Konsep ASKep Meningitis [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Zahir
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KMB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT MENINGITIS



OLEH : KELOMPOK 1 A10-B A.A ISTRI SISKA NOVIANTI DEWI



(16.321.2479)



I GUSTI AYU WULAN SARI DEWI



(16.321.2482)



NI KADEK AYU CINTYA DEWI



(16.321.2496)



NI LUH AYU WIDIAWATI SETIARI



(16.321.2500)



NI LUH GD UTARI APRILIA NITA DEWI



(16.321.2503)



NI PUTU AMY JUNIASARI



(I6.321.2512)



NI PUTU DINA SHERLYNA SARI



(16.321.2514)



NI PUTU PRATIWI AYU SUSANTI



(16.321.2519)



NI PUTU TIYA CAHYANI



(16.321.2521)



NI WAYAN EVY AYUDIA PRATIWI



(16.321.2524)



NI WAYAN KRISNAYANTI



(16.321.2525)



PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR



1



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadiratTuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Meningitis” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai pedoman bagi mahasiswa untuk mengetahui lebih dalam dan mampu menjelaskan tentang hal tersebut serta dalam memenuhi tugas. Disamping itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sebuah kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan di dalam penulisan makalah ini. Demikian pula halnya, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan makalah ini untuk selanjutnya dapat menjadi lebih baik dan mempunyai potensi untuk dikembangkan. Sebagai akhir kata, dengan selesainya makalah ini maka seluruh isi makalah ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab kami dan seberapapun sederhana peper ini, kami harapkan mempunyai suatu manfaat bagi semua pihak.



Denpasar, 23 September 2018 Penyusun



Kelompok 1



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.......................................................................................................



i



DAFTAR ISI......................................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.......................................................................................................



1



1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................



2



1.3 Tujuan....................................................................................................................



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Meningitis..............................................



3



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan............................................................................................................ 32 3.2 Saran...................................................................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan spinal cord (Meningitis Foundation of America). Classic triad dari meningitis adalah demam, leher kaku, sakit kepala, dan perubahan di status mental(van de Beek, 2004). Sistem saraf pusat manusia dilindungi dari benda-benda asing oleh Blood Brain Barrier dan oleh tengkorak, sehingga apabila terjadi gangguan pada pelindung tersebut, sistem saraf pusat dapat diserang oleh benda-benda patogen (van de Beek, 2010). Angka kejadian meningitis mencapai 1-3 orang per 100.000 orang (Centers for Disease Control and Prevention). Penyebab paling sering dari meningitis adalah Streptococcus pneumonie (51%) dan Neisseria meningitis (37%) (van de Beek, 2004). Vaksinasi berhasil mengurangi meningitis akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal C (Tidy, 2009). Faktor resiko meningitis antara lain: pasien yang mengalami defek dural, sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus, alkoholisme, splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian (Tidy,2009). Patogen penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Pada neonatus, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Group B beta-haemolitic streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli. Pada bayi dan anak-anak, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Haemophilus influenza (bila lebih muda dari 4 tahun dan belum divaksinasi), meningococcus (Neisseria meningitis), dan Streptococcus pneumonie (pneumococcus). Pada orang remaja dan dewasa muda, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah S. pneumonie, H. influenza, N. meningitis, gram negative Bacilli, Streptococci, dan Listeria monocytogenes. Pada dewasa tua dan pasien immunocompromised, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Pneumococcus, Listeria monocytogenes, tuberculosis, gram negative organis, dan Cryptococcus. Sedangkan penyebab meningitis bukan infeksi yang paling sering antara lain sel-sel malignan (leukemia, limpoma), akibat zat-zat kimia (obat intratekal,



1



Universitas Sumatera Utara kontaminan), obat (NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis, sistemis lupus eritematosus (SLE), dan Bechet’s disease (Tidy,2009). Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis. 0,8 sampai 1,5% pasien yang menjalani craniotomy mengalami meningitis. 4 sampai 17% pasien



yang



memakai I.V. Cath. mengalami meningitis. 8% pasien yang memakai E. V. Cath. mengalami meningitis. 5% pasien yang menjalani lumbar catheter mengalami meningitis. Dan meningitis terjadi 1 dari setiap 50.000 kasus pasien yang menjalani lumbar puncture (van de Beek, 2010). Secara keseluruhan, mortality rate pasien meningitis adalah 21%, dengan kematian pasien pneumococcal meningitis lebih tinggi dari pasien meningococcal meningitis (van de Beek, 2004). Di Afrika, antara tahun 1988 dan 1997, dilaporkan terdapat 704.000 kasus dengan jumlah kematian 100.000 orang. Diantara tahun 1998 dan 2002 dilaporkan adanya 224.000 kasus baru meningococcal meningitis. Tetapi angka ini dapat saja lebih besar di kenyataan karena kurang bagusnya sistem pelaporan penyakit. Sebagai tambahan, banyak orang meninggal sebelum mencapai pusat kesehatan dan tidak tercatat sebagai pasien meninggal dicatatan resmi (Centers for Disease Control and Prevention). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Meningitis? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Meningitis



2



BAB II PEMBAHASAN 2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Meningitis 2.2.1



Pengkajian



a. Anamnesis Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran. b. Riwayat penyakit saat ini Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disni harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan invasif yang mungkin masuknya kuman ke meningen terutama melalui pembuluh darah.



3



c. Riwayat penyakit dahulu Pengakajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh imunologis pada masa sebelmunya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada klien terutama apabila adan keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat antituberkulosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, sperti pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotik dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan perupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya. d. Riwayat kesehatan sekarang 1) Aktivitas Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter. 2) Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia. 3) Eliminasi Tanda : Inkontinensi dan atau retensi. 4) Makanan/cairan Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering. 5) Higiene Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.



4



6) Neurosensori Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki. 7) Nyeri/keamanan Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis. 8) Pernafasan Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : penin e. Pengkajian psiko-sosio-spiritual Pengkajia psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan memberi pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stres meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan



5



masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat stres. Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup indivudu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam sistem dukungan individu. Pada pengkajian klien anak, perlu diperhatikan dampak hospitalisasi pada anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat rentan terhadap tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini stres anak dan menyebabkan anak stres dan kurang kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik dilaksanakan saat mengobservasi anak-anak bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung untuk memperlihtakan masalah mereka melalui tingkah laku. f. Pemeriksaan fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sngat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital. Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal, yaitu 38-40oC, dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan



6



iritasi meningen yang sudah menggangu pusat pengaturan suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-randa penigkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK. 1) B1 (breathing) Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peninngkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada sistem pernafasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura masif (jarang terjadi pada klien meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru. 2) B2 (blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia:demam tinggi, yang tiba-tiba mucul, lesi, purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas) syok dan tand-tanda koagulasi intravaskuler diseminata. Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam stelah serangan infeksi. 3) B3 (brain) Pengkajian brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.



g. Tingkat kesadaran



7



Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningtis biasanya berkisar pada tingkat tinggi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi memantau pemberian asuhan keperawatan. h. Fungsi serebi Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, lain gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. i. Pemeriksaan saraf kranial 1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. 2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama. 3) Saraf III,IV,VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pu[il pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang berlebihan terhadap cahaya. 4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan. 5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris. 6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi 7) Saraf IX dan X. Kemampuan menalan baik. 8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (ringiditan nukal). 9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi Indra pengecap normal.



8



10) Sistem Motorik Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan. j. Pemeriksaan refleks Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periasteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks Babisnkis (+) merupakan tanda adanya lesi UMN k. Gerakan Involunter Tidak menemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. l. Sistem sensorik Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Sensai propriopseptif dan deskriminatif normal m. Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan peningkatan TIK. Tanda-tanda peningktakan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema



serebri



terdiri



atas



perubahan



karakteristik



tanda-tanda



vital



( melebarnya tekan pulsa dan bradikardia ), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran. Adanya ruam merupakan salah satu cirri yang menyolok pada meningitis meningokokal (Neisseria meningitis ). Sekitar setengah dari semua klien dengan tipe meningitis mengalami lesi-lesi pada kulit di antaranya ruam petekia dengan lesi purpura sampai ekimiosis pada daerah yang luas. Iritasi meninge mengakibat sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas



9



nukal, tanda kernig (+) dan adanya tanda Brudzinski, Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat. Pemeriksaa untuk melihat adanya tanda kaku kuduk ( ringditas nukal). Bila leher ditekuk secara pasif akan terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada. Pemeriksaan untuk melihat adanya tanda kering. Cara pemeriksaan dengan fleksi tungkai atas tegak lurus kemudian dicoba untuk diluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Hasil normal didapatkan apabila tungkai bawah membentuk sudut 135o terhadap tungkai atas. Hasil kering (+) bila didapatkan ekstensi lutut pasif terdapat hambatan karena ada nyeri. 1. Tanda Kerning positif : ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kea rah abdomen, kaki tidak akan dapat diekstensikan sempurna. 2. Tanda Brudzinski : Tanda ini didapatkan apabila leher klien difleksikan, maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ektremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ektremitas yang berlawanan. 2.2.2



Diagnosa Keperawatan 1. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan volume cairan diinterstitial 2. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan penumpukan secret disaluran napas 3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi 4. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. 5. Defisit Nutrisi berhubungan dengan penurunan intake makanan 6. Risiko Perfusi Serebral tidak efektif berhubungan dengan Peningkatan komponen darah difaskuler sereberal 7. Nyeri Akut berhubungan dengan proses infeksi 8. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ditandai dengan tonus otot menurun, kekuatan menangis melemah



10



9. Resiko Cedera berhubungan dengan peningkatan kontraksi akibat kejang 10. Resiko Infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh berkurang 2.2.3



Intervensi



1. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan volume cairan diinterstitial Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam pola nafas tidak efektif klien dapat teratasi. Kriteria hasil: NOC Label : Respiratory Status: Airway patency 1.



Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal



2.



Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan



NOC Label : Vital Signs 1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal tergantung dari batasan usia (tekanan darah, nadi, pernafasan) (TD 100/60 – 130/99 mmHg, nadi 60-100 x/menit, RR : 12-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C) Intervensi NIC Label : Airway Management



Rasional NIC Label : Airway Management



1.



Posisikan klien semi fowler.



1.



2.



Auskultasi suara nafas, catat hasil



3.



ventilasi. Memonitor kepatenan jalan napas.



adanya suara adventif.



3.



Memonitor respirasi dan keadekuatan



Monitor pernapasan dan status



Mempertahankan



oksigen NIC Label : Oxygen Therapy



jalan



napas



1.



Menjaga keadekuatan ventilasi



2.



Meningkatkan ventilasi dan asupan



paten Kolaborasi



oksigen dalam



pemberian



3.



oksigen terapi 3.



potensial



2.



NIC Label : Oxygen Therapy



2.



memaksimalkan



penurunan daerah ventilasi atau tidak



oksigen yang sesuai 1.



Untuk



Monitor aliran oksigen



NIC Label : Respiratory Monitoring



Menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien



NIC Label : Respiratory Monitoring 1. 11



Monitor keadekuatan pernapasan



1.



2.



Monitor



kecepatan,



ritme,



2.



kedalaman dan usaha klien saat



satu bronkus atau adanya gangguan pada



bernafas



ventilasi



Catat pergerakan dada, simetris



3.



atau tidak, menggunakan otot bantu pernafasan 3.



Melihat apakah ada obstruksi di salah



Monitor



jalan napas. 4.



suara



nafas



Mengetahui adanya sumbatan pada Memonitor keadaan pernapasan klien



seperti



wheezing, ronkhi. 4.



Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheyne-stokes.



2. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan penumpukan secret disaluran napas Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas klien kembali efektif Kriteria hasil: NOC Label : Respiratory Status: Airway patency 1.



Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt)



2.



Irama pernapasn normal



3.



Kedalaman pernapasan normal



4.



Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif



5.



Tidak ada akumulasi sputum



Intervensi NIC Label : Airway Management



Rasional NIC Label : Airway Management



1. Auskultasi bunyi nafas tambahan;



1.



ronchi, wheezing.



Adanya bunyi ronchi menandakan terdapat penumpukan sekret atau sekret berlebih di jalan nafas.



2. Berikan posisi yang nyaman untuk



12



mengurangi dispnea.



2.



dan menurunkan upaya pernapasan.



3. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea;



lakukan



posisi memaksimalkan ekspansi paru



penghisapan



sesuai keperluan.



3.



Mencegah obstruksi atau aspirasi..



4.



Mengoptimalkan



4. Anjurkan asupan cairan adekuat.



keseimbangan



cairan dan membantu mengencerkan sekret sehingga mudah dikeluarkan



5. Ajarkan batuk efektif 5.



6. Kolaborasi pemberian oksigen 7. Kolaborasi



Fisioterapi dada/ back massage dapat membantu menjatuhkan secret yang ada dijalan nafas.



pemberian



broncodilator sesuai indikasi.



6.



Meringankan memenuhi



NIC Label : Airway suctioning



kerja



kebutuhan



paru



untuk



oksigen



serta



memenuhi kebutuhan oksigen dalam



1. Putuskan kapan dibutuhkan oral



tubuh.



dan/atau trakea suction 7.



2. Auskultasi sura nafas sebelum dan



Broncodilator meningkatkan ukuran lumen



sesudah suction



percabangan



trakeobronkial



sehingga menurunkan tahanan terhadap 3. Informasikan



kepada



keluarga



aliran udara.



mengenai tindakan suction NIC Label : Airway suctioning 4. Gunakan



universal



precaution,



1.



sarung tangan, goggle, masker



waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas pasien



sesuai kebutuhan 2. 5. Gunakan



aliran



menghilangkan



rendah sekret



untuk



Mengetahui



adanya



suara



nafas



tambahan dan kefektifan jalan nafas



(80-100



untuk memenuhi O2 pasien



mmHg pada dewasa) 3. 6. Monitor status oksigen pasien



memberikan keluarga



13



pemahaman



mengenai



indikasi



kepada kenapa



(SaO2 dan SvO2) dan status



dilakukan tindakan suction



hemodinamik (MAP dan irama jantung)



sebelum,



saat,



4.



dan



untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi dan



setelah suction



memberikan pasien safety



NIC Label : Respiratory Monitoring



5.



1. Pantau rate, irama, kedalaman,



nafas



dan usaha respirasi 6.



2. Perhatikan gerakan dada, amati simetris,



penggunaan



otot



aksesori,



retraksi



otot



aliran tinggi bisa mencederai jalan



Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus hemodinamik, jika terjadi



perburukan



suction



bisa



dihentikan.



supraclavicular dan interkostal



NIC Label : Respiratory Monitoring



3. Monitor suara napas tambahan



1.



4. Monitor pola napas : bradypnea,



Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menetukan



tachypnea, hyperventilasi, napas



intervensi yang akan diberikan.



kussmaul, napas cheyne-stokes,



2.



apnea, napas biot’s dan pola



menunjukkan



keparahan



dari



gangguan respirasi yang terjadi dan



ataxic



menetukan



intervensi



yang



akan



diberikan 3.



suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.



4.



mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola napas klien untuk memenuhi kebutuhan



14



oksigen tubuh.



3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam hipertermi klien dapat teratasi. Kriteria hasil: Thermoregulation: 1. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5 – 37,5 0C). 2. Nadi dalam rentang normal (60-100 x/menit). 3. RR dalam rentang normal (12-24 x/menit). 4. Tidak ada peruabahan warna kulit dan tidak ada pusing. Intervensi NIC: Fever Treatment



Rasional NIC: Fever trearment



1. Monitor TTV pasien.



1. TTV merupakan acuan untuk mengetahui



2. Monitor warna kulit pasien.



keadaan umum pasien.



3. Berikan obat antipiretik.



2. Untuk mengetahui



4. Selimuti pasien.



warna kulit pasien.



5. Monitor intake dan output cairan. 6. Kolaborasi



pemberian



3. Obat



cairan



parenteral. 7. Berikan



adanya perubahan



antipiretik



dapat



membantu



penurunan suhu tubuh pasien. 4. Untuk mencegah hilangnya kehangatan



kompres



menggunakan



baju



hangat yang



dan



tubuh.



tipis 5. Untuk mengetahui ada atau tidaknya



menyerap keringat NIC: Termperature Regulation



resiko kehilangan cairan dan elektrolit. 6. Untuk



1. Tingkatkan cairan dan nutrisi pasien.



membantu



agar



tidak



terjadi



kehilangan cairan dan elektrolit.



2. Ajarkan pada pasien cara mencegah 7. Kompres keletihan akibat panas.



hangat



dapat



membantu



pengeluaran panas dan baju tipis dapat



3. Beritahukan pasien tentang indikasi



membantu juga dalam pegeluaran panas



dari hipertermi dan penanganan yang



dan menyerap keringat.



15



diperlukan.



NIC: Temperature Regulation 1. Untuk mempertahankan cairan dan nutrisi pasien dan mencegah terjadinya dehidrasi dan penurunan asupan nutrisi. 2. Agar pasien dapat membatasi aktivitasnya dan dapat mengatasi keletihannya. 3. Agar



pasien



mengetahui



tanda-tanda



hipertermi dan cara pencegahan yang mudah dilakukan. 4. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperaatan selama … x 24 jam kekurangan volume cairan pasien dapat teratasi. Kriteri hasil: 1. TTV dalam rentang normal: 



Suhu : 36,5-37,5 0C







Nadi : 60-100 x/menit







RR : 12-24 x/menit







TD : 100/60-139/99 mmHg



2. Nadi perifer dapat teraba. 3. Turgor kulit