Laporan Crossmatch [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI Cross Matching (Rutin)



Oleh : Nama:



Kheffi Husna Namira



NIM:



1801099



Kelompok:



7 (Tujuh)



Tanggal Praktikum : 9 April 2020 Dosen : Rahmayati Rusnedy, M.Farm., Apt Asisten : Dhea Ananda Yulia Anggraini



Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau YAYASAN UNIV RIAU 2020



Cross Matching (Rutin) 1. Tujuan Percobaan -



Mahasiswa dapat melakukan cara pemeriksaan uji silang serasi (crossmatching)



-



Mahasiswa dapat menentukan hasil pemeriksaan uji silang serasi dari sampel darah pasien



2. Tinjauan Pustaka A. Transfusi Darah Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan



mengganti darah



yang



hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock, mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi (Kiswari,2010) Pertimbangan utama dalam transfusi darah, khususnya yang mengandung eritrosit, adalah



kecocokan



antigen-antibodi



eritrosit. Golongan



darah



AB



secara teoritis merupakan resipien universal, karena memiliki antigen A dan B



di



permukaan eritrositnya,



antibodi



(baik



sehingga



serum darahnya



tidak



mengandung



anti-A maupun anti-B). Karena tidak adanya antibodi tersebut,



berarti darah mereka tidak akan menolak darah golongan manapun yang berperan selaku donor, dengan kata lain mereka boleh menerima darah dari semua golongan darah



lainnya.



Sedangkan



golongan



darah



O



secara



teoritis



merupakan



donor universal, karena memiliki antibodi anti-A dan anti-B. (Harris, 1994) Darah yang diberikan diharapkan tidak memicu reaksi imunitas dari resipien, dengan kata lain mereka boleh memberikan darah ke semua golongan darah lain, termasuk golongan A dan B. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah faktor Rh. Seorang Rh (-) yang belum memiliki anti-D namun menerima donor darah Rh (+) akan mengalami reaksi sensitisasi terhadap antigen D. (Kiswari,2010) Untuk wanita hal ini dapat berbahaya bagi kehamilan. Sekali saja seorang Rh (-) terpapar darah Rh (+); jika kali berikutnya ia kembali terpapar



darah



Rh



maka reaksi transfusi yang timbul dapat sangat berbahaya. (Kiswari,2010)



(+),



Namun hal ini tidak berlaku sebaliknya. Jika seorang Rh (+) mendapat darah dari donor Rh (-), darah Rh (-) itu sudah lepas dari sistem imunitas si donor, sehingga tidakakan terjadi reaksi sensitisasi. Dengan kata lain, sistem imun orang Rh (+) tidak bereaksi imunologis terhadap paparan darah Rh (-)(Kiswari,2010) B. Crossmatching Reaksi



silang



(Crossmatch = Compatibility-test) perlu



dilakukan



sebelum



melakukan transfusi darah untuk melihat apakah darah penderita sesuai dengan darah donor. Pengertian



Crossmatch adalah



reaksi



silang



in



vitro



antara



darah



pasien dengan darah donornya yang akan di transfusikan. Reaksi ini dimaksudkan untuk mencari tahu atau apakah darah donor akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam tubuhnya, atau adakah plasma donor yang



turut ditransfusikan akan melawan sel pasien didalam tubuhnya hingga akan



memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya reaksi hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien. Maka dapat disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu mencegah reaksi hemolitik tranfusi darah bila darah didonorkan dan supaya darah yang ditransfusikan itu benar-benar ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien (Harris, 1994) Jika pada reaksi tersebut golongan darah A,B dan O penerima dan donor sama, baik mayor maupun minor test tidak bereaksi berarti cocok. Jika berlainan, misalnya donor golongan darah O dan penerima golongan darah A maka pada test minor akan terjadi aglutinasi atau juga bisa sebaliknya berarti tidak cocok. (Priadi, 2009) Mayor Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan penerima darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete Antibodies maupun incomplete Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan hanya pada suhu kamar saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi pada suhu 37 derajat Celcius. Lagi pula untuk menentukan antiRh sebaiknya digunakan cara Crossmatch dengan high protein methode. Ada beberapa cara untuk menentukan reaksi silang yaitu reaksi silang dalam larutan garam faal dan reaksi silang pada objek glass. (Sudjadi, 2007)



Serum antiglobulin meningkatkan sensitivitas pengujian in vitro. Antibodi kelas IgM yang kuat biasanya menggumpalkan eritrosit yang mengandung antigen yang relevan secara nyata, tetapi antibodi yang lemah sulit dideteksi. Banyak antibodi kelas IgG yang tak mampu menggumpalkan eritrosit walaupun antibodi itu kuat. Semua pengujian antibodi termasuk uji silang tahap pertama menggunakan cara sentrifugasi serum dengan eritrosit. Sel dan serum kemudian diinkubasi selama 15-30 menit untuk



memberi



kesempatan



antibodi



melekat



pada



permukaan



sel,



lalu



ditambahkan serum antiglobulin dan bila penderita mengandung antibodi dengan eritrosit donor maka terjadi gumpalan. (Suryo, 1997) Untuk fase dalam cross matching terdiri atas : (Febriyanti, 2011) a. Test fase I Cross Match yaitu fase suhu kamar Pada fase ini antibody complete yang akan mengaglutinasikan sel dalam salinemedium atau bovine albumin yang kebanyakan kelas IgM bisa terdeteksi misalnya : tidak cocok golongan ABO ; adanya allo antibody : M, N, Lea, I, IH,E ; serta adanya auto cold antibody. b. Tes fase II Cross Match yaitu fase inkubasi 37o C Pada fase ini bila mediumnya bovine albumin, beberapa antibody dalam sistem Rhesus bisa terdeteksi aglutinasi, (misalnya anti D, anti E, anti c) anti Lea dan anti Leb. Bila mediumnya saline bisa terdeteksi aglutinasi anti E, anti Lea. Antibody yang



bersifat



incomplete,



dan antibodi



yang belum



terdeteksi aglutinasi atau hemolisisnya pada fase II ini bisa bereaksi coated (sensitized) : anti D, E, c, K,Fya, Fyb, Jka, S, Lea, Leb. Jadi penting sekali peranan fase inkubasi 37oC ini, dimana



setidak-tidaknya



memberi



kesempatan kepada antibody untuk mengcoatedkan sel. c. Tes fase III Cross Match yaitu fase anti globulin Pada fase ini setelah melalui fase II, akan terdeteksi aglutinasi incompelete antibodi yang tadi di fase II sudah mengcoated sel



3. Bahan dan Alat a. Bahan yang dipakai -



Bovin albumin



-



Darah donor



-



Reagen comb



-



Larutan NaCl fisiologis



-



Darah resipien



b. Alat yang dipergunakan -



Objek glass



-



Rak tabung



-



Tabung reaksi



-



Sentifuge



-



Pipet tetes



-



Inkubator



4. Cara kerja 1. Tahap mayor 2 tetes serum resipien albumin ditambah 1 tetes eritrosit 5% donor, kemudian ditambahkan lagi 2 tetes bovin albumin. 2. Tahap minor 2 tetes serum donor ditambah 1 tetes eritrosit 5% resipien, kemudian ditambahkan lagi 2 tetes bovin albumin. 3. Aduk masing-masing tahap, tahap mayor dan tahap minor, lalu disentrifugasi pada kecepatan 1000 rpm selama satu menit. 4. Amati hasilnya (bila terjadi aglutinasi maka darah tersebut incompatible, pengujian tidak perlu dilanjutkan, dan bila reaksi negatif, reaksi dilanjutkan). 5. Inkubasi pada suhu 37OC selama 15 menit, lalu disentrifugasi lagi pada kecepatan 1000 rpm selama 1 menit. 6. Amati hasilnya (bila terjadi aglutinasi maka darah tersebut incompatible, pengujian tidak perlu dilanjutkan dan bila reaksi negatif reaksi dilanjutkan). 7. Uji Coombs Cuci dengan larutan NaCl fisiologis sebanyak 3-4 kali. 8. Tambahkan 2 tetes reagen coomb, sentrifugasi lagi dengan kecepatan 1000 rpm selama satu menit.



9. Amati hasilnya (bila terjadi aglutinasi maka darah tersebut incompatible artinya tidak dapat dilakukan transfusi darah). 5. Hasil dan Pembahasan a. Hasil Tabel 1. Pemeriksaan mayor dan minor menggunakan serum dan eritrosit kel



1 2 3 4 5 6 7 8



Tahap mayor serum eritrosi A A A B B C B D



t B C D C D D A C



Hasil Kel



Tahap minor HASIL serum eritrosit



+ + + + + -



B C D C D D A C



1 2 3 4 5 6 7 8



A A A B B C B D



+ + + + +



Tabel 2. Rekapitulasi Pemeriksaan cross matching serum dan eritrosit Serum



A



B



C



D



eritrosit A B C D



+ +



+ +



+ + +



-



KETERANGAN (+) : terjadi aglutinasi (-) : tidak terjadi aglutinasi Kesimpulan data hasil pemeriksaan yang diperoleh A = golongan darah A B = golongan darah B C = golongan darah O D = golongan darah AB b. Pembahasan



Pada percobaan kali ini, uji silang serasi (Crossmatch) digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya antibodi, baik antibodi komplet (IgM) maupun antibodi inkomplet (IgG) yang terdapat dalam serum atau plasma pasien (resipien) maupun dalam plasma donor, memastikan bahwa transfusi darah yang diberikan sesuai atau kompatibel dan tidak menimbulkan reaksi apapun pada pasien serta sel-sel darah dapat mencapai masa hidup maksimum setelah diberikan. Penafsiran:  Bila aglutinasi dan hemolisis negatif [-] maka darah dapat ditransfusikan  Bila aglutinasi dan hemolisis positif [+] maka darah tidak dapat ditransfusikan (tidak cocok). Walaupun golongan darah donor dan pasien sama, ternyata dapat terjadi ketidakcocokan (inkompatibilitas) pada uji silang serasi (crossmatch). Serum antiglobulin meningkatkan sensitivitas pengujian in vitro. Antibodi kelas IgM yang kuat biasanya menggumpalkan eritrosit yang mengandung antigen yang relevan secara nyata, tetapi antibodi yang lemah sulit dideteksi. Banyak antibodi kelas IgG yang tak mampu menggumpalkan eritrosit walaupun antibodi itu kuat. Semua pengujian antibodi termasuk uji silang tahap pertama menggunakan cara sentrifugasi serum dengan eritrosit. Tahapan selanjutnya, sel eritrosit dan serum kemudian diinkubasi selama 15 menit untuk memberi kesempatan antibodi melekat pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum antiglobulin dan bila penderita mengandung antibodi dengan eritrosit donor maka terjadi gumpalan, pengamatan dengan marking [+]/ positif aglutinasi, yang artinya inkompatibel (tidak cocok).



Dari percobaan yang dilakukan didapatkan hasil pada kelompok 7 bahwa pada tahap mayor jika serum B dan eritrosit A maka hasilnya positif dan terjadi aglutinasi, dan pada tahap minor jika serum A dan eritrosit B hasilnya juga positif terjadi aglutinasi yang artinya darah tersebut incompatible dan tidak dapat dilakukan donor darah karena tidak cocok. Dan juga dari rekapitulasi pemeriksaan cross matching serum dan eritrosit didapatkan hasil yaitu jika serum A dan eritrosit C hasilnya negatif (tidak terjadi aglutinasi), jika serum A dan eritrosit D hasilnya positif (terjadi aglutinasi). Jika serum B dan eritrosit C hasilnya negatif, jika serum B dan eritrosit D hasilnya positif. Dan seterusnya dapat dilihat pada tabel 2. Jika hasilnya negatif terbentuk suspensi yang terdispersi merata dan jika hasil yang didapatkan positif terjadi aglutinasi dan larutannya bening. Cross match adalah uji silang untuk pemeriksaan apakah aman melakukan transfusi darah dari donor ke resipien, darah yang ditransfusikan harus dari golongan yang sama untuk mencegah reaksi penolakan dari tubuh penerima yang bisa menyebabkan trombosis pada pembuluh darah atau anemia hemolitik, rusaknya sel darah akibat transfusi yang salah, dan bisa menyebabkan gangguan yang fatal.



6. Kesimpulan  Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti darah yang hilang



akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock, mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi  Reaksi



silang



(Crossmatch = Compatibility-test) perlu



dilakukan



sebelum



melakukan transfusi darah untuk melihat apakah darah penderita sesuai dengan darah donor  Bila aglutinasi dan hemolisis negatif [-] maka darah dapat ditransfusikan  Bila aglutinasi dan hemolisis positif [+] maka darah tidak dapat ditransfusikan (tidak cocok).  Walaupun golongan darah donor dan pasien sama, ternyata dapat terjadi ketidakcocokan (inkompatibilitas) pada uji silang serasi (crossmatch).  Hasil pada kelompok 7 bahwa pada tahap mayor jika serum B dan eritrosit A maka hasilnya positif dan terjadi aglutinasi, dan pada tahap minor jika serum A dan eritrosit B hasilnya juga positif terjadi aglutinasi yang artinya darah tersebut incompatible dan tidak dapat dilakukan donor darah karena tidak cocok. 7. Jawaban Pertanyaan 1. Apa tujuan penambahan bovin albumin pada tahapan uji silang mayor dan minor? Jelaskanlah  Sebagai high protein dari janin sapi untuk melihat apakah terjadi penggumpalan/aglutinasi pada darah yang akan diuji 2. Apa yang menyebabkan terjadinya hasil + / aglutinasi dan atau hemolisis pada hasil uji silang (cross match)?Jelaskanlah  Jika darah pendonor tidak cocok dengan penerima yang berarti darah penerima mengandung antibodi dengan eritrosit donor 3. Apa yang terdapat reagen coombs? Dan apa tujuan dilakukan uji coombs pada tindakan uji silang (cross match)? Dan apa tujuan penambahan reagen coombs pada uji silang?



 Adalah sebuah pengujian atau tes darah yang dilakukan untuk menemukan antibodi tertentu yang menyerang sel-sel darah merah. Uji coombs dilakukan apabila pasien diduga menderita anemia hemolitik yaitu suatu kondisi dimana tidak terdapat cukup sel darah merah karena sel tersebut dihancurkan oleh sesuatu yang berada didalam tubuh. Jika tubuh menerima darah yang tidak sesuai ketika donor darah terjadi maka pada uji coombs akan terlihat hasil yang positif terjadi aglutinasi dan darah pendonor bersifat incompatible atau tidak cocok pada penerima. 4. Kenapa diperlukan tindakan uji silang (crossmatch) sebelum dilakukan transfusi darah? Dan apa kemungkinan yang terjadi jika tidak dilakukan uji silang terhadap darah yang akan ditransfusikan?  dimaksudkan untuk mencari tahu atau apakah darah donor akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel pasien didalam tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya reaksi hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien. 8. Daftar Pustaka -



Febrianti. 2011. Transfusi Darah. Jakarta: Gramedia



-



Harris, H. 1994. Dasar-dasar Genetika Biokemis Manusia. Yogyakarta: UGMPress



-



Kiswari, R. 2010. Hematologi & Transfusi. Jakarta: Erlangga



-



Priadi, A. 2009. Biologi. Jakarta: Tirta



-



Sudjadi, B. 2007. Biologi 1. Jakarta: Erlangga



-



Suryo. 1997. Genetika Manusia. Yogyakarta: UGMPress