Laporan Kasus Abses Bartolini Masih Edit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I LAPORAN KASUS



I.



II.



IDENTITAS PASIEN Nama



: Ny. M



Umur



: 08-09-1997



Jenis Kelamin



: Perempuan



Agama



: Islam



Alamat



: jln. Baji Dakka 14B



Suku/bangsa



: Jawa / Indonesia



Pekerjaan



: Pelajar



Status pernikahan



: Belum Menikah



Status Berobat



: Rawat Inap



Bangsal



: Alkautsar



Tanggal Masuk



: 11-01-16



No. RM



: 16 79 53



ANAMNESIS Anamnesis dilakukan 12 januari 2016 Pk. 10.45 WITA di Perawatan Az Zahra RSU Haji Prov. Sul-sel secara autoanamesis. a. Keluhan Utama : benjolan pada bibir kemaluan sebelah kiri. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSU Haji Prov. Sul-sel dengan keluhan benjolan di bibir kemaluan sebelah kiri. Benjolan diketahui pertama kali sejak 2



minggu yang lalu. Awalnya benjolan tersebut sebesar kelereng dan terasa nyeri. Semakin hari benjolan bertambah besar. Nyeri yang dirasakan juga semakin bertambah, sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya seperti saat berjalan atau duduk. Benjolan tidak gatal. Pasien juga mengeluhkan keluar keputihan berwarna kuning, kental, banyak dan berbau amis. Untuk BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien tidak merasakan demam. Riwayat berhubungan dengan pacar (+) sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga kurang menjaga kebersihan kemaluannya c. Riwayat Penyakit Dahulu 



Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya tetapi kempes setelah diobati (kira-kira 1 tahun yang lalu)







Riwayat alergi obat dan makanan



: disangkal.







Riwayat asma



: disangkal.







Riwayat tekanan darah tinggi



: disangkal.







Riwayat kencing manis



: disangkal.







Riwayat konsumsi alkohol dan rokok



: disangkal.



d. Riwayat Penyakit Keluarga    III.



Riwayat asma Riwayat tekanan darah tinggi Riwayat kencing manis



: disangkal. : disangkal. : disangkal.



PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal tanggal 12 januari 2015 Pk. 10.45 WITA   



Keadaan umum Kesadaran Vital sign



: baik. : compos mentis



Tekanan darah



: 110/70 mmHg



Nadi



: 80 x/menit isi dan tegangan cukup



Respiratory rate : 20 x/menit Suhu



: 38,0˚C







Status gizi



: Kesan gizi cukup



a. Status Internus Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher Torak - Cor : Inspeksi Palpasi



-



: Mesocephal. : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-) : Deviasi (-), secret (-) : Nyeri tarik (-), nyeri tekan (-) : Bibir sianosis (-), faring hiperemis (-) : deviasi (-), pembesaran kelenjar tiroid (-) : : ictus cordis tidak terlihat. : ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis



sinistra, nyeri tekan (-). Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal. Auskultasi : normal, tidak ada suara tambahan. Pulmo : Inspeksi : statis, dinamis, retraksi (-). Palpasi : stem fremitus kanan = kiri. Perkusi : sonor seluruh lapang paru. Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-.



Abdomen : Tampak datar, simetris. Ekstremitas Superior : akral dingin (-/-), udem kedua tangan (-/-) Inferior : akral dingin (-/-), udem kedua kaki (-/-) b. Pemeriksaan ginekologi 



Pemeriksaan genitalia eksterna : Inspeksi



 IV.



: massa (+) di labia mayor sinistra, diameter 4 cm, batas



tegas, hiperemis (+), fluor albus (+) warna putih kekuningan, darah (-). Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan. Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan.



RESUME wanita 18 tahun datang ke RSU Haji Prov. Sulsel dengan keluhan benjolan



di labia mayor sinistra, dirasakan sekitar 2 minggu yang lalu, disertai nyeri. Benjolan awalnya kecil kemudian membesar. Pasien juga mengeluhkan flour Albus, vaginal discharge purulent dan fishy oddor. Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sekitar 1 tahun yang lalu.



Dari pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran kompos mentis. Febris (38,0˚C), Tanda vital lain dalam batas normal Pada pemeriksaan genetalia eksterna didapatkan : Inspeksi : massa (+) di labia mayor sinistra, diameter 4 cm, batas tegas, hiperemis (+), fluor albus (+) warna putih kekuningan, darah (-). Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan. Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan. V.



DIAGNOSIS Abses bartholini.



VI.



PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium tanggal 12 Januari 2016. 



Darah rutin Pemeriksaan Hemoglobin Lekosit Eritrosit Hematokrit Trombosit MCV MCH MCHC RDW MPV Limfosit Monosit Granulosit Limfosit % Monosit % Granulosit %



VII.



Hasil 14,00 H 15,26 4,52 40,7 359 90,00 31,00 34,40 11,70 9,1 L18,30 8,30 6,8 L18,30 4,1 67,95



PENATALAKSANAAN a. Non Medikamentosa 



Menjaga kebersihan area kewanitaan.



Nilai Normal 11,7-15,5 3,6 -11 3,8 – 5,2 35 – 42 150-440 80-100 26-34 32-36 11,5-14,5 7-11 17- 35 0,16-1 2,5- 7 25-340 4-6 50-80



 Tirah baring b. Medikamentosa  Ciprofloxacin 2 x 500 mg  Asam mefenamat 3 x 500 mg  Metronidazole 3 x 500 mg c. Program Operasi Incisi Marsupialisasi Drainage : pasang drain karet 2 lbr VIII. MONITORING a. Perbaikan kondisi umum pasien. b. Monitoring tanda-tanda infeksi pada lesi. c. Tanda vital pasien. IX.



EDUKASI a. Pasien diberitahu mengenai penyakitnya dan penyebab dari penyakitnya tersebut. b. Pasien diedukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan di daerah kewanitaannya. c. Pasien diberitahu tentang tindakan operasi yang akan dilakukan dan persiapan-persiapan sebelum operasi.



BAB III TINJAUAN PUSTAKA



ABSES BARTOLINI I.



PENDAHULUAN Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ



genitalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami



gangguan, salah satunya adalah infeksi. Infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya, tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. (1,2) Kelenjar Bartolini pertama kali ditemukan oleh Caspar Bartholin. Seorang ahli anatomi dari Belanda, pada tahun 1677. Kelenjar ini kira-kira berdiameter 0,5 cm dan berada pada labium minor arah jam 4 dan 8. Umumnya, kelenjar ini tidak teraba karena berada dalam jaringan lunak (labia). Setiap kelenjar ini menghasilkan mukus ke dalam duktus yang panjangnya kurang lebih 2,5 cm. Kedua duktus ini, muncul di bagian depan dinding



vagina,



di



sebelah



bawah



himen.



Fungsinya



untuk



mempertahankan kelembaban dari permukaan mukosa vagina. (1,2,3) Abses Bartolini merupakan suatu penyakit infeksi pada kelenjar bartolini, dimana pada awalnya abses berkembang sebagai komplikasi dari bartolinitis yang tidak diberikan pengobatan. Kelenjar Bartolini terletak bilateral pada introitus posterior dan mengalir melalui saluran-saluran yang kosong. Kelenjar bartolini berukuran seperti kacang yang teraba hanya jika duktus bartolini menjadi kistik atau berkembang menjadi abses. (4) Infeksi dari kelenjar bartolini dapat menjadi abses kelenjar bartolini. Abses akan berkembang cepat dalam waktu 3-4 hari. Hal ini dapat menyebabkan seseorang sulit untuk berjalan, duduk atau beraktivitas lainnya yang memberikan tekanan pada vulva. Abses bartolini merupakan masalah yang paling banyak ditemukan pada wanita usia reproduksi. Diagnosis banding dari kista dan abses bartolini ini meliputi lesi kistik dan padat pada daerah vulva, seperti hidradenoma papilliferum dan lipoma. (4) Tujuan dari penatalaksanaan abses bartolini yaitu untuk mempertahankan fungsi dari kelenjar bartolini. Penatalaksanaan yang tepat untuk abses bartolini adalah word cathether yang juga digunakan pada penderita kista bartolini. Selain itu metode sizt bath (rendam air hangat) dapat diberikan.Pemberian antibiotik spektrum luas juga diberikan jika terdapat tanda-tanda selulitis. Biopsi eksisi juga



dapat dilakukan untuk mengetahui adanya adenokarsinoma pada wanita menopause atau perimenopause yang terdapat massa irregular pada kelenjar bartolin. (5) II.



ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR BARTOLINI Kelenjar bartolini berkembang dari tunas dalam epitel daerah posterior



dari vestibulum. Kelenjar ini terletak bilateral di dasar labia minora, dan mengalirkan hasil sekresinya melalui duktus sepanjang 2 – 2,5 cm, yang bermuara ke dalam vestibulum pada arah jam 4 dan jam 8. Kelenjar ini biasanya berukuran sebesar kacang dan ukurannya jarang melebihi 1 cm. Kelenjar ini tidak teraba kecuali pada keadaan penyakit atau infeksi.(3,5) Kelenjar bartolini (greater vestibular glands) merupakan homolog dari kelenjar Cowper (kelenjar bulbourethral pada laki-laki). Pada masa pubertas, kelenjar ini mulai berfungsi, memberikan kelembaban bagi vestibulum. (6)



Kelenjar Bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervushemoroidal inferior.(1,2,7) Kelenjar Bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar



bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palpasi.(1,2,7) seperti pada gambar dibawah ini :



Gambar Anatomi Kelenjar Bartolini (Dikutip dari kepustakaan no.5) III.



EPIDEMIOLOGI Hasil penelitian tahun 2005 di Jepang pada pemeriksaan mikrobiologidari



224 kasus menunjukkan hasil positif pada organisme aerobik dan anaerobik penyebab abses bartolini



yaitu sebanyak 219 kasus dan hasil negatif dalam



5 kasus.(8)Escherechia coli merupakan organisme aerobik terbanyak penyebab abses bartolini, sedangkan pada organisme anaerobik penyebab terbanyak yaitu Bacteroides fragilis.(8) Satu dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses di dalam hidup mereka. Frekuensi tersering timbulnya abses bartolini terutama pada usia 20-30 tahun.(5,6)Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Involusi bertahap dari kelenjar bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun.(6) IV.



ETIOLOGI Banyak bakteri yang terisolasi menjadi bakteri yang patogen.Jenis bakteri



yang paling banyak adalah Escherichia coli, bakteri patogen yang menyebar secara seksual Neisseria gonorrhoeaedanC. trachomatis.(5,8,9) Dalam beberapa studi kasus bakteri Escherichia co1i didapatkan sebagai bakteri penyebab utama dari beberapa penyakit infeksi traktus gentalia



wanita termasuk bartolinitis.(10,11)Neisseria gonorrhoeae juga merupakan salah satu organisme penyebab utama dari abses kelenjar bartolin.(6) Bakteri penyebab abses bartolini :(6) Organisme aerobic



V.



Organisme anaerobik



Staphylococcus aureus



Bacteroides fragilis



Neisseria gonorrhoeae



Clostridium perftingens



Escherichia coli



Peptostreptococcus species



Streptococcusfaecalis Pseudomonas aeruginosa Chlamydia trachomatis



Fusobacterium species



PATOGENESIS Kelenjar bartolini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina.



Cairan ini mengalir ke dalam duktus sepanjang 2,5 cm yang tersusun atas epitel transisional. Duktus ini bermuara pada bagian luar himen dan labium, dimana duktus pada bagian ini tersusun atas epitel skuamosa.(3) Pada masa pubertas kelenjar ini memulai fungsinya untuk memberikan kelembaban vestibula.Ukuran kelenjar bartolini seperti kacang polong dan jarang melebihi 1 cm.(1, 3, 5) Adanya peradangan pada kelenjar bartolini disebabkan oleh bakteri Gonococcus atau bakteri lainnya yang menyebabkan terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini. Ada kalanya bartolinitis menjadi abses karena duktus kelenjar tertutup dan terjadi proses pernahanan di dalam kelenjar tersebut. Kista bartolini terjadi karena adanya sumbatan pada salah satu duktus sehingga mukus yang di hasilkan tidak dapat di sekresi.Sumbatan dapat disebabkan oleh mukus yang mengental, infeksi, inflamasi kronik, trauma, atau gangguan kongenital.Jika terjadi infeksi pada kista bartolini maka kista ini dapat berubah dapat menjadi abses, yang ukurannya dapat meningkat setiap hari dan sangat nyeri.Namun kista tidak harus selalu ada mendahului terbentuknya abses.(3, 5)



VI.



GAMBARAN KLINIS Gejala kista bartolini berbeda dengan abses bartolini. Adapun gejala dari



abses bartolini, yaitu :(3,4,12) 



Akut, pembengkakan labia unilateral disertai nyeri. Abses bartolini biasanya berkembang selama dua sampai empat hari dan dapat menjadi lebih besar dari 8 cm. Cenderung pecah dan mengering setelah empat sampai lima hari







Dispareunia







Kesulitan dalam berjalan atau duduk.







Vaginal discharge mungkin ada, terutama jika infeksi disebabkan oleh organisme menular seksual







Pada beberapa kasus, dapat ditemukan selulitis







Demam tidak khas untuk abses bartolini,tetapi bisa terjadi



Kista atau abses bartolini didapatkan melalui pemeriksaan fisik, khususnya dengan pemeriksaan ginekologi pelvis. Pada pemeriksaan fisik dengan posisi litotomi, kista terdapat dibagian unilateral, nyeri, eritema, edema, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang eritema pada posisi jam 5 atau 7 pada labium minus posterior.(4,6)



Gambar Abses Bartolini (Dikutip dari kepustakaan no. 3) VII.



PEMERIKSAAN PENUNJANG



1. Pemeriksaan gram dan biakan materi purulen membantu identifikasi bakteri patogen.(3) 2. Pemeriksaan darah rutin untuk melihat adanya tidaknya leukositosis. Namun apabila



pasien



afebris,



laboratorium



darah



tidak



diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi.(4, 8) 3. Mengambil sampel sekresi dari vagina atau serviks untuk mengetahui adanya infeksi menular seksual, gonore, sifilis atau infeksi menular seksual lainnya. Kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasi jenis bakteri penyebab infeksi Gonorrhea dan Chlamidia. Untuk kultur, di ambil swab dari abses atau daerah lain seperti serviks. Basil tes ini baru dapat dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak menunda pengobatan. Dari basil tes ini dapat diketahui apakah antibiotik perlu diberikan.(8, 13) 4. Biopsi dari massa untuk mengetahui adanya sel-sel kanker, bagi pasien:(12) a) Perimenopause, menopause atau usia lebih dari 40 tahun b) Kegagalan penyembuhan dengan pengobatan yang teratur c) Ada riwayat menderita keganasan labial d) Kronik dan atau tidak nyeri sama sekali



VIII. DIAGNOSIS 1. Anamnesis Sebagian besar pasien akan merasa demam, walaupun tidak spesifik karena bergantung daya tahan tubuh pasien. Pasien akan mengeluh nyeri pada perineum hebat yang terutama dirasakan saat berjalan, duduk, dan koitus. Nyeri kemudian menghilang yang diikuti dengan munculnya duh.( 4, 6) 2. Pemeriksaan Fisis Abses dapat didiagnosis melalui pemeriksaan fisik khususnya dengan pemeriksaan ginekologis pelvik.Pemeriksaan fisik dengan posisi litotomi. Adapun hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap abses bartolini adalah sebagai berikut:(6)



 Pada inspeksi, terlihat massa unilateral di daerah labium, biasanya pada labium minor arah jam 4 dan 8 atau posisi jam 5 atau 7 dengan daerah sekitar yang eritema dan edema.  Dalam beberapa kasus didapatkan daerah selulitis disekitar abses  Pada perabaan teraba massa yang lunak, berbatas tegas, berfluktuasi, sferis, dan sangat nyeri tekan.  Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat duh yang purulen. IX.



DIAGNOSIS BANDING 1. Bartolinitis Bartolinitis adalah sumbatan duktus utama kalenjar bartolin menyebabkan



retensi sekresi dan dilatasi kistik.Bartholinitis adalah infeksi pada glandula bartholin yang mana sering kali timbul pada gonorea akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya: streptoccus atau basil coli. (7,14) Bartholinitis merupakan infeksi kelenjar Bartholini (nama diambil dari seorang ahli anatomi belanda) yang letaknya bilateral pada bagian dasar labia minor. Kelenjar ini bermuara pada posisi kira2 jam 4 dan jam 8. Ukurannya sebesar kacang dan tidak melebihi 1 cm, dan pada pemeriksaan dalam keadaan normal tidak teraba. (7,14) (lihat gambar di bawah ini) Infeksi pada kelenjar ini disebabkan oleh kuman golongan staphylococcus dan gonococcus. Gejalanya berupa gejala umum kalau kita terinfeksi kuman seperti pegel2 atau rasa tidak enak badan sampai demam, sedangkan gejala lokal berupa pemebengkakan pada vagina bagian bawah kiri atau kanan, kemerahan dan nyeri jika diraba. Pada infeksi yang kronis dapat menyebabkan kista bartholini. (14) (lihat gambar dibawah ini/tanda panah putih) Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di bagian dalam vagina agak keluar. Mulai dari chlamydia, gonorrhea, dan sebagainya.



Infeksi



ini



kemudian



menyumbat



mulut



kelenjar



tempat



diproduksinya cairan pelumas vagina. Tanda dan Gejala: (7,14)  Pada vulva terjadi perubahan warna, kulit,membengkak, timbunan nanah dalam kelenjar, nyeri tekan.







Kelenjar bartolin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita







berjalan atau duduk, juga dapat disertai demam Kebanyakkan wanita dengan penderita ini



datang



ke



PUSKESMAS dengan keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan suami, rasa sakit saat buang air kecil, atau  



ada benjolan di sekitar alat kelamin. Terdapat abses pada daerah kelamin Pada pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan







bercampur dengan darah. Juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan memeriksa hapusan urethra dan vulva dengan metode blue atau gram, positif bila dijumpai banyak sel nanah dan diplokokkus intra maupun ekstraseluler.



Dampak Bagi Kehamilan dan Persalinan Dampak terhadap kehamilan dan bayi khususnya pada bartholinitis yang disebabkan oleh Gonokokkus yaitu : (15,16)  Sering dijumpainya kemandulan anak satu (one child sterility) pada penderita atau bekas penderita karena pada saat persalinan lendir kental dalam cervix lenyap dan ostium terbuka hingga akhirnya Gonokokkus ada kesempatan untuk mejalar ke atas berturut-turut menyebabkan endometritis dan salpingitis (salpingitis inilah 



penyebab kemandulan tersebut), Anak yang melalui jalan lahir dapat kemasukan Gonococcus ke dalam matanya dan menderita konjungtivitis gonorea neonatorum (blenorea neonati).Radang pada glandula bartholini dapat terjadi berulang - ulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista Bartholini. Sebaiknya kista yang kecil dan tenang pada wanita hamil dibiarkan saja dan baru diangkat kira-kira 3 bulan setelah persalinan. Apabila kista sering meradang walaupun sudah diobati berukang kali, atau apabila kista sangat besar sehingga dikhawatirkan akan pecah waktu persalinan, maka sebaiknya kista tersebut diangkat dalam keadaan tenang sebelum persalinan. Adakalanya kista yang sangat besar baru diketahui



sewaktu wanita sudah dalam persalinan. Dalam hal demikian dilakukan punksi dan cairan dikeluarkan, walaupun ini bukan terapi



tetap.



Selanjutnya



dilakukan



marsupialisasi



(nanah



dikeluarkan) sebagai tindakan tanpa resiko dengan hasil yang memuaskan. Pada tindakan ini setelah diadakan sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka pada sayatan. 2. Kista Bartolini Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.(15,18,19)



Gambar Kista Bartolini (dikutip dari kepustaan no.17) Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada bartholinitis kelenjar ini akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya akan menjadi nanah dam keluar pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut maka dapat terjadi sumbatan pada salah satu duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan



terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan menbentuk suatu kista. (15,18)



Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cms seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi.(15,18,19) Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk.(15,19) Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Jika kista terinfeksi, gajala klinik berupa(15,19)  Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.  Umumnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisme   



yang ditularkan melalui hubungan seksual. Dispareunia. Biasanya ada secret di vagina. Dapat terjadi ruptur spontan. Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu



diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas, gatal, Sudah berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menulat seksual sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga.(15,19) Kista bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan dengan posisi litotomi, terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5 atau jam 7 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidantifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tahu tidaknya infeksi menular.(15,18,19)



Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebri, tes laboratorium darah tidak diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses Bartholini.(15,18,19) X. PENATALAKSANAAN Pemberian terapi pada abses bartolini hampir sama dengan kista bartolini simptomatik. Adapun terapi yang dapat diberikan pada abses bartolini, yakni : 



Sitz bath Jika suatu abses timbul, penanganan konservatif dengan Sitz bath. Caranya



yaitu dengan duduk di dalam bak mandi yang di isi dengan air hangat dimana bokong dan genital harus terendam air selama 10-15 menit pada satu waktu, 3-4 kali sehari.(4, 5) 



Pemberian antibiotik sistemik, topikal dan analgetik. Antibiotik spektrum luas seperti ceftriaxone 125 mg IM dosis tunggal



sangat efektif untuk N.Gonorrhoea dan mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi terhadap resisten organisme.Ciprofloxacin 250 mg satu kali pemberian merupakan alternatif pengobatan antibiotik selain ceftriaxon.Doxycycline 100 mg selama 7 hari diindikasikan untuk Chlamydia trachomatis.Azithromycin 1 gram peroral dalam satu kali pemberian di gunakan juga untuk Chlamydia trachomatis.Jika kista terinfeksi menjadi abses, diperlukan obat-obatan baik topikal maupun anastesi lokal, untuk infeksi lokal, yang sering digunakan adalah antibiotik seperti mupirocin. Sedangkan golongan anastesi digunakan topikal pada mukosa vagina secara injeksi pada submukosa yaitu lidokain topikal 3-5mg/kgBB, injeksi 35mg/kgBB, bupivakain dengan dosis maksimal 225 mg dengan epinefrin, 175 mg tanpa epinefrin di injeksikan ke dalam submukosa dan triamcinolon-acetonide 5 mg/i.c injeksi untuk mengurangi inflamasi pada kista secara cepat dan mudah. Antibiotik biasanya diberikan segera setelah insisi dan drainase dilakukan.(3,18,20) 



Kateter Word



Kateter word pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960-an. Kateter word merupakan kateter kecil dengan balon yang dapat dikembangkan dengan salin pada ujung distalnya.Prosedur ini harus dilakukan dalam teknik steril.Penting untuk menarik dinding kista sebelum insisi dilakukan, jika tidak demikian maka kemungkinan dapat mengakibatkan kolaps kista.Insisi tidak boleh dilakukan diluar labium karena dapat terbentuk fistel yang permanent. Dengan menggunakan scalpel no.11 dilakukan insisi 0,5 cm pada abses di permukaan mukosa labia minora. Kateter ini dimasukkan ke dalam luka insisi setelah dilakukan drainase cairan.Sebelum dimasukkan, ujung kateter diolesi dengan gel untuk membantu lubrikasi. Jika insisi terlalu lebar kateter word akan terjatuh. Ujung dari kateter dimasukkan dalam lubang, dan balon dikembangkan dengan 4 ml salin. Sementara ujung kateter lain dimasukkan kedalam vagina demi kenyamanan pasien. Agar terjadi epitalisasi pada daerah insisi, kateter word di pasang selama 4-6 minggu, hal ini juga bertujuan untuk memperkecil rekurensi.Pasien dinasehati untuk mandi duduk sebanyak 2-3 kali selama 2 hari dan tidak melakukan hubungan seksual sampai kateter di lepaskan.Kesederhanaan teknik ini merupakan keuntungan utamanya.Tidak terlalu mengganggu pasien dan mengembalikan fungsi kelenjar.Kateter word aman dan efektif untuk mengobati abses bartolini.Kegagalan untuk menjaga kista terbuka dapat meningkatkan faktor resiko rekurensi.(3,5,18,20)



Gambar word catheter (Dikutip dari kepustakaan no.5) 



Eksisi Eksisi dapat dilakukan pada kista yang cenderung berulang beberapa



kali.Prosedur ini tidak dapat dilakukan di tempat praktek, melainkan dikamar operasi karena dapat terjadi perdarahan dari vena-vena sekitarnya.Prosedur ini menggunakan anastesi umum dan dapat menimbulkan hemoragik, hematom, infeksi sekunder dan dispareunia akibat pembentukan jaringan parut.Eksisi kelenjar bartolini dilakukan jika tidak ada infeksi aktif.Jika sebelumnya telah dilakukan beberapa tindakan untuk drainase kista atau abses maka kemungkinan ada perlengketan yang dapat mempersulit eksisi dan dapat menimbulkan jaringan parut yang disertai nyeri kronis pasca operasi. Beberapa peneliti menyarankan eksisi pada kelenjar bartolini untuk mencegah adenomakarsinoma jika kista atau abses menyerang diatas 40 tahun, meskipun adenokarsinoma pada kelenjar bartolini termasuk dalam kasus yang jarang terjadi.(3, 5) 



Marsupialisasi Marsupialisasi dari kelenjar bartolin umumnya ditunjukkan bila ada abses



yang besar yang membuat bedah eksisi kelenjar menjadi sulit. Pada operasi ini, ahli bedah akan membuka lebar dinding abses sehingga memungkinkan untuk mengeluarkan eksudat purulen. Membran abses kemudian dijahit ke mukosa vagina dan kulit pada introitus vagina untuk efek granulasi dan reepitelisasi kelenjar bartolin adalah untuk menghilangkan abses sedemikian rupa sehingga akan terjadi epitelisasi pada bagian dasar.(3, 5, 20) Alternatif selain pemasangan kateter word adalah marsupialisasi dari kista bartolini.Marsupialisasi



dapat dilakukan disebuah kamar bedah rawat jalan.



Setelah persiapan steril dan dilakukan anastesi local, dinding kista dijepit dengan 2 hemostat kecil. Kemudian insisi vertikal dibuat di ruang depan di tengah – tengah kista dan diluar cincin hymenal dengan sayatan sekitar 1,5-3 cm, tergantung pada ukuran kista. Setelah kista dipotong secara vertikal, pada rongga dilakukan irigasi dengan larutan garam dan jika perlu lokulasi dapat dipecah dengan hemostat.Dinding kista kemudian diangkat dan diperkirakan ke tepi vestibular mukosa dengan jahitan interuptus 2-0 yang dapat diserap.Sekitar 5 – 15 % dari kista bartolin dapat kambuh setelah marsupilisasi. Komplikasi yang berkaitan dengan prosedur ini termasuk dispareunia, hematom, dan infeksi.(21)



Gambar Marsupialisasi ( Dikutip dari kepustakaan No.21) I.



KOMPLIKASI  Dapat ditemukan nekrotik setelah drainase abses,namun jarang(3)  Toxic Shock Syndrome  Perdarahan, khususnya pada pasien dengan koagulopati(5)



 II.



Dapat terjadi skar kosmetik



PROGNOSIS  Kesempatan sembuh baik sekali(3)  Angka rekuren umumnya dilaporkan kurang dari 20%.(3)



III.



PENCEGAHAN Jika kista bartolini berkembang, pengobatan yang tepat dengan sitz bath



dapat mencegah perkembangan abses. Praktek seks aman dapat menurunkan penyebaran penyakit menular seksual dan karenanya mencegah pembentukan abses yang disebabkan oleh organisme.(3, 5)



BAB IV ANALISA KASUS



Dari anamnesis didapatkan data Ny. M, usia 19 tahun datang ke RSUD Haji Provinsi Sulawesi selatan dengan keluhan benjolan di labia mayor sinistra, dirasakan sekitar 2 minggu yang lalu, disertai nyeri. Benjolan awalnya sebesar kelereng semakin membesar disertai bertambah



sehingga



mengganggu



nyeri, rasa nyeri dirasakan semakin aktivitas



sehari-harinya.



Pasien



juga



mengeluhkan flour Albus, vaginal discharge purulent dan fishy oddor. Pasien memiliki riwayat keluhan yang sama sekitar 1 tahun yang lalu. Dari anamnesa juga diketahui pasien kurang menjaga higienitas. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran kompos mentis. Febris (38,0˚C), Tanda vital lain dalam batas normal Pada pemeriksaan genetalia eksterna didapatkan : Inspeksi : massa (+) di labia mayor sinistra, diameter 4 cm, batas tegas, hiperemis (+), fluor albus (+) warna putih kekuningan, darah (-). Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan. Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan genitalia eksterna dan pemeriksaan penunjang yang didapatkan sesuai dengan teori pada tinjauan pustaka yang disebutkan mengenai tanda dan gejala abses bartholini. Factor resiko dari kasus ini kemungkinan disebabkan oleh prilaku pasien yang kurang menjaga higienitas serta memiliki riwayat keluhan yang sama. Penanganan pada pasien ini diberikan terapi anti inflamasi nonsteroid berupa injeksi ketorolak 3x30 mg IV. Untuk mengurangi peradangan pada reaksi bakteri diberikan antibiotik spektum luas berupa Ceftriaxon 3x1 gr secara intravena untuk menghambat sintesis mukopeptida pada dinding sel bakteri. Pasien di berikan sulfas ferosus 300 mg 2x 1 tab untuk membantu pembentukan sel darah merah. Setelah nyeri yang dirasakan menghilang akan dilakukan penanganan pendukung yaitu operasi marsupialisasi kisata dan mengeluarkan isi rongga.



BAB V



dengan cara menginsisi



KESIMPULAN Abses Bartolini merupakan suatu penyakit infeksi pada kelenjar bartolini, dimana pada awalnya abses berkembang sebagai komplikasi dari bartolinitis yang tidak diberikan pengobatan. Kelenjar Bartolini terletak bilateral pada introitus posterior dan mengalir melalui saluran-saluran yang kosong. Kelenjar bartolini berukuran seperti kacang yang teraba hanya jika duktus bartolini menjadi kistik atau berkembang menjadi abses. Abses bartolini terutama disebabkan oleh bakteri dan patogen menular seksual hanya jarang terlibat dalam patogenesis tersebut. Biasanya terjadi pada wanita usia reproduksi. Suatu abses bartolini menyebabkan rasa sakit selain pembengkakan. Daerah bengkak sangat lembut dan kulit memerah. Berjalan dan duduk mungkin sangat menyakitkan. Jika suatu abses timbul penanganan konservatif dengan Sitz bath. Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder. Ketika tumor berfluktuasi, insisi dan drainase sebaiknya dilakukan.Word kateter merupakan penatalaksanaan yang aman dan efektif.



DAFTAR PUSTAKA



1. Snell, RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. 2. Guyton, AC & Hall, CE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Philadelphia : Elsevier Saunders. 2006.



3. Murtiastutik D. Infeksi Menular Seksual. 2 ed. Barakbah J, Lumintang H, Martodihardjo S, editors. Surabaya: Airlangga University Press; 2008. p.1828,45-55,92-100. 4. Daili SF, Indriatmi W, Zubier F. Infeksi Menular Seksual. 4 ed. Jakarta: FKUI; 2009. p.17-25. 5. Schecter JC. Bartholin Gland Disease. 2010 [updated 6 Desember 2010; cited



2011



10



Desember];



Available



from:



http://emedicine.medscape.com/article/777112-overview. 6. Omole F, Barbara JS, Hacker Y. American Family Physician : Management of Bartholin's Duct Cyst and Gland Abscess. 2011:p.135-40. 7. Sarwono Prawiro hardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2006. 8. Tanaka K, Mikamo H, et.all. Microbiology of Bartholin's Gland Abscess in Japan. Journal of Clinical Microbiology. 2005:p.4258-61. 9. R.J.Hay, Adriaans BM. Virus Infection. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 7 ed. USA: Blackwell Publishing; 2004. p. 27.1-.12. 10. Halpern AV, Heymann WR. Infection, Infestation and Bites. In: Bolognia J, L.Jorizzo J, P.Rapini R, editors. Dermatology. 2 ed. USA: Clara Toombs; 2008. 11. A.Pinsky B, J.Baron E, Janda JM, Banaei N. Bartholin's abscess caused by hypermucoviscous



Klebsiella



pnuemoniae.



USA:



Department



of



Pathology,Stanford University School of Medicine; 2009. p.671-3. 12. R R, Torgerson, Edwards L. Disease and Disorder of Female Genitalia. In: Wolff K, A.Goldsmith L, I.Katz S, A.Gilhrest B, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7 ed. London: The MacGraw-Hill; 2008. p.682. 13. Adler M, Cowan F, French P, et.all. ABC of Sexually Transmitted Infections : Other Conditions that Affect The Female Genital Tract. 5 ed. London: BMJ; 2005.p. 39. 14. Francin, P. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. EGC, Jakarta:2005. 15. Manuaba, Chandranita, dkk. Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan Obstetri-Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: ECG. 2008. 16. Wechter.ME, WU.JM, Marzano.D, Haefner.H. Management of Bartholin duct cyst and abscesses. Florida: Department of Gynecology; 2009 [updated



Juni



2009;



cited



2011



10



Desember];



Available



from:



http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19445813. 17. Micali G. Benign Vulvar Lesions. 2011 [updated 14 July 2011; cited 2011 10



Desember];



Available



from:



http://emedicine.medscape.com/article/264648-overview. 18. Sarwono Prawiro hardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2006. 19. Badziat, Ali. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Media Aesculapius. 2003. 20. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC. 21. R.Wheeless.JR C, L.Roenneburg M. Atlas of Pelvic Suregery : Bartholin's Gland Cyst Marsupialization. [cited 2011 10 Desember]; Available from: http://www.atlasofpelvicsurgery.com/1VulvaandIntroitus/3bartholinsglandcy st/chap1sec3.html.



LAPORAN OPERASI



Nama pasien



: Ny. Nurkhayati



Usia



: 37 tahun.



No. RM



: 17 27 32.



PAV



: Bugenvil



Kelas



: III (UMUM)



Nama Operator



: dr. M. Taufiqy, Sp. O.G



Nama Asisten



: dr. Hotland.



Diagnosis pra operatif : Kista bartholini Diagnosis post operatif : Kista bartholini Nama macam operasi : Marsupialisasi



Tanggal operasi



: 24 Oktober 2013.



Operasi dimulai



: Pk. 11.15 WIB.



Operasi selesai



: Pk. 11.45 WIB.



Lama operasi



: 30 menit.



1. 2. 3. 4.



Pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi litotomi. Asepsis antiseptik daerah tindakan. Pasang duk steril. Dilakukan insisi pada kista bartholini, dilakukan pembebasan kapsul dengan



dinding kista lapis demi lapis. 5. Eksplorasi perdarahan (-). 6. Rawat perdarahan. 7. Tutup lapisan kulit, rawat luka dengan betadine. 8. Tindakan selesai. Catatan Kemajuan Pasien Tanggal/Jam 22-10-2013



Keadaan Umum S : nyeri pada benjolan. O: - KU : baik. - Kesadaran : kompos mentis - TV TD : 110/70 mmHg Nadi : 80x RR : 20x Suhu : 37°C



Tindakan - RL 20 tetes per menit. - Inj ketorolak 3x30 mg IV. - Inj ceftriaxon 3x1 gram IV. - Vit Bc/C/SF 2x1 tab. - Mempersiapkan untuk program marsupialisasi - Pengawasan KU, TV.



Pemeriksaan : - Mata : Konjungtiva anemis (-/-) - Thorax : cor dan pulmo dbn. - Abdomen : supel, hepar dan lien tidak teraba. - Ekstremitas : akral dingin (-/-) - BAK dbn - BAB dbn



23-10-2013



D/ kista bartholini S : nyeri pada benjolan.



- RL 20 tetes per menit. - Inj ketorolak 3x30 mg IV.



O: - KU : baik. - Kesadaran : kompos mentis - TV TD : 120/80 mmHg Nadi : 84x RR : 20x Suhu : 37°C



- Inj ceftriaxon 3x1 gram IV. - Vit Bc/C/SF 2x1 tab. - Mempersiapkan untuk program marsupialisasi OK (+), Anst (+) - Pengawasan KU, TV.



Pemeriksaan : - Mata : Konjungtiva anemis (-/-) - Thorax : cor dan pulmo dbn. - Abdomen : supel, hepar dan lien tidak teraba. - Ekstremitas : akral dingin (-/-) - BAK dbn - BAB dbn D/ kista bartholini



24-10-2013



S : nyeri pada benjolan. O: - KU : baik. - Kesadaran : kompos mentis - TV TD : 120/80 mmHg Nadi : 82x RR : 20x Suhu : 37°C



- RL 20 tetes per menit. - Inj ketorolak 3x30 mg IV. - Inj ceftriaxon 3x1 gram IV. - Vit Bc/C/SF 2x1 tab. - Program marsupialisasi



Pemeriksaan : - Mata : Konjungtiva anemis (-/-) - Thorax : cor dan pulmo dbn. - Abdomen : supel, hepar dan lien tidak teraba. - Ekstremitas : akral dingin (-/-) - BAK dbn - BAB dbn



25-9-2013



D/ kista bartholini S : nyeri pada lokasi operasi



- Ceftriaxon 3x1 tab



O: - KU : baik. - Kesadaran : kompos mentis - TV TD : 110/70 mmHg Nadi : 82x RR : 20x Suhu : 37°C Pemeriksaan : - Mata : Konjungtiva anemis (-/-) - Thorax : cor dan pulmo dbn. - Abdomen : supel, hepar dan lien tidak teraba. - Ekstremitas : akral dingin (-/-) - BAK dbn - BAB dbn D/ kista bartholini post marsupialisasi



- Asam mefenamat 3x500 mg tab. - Vit Bc/C/SF 2x1 tab. - Pasien acc pulang