







Prokainamid : antiaritmia



: anestesi setempat



Resonansi dari gugus amida prokainamid akan kekuatan dipol gugus C=O, sehingga prokainamid mempunyai aktivasi anestesi setempat lebih rendah dibanding prokain. Struktur prokainamid lebih stabil dibanding prokain karena lebih tahan terhadap



hidrolisis oleh enzim esterase sehingga secara oral dapat digunakan untuk pengobatan aritmia jantung karena mempunyai masa kerja yang lebih panjang. 6) Antimetabolit Purin Adenin dan hipoxantin merupakan metabolit normal dalam tubuh. Gugus NH2 dan OH pada C6 memegang peranan penting pada interaksi yang melibatkan ikatan hydrogen dari kedua basa, pada proses replikasi asam nukleat dalam biosintesis protein sel. Penggantian gugus-gugus tersebut dengan gugus SH, contoh : 6-merkaptopurin, akan memperlemah ikatan hidrogen, terjadi hambatan sebagian dari proses interaksi di atas sehingga kecepatan sintesissel menurun dan senyawa berfungsi sebagai antimetabolit (antikanker). Selain gugus isosterik dan bioisosterik dikenal pula gugus haptoforik dan gugus farmakoforik. Gugus haptoforik adalah gugus yang membantu pengikatan obat-reseptor, sedang farmakoforik adalah gugus yang bertanggung-jawab terhadap respons biologis.. Contoh gugus haptoforik adalah gugus-gugus besar seperti difenilmetil yang terdapat pada difenhidramin (antihistamin), metadon (analgesik narkotika) dan DDT (insektisida), atau gugus fenotiazin, seperti yang terdapat pada prometazin (antihistamin) dan klorpromazin (tranquilizer).



C



H



COCH2CH3



Cl



CH2CH(CH3)N(CH3)2



Cl



H C



C OCH2CH2N(CH3)2



Difenhidramin



Metadon



S



N CH2 CH N(CH3)2



Cl



S



DDT



N CH2CH2CH2N(CH3)2



CH3



Prometazin



CCl3



Klorpromazin



Contoh gugus farmakoforik adalah gugus sulfonilurea (antidiabetes), sulfonamida (antibakteri), dan gugus sulfon (penghambat karbonik anhidrase).



BAB III PENUTUP



Istilah isosterisme telah digunakan secara luas untuk menggambarkan seleksi dari bagian sruktur yang karena karakterisasi sterik, elektronik dan sifat kelarutannya, elektronik dan sifat kelarutannya, memungkinkan untuk saling dipergantikan pada modifikasi struktur molekul obat. Langmuir (1919) mencoba mencari hubungan yang dapat menjelaskan adanya persamaan. Sifat fisik dari olekul yang bukan isomer, dan memberikan batasan bahwa isosteris adalah senyawa-senyawa, kelompok atom-atom, radikal atau molekul yang mempunyai jumlah dan pengaturan elektron yang sama, bersifat isoelektrik dan mempunyai kemiripan sifat-sifat fisik.



DAFTAR PUSTAKA Siswandono Soekardjo, Bambang. 2008 . Kimia Medisinal 1 . Airlangga University Press . Surabaya Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Jakarta : Erlangga. Ramlawati. 2005. Buku Ajar Kimia Anorganik Fisik. Makassar : Jurusan Kimia, FMIPA, UNM. Rivai, Harizul. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI-Press. Siswandono, 2011, Hubungan Struktur, Aspek Stereokimia dan Aktivitas Biologis Obat, .



Tristanti, I., 2013, Hubungan Struktur, Aspek Stereokimia dan Aktivitas Biologis Obat