Laporan Kasus 4 GAD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BERITA ACARA PRESENTASI Pada hari Selasa 25 Juli 2017 telah dipresentasikan oleh : Nama



: dr. Dhisa Zainita Habsari



Topik



: Jiwa



Judul



: Skizofrenia Paranoid



Pendamping



: dr. Jaka Krisna Tirtanandi



Wahana



: RSUD Kabupaten Bekasi



Nama Peserta Presentasi : 1. 2. 3. 4. 5.



dr. Ahmad Habibi Gafur dr. Disca Ariella Rucita dr. Edho Biondi dr. Hasanah dr. Septiana Amelia



Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.



Pendamping



Presentan



(dr. Jaka Krisna)



(dr. Dhisa Zainita Habsari)



DAFTAR ISI 1



BERITA ACARA PRESENTASI………………………………………......... DAFTAR ISI………………………………………………………………..... BAB I. ILUSTRASI KASUS I.1. Latar Belakang…………………………………………………... I.2. Rumusan Masalah…….…………....……………...…………….. I.3. Tujuan…………………………….………………………….…... I.3.1. Tujuan Umum………………………………...…………..... I.3.2. Tujuan Khusus……………………………………………... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA I.1. Latar Belakang…………………………………………………... I.2. Rumusan Masalah…….…………....……………...…………….. I.3. Tujuan…………………………….………………………….…... BAB III. PEMBAHASAN I.1. Latar Belakang…………………………………………………... I.2. Rumusan Masalah…….…………....……………...…………….. I.3. Tujuan…………………………….………………………….…... BAB IV.DISKUSI KASUS I.1. Latar Belakang…………………………………………………... I.2. Rumusan Masalah…….…………....……………...…………….. I.3. Tujuan…………………………….………………………….…... BAB V. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….



ii iii 1 4 4 4 5 1 4 4 1 4 4 1 4 4 1



BAB I ILUSTRASI KASUS I.1 IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin No.Rekam Medis Pekerjaan



: Nn. D : 27 Tahun : Perempuan : 52760 : Buruh Pabrik 2



Alamat Tanggal Masuk



: Kp. Rawa Aren Rt002/rw.002 : 20 Oktober 2018



I.2. RIWAYAT PSIKIATRI Autoanamnesis



:



a.



Keluhan Utama Cemas



b.



Riwayat Gangguan Sekarang Pasien datang ke poli psikiatri rujukan dari poli paru dengan keluhan utama sesak. Sesak dirasakan hilang timbul sejak 6 bulan terakhir. Pasien disarankan ke poli psikiatri karena tidak ditemukan kelianan dalam paru nya. ± 1 tahun ini pasien sering cemas, cemas sering berlebih dan membuat pasien terkadang menjadi sesak, pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, keluhan dirasakan memberat saat pasien sedang ada permasalahan dikerjaan atau keluarganya. Pasien juga mengeluh sering berdebar dan kurang konsentrasi. Dalam setahun ini pasien ± 4 kali sudah keigd dengan keluhan nyeri ulu hati







c.



dan dikatakan mengalami maag. ± 2 tahun yang lalu, kedua orangtua pasien mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Sejak saat itu pasien tinggal sendiri dikontrakannya. Hubungan pasien dengan kakak kandungnya juga tidak rukun. Riwayat Gangguan Sebelumnya Tidak ada riwayat kejang, infeksi berat, trauma, penggunaan NAPZA, merokok dan alkohol.



d.



Riwayat Kehidupan Pribadi 1. Masa Prenatal dan Perinatal Pasien lahir normal, cukup bulan dan di rumah sakit di bantu oleh bidan. 2. Masa Kanak Awal (0-3 tahun) Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan anak seusianya 3. Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun) Pada umur 7 tahun, pasien mulai masuk SD. Pasien menyelesaikan sekolah sampai 4. 5.



SMA Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun) Pasien merupakan seorang yang ceria dan pandai bergaul Masa Dewasa i. Riwayat Pendidikan



3



Selama masa sekolah, pasien tidak mempunyai masalah dalam pendidikannya juga dengan teman-temannya, pasien juga tidak pernah berkelahi. Pendidikan ii. iii. iv. v.



vi.



pasien sampai SMA. Riwayat Pekerjaan Pasien bekerja sebagai buruh pabrik Riwayat Pernikahan Pasien belum menikah Riwayat Kehidupan Beragama Pasien beragama Islam dan cukup rajin menjalankan salat 5 waktu Riwayat Pelanggaran Hukum Pasien belum pernah melakukan tindakan pelanggaran hukum maupun berurusan dengan pihak berwajib. Riwayat Psikoseksual Pasien memiliki orientasi seksual yang normal yaitu menyukai lawan jenis (heteroseksual).



e.



Riwayat Keluarga Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara. Hubungan dengan kakak kandungnya kurang baik terlebih setelah orangtua pasien meninggal. Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga tidak ada, Pasien sekarang tinggal sendirian dikontrakannya GENOGRAM



Keterangan : = Laki-laki



= menunjukkan pasien



= Perempuan



4



f.



g.



Situasi Kehidupan Sekarang Saat ini pasien tinggal sendirian dikontrakannya. Kakak pasien tingggal bersama suami dan satu orang anak. Pasien sehari-hari bekerja sebagai buruh pabrik Persepsi Pasien merasa sakit dan perlu berobat



I.3. STATUS MENTAL a.



Deskripsi Umum 1. Penampilan Pasien berjenis kelamin perempuan berusia 27 tahun dengan penampilan sesuai usia, tinggi badan 170 cm, berat badan 75 kg, kulit sawo matang, rambut pendek,



b.



c.



2.



bibir kering, kerapihan dan perawatan diri cukup. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor Selama wawancara pasien menjawab pertanyaan sambil tersenyum.Aktivitas



3.



psikomotor mormal.Kontak mata cukup. Sikap Terhadap Pemeriksa Pasien cukup kooperatif, selama wawancara selalu menjawab pertanyaan dari



pemeriksa. Alam Perasaan (Emosi) 1. Mood : Cemas 2. Afek : Appropriate 3. Keserasian : Serasi antara mood dan afek Pembicaraan Bicara spontan, volume cukup, intonasi meningkat, artikulasi jelas, Isi pembicaraan dapat dimengerti dan pasien menjawab sesuai dengan pertanyaannya. Pikiran 1. Isi Pikiran : Waham (-) 2. Proses Pikiran : Koherensia



d.



Kesadaran dan Kognisi 1. Taraf Kesadaran dan Kesigapan i. Kuantitas : compos mentis ii. Kualitas : baik iii. Respon Buka Mata : spontan membuka mata iv. Respon Motorik : mengikuti perintah v. Respon Verbal : berorientasi dengan baik 2. Orientasi i. Waktu : baik, pasien dapat mengetahui pagi atau malam ii. Tempat : baik, pasien dapat mengetahui jika sekarang pasien berada iii. Orang 3. Daya Ingat



di rumah sakit : baik, pasien dapat mengenali pemeriksa, dokter, perawat 5



i. ii. iii. iv.



Jangka Panjang Jangka Sedang Jangka Pendek Jangka Segera



: baik :baik : baik : baik, pasien tidak kesulitan meghapal nama



pemeriksa Konsentrasi dan Perhatian Baik, pasien dapat melakukan pengurangan 100 dikurang 7 meskipun dengan



4.



memerlukan waktu yang lama untuk berpikir. Kemampuan Membaca dan Menulis Baik, pasien dapat menulis spontan dan membaca ulang tulisannya dengan baik. Kemampuan Visuospasial Baik, pasien dapat menunjukkan jarum jam dengan benar. Pikiran Abstrak Baik, pasien dapat melanjutkan peribahasa berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke



5. 6. 7.



tepian. Inteligensi dan kemampuan Informasi Baik, pasien mengetahui siapa capres dan cawapres RI periode saat ini. e. Pengendalian Impuls f. Selama proses wawancara pasien dapat mengendalikan diri dengan berprilaku baik dan 8.



sopan dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh pemeriksa walaupun sesekali g.



h.



pasien memainkan jari tangannya ketika diwawancara. Daya Nilai 1. Daya Nilai Sosial Baik, pasien bersikap sopan terhadap pemeriksa, dokter, dan perawat 2. Uji Daya Nilai Baik, jika pasien menemukan dompet maka pasien akan melapor pada pihak yang berwajib. 3. Penilaian Realita RTA Tidak terganggu 4. Tilikan Pasien memiliki tilikan derajat 6 Taraf Dapat Dipercaya Secara umum dari wawancara dapat disimpulkan bahwa keterangan pasien sejauh ini dapat dipercaya.



I.4. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum •



GCS E4V5M6 = 15







Compos Mentis



Tanda-tanda Vital 6







Tekanan Darah



: 120/70 mmHg







Denyut Nadi



: 102 x/menit, regular







Respiratory Rate



: 20 x/menit







Suhu



: 36,5 °C



I.6 DIAGNOSA MULTIAKSIAL •



Aksis I : F41.1 gangguan cemas menyeluruh







Aksis II :Tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian







Aksis III :Tidak ditemukan adanya gangguan fungsi organ







Aksis IV :Stressor psikososial : kematian kedua orangtua dan hubungan dengan kakak yang tidak baik







Aksis V : GAF score 80-71



I.7 DIAGNOSIS Diagnosis Kerja



: Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)



Diagnosis Banding



: Gangguan panik Gangguan somatisasi



I.8 PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad fungtionam Quo ad sanationam



: ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam



I.9 TERAPI Non Farmakoterapi •











Terapi psikoterapi - Memotivasi pasien agar minum obat teratur dan kontrol rutin stetlah pulang dari perawatan. - Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah dan jangan memperberat pikiran dalam menghadapi suatu masalah Terapi kognitif - Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan gejala- gejalanya, menerangkan tentang gejala yang timbul akibat cara berfikir, perasaan dan sikap terhadap maslah yang dihadapi Terapi keluarga 7







Menjelaskan kepada pasien untuk membawa keluarganya saat kontrol agar dapat diberi edukasi mengenai pentingnya peran keluarga terhadap penyakit pasien Terapi pekerjaan - Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau pekerjaan yang bermanfaat.



Psikofarmaka : Alprazolam 0,5 mg 1-0-0



BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1



Definisi Menurut DSM-IV yang dimaksud gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan



ketakutan atau kecemasan yang berlebih-lebihan, dan menetap sekurang-kurangnya selama enam bulan mengenai sejumlah kejadian atau aktivitas disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi - fungsi lainnya(1). Sedangkan menurut ICD-10 gangguan ini merupakan bentuk kecemasan yang sifatnya menyeluruh dan menatap selama beberapa minggu atau bulan yang ditandai oleh adanya kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik, dan aktivitas otonomik yang berlebihan (2). II.2



Epidemologi Gangguan kecemasan umum adalah suatu kondisi yang sering ditemukan, tetapi dengan



kriteria ketat dari DSM-III-R dan DSM-IV, gangguan kecemasan umum sekarang mungkin lebih jarang ditemukan dibandingkan jika digunakan kriteria DSM-III. Perkiraan yang diterima untuk prevalensi gangguan kecemasan umum satu tahun terentang dari 3 sampai 8 persen. Gangguan kecemasan umum kemungkinan merupakan gangguan yang paling sering ditemukan dengan gangguan mental penyerta, biasanya gangguan kecemasan atau gangguan mood lainnya. Kemungkinan 50% dengan gangguan kecemasn umum memiliki gangguan mental lainnya (3; 4). Rasio wanita dan laki-laki adalah kira-kira 2:1, tetapi rasio wanita berbanding laki-laki yang mendapatkan perawatan rawat inap untuk gangguan tersebut kira-kira adalah 1:1. Usia 8



onset adalah sukar untuk ditentukan, karena sebagian besar pasien melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat. Pasien biasanya datang untuk mendapatkan perawatan dokter pada usia 20 tahunan, walaupun kontak pertama dengan klinisi dapat terjadi pada hampir setiap usia. hanya sepertiga pasien yang menderita gangguan kecemasan umum mencari pengobatan psikiatrik. Banyak pasien pergi ke dokter umum, dokter penyakit dalam, dokter specialis kardiologi, specialis paru-paru, atau dokter specialis gastrointenterologi untuk mencari pengobatan spesifik gangguan (3; 4). I.3



Etiologi Seperti pada sebagian besar gangguan mental, penyebab gangguan kecemasan umum



adalah tidak diketahui. Seperti yang sekarang didefinisikan, gangguan kecemasan umum kemungkinan mempengaruhi kelompok pasien yang heterogen. Kemungkinan karena derajat kecemasan tertentu adalah normal dan adaptif, membedakan kecemasan normal dari kecemasan patologis dan membedakan faktor penyebab biologis dari faktor psikososial adalah sulit. Faktor biologis dan psikologis kemungkinan bekerja sama (3). A. Faktor biologis Manfaat terapeutik benzodiazepin dan azapirone sebagai contohm buspirone telah memusatkan usaha penelitian biologis pada sistem neurotrannsmiter gamma-aminobutyric acid (GABA) dan serotonin (5-hydroxytryptamine [5-HT]). Benzodiazepine (yang merupakan agonis reseptor benzodiazepine) diketahui menurunkan kecemasan, sedangkan flumazenil (Mazicon) (suatu antagonis reseptor benzodiazepine) dan beta-carboline (agonis kebalikan reseptor benzodiazepine) diketahuai menginduksi kecemasan. Walaupun tidak ada data yang menyakinkan yang menyatakan bahwa reseptor benzodiazepine adalah abnormal pada pasien dengan gangguan kecemasan umum, beberapa penelitian telah memusatkan pada beberapa lobus osipitalis, yang memiliki kinsentrasi benzodiazepine tertinggi diotak. Daerah otak lain yang telah dihipotesiskan terlibat didalam gangguan kecemasan umum adalah ganglia basalis, sistem limbik, dan korteks frontalis. Karena buspirone adalah suatu agonis reseptor 5-HTia, beberpa kelompokpenelitian memusatkan pada hipotesis bahwa regulasi sistem serotonergik pada gangguan kecemasan umum adalah abnormal. Sistem neurotranmiter lainnya yang merupakan sasaran penelitian pada gangguan kecemasan umum adalah sistem neurotransmiter nonepineprine, glutamat, dan kolesistokinin. Beberapa bukti menyatakan bahwa pasien dengan 9



gangguan kecemasan umum mungkin memiliki subsensitivitas pada reseptor adrenergik-alfa2 seperti yang dinyatakan oleh penumpulan pelepasan hormon pertumbuhan setelah infus clonidine (catapres) (3). Hanya sejumlah terbatas penelitian pencitraan otak pada pasien dengan gangguan kecemasan umum telah dilakukan. Satu penelitian tomografi emisi positron (PET:positron emissoion tomography) melaporkan suatu penurunan kecepatan metabolik diganglia basalis dan substansia putih pada pasien gangguan kecemasan umum dibandingkan kontrol normal. Sejumlah penelitian genetik telah juga dilakukan dalam bidang ini. Satu penelitian menemukan bahwa hubungan genetika mungkin terjadi antara gangguan kecemasan umum dan gangguan depresif berat pada wanita. Penelitian lain menemukan adanya komponen genetik yang terpisah tetapi sulit untuk ditentukan pada gangguan kecemasan umum. Kira-kira 25% sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan kecemasan umum juga terkena gangguan. Sanak saudara laki-laki lebih sering menderita suatu gangguan penggunaan alkohol. Beberapa laporab penelitian pada anak kembar menyatakan suatu angka kesesuaian 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik (3). Berbagai kelainan elektroensefalogram (EEG) telah ditemukan dalam irama alfa dan potensial cetusan. Penelitian EEG tidur telah melaporkan peningkatan diskontinuitas tidur, penurunan tidur REM (rapid eye movement). Perubahan pada arsitektur tidur adalah berbeda dari perubahan yang ditemukan pada gangguan depresif (3). B. Faktor Psikososial Dua bidang pikiran utama tentang faktor psikososial yang menyebabkan perkembangan gangguan kecemasan umum dalah bidang kognitif perilaku dan bidang psikoanalitik. Bidang kognitif perilaku menghipotesiskan bahwa pasien dengan gangguan kecemasan umum adalah berespon secara tidak tepat dan tidak akurat terhadap bahaya yang dihadapi. Ketidakakuratan tersebut disebabkan oleh perhatian selektif terhadap perincian negatif didalam lingkungan, oleh distorsi pemerosesan informasi, dan oleh pandangan yang terlalu negatif tentang kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Bidang psikoanalitik menghipotesiskan bahwa kecemasan adalah suatu gejala konflik bahwa sadar yang tidak terpecahkan. Teori psikologis tentang kecemasan tersebut pertama kali dianjurkan oleh Sigmund Freud pada tahun 1909 dengan penjelasannya tentang Little Hans, sebelumnya freud telah memandang kecemasan sebagai memiliki dasar fisiologis (3). 10



Suatu hierarki kecemasan adalah berhubungan dengan berbagai tingkat perkembangan. Pada tingkat yang paling primitif, kecemasan mungkin berhubungan dengan ketakutan akan penghancurkan atau fusi dengan orang lain. Pada tingkat perkembangan yang lebih matur, kecemasan adalah berhubungan yang lebih matur, kecemasan adalah berhubungan dengan perpisahan dari objek yang dicintai. Pada tingkat yang masih lebih matur, kecemasan adalah berhubungan dengan hilangnya cinta dari objek yang penting. Kecemasan kastrasi adalah berhubungan dengan fase oedipal dari perkembangan dan dianggap merupakan satu tingkat tertinggi dari kecemasan. Kecemasan superego, ketakutan mengecewakan gagasan dan nilai sendiri (didapatkan dari orangtua yang diinternalisasikan), adalah bentuk kecemasan yang paling matur (3). Sehubungan dengan faktor-faktor psikolgik yang berperan dalam terjadinya anxietas ada tiga teori yang berhubungan dengan hal ini, yaitu : teori psikoanalitik, teori behavorial, dan teori eksistensial. Menurut teori psiko-analitik terjadinya anxietas ini adalah akibat dari konflik unconscious yang tidak terselesaikan. Teori behavior beranggapan bahwa terjadinya anxietas ini adalah akibat tanggapan yang salah dan tidak teliti terhadap bahaya. Ketidaktelitian ini sebagai akibat dari perhatian mereka yang selektif pada detil-detil negative dalam kehidupan, penyimpangan dalam proses informasi, dan pandangan yang negative terhadap kemampuan pengendalian dirinya . Teori eksistensial bependapat bahwa terjadinya anxietas adalah akibat tidakadanya rangsang yang dapat diidentifikasi secara spesifik. Ketiadaan ini membuat orang menjadi sadar akan kehampaannya di dalam kehidupan ini (5). I.4



Diagnosis Kriteria diagnostik untuk gangguan kecemasan umum: A. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan (harapan yang mengkhawatirkan) yang lebih banyak dibandingkan tidak terjadi selama 6 bulan, tentang sejumlah kejadian atau aktifitas (seperti pekerjaan dan prestasi sekolah ) B. Orang yang merasa sulit mengendalikan ketakutan C. Kecemasan dan kekhawatiran adalah disertai oleh 3 ( atau lebih) dari gejala berikut ini : 1. Kegelisahan 2. Merasa mudah lelah 3. Sulit berkonsentrasi 4. Iritabilitas 5. Ketegangan otot 6. Gangguan tidur 11



D. Kecemasan, kekhawatiran atau gejala fisik yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial E. Gangguan bukan karena efek psikoilogis langsung dari suatu zat, kondisi medis umum, dan tidak terjadi semata-mata gangguan mood, gangguan psikotik atau perkembangan pervasif (1; 3; 4; 6). I.7



Gambaran Klinis Gejala utama dari gangguan kecemasan umum adalah kecemasan, ketegangan motorik,



hiperaktivitas otonomik, dan kewaspadaan kognitif. Kecemasan adalah berlebihan dan mengganggu aspek lain kehidupan pasien. Ketegangan motorik paling sering dimanifestasikan sebagai kegemetaran, kegelisahan dan nyeri kepala. Hiperaktivitas sering kali dimanifestasikan oleh sesak nafas, keringat berlebihan, palpitasi dan berbagai gejala gastrointestinal. Kewaspadaan kognitif ditandai oleh sifat lekas tersinggung dan mudahnya pasien dikejutkan. Sering sekali, pasien dengan gangguan kecemasan umum menghubungi dokter umum atau dokter penyakit dalam untuk membantu beberapa gejala somatic. Selain itu, pasien pergi ke dokter spesialis untuk gejala spesifik – sebagai contoh, diare kronis. Gangguan medis nonpsikiatrik spesifik jaraang ditemukan, dan pasien adaalah bervariasi dalam perilaku mencari dokter. Beberapa pasien menerima suatu diagnosis gangguan kecemasan umum dan pengobatan yang sesuai; yang lainnya mencari konsultasi tambahan untuk masalah mereka (3). I.8



Diagnosis Banding Diagnosis banding kecemasan umum adalah semua kondisi medis yang menyebabkan



kecemasan.



Pemeriksaan



medis



yang



dimaksud



adalah



tes



kimia,



darah



standar,



elektrokardiogram , dan fungsi tiroid. Pemeriksaan status mental harus menggali kemungkinan gangguan panik, fobia, dan gangguan obsesif kompulsif, membedakan gangguan kecemasan umum dari ganggua depresif berat dan gangguan distimik pada kenyataannya, ganggguan tersebut seringkali terdapat bersama-sama. kemungkinan diagnosis lain adalah gangguan penyesuaian dengan kecemasan, hipokondriasi, gangguan hiperaktifitas dan gangguan kepribadian (3). I.9



Prognosis



12



Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada pasien dengan gangguan kecemasan umum, perjalanan klinis dan prognosis gangguan adalah sukar untuk diperkirakan. Menurut definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% pasien akhirnya mengalami gangguan panik, Sejumlah besar pasien kemungkinan memiliki gangguan depresi mayor (1; 4). I.10



Terapi Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan kecemasan umum adalah



kemungkinan pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapeutik, farmakoterapeutik, dan pendekatan suportif. Pengobatan mungkin memerlukan cukup banyak waktu bagi klinisi yang terlibat, terlepas dari apakah klinisi adalah seorang dokter psikiatrik, seorang dokter keluarga, atau spesialis lainnya (7). A. Farmakoterapi Neurotransmiter utama terhadap gangguan kecemasan dengan melihat hasil laboratorium dengan mencheck peningkatan norepinefrin, serotonin dan gamma aminobutryc acid (GABA). Dengan positron emission tomography (PET) juga ditemukan kelainan (disregulasi) pembuluh darah serebral (8). Biasanya untuk kecemasan dokter menganjurkan penggunaan obat psikoleptik, yaitu benzodiazepines dalam dosis rendah. Jenis obat-obat ini adalah Diazepam, Klordiazepoksid, Lorazepam, Klobazam, Bromazepam, Oksazolam, Klorazepat, Alprazolam atau Prazepam (9). Penggunaan obat anti kecemasan haruslah melalui kontrol dari dokter secara ketat, penggunaan obat-obat antiansietas dapat mengakibatkan beberapa efek samping. Pasien dengan riwayat penyakit hati kronik, ginjal dan paru haruslah diperhatikan pemakaian obat-obatan ini. Pada anak dan orangtua dapat juga memberikan reaksi seperti yang tidak diharapkan (paradoxes reaction) seperti meningkatkan kegelisahan, ketegangan otot, disinhibisi atau gangguan tidur. Beberapa efek samping penggunaan obat antiansietas adalah:  Sedative (rasa mengantuk, kewaspadaan menurun, kerja psikomotorik menurun, dan  



kemampuan kognitif melemah) Rasa lemas dan cepat lelah Adiktif walaupun sifatnya lebih ringan dari narkotika. Ketergantungan obat biasanya terjadi pada individu peminum alkohol, pengguna narkoba (maksimum pemberian obat selama 3 bulan). Penghentian obat secara mendadak memberikan gejala putus obat



13



(rebound phenomenon) seperti kegelisahan, keringat dingin, bingung, tremor, palpitasi atau insomnia (9; 10). Keputusan untuk meresepkan suatu ansiolitik pada pasien dengan gangguan kecemasan umum harus jarang dilakukan pada kunjungan pertama. Karena sifat gangguan yang berlangsung lama, suatu rencana pengobatan harus dengan cermat dijelaskan. Dua obat utama yang harus dipertimbangkan dalam pengobatan gangguan kecemasan umum adalah buspirone dan benzodiazepine. Obat lain yang mungkin berguna adalah obat trisklik sebagai contoh imipramine. Walaupun terapi obat untuk gangguan kecemasan umum sering kali dipandang sebagai pengobatan selama 6 sampai 12 bulan, beberapa bukti menyatakan bawa pengobatan harus jangka panjang, kemungkinan seumur hidup. Kira kira 25 persen pasien menagalami kekambuhan dalam bulan pertama setelah dihentikan terapi, dan 60 sampai 80 persen kambuih selama perjalanan tahun selanjutnya. Walaupun beberapa pasien menjadi tergantung pada benzodiazepine, tidak ada toleransi yang berkembang untuk efek terapeutik (1; 3; 4). Benzodiazepin. Merupakan obat pilihan pertama untuk gangguan kecemasan umum. Pada gangguan benzodiazepine dapat diresepkan atas dasar jika diperlukan, sehingga pasien menggunakan benzodiazepine kerja cepat jika mereka merasakan kecemasan tertentu. Pendekatan alternative adalah dengan meresepkan benzodiazepine untuk suatu periode terbatas, selama mana pendekatan terapeutik psikososial diterapkan (4). Beberapa masalah adalah berhubungan dengan pemakaian benzodiazepine dalam gangguan kecemasan umum. Kira kira 25-30 % dari semua pasien tidak berespons, dan dapat terjadi toleransi dan ketergantungan. Beberapa pasien juga mengalami gangguan kesadaran saat menggunakan obat dan dengan demikian, adalah berada dalam resiko untuk mengalami kecelakaan kendaraan bermotor (8; 10). Keputusan klinis untuk memulai terapi dengan benzodiazepine harus dipertimbangkan dan spesifik. Diagnosis pasien, gejala sasaran spesifik, dan lamanya pengobatan semuanya harus ditentukan. Dan harus diberikan informasi kepada pasien. Pengobatan untuk sebagian besar keadaan kecemasan berlangsung selama dua sampai enam minggu, diikuti oleh satu atau dua minggu menurunkan obat perlahan-lahan sebelum akhirnya obat dihentikan (4; 9; 10). Untuk pengobatan kecemasan, biasanya memulai dengan obat pada rentang rendah terapeutiknya dan meningkatkan dosis untuk mencapai respons terapeutik. Pemakaian 14



benzodiazepine dengan waktu paruh sedang ( 8 – 15 jam ) kemungkinan menghindari beberapa efek merugikan yang berhubungan dengan penggunaan benzodiazepin dengan waktu paruh panjang. Pemakaian dosis terbagi mencegah perkembangan efek merugikan yang berhubungan dengan kadar plasma puncak yang tinggi. Perbaikan yang didapatkan dengan benzodiazepine mungkin lebih dari sekedar efek anti kecemasan. Sebagai contoh, obat dapat menyebabkan pasien memandang beberapa kejadian dalam pandangan yang positif. Obat juga dapat memiliki kerja disinhibisi ringan, serupa dengan yang dilihat setelah sejumlah kecil alkohol (4; 9). Buspirone. Buspirone kemungkinan besar efektif pada 60 – 80% pasien dengan gangguan kecemasan umum. Data menyatakan bahwa buspirone lebih efektif dalam menurunkan gejala kognitif dari gangguan kecemasan umum dibandingkan dengan menurunkan gejala somatik. tidak adanya gejala putus obat. Bukti-bukti juga menyatakan bahwa pasien yang sebelumnya telah diobati dengan benzodiazepine kemungkinan tidak berespons baik dengan pengobatan buspirone. Tidak adanya respons tersebut mungkin disebabkan oleh tidak adanya efek nonansiolitik dari benzodiazepine, yang terjadi pada terapi buspirone. Kerugian utama dari buspirone adalah bahwa efeknya memerlukan 2 – 3 minggu. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepine dengan buspiron kemudian di lakukan tapering benzodiazepine setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal (4). SSRI (Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors) Sertraline dan paroxetin merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI selektif terutama terhadap pasien GAD dengan riwayat depresi (4). B. Psikoterapi Dalam psikoterapi, psikolog, konselor dan ahli terapis berusaha menyusun terapi psikologis yang beragam untuk pengobatan yang disesuaikan dengan kepribadian klien. Penerapan metode dapat secara personal maupun group (perkelompok). Psikiater berusaha mengkombinasi pengobatan medis dan psikoterapi secara bersamaan. Perlu untuk diketahui bahwa tidak ada pengobatan jenis gangguan kecemasan ini hanya menggunakan satu cara saja, dibutuhkan lebih kombinasi untuk menyembuhkan gangguan kompleks ini. Pendekatan psikoterapi untuk gangguan kecemasan menyeluruh meliputi: a. Terapi kognitif perilaku, terapi ini memiliki keunggulan jangka panjang dan jangka pendek. Pendekatan kognitif secara langsung menjawab distorsi kognitif pasien dan pendekatan perilaku menjawab keluhan somatik secara langsung. 15



b. Terapi suportif, terapi yang menawarkan ketentraman dan kenyamanan bagi pasien. c. Terapi berorientasi tilikan, memusatkan untuk mengungkapkan konflik bawah sadar dan mengenali keuatan ego pasien (7). Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan adalah cognitivebehavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan teknik pelatihan pernafasan atau meditasi ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk penderita kecemasan yang disertai dengan serangan panik. Support group juga diberikan dalam CBT, individu ditempatkan dalam group support yang mendukung proses treatment. Group support dapat berupa sekelompok orang yang memang telah dipersiapkan oleh konselor/terapis untuk mendukung proses terapi atau keluarga juga dapat diambil sebagai group support ini. Mencegah Kemunculan Gangguan Kecemasan 1) Kontrol pernafasan yang baik Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal ini disebabkan otak "bekerja" memutuskan fight or flight ketika respon stres diterima oleh otak. Akibatnya suplai oksigen untuk jaringan tubuh semakin meningkat, ketidakseimbangan jumlah oksigen dan karbondiosida di dalam otak membuat tubuh gemetar, kesulitan bernafas, tubuh menjadi lemah dan gangguan visual. Ambil dalam-dalam sampai memenuhi paru-paru, lepaskan dengan perlahan-lahan akan membuat tubuh jadi nyaman, mengontrol pernafasan juga dapat menghindari srangan panik. 2) Melakukan Relaksasi Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi pegal terutama pada leher, kepala dan rasa nyeri pada dada. Cara yang dapat ditempuh dengan melakukan teknik relaksasi dengan cara duduk atau berbaring, lakukan teknik pernafasan, usahakanlah menemukan kenyamanan selama 30 menit. 3) Intervensi kognitif Kecemasan timbul akibat ketidakberdayaan dalam menghadapi permasalahan, pikiranpikiran negatif secara terus-menerus berkembang dalam pikiran. caranya adalah dengan melakukan intervensi pikiran negatif dengan pikiran positif, sugesti diri dengan hal yang positif, singkirkan pikiran-pikiran yang tidak realistik. Bila tubuh dan pikiran dapat merasakan kenyamanan maka pikiran-pikiran positif yang lebih konstruktif dapat meuncul. Ide-ide kreatif dapat dikembangkan dalam menyelesaikan permasalahan. 4) Pendekatan agama



16



Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran, kedekatan terhadap Tuhan dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan-harapan positif. Dalam Islam, sholat dan metode zikir ditengah malam akan memberikan rasa nyaman dan rasa percaya diri lebih dalam menghadapi masalah. Rasa cemas akan turun. Tindakan bunuh diri dilarang dalam Islam, bila iman semakin kuat maka dorongan bunuh diri (tentamina Suicidum) pada simtom depresi akan hilang. 5) Pendekatan keluarga Dukungan (supportif) keluarga efektif mengurangi kecemasan. Jangan ragu untuk menceritakan permasalahan yang dihadapi bersama-sama anggota keluarga. Ceritakan masalah yang dihadapi secara tenang, katakan bahwa kondisi Anda saat ini sangat tidak menguntungkan dan membutuhkan dukungan anggota keluarga lainnya. Mereka akan berusaha bersama-sama Anda untuk memecahakan masalah Anda yang terbaik. 6) Olahraga Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olahraga akan menyalurkan tumpukan stres secara positif. Lakukan olahraga yang tidak memberatkan, dan memberikan rasa nyaman kepada diri Anda. I.1



Prognosis Pada kasus ini prognosa pasien adalah dubia, karena gangguan cemas menyeluruh pada



pasien ini bersifat kronis yang mungkin seumur hidup, dan sering mengalami kekambuhan, namun pada pasien ini fungsi sosialnya baik.



BAB III PEMBAHASAN KASUS III.1 Anamnesis



17



Diagnosis F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh pada pasien perempuan, usia 27 tahun ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan psikiatri. Pasien ini menujukan adanya gambaran gangguan anxietas menyeluruh yaitu ± 1 tahun ini pasien sering cemas, cemas sering berlebih dan membuat pasien terkadang menjadi sesak, pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, keluhan dirasakan memberat saat pasien sedang ada permasalahan dikerjaan atau keluarganya. Pasien juga mengeluh sering berdebar dan kurang konsentrasi. Dalam setahun ini pasien ± 4 kali sudah keigd dengan keluhan nyeri ulu hati dan dikatakan mengalami maag. Pasien diketahui tinggal sendirian sejak orangtuanya meninggal dan semenjak itu tidak akrab dengan kakak kandungnya Pada kasus ini, penegakkan diagnosis disesuaikan dengan literatur menurut kriteria PPDGJ III dan DSM-IV-TR. A. PPDGJ III  Anxietas/ cemas yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan  Kecemasan (khawatir akan nasib buruk)  Ketegangan motorik (gemetaran)  Overaktivitas otonomik (berkeringat dan jantung berdebar-debar) B. DSM IV  Kecemasan kronik yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan dan  



tahunan dengan gejala bertambah dan kondisi melemah) Gejala respon otonom (palpitasi, ekstremitas sembab, dan berkeringat Ada kecendrungan diturunkan dalam keluarga



Dari hasil pemeriksaan fisik dan neurologik, tidak didapatkan adanya disfungsi otak, maka digolongkan sebagai gangguan jiwa psikotik non organik. Anamnesis didapatkan gejala umum cemas/ansietas yaitu



ketakutan akan bernasib



buruk,



hiperaktivitas otonom (berkeringat, jantung berdebar- debar, nyeri ulu hati) sehingga berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ III, pasien termasuk kedalam gangguan F41.1 gangguan cemas menyeluruh obat mayor dalam gangguan cemas menyeluruh adalah benzodiazepine, serotonin-specific reuptake inhibitors (SSRIs), buspirone (Agonis reseptor 5-HT1A dan efeketif 60-80 % pada paien gangguan cemas menyeluruh), dan venlafaxine ( untuk mengatasi insomnia, konsentrasi rendah, iritabilitas dan ketegangan otot berlebihan dengan gangguan cemas menyeluruh) . Obat lain yang dapat digunakan adalah golongan 18



trisiklik (imipramin), antihistamin, dan the β-adrenergic antagonists (propranolol). Obat yang dapat diberikan pada pasien ini adalah Alprazolam (Benzodiazepine) 0,5 mg 10-0, Meskipun terapi obat pada gangguan cemas menyelutruh dapat terlihat pada perawatan 6- 12 bulan, beberapa bukti mengindikasikan perawatan harus dilakukan seumur hidup. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam.



BAB IV DISKUSI KASUS 1. dr. Ernis : Pada pasien ini berapa lama obat diberikan? Bagaimana cara pemberiannya? Pada pasien ini diberikan obat selama 6-12 bulan dan dilalukakn tapering off sesudahnya, hal ini bertujuan untuk menghindari kekambuhan dan kefektifan dari obat itu sendiri 2. dr. Rizqi : Apa saja diagnose banding pada pasien gangguan cemas menyeluruh? Diagnosa banding pada pasien gangguan cemas menyeluruh adalah gangguan panik dan gangguan somatisasi. Gangguan panic menurut DSM IV adalah suatu rasa takut yang terjadi secara tiba tiba karena suatu hal pencetus. Gangguan somatisasi yakni keluhan yang dirasa pada beberapa organ namun dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan kelainan dan keluhan utama dari ini bukan cemas. 3. dr. Kasmawi : Apakah gangguan cemas dapat berulang ? Ya, gangguan cemas dapat berulang oleh karena itu peran dokter, keluarga dan lingkungan sangat dibutuhkan 4. dr. Yuli : Mengapa pada pasien ini diberikan alprazolam pada pagi hari? 19



Tujuan dari pemberian alprazolam pada pasien ini untuk mengurangi rasa cemas dan memperbaiki moodnya. Sehingga diberikan pagi hari agar pasien dapat beraktfitas dengan lancer dan baik 5. dr. Faiz : Apakah gangguan cemas menyeluruh dapat diturunkan? Ya, gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan jiwa non organic dimana dapat diturunkan sehingga genogram sangat dibutuhkan.



DAFTAR PUSTAKA 1. Idrus, M. Anxietas dan Hipertensi. J Med Nus Vol. 27 No.1 Januari-Maret 2006. Jakarta 2. Wibisono S. 1990 Simposium Anxietas Konsep Diagnosis dan Terapi Mutakhir. Jakarta; 3. Kaplan H.I, Sadok B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri, edisi 7 jilid 1. Bina Rupa Aksara : Jakarta 4. Redayani, P. 2010. Gangguan Cemas Menyeluruh. dalam Buku Ajar Psikiatri. FKUI : Jakarta 5. Maramis, Willy F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya. 6. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa / PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2001. 7. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001 8. Burner, F. 2009. Anxiety (internet) 6 Mei 2009. Bersumber www.emedicinehealth.com/anxiety/article31789638php diakses 29 Juli 2011)



dari



9. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis obat Psikotropika ed. Ketiga. Jakarta : Bagian ilmu kedokteran Jiwa FK-UNIKA Atmajaya; 2001 10. Katzung, B.G. 2002. Penyalahgunaan Obat dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 2, ed.VIII. Jakarta: Salemba Medika



20



21