Keperawatan Keluarga KDRT 3A Kel.1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Keluarga Dosen Pembimbing: Nina Pamelasari, M.Kep Miftahulfalah, MSN



Disusun Oleh: Kelompok 1/3A Eka Nurul Puadah Eki Kania Dewi Lina Yulianti Muhammad Fikri Azis Nadya Paramitha



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA 2019



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut. Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masingmasing anggota keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga. Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan, hentakanhentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan  setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.



B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana pengertian kekerasan dalam rumah tangga? 2. Bagaimana factor penyebab kekerasan dalam rumah tangga? 3. Bagaimana tanda-tanda adanya kekerasan dalam rumah tangga? 4. Bagaimana asuhan keperawatan pada kekerasan dalam rumah tangga? C. TUJUAN 1. Menjelaskan apa saja pengertian dari kekerasan dalam rumah tangga. 2. Menjelaskan factor penyebab kekerasan dalam rumah tangga. 3. Menjelaskan tanda-tanda adanya kekerasan dalam rumah tangga. 4. Menjelaskan asuhan keperawatan pada kekerasan dalam rumah tangga.



BAB II TINJAUAN TEORITIS A. PENGERTIAN Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa: 1. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945. 2. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus. 3. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. 4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi: “Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak diancam hukuman pidana”



B. BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam : 1. Kekerasan fisik Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya. 2. Kekerasan psikologis / emosional Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak. 3. Kekerasan seksual Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. Kekerasan seksual berat, berupa: a. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan. b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki. c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan. d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.



e. Terjadinya



hubungan



seksual



dimana



pelaku



memanfaatkan



posisi



ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi. f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera. g. Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat. h. Kekerasan ekonomi Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri. Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa: 1) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran. 2) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya. 3) Mengambi l tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban. Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.



C. FAKTOR PENYEBAB KDRT Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut: 1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu  mengatur dan mengendalikan wanita. 2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan. 3. Beban pengasuhan anak Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak.  Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalahkan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga. 4. Wanita sebagai anak-anak Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita.  Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib. 5.  Orientasi peradilan pidana pada laki-laki Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup.  Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.



D. TANDA DAN GEJALA ADANYA KDRT Gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas. Jika anda membaca gejalagejaladi atas, tentu anda akan menyadari bahwa akibat kekerasan yang paling fatal adalah merusak kondisi psikologis yang waktu penyembuhannya tidak pernah dapat dipastikan.



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA A. KASUS Ny. E 36 tahun datang ke puskesmas dengan ibu kandungnya untuk memeriksakan kehamilannya. Ny. E tampak memar pada pipi kiri, Ny E sering tampak melamun, pandangan kosong, lebih sering dan hanya menjawab pertanyaan dengan singkat. Saat ditanya tentang suaminya dia hanya diam dan meneteskan air mata. Menurut ibu Ny. E, Ny. E sedang hamil 4 minggu, suami Ny.E tidak bekerja, Ny.E bekerja sebagai karyawan di bank swasta. Tadi malam Ny.E dan suaminya bertengkar karena Ny. E terlambat pulang karena rapat. Ny.E sudah menjelaskan tentang alasan keterlambatan pulangnya, tetapi suaminya tidak percaya, karena marah Ny.E didorong hingga jatuh dan pipinya terbentur kujung meja. Karena khawatir dengan kondisi kandungannya ibu Ny.E membawa Ny.E ke puskesmas. Keluarga Ny.E memiliki suami bernama Tn.D (37 Tahun) mempunyai 2 orang anak. Anak pertama bernama An.S berusia 9 tahun yang sedang duduk di bangku sekolah dasar dan anak ke 2 bernama Balita F berusia 3 tahun. B. ASUHAN KEPERAWATAN a. Pengkajian 1. Data Umum Nama kepala keluarga



: Tn. D



Alamat dan telepon



: Kp. Tamansari Gobras



Pekerjaan Kepala Keluarga



: Tidak Bekerja



Pendidikan Kepala Keluarga



: SMA



Nama Istri



: Ny. E



Alamat dan telepon



: Kp. Tamansari Gobras



Pekerjaan Istri



: Karyawati Swasta



Pendidikan Istri



: S1



b. Komposisi Keluarga dan Genogram No



Nama



1.



Tn.D



3.



Ny. E



:



Jenis



Hub. Dgn Tpt,



Kelamin L



Keluarga Kepala



Pekerjaan Lahir Umur Bandung, 4 Tidak



keluarga



Januari 1982



Istri



37 Tahun Bandung, 25 Karyawati



P



tgl



Pendidikan SMA



bekerja S1



Oktober 1983 Swasta 4.



An. S



P



Anak



34 Tahun Bandung, 13 Pelajar



-



Juni 2010 5.



Balita.F



P



Anak



9 Tahun Bandung, 12 Februari 2016 3 Tahun



-



Tn. H 67 th



Ny. S 66



Tn.A 38 th



Tn. Y



Tn.w 39 th



Tn. D 37 th



Ny. E 36th



Ny. Y



Mengalami Perilaku Kekerasan



An.S 9th



Balita .F 3 th



Keterangan :



Laki-laki



Perempuan



Meninggal



Klien yang Diidentifikasi



Kawin 1. Tipe Keluarga



:Keluarga



Tradisional



Nuclear



Family



Keluarga dengan Anak Usia Sekolah 2. Suku Bangsa



: Sunda/Indonesia



3. Agama



: Islam



Tahap



1. Status Sosial Ekonomi Keluarga Ny. E bekerja sebagai karyawati swasta di sebuah Bank di Kota Tasikmalaya sedangkan Tn.D tidak bekerja karena di PHK dari tempat bekerjanya dan selalu diam di rumah mengurus ayam. Penghasilan keluarga kurang lebih Rp. 1.700.000,- tiap bulannya. Keluarga mengganggap kebutuhan belum bisa terpenuhi dengan penghasilan tiap bulannya untuk kebutuhan sehari-hari, terlebih sang suami yang tidak bekerja sehingga Ny. E yang mencari uang untuk menyekolahkan anakanaknya. 2. Aktifitas Rekreasi Keluarga Keluarga tidak mempunyai jadwal rekreasi. Keluarga jarang berlibur keluar rumah tetapi setiap malam keluarga Tn.D menyempatkan untuk makan bersama. 2. Riwayat dan tahap Perkembangan Keluarga 1. Tahap perkembangan keluarga saat ini Kelurga Tn. D memiliki 1 Istri dan 2 orang anak. Anak pertama bernama An.S berusia 9 tahun dan anak kedua bernama Balita. F berusia 3 tahun, maka keluarga Tn. D berada pada tahap perkembangan keluarga dengan anak usia sekolah. 2. Tahap Perkembangan Keluarga yang belum terpenuhi Tidak ada tahap perkembangan keluarga sampai saat ini yang belum terpenuhi. Namun tugas keluarga yang belum tercapai adalah kurangnya pemeliharaan komunikasi yang terbuka dan hubungan yang intim dalam keluarga. 3. Riwayat Keluarga Inti Tn. D tidak memiliki riwayat penyakit apapun, dan Istrinya Ny. E tidak memiliki riwayat penyakit. Anak pertamanya An.S sehat dan tidak mempunyai riwayat penyakit berat. Sakit yang pernah diderita kedua anaknya yaitu An.S dan Balita F hanya demam, batuk dan pilek. 4. Riwayat Keluarga Sebelumnya Tidak ada riwayat penyakit yang serius pada keluarga sebelumnya.



3. Pengkajian Lingkungan 1. Karakteristik Rumah Rumah yang memiliki Luas 80 m2 dengan tipe 18, dan memiliki 1 lantai yang terdiri dari: ruang tamu, 2 Kamar tidur, 1 kamar mandi dan dapur. Jumlah jendela ada 2, dan terdapat ventilasi di depan. Jarak septic tank dengan sumber air sekitar 2,5 m. Sumber air minum dan air untuk masak yang digunakan berasal dari sumur milik sendiri yang letaknya ada di dalam jamban. Berikut denah rumah Tn. D :



Dapur



Jamban



Kamar



Kandang Ayam



Kamarr



Ruang Tamu



2. Karakteristik Tetangga dan Komunitas RW Sebagian masyarakatnya merupakan warga asli, dan merupakan kalangan menengah kebawah. Dimana banyak penduduk yang bekerja seharian sebagai buruh pabrik dan berdagang. Di RW 16 tempat tinggalnya merupakan perumahan padat penduduk yang berhimpitan. Kebanyakan rumah tipe 18 yang ditempati oleh warga RW 16. 3. Mobilitas geografis keluarga Keluarga Tn.D belum pernah berpindah-pindah rumah. Lingkungan tempat tinggal jauh dari jalan besar yang dilewati oleh kendaraan umum. Alat transportasi yang digunakan adalah motor atau terkadang berjalan kaki jika bepergian dengan jarak yang dekat. Jarak dengan tempat pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Dokter sekitar rumah) kurang lebih 2 km dan jarak ke posyandu sekitar 100 m.



4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat Keluarga jarang memiliki waktu untuk berkumpul terutama Ny. E yang sibuk bekerja. Setiap malam keluarga Tn.D jarang menyempatkan waktu untuk makan malam bersama. Ny. E dan suami jarang berkomunikasi dan Biasanya setiap pagi Ny.E suka mempersiapkan An. S untuk berangkat sekolah dan menyuapi Balita.F di. Ny. E sangat dekat dengan tetangga sebelah rumah sedangkan Tn. D sangat tertutup pada tetangga dan lingkungannya karena malu lama menganggur. 5. Sistem Pendukung keluarga Pendukung keluarga adalah ibu, kakak dan juga saudara-saudara yang selalu memberi dukungan berupa semangat saat menjalankan aktivitas. 4. Struktur Keluarga 1. Pola Komunikasi Keluarga Komunikasi yang digunakan adalah secara verbal dengan menggunakan bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia. Ny. E dan Tn. D jarang berkomunikasi dan berhubungan harmonis semenjak suaminya itu di PHK. Namun pada anak-anaknya berkomunikasi dengan baik seakan-akan tidak ada masalah. 2. Struktur Kekuatan Keluarga Dalam keluarga Tn. D yang mengambil keputusan adalah Tn. D selaku kepala rumah tangga. Akan tetapi jika ada masalah jarang di diskusikan terlebih dahulu karena Tn. D selalu berbicara dan bertindak kasar pada Ny. E. 3. Struktur Peran Tn. D berperan sebagai kepala keluarga, namun Ny. E berperan sebagai Tulang punggung dan Ibu rumah tangga. Biasanya Ny. E bekerja mengurus segala kebutuhan suami dan kedua anaknya lalu pergi bekerja dari jam 08.00 sampai jam 17.00, lalu pada sore hari mulai melakukan pekerjaan rumah tangga dari memasak, mencuci dan mengasuh anak balitanya. 4. Nilai dan norma keluarga Di dalam keluarga tidak ada nilai maupun norma yang bertentangan dengan kesehatan. Keluarga menganggap kesehatan itu sangatlah penting.



5. Fungsi Keluarga 1. Fungsi Afektif Tn.D merupakan kepala keluarga yang temperamental sedangkan Ny. E tetap bersabar meskipun hidup dalam keadaan ekonomi yang kurang dari cukup. Ny.E selalu mengajarkan kepada anaknya untuk menghormati orang yang lebih tua dan saling menyayangi satu sama lain. 2. Fungsi Sosialisasi Keluarga Tn.D jarang melakukan hubungan interaksi sosial pada anaknya dengan tetangga dan masyarakat. Sedangkan Ny. E selalu berpartisipasi dalam lingkungan sekitar misalnya jika di RW mereka selalu ada perlombaan Ny. E selalu menganjurkan anaknya untuk mengikuti lomba tersebut. 3. Fungsi Perawatan Kesehatan a. Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan Keluarga mengetahui jika ada anggota keluarga yang menderita Kekerasan rumah tangga. Maka dari itu Ibu dari Ny. E membawa anaknya yang sedang hamil ke Puskesmas sambil memeriksakan keadaan fisik Ny. E dan bayi yang di kandungnya. b. Kemampuan keluarga untuk mengambil keputusan untuk mengatasi masalah kesehatan Keluarga belum mampu mengambil keputusan untuk mengatasi masalah kesehatannya karena belum mengetahui banyak tentang masalah yang dialami. c. Kemampuan keluarga melakukan perawatan Keluarga belum mampu merawat anggota keluarga yang mengalami kekerasan rumah tangga, karena keluarga saja kebingungan karena anaknya susah untuk berkomunikasi dan menceritakan apa saja yang dialami selama di rumah d. Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan Keluarga belum mampu memodifikasi lingkungan, lingkungan di rumahnya kurang sehat. Di depan rumahnya terdapat kandang ayam dan jambannya pun tidak sehat. e. Kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan



Keluarga selalu memanfatkan fasilitas kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dialami oleh anaknya, tetapi terkadang keluarga mempunyai kesulitan ekonomi jika berobat ke puskesmas karena keluarga tidak mempunyai asuransi, BPJS ataupun jamkesmas. 1. Fungsi reproduksi Tn. D memiliki 2 orang anak, dimana anak pertamanya yang bernama An.S belum mengalami menstruasi karena umurnya yang masih 9 tahun. Istrinya Ny. E belum mengalami menopause. 2. Fungsi Ekonomi Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap harinya keluarga Ny. E termasuk cukup karena Ny. E seorang Karyawati swasta yang gajinya sudah tentu. 6. Stress dan Koping Keluarga 1. Stressor jangka pendek dan panjang Untuk saat ini Ny.E sering merasa cemas dan takut karena perilaku suaminya yang kasar. hal ini terkadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Keluarga merasakan adanya masalah yang membutuhkan penyelesaian. 2. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor Ny.E mengatakan bahwa terkadang dirinya selalu memikirkan masalahnya sampai berlarut-larut dalam arti dia adalah orang yang jarang terbuka dan terlalu cemas terkait masalah yang dialaminya. 3. Strategi koping yang digunakan Koping yang digunakan jika ada masalah adalah dengan cara meminta pendapat dari ibunya. 4. Strategi adaptasi disfungsional Dalam beradaptasi dengan masalah yang ada keluarga jarang menggunakan adaptasi yang positif. Karena Tn. D selalu menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah sehingga tidak akan dapat menyelesaikan masalah justru akan semakin berlarut-larut dan semakin rumit.



7. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Nama Anggota Keluarga Fisik TD



Tn. D 130/80



Ny. E 90/60 mmHg



An.S -



Balita.F -



N RR BB Rambut Konjungtiva Sklera Hidung Telinga Mulut



mmHg 86x/mnt 18x/mnt 62 kg Bersih Tidak anemis Tidak ikterik Bersih Bersih Mukosa bibir



90x/mnt 20x/mnt 47 kg Bersih Anemis Tidak ikterik Bersih Bersih Mukosa bibir



78 x/mnt 24x/mnt 30 kg Bersih Tidak anemis Tidak ikterik Bersih Bersih Mukosa bibir



86x/mnt 22x/mnt 12 kg Bersih Tidak anemis Tidak ikterik Bersih Bersih Mukosa bibir



Leher



lembab Tidak



Dada



lembab ada Tidak



lembab ada Tidak



lembab ada Tidak



ada



pembesaran



pembesaran



pembesaran



pembesaran



kelenjar thyroid



kelenjar



kelenjar



kelenjar



thyroid Tidak ada suara Tidak nafas tambahan suara detak



thyroid ada Tidak nafas suara



jantung tambahan,



regular.



detak



thyroid ada Tidak nafas suara



tambahan,



jantung detak



ada nafas



tambahan,



jantung detak



jantung



Abdomen



regular. regular. regular. Simetris, tidak Simetris, tidak Simetris, tidak Simetris, tidak



Ekstremitas



ada nyeri tekan ada nyeri tekan ada nyeri tekan ada nyeri tekan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada varises,



Kulit Turgor kulit Keluhan



tidak varises,



ada edema Sawo matang Baik -



tidak varises,



ada edema Sawo matang Baik -



tidak varises,



ada udema, Sawo matang Baik -



tidak



ada edema Sawo matang Baik -



8. Harapan Keluarga Keluarga berharap masalahnya bisa terselesaikan dan Tidak ada perlakuan kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh Ny. E dan keluarga berharap dapat hidup bahagia bersama anggota keluarga dan semua anggota keluarga sehat.



9. Pengkajian data Fokus 1. Ny. E nampak memar pada pipi kiri. 2. Ny, E nampak sering melamun. 3. Pandangan kosong. 4. Hanya menjawab pertanyaan dengan singkat. 5. Saat ditanyai tentang suaminya klien hanya diam dan meneteskan air mata. 6. Ibu Ny, E mengatakan klien sedang hamil 4 bulan. 7. Ibu klien mengatakan suami klien tidak bekerja. 8. Ibu klien mengatakan semalam klien bertengkar dengan suaminya karena klien terlambat pulang. 9. Ibu klien mengatakan klien didorong suaminya sampai pipin klien terbentur ujung meja. 10. Ibu klien mengatakan karena merasa khawatir dengan kandungannya sehingga klien memeriksakan kandungannya ke Puskesmas. 11. Ibu klien mengatakan klien bekerja sebagai karyawan di Bank.



A. ANALISA DATA NO



DATA



ETIOLOGI



MASALAH



. 1



DS :



Perubahan



1. Ibu



klien



mengatakan mental.



status Isolasi sosial yang berhubungan



karena merasa khawatir



dengan kecemasan



dengan



yang



kandungannya



sehingga



klien



ekstrem,



depresi



memeriksakan kandungannya



ke



puskesmas. DO : 1. Ny, E nampak sering melamun. 2. Pandangan kosong. 3. Hanya



menjawab



pertanyaan



dengan



singkat. 4. Saat



ditanyai



suaminya



klien



tentang hanya



diam dan meneteskan air mata. 2



DS :



Mengalami kekerasan Risiko cedera yang



1. Ibu



klien



mengatakan fisik.



berhubungan



semalam klien bertengkar



dengan



dengan suaminya karena



fisik



klien terlambat pulang. 2. Ibu



klien



mengatakan



klien didorong suaminya sampai



pipi



klien



terbentur ujung meja



trauma



3. Ibu



klien



mengatakan



karena merasa khawatir dengan



kandungannya



sehingga



klien



memeriksakan kandungannya



ke



puskesmas. DO : 1. Ny. E nampak memar pada pipi kiri. 3



DS :



Ketidakpercayaan diri Ketidakefektifan



1. Ibu Ny, E mengatakan menghadapi masalah.



koping



klien sedang hamil 4



(dengan



bulan.



merusak)



2. Ibu



klien



mengatakan



suami klien tidak bekerja. 3. Ibu klien



klien



mengatakan



bekerja



sebagai



karyawan di Bank. DO : 1. Ny. E nampak memar pada pipi kiri.



keluarga prilaku



B. PENGUKURAN BOBOT MASALAH Tabel Skala penyusunan Masalah Kesehatan Keluarga Sesuai Prioritas. No 1.



KRITERIA Sifat Masalah



SKOR



BOBOT PERHITUNGAN



Skala:



masih



- Tidak/kurang sehat - Ancaman kesehatan - Keadaan 2.



sejahtera Kemungkinan



1



2/3 × 1 = 2/3



2 1 Sebagian



masalah



masalah yang



dapat diubah terkait



dapat diubah



tentang 2



½×2=1



sikap



Tempramen



dan



- Mudah



2



perilaku Tn. D yang



- Sebagian



1



sulit dicegah.



- Tidak dapat Potensial



0 Potensi



masalah



masalah untuk



untuk



dicegah



dicegah



cukup.



Skala:



4.



menjadi



ancaman.



3



Skala:



3.



PEMBENARAN Masalah kesehatan



- Tinggi



3



- Cukup



2



- Rendah Menonjolnya



1



1



2/3 × 1 = 2/3



1



2/2 × 1 = 1



Masalah berat dan



masalah



harus



Skala:



ditangani Ibu Ny. E



- Masalah berat,



2 harus



merasa



segera anaknya



perlu mendapatkan



segera



penanganan



ditangani



psikologis.



- Ada masalah tetapi



tidak



1



perlu ditangani - Masalah tidak dirasakan Jumlah



0 7



-



2



C. DIAGNOSA KEPERAWATAN A. Menurut SDKI 1. Ketidakmampuan koping keluarga 1) Definisi Perilaku orang terdekat (anggota keluarga atau orang berarti) yang membatasi kemampuan dirinya dan klien unruk beradaptasi dengan masalah kesehatan yang dihadapi klien. 2) Penyebab a. Hubungan keluarga ambivalen b. Pola koping yang berbeda diantara klien dan orang terdekat c. Tesistensi keluarga terhadap perawatan/pengobatan yang kompleks d. Ketidakmampuan orang terdekat mengungkapkan perasaan 3) Gejala dan tanda mayor a. Subjektif a) Merasa di abaikan b. Objektif a) Tidak memenuhi kebutuhan anggota keluarga b) Tidak toleran c) Mengabaikan anggota keluarga 4) Gejala dan tanda minor a. Subjektif a) Terlalu khawatir dengan anggota keluarga b) Merasa tertekan (depresi) b. Objektif a) Perilaku menyerang (agresi) b) Perilaku menghasut (agitasi) c) Tidak berkomitemen



d) e) f) g) h) i) j) k) l) m)



Menunjukan geala psikosomatis Perilaku menolak perawatan Mengabaikan kebutuhan dasar klien Mengabaikan perawatan/pengobatan anggota keluarga Perilaku bermusuhan Perilaku individualistik Upaya membangun hidup bermakna terganggu Perilaku sehat terganggu Ketergantungan anggota keluarga meningkat Realitas kesehatan anggota keluarga terganggu



5) Kondisi klinis terkait a. Penyakit alzheimer b. AIDS c. Kelainan yang menyebabkan paralisis permanen d. Kanker e. Penyakit kronis (mis. Kanker, arthritis reumathoid) f. Penyalahgunaan zat g. Krisis keluarga h. Konflik keluarga yang belum terselesaikan 2. Resiko cedera 1) Definisi Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat ataudalam kondisi baik. 2) Faktor resiko a. Eksternal a) Terpapar pathogen b) Terpapar zat kimia toksik c) Terpapar agen nosocomial d) Ketidakamanan transportasi b. Internal a) Ketidaknormalan profil darah b) Perubahan orientasi afektif c) Perubahan sensasi d) Disfungsi autoimun e) Hipoksia jaringan f) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh g) MalnutrisiPerubahan fungsi psikomotor h) Perubahan fungsi kognitif 3) Kondisi klinis terkait a. Kejang



b. Sinkop c. Vertigo d. Gangguan pengelihatan e. Gangguan pendengaran f. Penyakit parkinson g. Hipotensi h. Kelainan nervus vestibularis i. Retardasi mental 3. Isolasi social 1) Definisi Ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain. 2) Penyebab a. Keterlambatan perkembangan b. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan c. Ketidaksesuaian minat dengan tahap perkembangan d. Ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma e. Ketidasesuaian perilaku dengan norma f. Perubahan penampilan fisik g. Perubahan status mental h. Ketidakadekuatan sumber daya personal (mis. Disfungsi berduka, pengendalian diri buruk) 3) Gejala dan tanda mayor a. Subjektif a) Merasa berbeda dengan orang lain b) Merasa asyik dengan pikiran sendiri c) Merasa tidak mempunyai tujuan ynag jelas b. Objektif a) Afek datar b) Afek sedih c) Riwayat ditolak d) Menunjukan permusuhan e) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain f) Kondisi difabel g) Tindakan tidak berarti h) Tidak ada kontak mata i) Perkembangan terlambat j) Tidak bergairah/lesu



4) Kondisi klinis terkait a. Penyakit alzheimer b. AIDS c. Tuberkulosis d. Kondisi yang menyebabkan gangguan mobilisasi e. Gangguan psikiatrik (mis. Depresi mayor dan schizophrenia) B. Menurut NANDA 1. Ketidakmampuan koping keluarga 1) Definisi Perilaku terdekat (anggota keluarga atau orang penting lainnya) yang membatasi kapasitas/ kemampuannya dan kemampuan klien untuk secara efektif menangani tugas penting mengenaiadaptasi keduanya terhadap masalah kesehatan. 2) Batasan karakteristik a. Pengabaian b. Agresi c. Agitasi d. Menjamin rutinitas biasa tanpa mnghormati kebutuhan klien e. Peningkatan ketergantungan klien f. Depresi g. Membelot h. Tidak menghormati kebutuhan klien i. Perilaku keluarga yang mengganggu kesejahteraan j. Permusuhan k. Gangguan individualisme l. Gangguan membangun kembali kehidupan yang bermakna untuk diri sendiri m. Intoleran n. Perawatan yang mengabaikan klien dalam hal kebutuhan dasar manusia o. Perawatan yang mengabaikan klien dalam hal pengobatan penyakit p. Hubungan yang mengabaikan anggota keluarga lain q. Terlalu khawatir terus menerus mengenai klien r. Psikosomatis s. Penolakan t. Merasakan tanda penyakit klien 3) Faktor yang berhubungan a. Penanganan resistensi keluarga terhadap pengobatan yang berubah-ubah



b. Gaya koping yang tidak sesuai antara orang terdekat dan klien untuk mrnangani tugas adaptif c. Gaya koping yang tidak sesuai diantara orang terdekat d. Hubungan keluarga yang sangat a,bivalen e. Orang terdekat lama tida mengungkapkan perasaan (mis. Rasa bersalah, cemas, putus asa) 2. Resiko cedera 1) Definisi Beresiko mengalami cedera sebagai akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu. 2) Faktor resiko a. Eksternal a) Biologis (mis. Tingkat munisasi komunita, mikroorganisme) b) Zat kimia (mis,. Racun, polutan, obat, agenens, farmasi, alkohol, nikotin, pengawet, kosmetik, pewarna) c) Manusia (mis., agens nosokomial, pola ketegangan, atau faktor kognitif, afektif dan psikomotor) d) Cara pemindahan/tranpor e) Nutrisi (mis., desain, struktur, dan pengaturan komunitas, bngunan, dan/ atau peralatan) b. Internal a) Profil darah yang abnormal (mis., leukositosis, leukoponia, gangguan faktor koagulasi, trombositopenia, sel sabit, talasemia, penurunn hemoglobin) b) Disfungsi biokimia c) Usia perkembanagan (fisiologis, psikososial) d) Disfungsi efektor e) Disfungsi imun-autoimun f) Disfungsi integratif g) Malnutrisi h) Fisik (mis., integritas kulit tidak utuh, gangguan mobilitas) i) Psikologis (orientasi afektif) j) Disfungsi sensorik k) Hipoksia jaringan



3. Isolasi social 1) Definisi Kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat di dorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancam. 2) Batasan karakteristik a. Objektif a) Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting b) Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan c) Afek tumpul d) Bukti kecacatan (mis. Fisik, mental) e) Ada didalam sub kultural f) Sakit, tindakan tidak berarti g) Tidak ada kontak maa h) Dipenuhi dengan pikiran sendiri i) Menunjukan permusuhan j) Tindakan berulang k) Afek sedih, ingin sendirian l) Menunjukan perilaku yang tidak dapat diterima oleh kelompok kultual yang dominan b. Subjektif a) Minat yang tidak sesuai dengan perkembangan b) Mengalami perasaan berbeda dari orang lain c) Ketidakmampuan memenuhi orang lain d) Tidak percaya diri saat berhadapan dengan publik e) Mengungkapkan perasaan kesendirian yang didorong oleh oang lain f) Mengungkapkan perasaan penolakan g) Mengungkapkan nilai yang tidak dapat dietrima olek kelompok kultural yang dominan 3) Faktor yang berhubungan a. Perubahan status mental b. Gangguan penampilan fisik c. Gangguan kondisi kesehatan d. Faktor yang berperran terhadap tidak adanya hubungan personal yang memuaskan (mis. Terlambat dalam menyelesaikan tugas perkembangan) e. Minat/ketertarikan yang imatur f. Keyidakmampuan menjalani hubungan yang memuaskan g. Sumber personal yang tidak adekuat h. Perilaku sosial yang tidak diterima



i. Nilai sosial yang tida dierima D. INTERVENSI TUJUAN & NO 1



DIAGNOSA



KRITERIA



HASIL Isolasi sosial Setelah



INTERVENSI



RASIONAL



1. Bina rasa



1. Membangun



yang



dilakkan



percaya,



hubungan



berhubungan



tindakan hasil



tunjukkan



saling



dengan



selama … x



penerimaan dan



percaya



kecemasan



24



penghargaan



jam



yang ekstrem, diharapkan depresi



isolasi social



yang positif 2. Bantu



dapat diatasi,



memahami



dengan



keputusan/pilih



Kriteria Hasil:



an



- Penyesuaian yang



tepat



3. Melakukan



2. Memberdaya kan klien



3. Membantu korban



konseling



penganiayaa



terhadap



suportif seperti



n dalam



tekanan



memberikan



membangun



emosi



penenangan dan



kembali rasa



sebagai



penyuluhan



pengendalian



respon



dalam



terhadap



terhadap



perawatan



kehidupanny



keadaan



a dan merasa



tertentu.



cukup aman



- Tingkat



untuk hidup



persepsi positif



normal 4. Mendengarkan



kembali



tentang



dengan empati



stastus



dan



klien dalam



kesehatan



memperlihatkan



mengungkap



dan



sikap



kan



status



4. Membantu



hidup



perasaanya



individu.



dan



- Meningkatk



2



menciptakan



an hubungan



situasi/



yang epektif



kondisi



dalam



konseling



perilaku



yang efektif



pribadi. Risiko cedera Setelah



1. Atasi cedera



1. Mencegah



yang



dilakkan



komplikasi



berhubungan



tindakan hasil



dan



dengan



selama … x



membantu



trauma fisik



24



jam



2. Berikan



diharapkan



tindakan



risiko cedera



kenyamanan



dapat diatasi,



pemulihan 2. Mengurangi nyeri



3. Bantu klien



dengan



untuk



Kriteria Hasil:



menentukan



cedera lebih



- Klien



seberapa besar



lanjut



terbebas



risiko



dari cedera



mengalami



- Klien



3. Mencegah



kekerasan yang



mampu



lebih hebat diri



menjelaska



sendiri



n



4. Motivasi klien



cara/metod



untuk mencari



e



layanan tempat



terjadinya



mencegah



perlindungan



risiko sangat



injury/cede



untu diri jika



besar



ra



risikonya sangat



- Klien



untuk



besar



4. Mencegah



mampu menjelaska n



factor



risiko dari lingkungan/ perilaku personal - Menggunak an fasilitas kesehatan yang ada - Mampu mengenali perubahan status mental 3



Ketidakefektif Setelah an



1. Menyediakan



koping dilakkan



1. Membantu



lingkungan



menciptakan



keluarga



tindakan hasil



yang tenang



situasi/



(dengan



selama … x



dimana korban



kondisi



prilaku



24



dapat



konseling



merusak)



diharapkan



mengungkapka



yang efektif



Ketidakefektif



n perasaannya



an



jam



koping



2. Mengkaji dan



2. perawat



keluarga



membantu klien



harus



dapat diatasi,



dalam melewati



megerti



dengan



situasi yang



kondisi



Kriteria Hasil:



dihadapinya



ambivalensi



- Mengidentif ikasi



pola



terutama wanita



koping yang



terhadap



efektif



pelaku



- Mengungkp kan



penganiayaa



secara



n, seorang



verbal



wanita tidak



tentang



akan



koping yang



bertahan



efektif



dalam situasi



- Mengatakan penurunan stress



siklus 3. Perawat mampu



kekerasan



mengklarisifika



kecuali telah



sikan



mendapatkan



mengatakan



kesalahpahama



ikatan yang



telah



n dan



kuat terhadap



menerima



mendukung



suami atau



tentang



kemampuan



pasangannny



keadaanya



korban untuk



a



- Klien



- Mampu



berubah,



mengidentifi



membantu



kasi strategi



mengambil



meningkatka



tentang



serta menjalani



n harga diri



koping.



keptutusan,



dan



mengklarifikasi



mengeksplor



nilai-nilai dan



asi



kepercayaannya



keyakinan



4. Libatkan pelaku



3. mampu



diri yang



dan korban



dapat



untuk



membuat



menciptakan



korban



dan



terlepas dari



mempertahanka



siklus



n hubungan,



kekerasan



dengan



seperti



memberikan



perasaan



terapi pasangan



bersalah, putus asa dan menyalahkan diri sendiri



4. strategi terapi difokuskan pada pengendalian rasa marah, pelaku penganiayaa n, penghentian kekerasan dan belajar teknik tanpa bertengkar saat mengatasi konflik dan membantu memberikan kesempatan penggalian dinamika



hubungan dan peran



E. IMPLEMENTASI NO 1



DIAGNOSA Isolasi



sosial



berhubungan kecemasan



TINDAKAN KEPERAWATAN yang 1. Membina dengan



yang



rasa



percaya,



tunjukkan



penerimaan dan penghargaan yang positif



ekstrem, 2. Membantu memahami keputusan/pilihan



depresi



3. Melakukan



konseling



suportif



seperti



memberikan penenangan dan penyuluhan dalam perawatan 4. Mendengarkan 2



Risiko



cedera



dengan



empati



dan



memperlihatkan sikap yang 1. Mengatasi cedera



berhuubungan dengan trauma 2. Memberikan tindakan kenyamanan fisik



3. Membantu



klien



untuk



menentukan



seberapa besar risiko mengalami kekerasan yang lebih hebat diri sendiri 4. Motivasi klien untuk mencari layanan tempat perlindungan untu diri jika risikonya 3



Ketidakefektifan



sangat besar koping 1. Menyediakan



keluarga



prilaku



merusak)



(dengan



dimana



lingkungan



korban



dapat



yang



tenang



mengungkapkan



perasaannya 2. Mengkaji dan membantu klien dalam melewati situasi yang dihadapinya 3. Mengklarisifikasikan kesalahpahaman dan mendukung berubah,



kemampuan



membantu



korban



untuk



mengambil



serta



menjalani keptutusan, mengklarifikasi nilainilai dan kepercayaannya 4. Melibatkan menciptakan hubungan,



pelaku dan dengan



dan



korban



untuk



mempertahankan memberikan



terapi



pasangan F. EVALUASI 1. Mengakui kebutuhan akan pertolongan, dan mengekspresikan rasa takut. 2. Ny. E mengidentifikasi kekuatan yang ada pada dirinya dan sistem dukungan yang tersedia, 3. Mengklarifikasi nilai-nilai dan kepercayaannya, merasa patut dihargai, memahami dan berusaha memperoleh hak-hak perlindungan hukum. 4. Cedera fisik mendapatkan perawatan segera. 5. Ketika wanita dalam kondisi hamil, janin dan anak-anak lainya dilindungi dari penganiayaan.



BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya masing-masing. B. SARAN Dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang bisa memicu konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga menimbulkan perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing.



REVIEW JURNAL Judul



1. Faktor-faktor yang memengaruhi pandangan dan pengalaman perempuan yang tinggal di pusat kota Manisa, Turki, terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga



Introduction



Kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan adalah masalah sosial dan kesehatan masyarakat yang signifikan yang menghasilkan hubungan kekuasaan yang setara antara laki-laki dan perempuan. Kekerasan memiliki jangka pendek dan panjang - Efek negatif jangka panjang pada kesehatan wanita. Ini tidak hanya menyebabkan kerusakan permanen kesehatan wanita, tetapi juga menyebabkan mereka berkembang secara psikologis masalah perilaku dan fisik seperti penyalahgunaan alkohol, kegelisahan, perilaku bunuh diri, kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual (WHO2002). Mengungkap kebijakan pencegahan kekerasan terhadap perempuan penting tidak hanya untuk kesehatan wanita tetapi juga dalam mempromosikan kesehatan masyarakat.



Methode



Kelompok studi penelitian ini adalah studi deskriptif crosssectional.



Result and



Penelitian ini mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap seorang wanita, 14,8% adalah kekerasan fisik, 7,9% berhubungan seksual dengan kekerasan fisik, 7,9% menjadi seksual. kekerasan, 20,2% untuk kekerasan emosional / pelecehan dan 11,2% untuk kekerasan ekonomi / dilecehkan dalam 12 bulan terakhir. Tingkat pendapatan yang lebih rendah, status sosial yang lebih rendah, tingkat pendidikan yang lebih rendah, pengangguran, terkena kekerasan mental di masa kanakkanak dan menikah dengan suami yang terkena kekerasan orangtua selama masa kanak-kanak dikaitkan faktor risiko dengan kekerasan dalam rumah tangga.



Duscussion



Studi ini menunjukkan bahwa kekerasan rumah tangga atau kekerasan rumah tangga saat ini sangat umum di kota yang berkembang baik di bagian barat Turki. Tingkat paparan terhadap kekerasan fisik saat ini dan kekerasan seksual saat ini adalah 14,8% dan 7,9% dalam kelompok studi kami sementara angka ini adalah 9,9% dan 7,0% dalam Rencana Aksi Nasional 2008. Prevalensi paparan kekerasan seumur hidup dalam



penelitian ini adalah serupa dengan yang ditemukan oleh Rencana Aksi Nasional dan studi Altınayand Arat (2008). Kami berharap bahwa kekerasan dalam rumah tangga akan lebih sering terjadi di Manisa dibandingkan dengan sebagian besar wilayah Turki karena itu adalah daerah yang lebih maju, jadi kami menyimpulkan bahwa kekerasan domestik adalah masalah yang signifikan di daerah pedesaan dan perkotaan (yaitu di daerah tertinggal dan maju). Kami menemukan bahwa prevalensi saat ini untuk semua paparan kekerasan dalam rumah tangga cukup tinggi bahkan di antara kelompok populasi yang telah mengalami kondisi sosial-ekonomi yang relatif lebih baik (prevalensinya ~ 10% untuk kekerasan fisik, 5% untuk kekerasan seksual, 15% untuk kekerasan emosional dan 8% untuk kekerasan ekonomi.



Judul Introduction



2. Kecerdasan Emosional Perempuan yang Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam keluarga merupakan masalah sosial dan psikologis yang serius dengan konsekuensi berbahaya bagi kedua individu yang mengalami kekerasan dan memilih untuk melakukannya, mendorong, antara lain, untuk perubahan fungsi emosional korban dan, kedua, juga pelaku kejahatan. Kekerasan dalam keluarga dapat timbul dari gangguan emosionalitas, gangguan kepribadian atau gangguan psikotik pelaku, tetapi tentu saja juga merupakan akibat dari gangguan hubungan antara pasangan (terlepas dari sumber gangguan tersebut). Pentingnya kecerdasan emosional dapat ditunjukkan, antara lain, oleh gagasan yang dipikirkan oleh para peneliti di bidang kecerdasan buatan untuk 'menambah' emosi untuk memprioritaskan dan mengarahkan aktivitas mereka. Sejauh ini, studi kecerdasan emosional dalam aspek kekerasan dalam rumah tangga hanya memperhatikan para pelaku kekerasan itu sematamata. Sastra dunia hampir tidak menawarkan studi tentang kecerdasan emosional wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kecerdasan emosional wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, hipotesis berikut diasumsikan: 1. Kecerdasan emosional wanita yang mengalami studi mengalami Kekerasan dalam rumah tangga lebih rendah daripada



kecerdasan emosional wanita yang tidak mengalami kekerasan dalam rumah tangga.2. Kemampuan mereka untuk menggunakan emosi dan kemampuan mereka untuk mengenali emosi kurang berkembang. Kemampuan mereka untuk memanfaatkan emosi dan kemampuan untuk mengenali emosi tidak saling berkorelasi satu sama lain. Methode



Result and



INTE digunakan untuk mempelajari dua kelompok wanita. Kelompok studi (kriteria) termasuk 40 wanita berusia 23-47 tahun (usia rata-rata 35,28) menggunakan bantuan Pusat Intervensi Krisis (CIC) karena mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Perempuan yang tidak mengalami kekerasan dalam rumah tangga mencapai skor yang jauh lebih tinggi pada Faktor I daripada Faktor II. Dalam kelompok ini semua komponen INTE (skor umum, Faktor I, Faktor II) berkorelasi positif, sedangkan pada kelompok perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga tidak ada korelasi yang signifikan antara Faktor I dan Faktor II dan koefisien lebih rendah.



Duscussion



Seseorang dapat menyatakan bahwa kecerdasan emosional wanita yang mempelajari kekerasan dalam rumah tangga lebih rendah daripada kecerdasan emosi wanita yang tidak mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Kemampuan dan keterampilan mereka yang membentuk kecerdasan emosional juga kurang berkembang. Struktur internal kecerdasan emosional studi wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga berbeda dari kecerdasan emosional wanita yang tidak mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Tampaknya disarankan untuk mempertimbangkan kecerdasan emosional dalam proses memberikan bantuan psikososial kepada perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.



Judul



3. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap Pembentukan Hubungan Antara Wanita dan Bayi Mereka: "Saya Terlalu Sibuk Melindungi Bayi Saya Untuk Melampirkan"



Introduction



Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap Pembentukan Hubungan antara Perempuan dan Bayi mereka:



"Saya terlalu sibuk Melindungi Bayi Saya untuk Melampirkan" Saat ini, layanan pengembangan anak dan kebijakan yang menginformasikan mereka semakin berfokus pada hubungan antara perempuan dan bayi dari suatu lampiran perspektif. Layanan ini termasuk layanan penitipan anak, agen perlindungan anak, kunjungan keluarga dan layanan intervensi dini (Olds 2002). Menurut teori lampiran, hubungan utama antara ibu dan bayi dianggap mempengaruhi perkembangan otak, kesejahteraan, hubungan dan interaksi bayi sepanjang siklus hidup (Main et al. 2005; McCain dan Mustard 1999; Prior dan Glaser 2006). Bersamaan dengan itu, diketahui 25% wanita menjadi sasaran kekerasan rumah tangga (WorldHealthOrganization2005; Heise dan Garcia-Moreno 2002) dan wanita dengan anak-anak tiga kali lebih mungkin mengalami kekerasan dalam rumah tangga daripada wanita tanpa anak (Humphreys 2007). Selanjutnya, insiden kekerasan dalam rumah tangga ditemukan paling tinggi selama kehamilan dan setelah kelahiran (Taft 2002). Oleh karena itu, dapat diasumsikan banyak penerima layanan berdasarkan teori kelekatan akan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Methode



Metode penelitian kualitatif inovatif digunakan untuk mengungkap pengetahuan tentang pembentukan hubungan seperti itu dari pengalaman hidup enam belas perempuan yang telah mengasuh bayi sambil mengalami kekerasan dalam rumah tangga.



Result



Para wanita yang berpartisipasi dalam penelitian ini berbicara secara terbuka dan dengan emosi yang kuat tentang pengalaman mereka membangun hubungan dengan bayi mereka saat menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Mereka berbicara tentang tidak didukung, kemampuan ibu mereka ditentukan, terisolasi, takut akan keselamatan bayi mereka dan kelelahan yang diakibatkan yang berdampak negatif pada mereka. Setelah kelahiran bayi mereka, tidak satu pun dari wanita dalam penelitian ini yang menerima dukungan emosional atau praktis dari pasangan mereka. Sebaliknya, dianjurkan untuk menggambarkan bagaimana perilaku pasangan mereka yang kasar sering kali menghadapi tantangan dalam pembentukan hubungan dengan bayi mereka. Sementara mengelola berbagai macam perangkat dan peran



dalam atmosfer permusuhan yang ditimbulkan oleh pasangan yang melakukan kekerasan, semua wanita berusaha untuk mencegah kerusakan pada bayi dengan cara apa pun yang mereka bisa. Sebagian besar wanita dalam penelitian ini bersaksi bahwa, sementara mengalami kekerasan dalam rumah tangga, ruang hubungan dengan bayi mereka terganggu.



Discussion



Penelitian ini dirancang untuk menyumbangkan pengetahuan dari pengalaman hidup tentang bagaimana pembentukan hubungan antara perempuan dan bayi mereka dipengaruhi oleh kekerasan dalam rumah tangga. Enam belas wanita berbicara dari tempattempat yang jauh di dalam diri mereka. Pengalaman subyektif mewakili pengetahuan yang duduk dalam keaslian emosional. Bagi banyak wanita, pemeriksaan diri menimbulkan perasaan sedih, bersalah dan marah juga lebih mudah diterima, perasaan, kebanggaan, dan kekuatan. Dari sudut pandang, pemahaman baru tentang keadaan dan efek kekerasan dalam rumah tangga terhadap pembentukan hubungan antara perempuan dan bayi mereka diperoleh.



Judul



4. Filsafat Meta-Emosi Ibu Memoderasi Pengaruh Symptomatology Ibu pada Anak-anak prasekolah yang Terkena Kekerasan Dalam Rumah Tangga



Introduction



Paparan terhadap kekerasan dalam rumah tangga di prasekolah secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan risiko anak-anak untuk mengembangkan masalah perilaku. Filsafat meta-emosi ibu (kesadaran, penerimaan, dan pembinaan emosi anak-anak) telah diidentifikasi sebagai faktor protektif penting dalam perkembangan anak dalam perilaku menginternalisasi dan mengeksternalisasi setelah paparan kekerasan dalam rumah tangga. Namun, para ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga sering mengalami gejala depresi, kecemasan, dan stres pasca-trauma, yang dapat merusak kemampuan mereka untuk merespons emosi negatif anak-anak mereka. Penelitian ini mengkaji peran protektif dari filosofi emosi-ibu di kalangan ibu dan prasekolah. anak-anak yang dipenjara terkena kekerasan



dalam rumah tangga. Methode



Penelitian ini mengkaji peran protektif filosofi meta-emosi ibu di antara para ibu dan anak-anak prasekolah yang terkena kekerasan dalam rumah tangga.



Result



Analisis regresi berganda, mengendalikan status sosial ekonomi keluarga dan paparan anak terhadap kekerasan interpersonal dalam keluarga, menunjukkan bahwa simptomatologi ibu berhubungan positif dengan masalah internalisasi anak. Selain itu, kesadaran ibu dan pembinaan emosi negatif anak-anak ditemukan untuk memoderasi hubungan antara simptomatologi ibu dan internalisasi anak. perilaku, dan kesadaran ibu terhadap emosi negatif anak-anak ditemukan untuk memoderasi hubungan antara simptomatologi ibu dan perilaku eksternalisasi anak-anak. Temuan-temuan ini memperluas pemahaman kita tentang filosofi metaemotion ibu sebagai faktor pelindung bagi anak-anak prasekolah yang telah menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga.



Discussion



penelitian sebelumnya telah mendokumentasikan hubungan antara psikopatologi ibu dan perkembangan masalah perilaku anak-anak setelah paparan diadik terhadap kekerasan dalam rumah tangga, serta peran perlindungan dari pembinaan ibu terhadap emosi negatif anak-anak untuk saksi usia prasekolah untuk kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian ini membuat dua kontribusi baru untuk literatur yang ada— (1) meneliti peran array yang lebih luas dari skala meta-emosi ibu (yaitu kesadaran, penerimaan, dan pembinaan emosi negatif anak-anak) dalam hubungan antara simptomatologi trauma ibu dan anak-anak. masalah perilaku dan (2) menguji hubungan interaktif antara simptomatologi ibu, filosofi meta-emosi, dan masalah perilaku anak dalam sampel ibu dan anak yang terpapar kekerasan dalam rumah tangga. Konsisten dengan penelitian sebelumnya yang mendokumentasikan hubungan antara psikopatologi ibu dan masalah perilaku anak (Luoma et al. 2001; Silk et al. 2006), temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa simptomatologi ibu terkait dengan masalah internalisasi dan eksternalisasi anak.