Laporan Kasus Hipertiroid [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HIPERTIROID A. PENDAHULUAN Makhluk hidup terus mengembangkan struktur dan fungsinya yang kompleks, oleh karena itu integrasi berbagai komponen dalam diri makhluk hidup menjadi penting sekali bagi kelangsungan hidupnya. Integrasi ini dipengaruhi oleh dua sistem: (1) sistem saraf pusat dan (2) sistem endokrin. Kedua sistem ini berhubungan secara embriologis, anatomis, dan fungsional. Contohnya, banyak kelenjar endokrin juga berasal dari neuroektodermal, yaitu lapisan embriologinal yang juga merupakan asal dari sistem saraf pusat. Selain itu, terdapat hubungan anatomis antara sistem saraf pusat dan sistem endokrin, terutama melalui hipotalamus. Akibatnya, rangsangan yang mengganggu sistem saraf pusat seringkali juga mengubah fungsi sistem endokrin. Sebaliknya, perubahan fungsi sistem endokrin dapat berakibat pada fungsi SSP. Paduan kerja sama antara sistem neuroendokrin membantu organisme memberikan reaksi maksimal terhadap rangsangan internal dan eksternal.



1



Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang menyekresi hormon yang membantu memelihara dan mengatur fungsi-fungsi vital seperti (1) respons terhadap stres dan cedera, (2) pertumbuhan dan perkembangan, (3) reproduksi, (4) homeostasis ion, (5) metabolisme energi, dan (6) respons kekebalan tubuh.



1



Seperti penyakit endokrin lainnya, penyakir kelenjar tiroid dapat berupa: 1. Pembentukan hormon tiroid yang berlebihan (hipertiroidisme) 2. Defisiensi produksi hormon (hipotiroidisme) 3. Pembesaran tiroid (goiter) tanpa bukti adanya pembentukan hormon tiroid abnormal. Selain itu, pasien yang memiliki penyakit sistemik dapat mengalami perubahan metabolisme tiroksin dan fungsi tiroid.



1



Tiroksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tiroksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin penuh. Rangsang oleh TSH atau TSH-like substances (TSI,TSAb), autonomi intrinsik kelenjar menyebabkan tiroid meningkat,



terihat dari radioaktif neck-uptake turun. Sebaliknya pada destruksi kelenjar misalnya karena radang, inflamasi, radiasi akan terjadi kerusakan sel hingga hormon yang tersimpan dalam folikel keluar masuk darah. Dapat pula karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan.



1



B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID Kelenjar tiroid terdapat di bawah laring pada kedua sisi, tepatnya pada sisi anterior trakea. Salah satu kelenjar endokrin terbesar ini memiliki berat 15 hingga 20 gram. Kelenjar ini mensekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3), keduanya dapat meningkatkan metabolisme tubuh. Tidak hanya itu, terdapat juga hormon kalsitonin yang disekresi kelenjar ini. Hormon tersebut berfungsi dalam metabolisme kalsium. Keseluruhan sekresi hormon-hormon di atas diatur oleh sekresi hormon perangsang-tiroid (thyroid stimulating hormon, TSH) yang dihasilkan kelenjar hipofisis anterior. Hormon-hormon tersebut di atas diproduksi di dalam folikel-folikel kelenjar tiroid. Satu folikel memiliki diameter diantara 100 hingga 300 mikrometer. Folikel tersebut dilapisi oleh sel-sel epitel kuboid (gepeng ketika inaktif) yang dinamai sel folikular. Sel folikular mengeluarkan hormon yang dihasilkannya ke bagian dalam folikel yang juga diisi cairan koloid. Koloid terdiri atas glikoprotein tiroglobulin besar, di dalam molekulmolekulnya mengandung hormon tiroid. Proses Pembentukan Hormon Kelenjar Tiroid •



Bahan Baku Yodium Untuk membuat tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya dibutuhkan 50 mg



yodium yang ditelan dalam bentuk iodida. Setelah ditelan per oral, iodida akan diabsorpsi dari saluran cerna ke dalam darah. Seperlima dari iodida yang beredar di darah akan digunakan oleh kelenjar tiroid sebagai bahan baku. •



Pompa Iodida (Trapping)



Tahap pertama pembuatan hormon tiroid dimulai disini, yakni pengangkutan iodida dari darah ke dalam sel-sel dan folikel kelenjar tiroid. Iodida akan dipompakan secara aktif oleh membran basal sel tiroid, kemampuan ini disebut iodide trapping. Pada keadaan normal, kelenjar tiroid (pompa iodida) dapat memekatkan iodida 30 kali dari konsentrasinya di dalam darah. Jika pompa menjadi sangat aktif, tingkat kepekatan dapat meningkat menjadi 250 kali lipat. Faktor-faktor yang berperan pada kecepatan trapping antara lain TSH (menaikkan kerja) dan hipofisektomi (mengurangi aktivitas pompa iodida). •



Proses Kimia Pembentukan Tiroksin dan Triyodotironin Sekresi Tiroglobulin. Retikulum endoplasma dan aparatus Golgi mensintesis dan



menyekresi molekul glikoprotein besar yang disebut tiroglobulin, dengan berat molekul 335.000, ke dalam folikel. Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amino tirosin, dan tiroglobulin merupakan substrat utama yang bergabung dengan iodida untuk membentuk hormon tiroid. Hormon tiroksin dan triiodotironin dibentuk dari asam amino tirosin, yang merupakan sisa bagian dari molekul tiroglobulin selama sintesis hormon tiroid. •



o



Oksidasi Ion Iodida. Awalnya, ion yodium berbentuk nascent iodine (I ) atau I3-. Bentuk ion ini harus dioksidasi agar bisa berikatan dengan asam amino tirosin. Proses oksidasi yodium tersebut ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertanya hidrogen peroksidase. Enzim peroksidase terletak di bagian apikal membran sel atau melekat pada membran sel, sehinga menempatkan yodium yang teroksidasi tadi di dalam sel tepat pada molekul tiroglobulin mula-mula dikeluarkan dari alat golgi dan melalui membran sel masuk ke dalam tempat penyimpanan koloid kelenjar tiroid.







Iodinasi



Tirosin,



‘Organifikasi’



molekul



tiroglobulin



disebut



Tiroglobulin . Pengikatan iodium dengan



organifikasi tiroglobulin.



Iodium



yang



sudah



teroksidasi akan berikatan langsung, meskipun sangat lambat, dengan asam amino tirosin. Di dalam sel-sel tiroid, iodium yang teroksidasi itu berasosiasi dengan enzim iodinase yang menyebabkan proses di atas dapat berlangsung selama beberapa detik hingga menit. Dengan kecepatan yang sama dengan pelpasan tiroglobulin dari aparatus Golgi, iodium akan berikatan dengan seperenam bagian dari asam amino tirosin yang ada pada molekul tiroglobulin. Tirosin mula-mula diiodisasi menjadi



monoiodotirosin dan selanjutnya menadi diiodotirosin. Selama beberapa hari berikutnya, makin banyak sisa diiodotirosin yang saling bergandengan (coupling) satu sama lainnya. Reaksi ini disebut coupling reaction. Hasil penggabungan satu molekul monoiodotirosin dengan satu molekul diiodotirosin membentuk 3,5,3’-Triyodotironin (T3). Sementara, jika dua diiodotirosin bergabung, terbentuklah Tiroksin (T4). 93% dari hormon tiroid yang diproduksi adalah tiroksin, 7% lainnya adalah triiodotironin. Namun, di jaringan, tiroksin akan dideionisasi menjadi triiodotironin, yakni hormon tiroid utama yang dipakai jaringan (35 mikrogram digunakan per harinya). Kira-kira hanya ¼ dari total hasil iodinasi tiroglobulin yang menjadi tiroksin dan triiodotironin, selebihnya tetap menjadi diiodotirosin dan monoiodotirosin. Penyimpanan Tiroglobulin. Sesudah hormon tiroid disintesis, setiap molekul tiroglobulin mengandung 30 molekul tiroksin, dan rata-rata terdapat sedikit molekul triiodotironin. Hormon tiroid disimpan di dalam folikel dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan tubuh 2 hingga 3 bulan ke depan. Pelepasan Tiroksin dan Triyodotironin Tiroksin dan triyodotironin harus dipecah terlebih dahulu dari molekul tiroglobulin sebelum diedarkan ke sistem sirkulasi tubuh. Awalnya, permukaan apikal sel-sel tiroid menjulurkan pseudopodia mengelilingi sebagian kecil koloid, sehingga terbentuk vesikel pinositik. Vesikel ini masuk ke dalam apeks sel tiroid, kemudian bergabung dengan lisosom sel untuk mendigestikan molekul-molekul tiroglobulin menggunakan enzim protease. Protease tersebut akan melepaskan tiroksin dan triiodotironin menjadi bentuk bebas. Selanutnya, kedua hormon tersebut berdifusi melalui bagian basal sel-sel tiroid ke pembuluh kapiler di sekelilingnya. Diiodotirosin dan monoiodotirosin yang masih terikat pada molekul tiroglobulin tetap didigesti dengan enzim deiodinase, sehingga iodin yang menempel pada mereka dilepaskan ke sel. Iodin yang dilepaskan ini menjadi bahan baku tambahan bagi sel untuk membuat hormon baru. Pengangkutan ke Jaringan



Protein Plasma. 99% hormon tiroid berikatan dengan protein plasma yang disintesis hati. Hormon-hormon tersebut terutama berikatan dengan globulin pengikat-tiroksin (TBG), namun ada juga yang berikatan dengan albumin serta prealbumin pengikattiroksin (TBP). Jaringan. Protein plasma memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap hormon tiroid. Akibatnya, hormon tiroid, khususnya tiroksin, sangat lambat dilepas ke jaringan. Setiap enam hari, setengah dari jumlah tiroksin di darah dilepaskan ke jaringan, sementara triiodotironin cukup dalam 1 hari saja. Sewaktu memasuki sel, hormon tiroid berikatan dengan protein intrasel, tiroksin sekali lagi berikatan lebih kuat daripada triiodotironin. Hormon-hormon di atas memiliki onset yang lambat dan masa kerja yang lama. Setelah penyuntikan dosis besar tiroksin, misalnya, efek metabolisme belum muncul dalam 2-3 hari pertama. Namun, ketika tiroksin sudah beraktivitas, akan terjadi progresivitas yang sangat tinggi, dan mencapai puncak hingga 10-12 hari. Aktivitas hormon kemudian akan menurun setelah 15 hari, namun tetap bertahan selama kira-kira 1,5-2 bulan. Triyodotironin lebih cepat berespon dibanding tirosin, dengan periode laten 6-12 jam pertama penyuntikan. Aktivitas selular maksimum akan didapatkan pada 2-3 hari. Periode laten ini terjadi akibat ikatan yang kuat antara hormon dengan protein intrasel. Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid Transkripsi Gen. Hormon tiroid merangsang transkripsi inti sejumlah gen, sehingga akan terjadi sintesis protein yang berpengaruh terhadap aktivitas fungsional tubuh. Namun, sebelum bekerja pada gen, kebanyakan tiroksin dikonversi terlebih dahulu menjadi triiodotironin. Reseptor hormon tiroid intrasel mempunyai afinitas yang tinggi terhadap triiodotironin, sehingga lebih dari 90% molekul hormon tiroid yang akan berikatan dengan reseptor adaah triiodotironin. Aktivasi Reseptor Inti Sel. Reseptor hormon tiroid melekat pada DNA. Reseptor ini biasanya membentuk heterodimer dengan reseptor retinoid X (RXR) atau elemen respons



hormon



tiroid



yang spesifik pada DNA. Hal ini akan menyebabkan



peningkatan atau penurunan transkripsi gen yang menimbulkan pembentukan protein.



Sintesis protein tersebut dapat berpengaruh ke pertumbuhan, perkembangan SSP, kardiovaskular (meningkatnya curah jantung, aliran darah, frekuensi, kekuatan jantung, irama pernapasan), atau peningkatan metabolisme (meningkatnya kerja mitokondria, +



+



pompa Na -K -ATPase, konsumsi oksigen, glukoneogenesis, glikogenolisis, lipolisis, sintesis protein, dan laju metabolisme basal). Fungsi Pertumbuhan dan Metabolik. Hormon tiroid dapat meningkatkan laju metabolisme setinggi 60-100% di atas nilai normal, jika diproduksi dalam jumlah banyak. Kecepatan



penggunaan



metabolisme



protein,



makanan selain



sebagai



meningkatkan



energi



juga



sintesis,



sangat



kecepatan



meningkat.



Dalam



katabolisme



juga



dipercepat. Selain itu, hormon ini juga berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuha, eksitasi proses mental, bahkan aktivitas kelenjar endokrin lain. Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid TSH. TSH dari hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid. Efeknya antara lain meningkatkan



proteolisis



tiroglobulin,



meningkatkan



aktivitas



pompa



yodium,



meningkatkan iodinasi tirosin, meningkatkan ukuran dan aktivitas sekretorik sel-sel tiroid, serta meningkatkan jumlah sel-sel tiroid. Namun, efek awal yang paling penting adalah proteolisis tiroglobulin, sehingga, dengan dilepaskannya TSH, akan dilepaskan pula tiroksin dan triodotironin ke aliran darah. Efek ini perlu waktu berjam-jam hingga berharihari. Siklik Adenosin Monofosfat (cAMP). cAMP berfungsi sebagai caraka kedua dalam efek perangsangan TSH. Efek dari sistem cAMP ini adalah bervariasinya respons sel-sel tiroid yang ditangsang TSH. Awalnya, terjadi pengikatan TSH dengan reseptor spesifik TSH di basal membran sel. Ikatan ini mengaktifkan adenilil siklase yang meningkatkan pembentukan cAMP. Molekul tersebut kemudian mengaktifkan protein kinase yang digunakan untuk fosforilasi di seluruh sel. Pengaturan Sekresi TSH. Sekresi TSH diatur oleh hipotalamus, yaitu sekresi neurohormon TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone). TRH adalah amida tripeptida yang mempengaruhi kelenjar hipofisis anterior untuk mengeluarkan TSH. Harus ada aliran darah porta yang menghubungkan hipotalamus dengan hipofisis, jika tidak, TRH tidak bisa sampai ke hipofisis untuk merangsang pengeluaran TSH.



Awalnya,



terjadi



pengikatan



TRH



di



dalam



membran



hipofisis.



Ikatan



ini



mengaktifkan sistem caraka kedua fosfolipase di hipofisis, sehingga terbentuk fosfolipase C, diikuti dengan produksi caraka kedua lain seperti ion kalsium dan diasil gliserol. Efek Umpan Balik. Umpan balik negatif untuk kontrol sekresi TSH adalah adanya peningkatan konsentrasi hormon tiroid di cairan tubuh. Bila kecepatan sekresi tiroid meningkat hingga 1,75 kali normal, kecepatan TSH dapat menurun hingga nol. Meskipun hipofisis anterior dipisahkan dari hipotalamus, efek umpan balik negatif tetap bekerja. Sehingga, selain berpengaruh terhadap sekresi TRH pada hipotalamus, efek umpan balik negatif juga diperkirakan bekerja langsung ke hipofisis anterior. C. EPIDEMIOLOGI Prevalensi hipertiroidisme pada praktek umum adalah 25 – 30 kasus dalam 10.000 wanita , sedangkan di rumah sakit didapatkan 3 kasus dalam 10.000 pasien. Di Amerika Serikat 3 kasus dalam 10.000 wanita. Prevelensi hipertiroidisme 10 kali lebih sering pada wanita dibanding pria. D. ETIOLOGI Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang berlebihan. Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah: 1. Toksisitas pada strauma multinudular 2. Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang) 3. Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis) 4. Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan



bahan



mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional) 5. Tiroiditis



(baik



tipe



subkutan



maupun



hashimato)



yang



keduanya



berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal. E. KLASIFIKASI Terdapat 2 tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering ditemukan,yakni :



dapat







Penyakit Graves Pada tahun 1835, Robert Graves melaporkan pengamatannya pada suatu penyakit yang ditandai dengan “ palpitasi yang lama dan hebat pada perempuan” disertai pembesaran



kelenjar



tiroid.



Penyakit



Graves



adalah



penyebab



tersering



hipertiroidisme endogen. Penyakit ini ditandai dengan trias manifestasi : o



Tiroksikosikosis akibat pembesaran difus tiroid yang hiperfungsional terjadi pada semua kasus.



o



Oftalmopati infiltrative yang menyebabkan eksoftalmos terjadi pada hamper 40 % pasien.



o



Dermopati infiltrative local (kadang-kadang disebut miksedema pratibia) ditemukan di sebagian kecil pasien.



Penyakit Graves timbul terutama pada orang dewasa muda, dengan insiden puncak antara usia 20-40 tahun. Perempuan terkena tujuh kali lebih sering daripada laki-laki. Peningkatan insiden penyakit graves sering ditemukan pada keluarga dari pasien dengan angka concordance 50% pada kembar identik. Timbulnya penyakit ini berkaitan dengan pewarisan antigen leukosit manusia (HLA)-DR3 Patogenesis Penyakit Graves adalah suatu penyakit otoimun yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Otoantibodi IgG ini, yang disebut immunooglobulin perangsang tiroid (thyroidstimulating



immunoglobulin),



meningkatkan



pembentukan



HT,



tetapi



tidak



mengalami umpan balik negatif dari kadar HT yang tinggi. Kadar TSH dan TRH rendah karena keduanya berespons terhadap peningkatan kadar HT. Penyebab penyakit Grave tidak diketahui, namun tampaknya terdapat predisposisi genetik terhadap penyakit otoimun, Yang paling sering terkena adalah wanita berusia antara 20an sampai 40an. Terdapat predisposisi familial terhadap penyakit ini dan sering berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati autoimun lainnya. Pada penyakit graves terdapat 2 kelompok gambaran utama yakni tiroidal dan ekstratiroidal dan keduanya mungkin tidak tampak. •



Gondok nodular toksik adalah peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid terjadi selama periode pertumbuhan atau kebutuhan metabolik yang tinggi misalnya pada pubertas atau kehamilan. Dalarn hal ini, peningkatan HT disebabkan oleh pengaktivan hipotalamus yang didorong oleh



proses metabolisme tubuh sehingga disertai oleh peningkatan TRH dan TSH. Apabila kebutuhan akan hormon tiroid berkurang, ukuran kelenjar tiroid biasanya kembali ke normal. Kadang-kadang terjadi perubahan yang ireversibel dan kelenjar tidak dapat mengecil. Kelenjar yang membesar tersebut dapat, walaupun tidak selalu, tetap memproduksi HT dalm jumlah berlebihan. Apabila individu yang bersangkutan tetap mengalami hipertiroidisme, maka keadaan ini disebut gondok nodular toksik. Dapat terjadi adenoma, hipofisis sel-sel penghasil TSH atau penyakit hipotalamus,walaupun jarang. Goiter Nodular toksik paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik. F. PATOGENESIS Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal. Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior. Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini,



terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar. G. GEJALA  Gejala Konsitusi : kulit pasien tiroksikosis cenderung lunak,hangat, dan kemerahan ; pasien sering tidak tahan panas dan banyak berkeringat. Peningkatan aktivitas simpatis dan hipermetabolisme menyebabkan penurunan berat walaupun nafsu makan meningkat.  Saluran cerna : stimulasi usus menyebabkan hipermotilitas, malabsorpsi dan diare  Jantung : palpitasi dan takikardi sering terjadi; pasien lanjut usia dapat mengalami gagal jantung kongestif akibat bertambah parahnya penyakit jantung yang sudah ada  Neuromuskular : pasien sering mengalami kecemasan, tremor, dan iritabilitas. Hampir 50% mengalami kelemahan otot proksimal (miopati tiroid)  Manifestasi mata : tatapan yang lebar dan melotot serta kelopak mata membuka akibat stimulasi berlebihan saraf simpatis terhadap otot levator palpebra superior. Namun, oftalmopati tiroid sejati yang disertai dengan proptosis adalah gambaran yang hanya ditemukan pada penyakit graves. H. GAMBARAN KLINIS H.1 Penyakit Graves a. Kebanyakan wanita b. Berusia 20-40 tahun c. Pasien mengeluh lelah d. Gemetar e. Tidak tahan panas f.



Keringat semakin banyak bila panas



g. Kulit lembab h. Berat badan menurun



i. Nafsu makan meningkat j. Diare k. Kelemahan serta atrofi otot H.2 Goiter Nodular Toksik a. Kebanyakan wanita usia antara 20-40 tahun b. mudah lelah c. Berat badan menurun c.



Kelemahan serta atrofi otot



d. Aritmia e.



Gagal jantung



Pemeriksaan fisis : a.



Oftalmopati ( mata melotot )



b. Pelebaran palpebra fissura c.



Kedipan mata berkurang



d. Palpitasi dan takikardi I.



DIAGNOSIS Diagnosis Hipertiroidisme didasarkan pada gambaran klinis dan data laboratorium. Pengukuran konsentrasi TSH dengan menggunakan pemeriksaan TSH yang sensitive merupakan satu-satunya uji penapisan yang paling bermanfaat untuk hipertiroidisme karena kadar TSH menurun, bahkan pada stadium paling awal, saat penyakit mungkin masih subklinis. Pada kasus hipertiroidisme terkait hipofisis atau hypothalamus (sekunder) yang jarang, kadar TSH normal atau meningkat. Kadar TSH yang rendah biasanya dipastikan dengan pengukuran T4 bebas, yang diperkirakan meningkat. Kadang ditemukan pasien yang hipertiroidismenya terutama disebabkan oleh peningkatan kadar T3 dalam darah (toksikosis T3). Tanda-tanda vital (suhu, nadi, laju pernafasan, tekanan darah) menunjukkan peningkatan denyut jantung. Tekanan darah sistolik bisa meningkat. Pemeriksaan fisik bisa menunjukkan adanya pembesaran kelenjar tiroid atau gondok.



J. PEMERIKSAAN PENUNJANG J.1 Pemeriksaan Laboratorium







TSHS, T4 atau FT4







T3 atau FT3







TSH RAb







Kadar leukosit



J.2 Pemeriksaan Radiologi 



Tiroid scan







Foto thorax



J.3 Pemeriksaan Lainnya 



EKG



K. PENATALAKSANAAN Konservatif Tata laksana penyakit Graves 1. Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme.Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti PTU atau methimazol, yang diberikan paling sedikit selama 1 tahun. Obat-obat ini menyekat sintesis dan pelepasan tiroksin. 2. Penyekat



beta



seperti



propranolol



diberikan



bersamaan



dengan



obat-obat



antitiroid. Karena manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian penyekat beta; penyekat beta manurunkan takikardia, kegelisahan dan berkeringat yang berlebihan. Propranolol juga menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triiodotironin. Indikasi : 1. Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan – sedang dan tiroktosikosis 2. Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif



3. Persiapan tiroidektomi 4. Pasien hamil, usia lanjut 5. Krisis tiroid 3. Penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps. Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves cukup bervariasi dan dapat berkisar dari 6 bulan sampai



20



tahun.



Remisi



yang



dipertahankan



dapat



diramalkan



dengan



karakteristik sebagai berikut: 1. Kelenjar tiroid kemabali normal ukurannya 2. Pasien dikontrol dengan obat antitiroid dosis yang relative kecil 3. TSH R Ab [stim] tidak lagi dideteksi dalam serum 4. Jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi setelah pemberian liotironin. Surgical  Radioaktif iodine, Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif, kontraindikasi untuk anak-anak dan wanita hamil. Indikasi : pasien berusia > 35 tahun, hipertiroidisme yang kambu setelah dioperasi, gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid, tidak mampu atau ridak mau berbat antitiroid, adenoma toksik, strauma multinodosa toksik.



 Tiroidektomi, Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar. Indikasi : Pasien usia muda dengan strauma dan tidak respon terhadap antitiroid, wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi, alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radioaktif, adenoma toksik, strauma multinodosa toksik, graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.



L. KOMPLIKASI 



Krisis tiroid : mortalitas







Penyakit Graves : Penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati graves, dermopati graves infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid



M. PROGNOSIS  Dubia ad bonam  Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15% N. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS Differential Diagnosis Hipertiroidisme Primer



Manifestasi Klinis Penyakit k,



graves,



Strauma



adenoma



toksik,



metastasis



multinodosa karsinoma



toksi tiroi



d Tiroksikositosis hipertiroidisme



fungsional, strauma ovarii, mutasi reseptor TSH tanpa Tiroiditis subakut, tiroiditis silent, destruksi tiroi d (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan



Hipertiroidisme sekunder



hormon tiroid berlebihan (tiroksikosis factitia) Adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, syndrome resistensi hormone tiroid, tumor yang mensekres i HCG, tiroksikosis gestasional



DAFTAR PUSTAKA



1. Price, Anderson. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6. Vol 2. Jakarta : EGC. Hal 1225. 2. Sherwood, Lauralee. Sistem endokrin. Dalam : Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 644. 3. Syarif, Amir. Elysabeth. Amubisid. Dalam : Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit UI. 2008. Hal 551-554. 4. Sudoyo, Ayu. Setiyohandi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati, Siti . Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi kelima. Jilid III. Jakarta : EGC. Hal 1993. 5. Robbins. Buku ajar Patologi. Edisi ketujuh. Volume 2. Jakarta : EGC. Hal 811.



LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama



: Rosiah



Umur



: 30 Tahun



Jenis Kelamin



: Perempuan



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Alamat



: Banjar Sari



Status Perkawinan



: Kawin



Tanggal Masuk RS



: 19 Maret 2014



CATATAN RIWAYAT PENYAKIT Anamnesis



: Autoanamnesis dan Alloanamnesis



Keluhan Utama



: Sesak napas



Keluhan Tambahan



: Jantung berdebar, sering berkeringat, sering makan namun tetap kurus, sering merasa panas, kaki bengkak



Riwayat Penyakit Sekarang : Sesak napas dialami pasien sejak ± 1 minggu SMRS, memberat 4 hari SMRS, diperberat oleh aktivitas. Sesak napas biasanya berkurang jika beristirahat. Pasien cepat merasa lelah, berdebar-debar, tangan terasa gemetar, dan sering berkeringat. Sesak napas juga disertai dengan nyeri dada seperti ditimpa beban berat. Selain itu kaki pasien juga bengkak sejak ± 4 hari SMRS. Pasien mengaku belum pernah mengalami pembesaran kelenjar di bawah leher. Pasien sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit gondok racun dan penyakit jantung. Pasien juga tidak memiliki riwayat darah tinggi. Nafsu makan pasien baik namun keluarga mengatakan bahwa pasien terlihat mengalami penurunan berat badan sejak beberapa tahun ini, BAB lancar warna kuning muda, BAK lancar warna kuning. Riwayat Penyakit Dahulu :



-



Riwayat Penyakit Keluarga : Kakak pasien pernah menderita keluhan yang sama



Pemeriksaan fisik: -



SS/ CM 2 BB = 42 kg; TB = 155cm; IMT = 17,5 kg/m



-



Tanda vital: TD: 150/80 mmHg



N: 120x/menit P: 24x/menit



0



S:36,5 C



- Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, bibir tidak sianosis, mata tampak exophtalmus (dirasakan sejak 2009) -



Leher



: Didapatkan massa tumor di regio colli anterior, ikut gerakan



menelan dengan resistensi padat kenyal, dan terjadi sedikit pembesaran kelenjar. JVP 5+3cm H2O -



Thoraks Inspeksi Palpasi



: : simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas, bentuk normochest : tidak ditemukan massa tumor dan nyeri tekan, vokal fremitus sam



a kanan dan kiri Perkusi : sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar sela iga VI anterior dextra. Auskultasi : bunyi pernapasan vesikuler, Rhonki (-) Wheezing (-) -



Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi



Auskultasi



: : Ictus cordis tampak pada sela iga Vgaris midclavicula sinistra : Ictus cords teraba pada sela iga V garis midclavicula sinistra : Batas jantung atas : sela iga III garis sternal sinistra Batas jantung kanan : sela iga IV garis parasternal dextra Batas jantung kiri : sela iga V sebelah kanan garis axilla anterior : Bunyi jantung I/II irreguler, murmur (-), gallop (+)



-



Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi



: : datar, ikut gerak napas : bising usus (+) : NT (-), Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba : Timpani



-



Ekstremitas : Edema ekstremitas inferior +/+



Diagnosis Sementara: -



ADHF Suspek Hipertiroid



Penatalaksanaan Awal:



-



IVFD D5% 20 gtt/menit Furosemid tab 40 mg 1-0-0 Captopril tab 6,25 mg 2x1 PTU 100mg 3x1 Propanolol 1x1 Digoxin 2x1/2



Rencana Pemeriksaan: -



Pemeriksaan darah lengkap dan urinalisis



- Kadar T3, T4, TSHs



-



SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, gula darah sewaktu EKG Foto thorax PA FNAB



Pemeriksaan Laboratorium: Tanggal 20 Maret 2014 : Hb



: 10,3 gr/dl



GDS



: 100 mg/dl



LED



: 9 mm/jam



Natrium



: 138 mmo/L



Leukosit



: 5800/ul



Kalium



: 3,1 mmo/L



Hitung Jenis: 0/3/1/59/27/11



Calsium



: 7,2 mg/dl



Trombosit : 231.000/ul



Clorida



: 105 mmo/L



Ureum



: 8 mg/dl



Creatinin



: 0,4 mg/dl



Follow up



Tanggal 19/3/2014



Perjalanan Penyakit



Instruksi Dokter



Perawatan Hari I S : sesak (+), nyeri dada (+), kaki



T :150/80 mmHg



bengkak (+)



N :120 x/m



O : SS/ CM



P : 28 x/m S : 36,6 C



Kepala : Anemis -/-, ikterus -/-, eksoftalmus (+) Thorax : BP : Vesikuler, BT : Rh -/Wh -/-



-



IVFD RL 20tpm - O2 2 ltr/menit - PTU 100mg 3x1 - Captopril 6,25 mg 2x1 - Furosemid 40 mg 1x1 - Propanolol 1x1 - Digoxin 2x1/2



Cor : Kardiomegali, BJ I/II irreguler, murmur (-), Gallop (+) Abd



:



datar



ikut



gerap



napa



s, Peristaltik (+) kesan normal Ext : edema ekstremitas inferior (+/ +) Hasil EKG: -



Atrial Fibrilasi



- VES A : ADHF + susp. Hipertiroid ec Grave disease



20/03/2014



Perawatan Hari II S : jantung berdebar (+)



TD:130/70 mmHg N :76 x/m



O : SP: SS/CM



-



Diet TKTP



-



IVFD NaCl 0,9% 20tpm PTU 100mg 3x1



-



P : 24 x/m S : 36,1o C T3 : 7,4 mmol/l



Eksoftalmus (+) Rh : -+-/--- Wh : -/A : ADHF + Grave’s disease



T4 : > 320 mmol/l



-



TSH :