LAPORAN KASUS KDP Mobilisasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS KDP HALAMAN SAMPUL LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT DR ABDOER RAHEM



oleh: Yunita Eka Ratnasari, S.Kep NIM 192311101060



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019



2



BAB 1 LAPORAN PENDAHULUAN



A. Definisi Mobilisasi Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi diri (Mubarak et al 2015 dalam Pradana 2016). Latihan mobilisasi atau rehabilitasi juga bertujuan untuk memperbaiki fungsi neurologis melalui terapi fisik. Mobilisasi dan rehabilitasi dini di tempat tidur merupakan suatu program rehabilitasi. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekakuan dan kemunduran pemecahan kekakuan, mengoptimalkan pengobatan sehubungan masalah medis dan menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya (Junaidi, 2006



dalam Pradana 2016). Pemenuhan



kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya menyangkut tentang kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri. Aktivitas fisik yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem musculoskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya (Potter & Perry, 2006). Menurut Mubarak 2008 jenis mobilisasi sebagai berikut: 1.



Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.



2.



Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik.



3.



Rentang Gerak dalam mobilisasi Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :



3



a. Rentang gerak pasif Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. b. Rentang gerak aktif Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya. c. Rentang gerak fungsional Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan A. Epidemiologi Pemecahan protein, klien kehilangan massa tubuh yang tidak berlemak. Massa otot berkurang tidak stabil untuk mempertahankan aktivitas tanpa meningkatnya kelemahan. Jika mobilisasi terus terjadi dan klien tidak melakukan latihan, kehilangan massa otot akan terus terjadi (Asmadi, 2008). Kelemahan otot juga terjadi karena imobilisasi, dan imobilisasi lama sering menyebabkan atrofi angguran, dimana atrofi angguran (disuse atrophy) adalah respon yang dapat diobservasi terhadap penyakit dan menurunnya aktifitas kehidupan sehari-hari. Dan imobilisasi kehilangan daya tahan, menurunnya massa dan kekuatan otot, dan instabilitas sendi menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Selain itu pasien yang tirah baring tanpa melakukan mobilisasi akan mengakibatkan munculnya dekubitus ( Setyawan 2008 dalam Yetiyana 2013). B. Etiologi Penyebab yang dapat mempengaruhi mobilisasi antara lain (Kozier, 1995 dalam Khairani, 2013): 1. Usia dan status perkembangan Perbedaan tingkat mobilisasi salah satunya disebabkan oleh perbedaan usia. Orang dewasa akan mempunyai tingkat mobilitas yang berbeda dengan anakanak.



4



2. Gaya hidup Masing-masing individu mempunyai gaya hidup sendiri yang berbeda-beda. Hal ini juga dapat bergantung pada tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka perilakunya akan dapat meningkatkan kesehatannya. 3. Proses dari suatu penyakit Individu yang dihadapkan dengan penyakit tertentu akan berpengaruh terhadap mobilitasnya. 4. Kebudayaan Suatu budaya dapat mempengaruhi seseorang meliputi pola dan sikap dalam beraktivitas, misalnya seorang anak desa akan biasa dengan jalan kaki berbeda dengan anak kota yang menggunakan kendaraan pribadi. 5. Tingkat energi Individu dalam melakukan mobilitas akan membutuhkan sebuah energi. Individu yang sedang sakit akan mempunyai tingkat mobilitas yang lebih sedikit dibandingkan dengan individu yang sehat. C. Tanda dan Gejala Seseorang yang mengalami gangguan mobilitas mengalami beberapa tanda dan gejala antara lain (Herdman dan Kamitsuru, 2015): a. Hambatan mobilitas fisik 2) Keterbatasan rentang gerak 3) Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar 4) Instabilitas postur 5) Gangguan sikap berjalan 6) Gerakan lambat b. Defisit perawatan diri: mandi 1) ketidakmampuan membasuh tubuh 2) ketidakmampuan mengakses kamar mandi 3) ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi 4) ketidakmampuan mengatur air mandi 5) ketidakmampuan menjangkau sumber air



5



c. Defisit perawatan diri: eliminasi 1) Ketidakmampuan melakukan higiene eliminasi secara komplit 2) Ketidakmampuan mencapai toilet 3) Ketidakmampuan naik ke toilet F. Patofisiologi dan Clinical Pathway Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot, isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraki isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrk. Postur dan gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang (Handiyani, 2013).



6



Clinical Pathway:



Faktor penyebab: usia dan status perkembangan, gaya hidup, proses dari suatu penyakit dan injuri, tingkat energi, kebudayaan



Kekakuan pada sendi Degenerasi tulang rawan sendi Kelainan pada otot skleletal Membatasi pergerakan pada sendi



Ketidakmampuan mengakses kamar mandi dan menjangkau sumber air



Defisit perawatan diri: mandi



Hambatan mobilitas fisik



Ketidakmampuan melakukan pergerakan ke toilet



Defisit perawatan diri: eliminasi



7



1. Pengertian Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak progresif cepat, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000). 2. Etiologi Menurut Muttaqin (2008), beberapa penyebab CVD infark adalah sebagai berikut: a. Trombosis serebri



Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. b. Emboli Emboli terjadi akibat penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Adapun faktor resiko terjadinya stroke infark adalah sebagai berikut: (Muttaqin, 2008): 1) Hipertensi Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. 2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif 3) Merokok. Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah sehingga adanya gumpalan darah. 3. Klasifikasi Klasifikasi stroke menurut Price & Wilson (2005), didasarkan pada penyebabnya yang antara lain: 1) Stroke Infark lakunar



8



Infark lakunar merupakan infark kecil dan lunak (lacuna) pada pembuluh darah halus di otak akibat trombosis pada pembuluh darah tersebut. 2) Stroke Trombotik pembuluh darah besar Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan/ stenosis di arteri karotis interna atau di pangkal arteri serebri media/ arteri vertebralis. 3) Stroke Embolik Embolik merupakan gumpalan darah atau bentuk puing-puing lain yang asalnya bukan dari otak dan ikut mengalir dalam aliran darah hingga mencapai arteri otak. Hal tersebut menyebabkan terhambatnya pembuluh darah di otak. 4) Stroke Kriptogenik Kriptogenik artinya tersembunyi. Pada beberapa pasien mungkin ditemukan gejala menyerupai stroke namun tidak dapat dipastikan penyebab pastinya. Namun, sebagian besar pasien dengan stroke yang tidak diketahui penyebabnya memiliki profil klinis yang hampir sama dengan pasien stroke akibat tromboembotik. 4. Patofisiologi Pasien dengan obesitas akan memiliki kadar leptin dalam darah yang lebih tinggi. Hal tersebut meningkatkan tahanan vascular jantung. Selain itu, kondisi lain yang memicu terjadinya stroke adalah kolesterol tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah menyebabkan plak-plak lipid yang menempel pada tunika intima dan menyebabkan atherosclerosis. Kondisi atherosclerosis juga dapat dipicu oleh penyakit misalnya Diabaetes Mellitus (DM). Defisiensi insulin yang terjadi pada pasien DM akan menurunkan pemakaian glukosa dan menyebabkan hiperglikemia dan peningkatan kadar gula dalam urin (Glikosuria). Hal tersebut menyebabkan pasien mengalami dehidrasi. Kondisi tersebut dipercaya dapat memicu terbentuknya trombosis akibat peningkatan viskositas darah (Gofir, 2009). Peningkatan viskositas darah juga dapat terjadi pada pasien dengan kadar hematokrit yang tinggi dalam darah.



9



Perilaku yang menyumbang potensi terbesar terjadinya stroke adalah merokok. Merokok dapat menyebabkan vasokontriksi dan penurunan permeabilitas vascular. Selain itu, aktivitas merokok dapat menyebabkan peningkatan fibrinogen dalam darah. Akibatnya darah akan mudah menggumpal dan berisiko menjadi thrombus. Thrombus merupakan produk gumpalan yang terbentuk dalam vascular itu sendiri. Jika produk gumpalan berasal dari tempat lain selain otak dan pembuluh darah, misal jantung maka disebut dengan istilah embolus. Embolus biasanya terbentuk akibat beberapa kondisi penyakit seperti: infark miokard, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik akan menyebabkan terbentuknya bahan trombotik di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Bahan trombotik biasanya berukuran sangat kecil sehingga dapat hanyut bersama aliran darah ke otak melalui arteri karotis dan vertebralis. Thrombus embolik sewaktu-waktu dapat menyangkut pada pembuluh darah yang mengalami stenosis. Hal tersebut menyebabkan hambatan aliran darah ke otak dan mengakibatkan serangan stroke. Stroke merupakan kondisi yang mengacu pada setiap gangguan neurologis mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2006). Terhentinya aliran darah ke otak menyebabkan iskemi pada daerah otak yang terkena. Selanjutnya iskemi dapat berkembang menjadi infark pada jaringan serebral. Hal tersebut akan menimbulkan masalah pada perfusi jaringan serebral dan menyebabkan berbagai kerusakan pada organ-organ yang dipersyarafinya. Gejala yang muncul pada pasien dengan stroke infark akan bergantung pada area otak yang terkena. Infark pada hemisfer kiri akan menimbulkan gejala pada sebagian besar fungsi tubuh seperti kerusakan menelan (disfagia), kesulitan dalam berbicara (afasia), kelainan pada visual kanan, gangguan emosi, dan hemiplegi pada tubuh bagian kanan. Sebaliknya, infark pada hemisfer otak kanan akan menyebabkan kelainan visual kiri dan hemiplegi pada tubuh bagian kanan. Sedangkan, jika infark terjadi pada batang otak, gejala yang ditimbulkan akan muncul pada 12 fungsi syaraf cranial. Kerusakan pada Nervus I akan mempengaruhi daya penciuman dan kerusakan pada Nervus II akan berengaruh



10



pada daya penglihatan. Selain itu kerusakan pada Nervus 3 dan 4 akan menyebabkan gangguan pergerakan bola mata, penurunan visus dan penurunan reflex terhadap cahaya. Kerusakan serupa juga akan terjadi pada nervus lain dan menimbulkan gejala sesuai dengan fungsi organ yang dipersarafi oleh nervus terkait. 5. Manifestasi Klinis Gejala umum terjadinya stroke dapat berupa baal/ lemas mendadak di wajah, lengan, tungkai terutama di salah satu bagian tubuh, gangguan penglihatan ganda, bingung mendadak, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan dan koordinasi, dan nyeri kepala mendadak tanpa penyebab yang jelas (Price & Wilson, 2006). Sedangkan bebarapa gejala klinis juga dapat muncul sesuai letak oklusi di area otak. Berikut adalah beberapa gejala klinis stroke berdasarkan letak oklusinya: a. Lobus Frontal 1) Defisit kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak 2) Defisit motorik: hemiparese, hemiplegia, disatria (kerusakan otot-otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan). 3) Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi. b. Lobus Parietal Dominan: 1) Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh) 2) Defisit bahasa/komunikasi: Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami); Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan); Afasia global (tidak



11



mampu berkomunikasi pada setiap tingkat); Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan); dan Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).



12



BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Identitas a) Identitas pasien Nama : Umur : Alamat : Pekerjaan : No. Reg : Tgl MRS : Tgl pengkajian : Dx. Medis : b) Identitas penanggung jawab Nama : Umur : Pendidikan : Pekerjaan : Hub. dgn pasien : 2. Riwayat Kesehatan a) Riwayat kesehatan saat ini Alasan masuk RS, faktor pencetus, keluhan utama, timbulnya keuhan, pemahaman penatalaksanaan kesehatan, upaya yang dilakukan untuk mengatasinya, diagnosa medik b) Riwayat kesehatan dahulu Penyakit yang pernah dialami, pernah dirawat, dioperasi, kebiasaan obat-obatan, riwayat kesehatan keluarga 3. Pengkajian Kesehatan Fungsional Pola Gordon Pola fungsi kesehatan a) Pemeliharaan dan persepsi tentang kesehatan  Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit  Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan  Faktor-faktor risiko sehubungan dengan masalah kesehatan b) Nutrisi/metabolik  Berapa kali makan sehari  Makanan kesukaan  Berat badan sebelum dan sesudah sakit  Frekuensi dan kuantitas minum sehari c) Pola eliminasi



13



 Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari  Nyeri  Kuantitas d) Pola aktivitas dan latihan Aktivitas Harian (Activity Daily Living) Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4 Makan / minum Toileting Berpakaian Mobilitas di tempat tidur Berpindah Ambulasi / ROM Ket: 0: tergantung total, 1: bantuan petugas dan alat, 2: bantuan petugas, 3: bantuan alat, 4: mandiri e) Pola tidur dan istirahat  Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur  Somnambolisme  Kualitas dan kuantitas jam tidur f) Pola kognitif dan perseptual  Adakah ganguan penglihatan, pendengaran (panca indera) g) Pola persepsi diri dan konsep diri  Gambaran diri  Identitas diri  Peran diri  Ideal diri  Harga diri h) Pola seksual dan reproduksi  Adakah gangguan pada alat kelaminnya i) Pola peran-hubungan  Hubungan dengan anggota keluarga  Dukungan keluarga  Hubungan dengan tetangga dan masyarakat j) Pola manajemen koping stres  Cara pemecahan dan penyelesaian masalah k) Pola keyakinan-nilai  Persepsi keyakinan  Tindakan keyakinan 4. Kemampuan Fungsi Motorik Pengkajian motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri



14



5. Kemampuan Mobilisasi Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut: Tingkat aktivitas/mobilisasi kategori Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan peralatan Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan 6. Kemampuan Rentang Gerak Pengkajian rentang gerak (range of motion- ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki Tipe gerakan Derajat rentang normal Leher, spinal, servikal Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada



45



Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi 45 tegak Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang 10 sejau mungkin Fleksi lateral : memiringkan kepala sejau 40-45 mungkin ke arah setiap bahu Rotasi : memutar kepala sejau mungkin dalam 180 gerakan sirkuler Bahu Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di 180 samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi 180



15



semula Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping 180 di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan 320 menyilang tubu sejau mungkin Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar 90 bahu dengan menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang. Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan 90 lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala Lengan bawa Supinasi : memutar lengan bawa dan telapak 70-90 tangan seingga telapak tangan menghadap ke atas Pronasi : memutar lengan bawah sehingga 70-90 telapak tangan menghadap ke bawah Pergelangan tangan Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi 80-90 dalam lengan bawah Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari- 80-90 jari, tangan, dan lengan bawa berada pada arah yg sama Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan Sampai 30 tangan miring (medial) ke ibu jari Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan 30-50 tangan miring (medial) ke ibu jari Jari-jari tangan Fleksi : membuat pergelangan



90



16



Ekstensi : meluruskan jari tangan



90



Hiperkstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke 30-60 belakang sejau mungkin Ibu jari Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang 90 permukaan telapak tangan Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjau 90 dari tangan Pinggul Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan 90-120 atas Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping 90-12 0 tungkai yang lain Lutut Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang 120-130 paha Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai



120-130



Mata kaki Dorsofleksi : menggerakkan sehingga jari-jari 20-30 kaki menekuk ke atas Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga 45-50 jari-jari kaki menekuk ke bawah 7. Kekuatan Otot Dan Gangguan Koordinasi Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot ditentukan dengan :



Skala



Presentase kekuatan



Karakteristik



17



normal 0



0



Paralisis sempurna



1



10



Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat



2



25



Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan



3



50



Gerakan yang normal melawan gravitasi



4



75



Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal



5



100



Kekuatan normal, gerakan penuh ang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh



8. Pengkajian Fisik 



Keadaan umum pasien







Kesadaran







Pemeriksaan TTV



18



a. Diagnosa Keperawatan yang sering Muncul 1. Hambatan Mobilitas Fisik Batasan karakteristik  Gangguan sikap berjalan  Penurunan keterampilan motorik halus  Penurunan rentang gerak  Waktu reaksi memanjang  Kesulitan membolak-balik posisi  Ketidaknyamanan  Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan  Dispnea setelah beraktivitas  Tremor akibat bergerak  Instabilitas postur  Gerakan lambat  Gerakan spastik  Grakan tidak terkoordinasi Faktor yang berhubungan  Intoleran aktivitas  Ansietas  Indeks massa tubuh di atas persentil ke -75 sesuai usia  Kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat  Penurunan kekuatan otot  Penurunan kendali otot  Penurunan massa otot  Penurunan ketahanan tubuh  Depresi



 Disuse  Kurang dukungan lingkungan  Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik  Kaku sendi



19



 Malnutrisi  Nyeri  Fisik tidak bugar  Keengganan memulai pergerakan  Gaya hidup kurang gerak 2. Definisi perawatan diri: mandi Batasan karakteristik  Ketidakmampuan mengakses kamar mandi  Ketidakmampuan menjangkau sumber air  Ketidakmampuan mengeringkan tubuh  Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi  Ketidakmampuan mangatur air mandi  Ketidakmampuan membasuh tubuhh Faktor yang berhubungan  Ansietas  Penurunan motivasi  Kendala lingkungan  Nyeri Kelemahan 3. Defisit perawatan diri: eliminasi Batasan karakteristik  Ketidakmampuan melakukan higiena eliminasi secra komplet  Ketidakmampuan menyiram toilet  Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi  Ketidakmampuan mencapai toilet  Ketidakmampuan naik ke toilet  Ketidakmampuan untuk duduk di toilet Faktor berhubungan  Ansietas  Penurunan motivasi  Kendala lingkungan



20



 Keletihan  Hambatan kemampuan berpindah  Hambatan mobilitas  Nyeri  Kelemahan



21



22



b. Perencanaan/Nursing Care Plan : No . 1.



Masalah Keperawatan Hambatan mobilitas fisik



NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, hambatan mobilitas fisik pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil: Pergerakan sendi (0206)



No



Indikator



Awa l



Tujuan 1 2 3 4



5



1



Pergelangan kaki (kiri)



3







2.



Lutut (kiri)



3







3.



Panggul (kiri)



3



√ √



Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5.



Deviasi berat dari kisaran normal Deviasi cukup besar dari kisaran normal Deviasi sedang dari kisaran normal Deviasi ringan dari kisaran normal Tidak ada deviasi dari kisaran normal



NIC



Rasional



Terapi latihan: ambulasi 1. Sediakan tempat tidur yang rendah dan sesuai 2. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur untuk memfasilitasi penyesuaian sikap tubuh 3. Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai kebutuhan 4. Instruksikan pasien mengenai pemindahan dan teknik ambulasi yang aman 5. Monitor penggunaan kruk atau alat bantu berjalan lainnya



Terapi latihan: ambulasi 1. Mempermudah pasien untuk melakukan perpindahan dari tempat tidur ke kursi roda atau sebaliknya. 2. Mempermudah pasien untuk menyesuaikan sikap tubuh yang diinginkan. 3. Pasien mudah melakukan perpindahan. 4. Membantu pasien dalam melakukan perpindahan dan teknik ambulasi yang aman. 5. Mengetahui kemampuan pasien dalam menggunakan alat bantu.



Terapi latihan: pergerakan sendi Terapi latihan: 6. Mencegah pergerakan pergerakan sendi sendi yang berlebihan 6. Tentukan batasan 7. Membantu pasien dan



23



2.



pergerakan sendi dan efeknya terhadap sendi; 7. Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai manfaat dan tujuan melakukan latihan sendi 8. Instruksikan klien/keluarga cara melakukan latihan ROM aktif atau pasif. 9. Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri. 10. Pakaikan baju yang tidak menghambat pergerakan pasien Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 Bantuan perawatan perawatan diri: jam diharapkan defisit perawatan diri : eliminasi pasien diri: mandi/kebersihan mandi 1. Letakkan handuk, berkurang dengan kriteria hasil: sabun, dan alat madi lain yang diperlukan Ambulasi (0200) di samping tempat tidur atau kamar Tujuan Awa No Indikator mandi l 1 2 3 4 5 2. Fasilitasi pasien untuk menggosok



keluarga tentang manfaat dan tujuan melakukan latihan gerak sendi 8. Mencegah terjadinya kekakuan pada sendi 9. Mengontrol nyeri 10. Mempermudah pasien agar mampu bergerak tanpa hambatan



1. Mempermudah pasien dalam melakukan persiapan mandi 2. Mempermudah pasien dalam melakukan oral higyene 3. Membantu pasien untuk lebih mandiri dalam



24



1



Menopang berat badan



2



2



Berjalan dengan pelan



3











gigi dengan tepat melakukan mandi 3. Fasilitasi pasien 4. Menjaga kelembapan untuk mandi sendiri kulit 4. Monitor integritas kulit pasien



Keterangan: 1 : sangat terganggu 2 : banyak terganggu 3 : cukup terganggu 4 : sedikit terganggu 3.



Defisit perawatan diri: eliminasi



1. 5 : tidak terganggu Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 Bantuan perawatan 1. Mempermudah pasien jam diharapkan defisit perawatan diri : eliminasi pasien diri: eliminasi 1. Bantu pasien ke toilet dalam menjangkau toilet berkurang dengan kriteria hasil: pada waktu tertentu 2. Mengajarkan 2. Instruksikan pasien/keluarga dalam Ambulasi (0200) pasien/keluarga menggunakan toilet dalam rutinitas toilet. dengan tepat dan rutin Tujuan Awa No Indikator 3. Buat jadwal aktivitas 3. Melatih pasien agar l 1 2 3 4 5 terkait dengan terbiasa melakukan eliminasi dengan eliminasi dengan tepat 1 Menopang berat 2 √ tepat. dan terjadwal badan



25



2



Berjalan dengan pelan



Keterangan: 1 : sangat terganggu 2 : banyak terganggu 3 : cukup terganggu 4 : sedikit terganggu 5 : tidak terganggu



3







26



40



DAFTAR PUSTAKA



Aquilino, Mary Lober, Et al. 2008. Nursing Outcomes Classification. Fifth Edition. United State of America: Mosby Elsevier. Dochterman, Janne McCloskey dan Bulcchek, Gloria M. 2008. Nursing Interventions Clarifications. Fifth Edition.united State of America: Mosby Elsevier. Fatkhurrohman, M. 2011. Pengaruh Latihan Motor Imagery Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparesis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi. Depok. Program Srudi Magister Keperawatan Kekhusussn Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan. http://lib.ui.ac.id [Diakses pada 7 Maret 2018] Fuady, N., E. L. Sjattar, dan V. Hadju. 2016. Pengaruh Pelaksanaan Discharge Planning Terhadap Dukungan Psikososial Keluarga Merawat Pasien Stroke Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. JST Kesehatan. 6(2): 172-178. [diakses pada 8 Maret 2018] Handika, M. D. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Stroke Non Hemoragik (SNH) Di Ruang Matahari Rumah Sakit Umum Daerah Kajen Kabupaten Pekalongan. Karya tulis ilmiah. Pekajangan: prodi DIII keperawatan Stikes muhammadiyah Pekajangan Handiyani, H. 2013. Mobilisasi dan Imobilisasi. http://staff.ui.ac.id [Diakses pada 7 maret 2018] Herdman, T. Heather. 2015. NANDA Internasional Inc. diagnosa keperawatan: definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC Khairani, A. 2013. Laporan pendahuluan tentang https://plus.google.com [Diakses pada 7 Maret 2018]



Mobilisasi.



Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses dan praktik. Jakarta: EGC Marlina. 2013. Fungsi Kemandirian Pasien Stroke dengan Metode Latihan “Gait”. Jurnal Ners. 8(1): 56-63. https://media.neliti.com [Diakses 10 Maret 2018] Mubarak, Wahid Iqbal, Nurul Chayati. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.



28



Perry & Potter. 2005. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC. Pradana, M. D. 2016. Upaya peningkatan Mobilitas Fisik pada Pasien Stroke NonHemoragik di RSUD dr Soehadi Prijonegoro. Naskah Publikasi Surakarta: Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta [Diakses pada 7 Maret 2018]