Lapkas Isk - Eka Saptaning W F [PDF]

  • Author / Uploaded
  • .
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK



Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraaan Klinik Senior Bagian Penyakit Anak Rumah Sakit Haji Medan Sumatera Utara



Pembimbing : dr. Syarifah Mahlisa Soraya Sp.A Disusun Oleh : Eka Saptaning Windu Fitri (20360139)



KEPANITRAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan Laporan kasus ini dengan judul “Infeksi Saluran Kemih”. Penyelesaian Laporan kasus ini banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu adanya kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sangat tulus kepada dr. Syarifah Mahlisa Soraya Sp.A selaku pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan Laporan kasus ini. Penulis menyadari baha Laporan kasus ini tentu tentu tidak lepas dari kekurangan karena kebatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga Laporan kasus ini dapat memberikan manfaat.



Medan, Juni 2021



i



Penulis DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.............................................................................................i DAFTAR ISI...........................................................................................................ii LAPORAN KASUS................................................................................................1 RESUME................................................................................................................ 9 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28



ii



1



STATUS PASIEN



Nama



: Latif Raffasya



No. RM



: 363403



Tanggal Masuk



: 13-07-2021



Dokter



: dr. Nurdiani, Sp.A



1. Identitas Pribadi Nama Pasien



: Latif Raffasya



Umur



: 3 bulan



Jenis Kelamin



: laki-laki



2. Riwayat Penyakit Saat Ini Keluhan Utama



:



Keluhan Tambahan



: Susah BAK, Muntah, Penurunan berat badan



Telaah



: Pasien usia 3 bulan datang dibawa orang tuanya ke Rumah Sakit Haji Medan dengan keluhan demam. Demam dialami sejak 9 hari, demam bersifat naik turun. Demam disertai muntah sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, setiap diberikan asi os selalu memuntahkannya. Orang tua os mengatakan memberikan paracetamol ketika os demam. Orang tua os juga mengatakan bahwa pasien sulit buang air kencing dengan urin bewarna putih seperti susu dan berbau, kondisi os terpasang kateter pasca operasi uretroscope. Penurunan berat badan sebanyak 400 gram, dari 4 kg menjadi 3,6 kg.



Riwayat Penyakit Terdahulu : hidronefrosis bilateral, post uretroscope e.c destruksi uretral valve Riwayat Penyakit Keluarga



:-



2



Riwayat Kelahiran



:



Normal



Vacum



Forceps



Sectio Caesaria a. Ditolong Oleh



:



Dokter



Bidan



b. Keadaan Saat Lahir



:



Segera Menangis



Lainnya Tidak Segera Menangis



c. BBL



: 2900 gram



Riwayat Imunisasi : BCG



:-



Polio



: 3 kali



Hepatitis B



:-



DPT



:-



Campak



:-



Jenis



Lahir



1



2



3











4



5



6



9



12 15 18 24



Imunisasi Hepatitis B BCG Polio







DPT Campak Riwayat Perkembangan: Usia 3 bulan Belajar mengangkat kepala Menahan benda yang dipegang Mengikuti objek dengan mata Mengoceh spontan Mengenal ibu melalui penglihatan, pendengeran, penciuman.



3



Kesimpulan : perkembangan sesuai dengan umurnya dan tidak didapatkan kegagalan perkembangan



Riwayat Nutrisi ASI masih diberikan pada usia 3 bulan, Kurang lebih 11 kali/hari atau setiap menangis Glasgow Coma Scale RESPON



SCORE



EYE Membuka mata spontan (Normal)



4



Dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta



3



Membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri



2



Tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri



1



4



VERBAL Bicara jelas atau tersenyum menuruti perintah



5



Menangis tapi bisa dibujuk



4



Menangis tidak bisa dibujuk



3



Gelisah, agitasi



2



Tidak ada respon



1



5



MOTORIK Dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan



6



Dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri (lokalisasi



5



nyeri) Respons gerakan menjauhi rangsangan nyeri (menarik karena nyeri)



4



Fleksi ekstremitas karena nyeri



3



Ekstensi ekstremitas karena nyeri



2



6



4



Tidak ada respon berupa gerak



1 TOTAL



Nilai 12-14



: Gangguan Kesadaran Ringan



Nilai 9-11



: Gangguan Kesadaran Sedang



Nilai 104 cfu/mL. Menurut Paschke, 2010 batasan ISK dengan jumlah kuman > 50x 103 cfu/mL untuk teknik pengambilan urin dengan midstream/clean catch, sedangkan pada neonatus, Menurut Lin dkk. (1999) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL, dan Menurut Baerton dkk., menggunakan batasan kuman > 104 cfu/mL jika sampel urin diambil dengan urine



20



bag. Cara dipslide adalah cara biakan urin yang dapat dilakukan setiap saat dan di mana saja, tetapi cara ini hanya dapat menunjukkan ada tidaknya kuman, sedang indentifikasi jenis kuman dan uji sensitivitas memerlukan biakan cara konvensional. 1.9 Diagnosis banding Terdapat banyak kondisi masa anak yang menyebabkan demam dan sulit BAK ISK, namun tidak semua demam dan sulit BAK adalah ISK. Kesalahan diagnosis



underdiagnosis



atau



Overdiagnosis



dapat



sangat



merugikan,



Underdiagnosis dapat berakibat penyakit berlanjut kearah kerusakan ginjal, dan jika Overdiagnosis menyebabkan anak akan menjalankan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak perlu. 1.10



Tatalaksana



Tata laksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti umur pasien, lokasi infeksi,gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang menyertai ISK. Sistitis dan pielonefritis memerlukan pengobatan yang berbeda. Keterlambatan pemberian antibiotik merupakan faktor risiko penting terhadap terjadinya jaringan parut pada pielonefritis. Sebelum pemberian antibiotik, terlebih dahulu diambil sampel urin untuk pemeriksaan biakan urin dan resistensi antimikroba. Penanganan ISK pada anak yang dilakukan lebih awal dan tepat dapat mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut. Sampai saat ini masih belum ada keseragaman dalam penanganan ISK pada anak, dan masih terdapat beberapa hal yang masih kontroversi. Beberapa protokol penanganan ISK telah dibuat berdasarkan hasil penelitian multisenter berupa uji klinis dan meta-analisis, meskipun terdapat beberapa perbedaan tetapi protokol penanganan ini saling melengkapi. Secara garis besar, tata laksana ISK terdiri atas: 1. Eradikasi infeksi akut, 2. Deteksi dan tata laksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih, dan 3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang.



21



1. Eradikasi infeksi akut Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah terjadinya urosepsis dan kerusakan parenkhim ginjal. Jika seorang anak dicurigai ISK, berikan antibiotik dengan kemungkinan yang paling sesuai sambal menunggu hasil biakan urin, dan terapi selanjutnya disesuaikan dengan hasil biakan urin. Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada pola resistensi kuman setempat atau lokal, dan bila tidak ada dapat digunakan profil kepekaan kuman yang terdapat dalam literatur. Umumnya hasil pengobatan sudah tampak dalam 48-72 jam pengobatan. Bila dalam waktu tersebut respon klinik belum terlihat mungkin antibiotik yang diberikan tidak sesuai atau mungkin yang dihadapi adalah ISK kompleks, sehingga antibiotik dapat diganti. Selain pemberian antibiotik, dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan. Penelitian



tentang



lama



pemberian



antibiotik



pada



sistitis



menunjukkan tidak ada perbedaan dalam outcome anak dengan pemberian antibiotik jangka pendek dibandingkan dengan jangka panjang. Oleh karena itu, pada sistitis diberikan antibiotik jangka pendek. Biasanya, untuk pengobatan ISK simpleks diberikan antibiotik per oral selama 7 hari, tetapi ada penelitian yang melaporkan pemberian antibiotik per oral dengan waktu yang lebih singkat (3-5 hari), dan efektifitasnya sama dengan pemberian selama 7 hari. NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut: 1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter spesialis anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral. 2. Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas: Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak .



22



Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang resistensinya masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman, seperti sefalosporin atau ko-amoksiklav. Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan antibiotik parenteral, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-4 hari dilanjutkan dengan antibiotik per oral hingga total lama pemberian 10 hari. 3. Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah: Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi kuman setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin. Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali, dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan kepekaan terhadap obat. Di negara berkembang didapatkan resistensi kuman uropatogen yang tinggi terhadap ampisilin, kotrimoksazol, dan kloramfenikol, sedangkan sensitivitas sebagian besar kuman patogen dalam urin mendekati 96% terhadap gentamisin dan seftriakson. Berbagai antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan ISK, baik antibiotik yang diberikan secara oral maupun parenteral, seperti terlihat pada tabel 1 dan tabel 2. tabel 1. Pilihan antimikroba oral pada infeksi saluran kemih



23



Jenis antibiotic Amoksisilin Sulfonamid Trimetroprim (TMP)- sulfametoksazol (SMX) Sulfisoksazol Sefalosporin: Sefiksim Sefpodiksim Sefprozil Sefaleksin Loracarbef



Dosis perhari 20-40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis 6-12 mg TMP dan 30-60 mg SMX/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis 120-150 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis 8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis 30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis 50-100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis 15-30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis



Jenis antibiotic Dosis perhari Seftriaxon 75 mg/kgbb/hari Sefotaksim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam Seftazidim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam Sefazolin 50 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam Gentamicin 7,5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam Amikasin 15 mg/kgbb/hari dibagi setiap 12 jam Tobramisin 5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam Tikarsilin 300 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam tabel 2. Pilihan antimikroba parenteral pada infeksi saluran kemih



Konsensus UKK Nefrologi Anak IDAI mengenai pemberian antibiotic sebagai terapi ISK (2011) adalah sebagai berikut: a) Untuk ISK bawah atau sistitis : 5-7 hari, peroral b) Untuk ISK atas atau pielonefritis akut: 7-10 hari, parenteral. Jika sesudah 3-4 hari pemberian antibiotik parenteral tampak perbaikan klinis, pengobatan dapat dilanjut dengan antibiotik oral sampai pemberian antibiotic selesai atau lama pemberian parenteral dan oral selama 7 – 10 hari (switch therapy) c) Untuk ISK pada neonatus: 10-14 hari,secara parenteral



24



d) Pemberiaan antibiotic parenteral harus dipertimbangkan pada anak yang toksik, muntah, dehidrasi, ataupun yang mempunyai kelainan pada system saluran kemih. Jika kondisi pasien tidak membaik dalam waktu 48 jam, perlu dilakukan biakan urine ulang dan pertimbangkan melakukan pemeriksaan pencitraan segera untuk mengetahui kelainan urologi. 1.11



Bakteriuria asimtomatik



Bakteri dapat dijumpai didalam urine (>105 cfu/mL) tanpa gejala klinis, bahkan abnormalitas anatomi juga tidak dijumpai. Bacteriuria asimtomatik ini biasanya terjadi pada anak Wanita usia sekolah, namun demikian dapat juga dijumpai pada usia bayi. Kunci diagnostic membedakan ISK (true UTI) dengan bacteriuria asimtomatik adalah keberadaan pyuria. Beberapa penelitian menemukan bahwa bacteriuria asimtomatik tidak berhubungan dengan kerusakan / parut ginjal. Jika seorang anak mengalami bacteriuria



asimtomatik



dan



tanpa



dijumpai



kelainan



anatomis



maka



direkomendasikan untuk tidak diberi terapi antibiotic. Terapi antibiotic pada keadaan seperti ini dianggap dapat menyebabkan rekurensi karena antibiotic akan menghambat kuman dengan virulensi rendah tersebut sebagai profilaksis biologi menghadapi kuman yang pathogen. 1.12



Deteksi kelainan anatomi dan fungsional serta tatalaksana



Deteksi kelianan anatomi atau fungsional ginjal saluran kemih dilakukan untuk mencari factor predisposisi ISK. Pemeriksaan fisis yang adekuat dapat menemukan kelainan anatomi (sinekia vagina pada anak perempuan, fimosis, hipospadia pada anak laki-laki) maupun mengarahkan pada kelainan fungsional (spina bifida atau dimple yang mengarah ke neurogenic bladder). Peran pemeriksaan pencitraan pada anak adalah untuk mengidentifkasi anak terdahap risiko berulangnya infeksi, terjadi jaringan parut pada ginjal, serta sekuele



25



jangka panjang. Gambaran ISK atipikal dan ISK berulang merupakan petunjuk kelainan anatomi pada saluran kemih sehingga panduan tentang indikasi dan waktu terbaik melakukan pencitraan juga mengetengahkan kedua hal tersebut, di samping faktor usia bayi/anak. Konsensus UKK Nefrologi Anak IDAI (2011) mengetengahkan algoritme pencitraan ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu algoritme pada bayi berusia 3 tahun (Lampiran). Rekomendasi ini disusun dengan mempertimbangkan manfaat, risiko, dan biaya yang dikeluarkan serta berbagai guideline. Pilihan pemeriksaan pencitraan hendaknya ditentukan oleh ketersediaan alat pencitraan pada setiap tempat atau institusi.



1.13



Pencegahan infeksi berulang



berapa faktor berperan dalam ISk berulang, misalnya infestasi parasit, pemakaian bubble bath, pakaian dalam terlalu sempit, pemakaian deodorant yang bersifat iritatif terhadap mukosa perineum dan vulva, pemakaian toilet paper yang salah, konstipasi, ketidakmampuan pengosongan kandung kemih secara sempurna, baik akibat gangguan neurologik (neurogenic bladder) maupun faktor lain (nonneurogenic bladder), RVU (refluks vesiko ureter), preputium yang belum disirkumsisi. Deteksi ISK berulang dilakukan dengan biakan urine berkala, misalnya setiap bulan, kemudian dilanjutkan dengan setiap 3 bulan. Jika terdapat ISK berulang, berikan antibiotik yang sesuai dengan hasil biakan urine. ISK berulang dapat dicegah dengan meningkatkan keadaan umum pasien termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan menghilangkan atau mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan miksi yang teratur bermanfaat mencegah ISK berulang. Tindakan sirkumsisi pada anak laki-laki sudah terbukti efektif menurunkan insidensi ISK.



26



Kelainan struktural seperti obstruksi, refluks derajat tinggi, urolitiasis, katup uretra posterior, ureterokel, dan ureter dupleks yang disertai obstruksi, koreksi bedah sangat bermanfaat untuk mengatasi infeksi berulang. Indikasi tindakan bedah harus dipertimbangkan manfaat dan risiko yang terjadi pada setiap kasus. Pemberian antibiotik profilaksis merupakan upaya pencegahan ISK berulang yang sudah sejak lama dilaksanakan, namun belakangan ini pemberian antibiotik profilaksis menjadi kontroversial dan sering diperdebatkan. Antibiotik profilaksis dimaksudkan untuk mencapai konsentrasi antibiotik yang tinggi dalam urine tetapi mempunyai efek minimal terhadap flora normal dalam tubuh. Pada ISK kompleks pemberian profilaksis dapat berlangsung 3-4 bulan. Bila ternyata kasus yang dihadapi termasuk kedalam ISK kompleks (terdapat refluks atau obstruksi) maka pemberian profilaksis dapat dilanjutkan lebih lama. Studi RIVUR (Randomized Intervention for Children with Vesicoureteral Reflux) menyimpulkan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis pada anak dengar RVU sesudah ISK akan menurunkan risiko infeksi berulang, namun tidak demikian halnya untuk risiko parut ginjal. Konsekuensi dari studi ini pada jangka Panjang adalah lebih menyukai/mendukung revisi AAP 2011 untuk tidak rutin melakukan miksio sistouretrografi (MSU) sesudah ISK dengan demam pertama kali pada bayi dan anak usia 2-24 bulan. konsensus UKK Nefrologi Anak IDAI tentang antibiotik profilaksis yang diadopsi dari guideline NICE adalah: a. Antibiotik proflaksis tidak rutin diberikan pada anak dengan ISK pertama kali b. Antibiotik proflaksis tidak terindikasi pada ISK demam yang tidak disertai RVU atau hanya RVU derajat I dan II; c. Antibiotik profilaksis diberikan pada anak risiko tinggi seperti refluks vesiko- ureter derajat tinggi (III-V), uropati obstruktif, dan berbagai kondisi risiko tinggi lainnya;



27



d. Antibiotik proflaksis dipertimbangkan pada bayi dan anak dengan ISK berulang e. Jika bayi dan anak yang mendapat antibiotik proflaksis mengalami reinfeksi maka infeksi diterapi dengan antibiotik yang berbeda dan tidak dengan menaikkan dosis antibiotic profilaksis tersebut.



Tabel 3 Antibiotik yang Digunakan untuk Profilaksis Jenis antibiotik Dosis per Hari Trimetoprim 1-2mg/kgBB/hari. Kotrimoksazol - timetroprim (TMP); 1-2mg/kgBB/hari. - sulfametolsazol (SMX). 5-10 mg/kgBB/hari. Sefalekin. 10-15 mg/kgBB/hari. Nirofurantoin. 1mg/kgBB/hari. Asam nalidisat. 15-20mg/kgBB/hari. Sefaklor 15-17 mg/kgBB/hari. Sefiksim 1-2mg/kgBB/hari. Sefadroksil 3-5mg/kgBB/hari. Siprofloksasin 1mg/kg8B/hari.



DAFTAR PUSTAKA Alatas H, Tambunan T., Trihono, P.P., Pardede, S.O.2009. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI Pardede, SO 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih Pada Anak, Jakarta.Hal:1-16 Pardede SO, Infeksi pada Ginjal dan Saluran Kemih Anak: Manifestasi Klinis dan Tata Laksana. Jurnal Sari Pediatri.2018;19(6):364-74 Rachmadi R, Sekarwana N, Hilmanto D, Garna H. 2017. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 3. Jakarta: Badan Penerbit IDAI



28