LAPORAN KASUS Mata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS OD Astigmatisme Miopia Kompositus dan OS Miopia Ringan Kepada Yth



: dr. Liana Ekowati, Sp.M



Dibacakan oleh



: Rizky Yanuari



Pembimbing



: dr. Dera Tresna Utami



Dibacakan tanggal: 31 Juli 2013



I.



PENDAHULUAN



Astigmatisma biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau-jarijarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horisontal.2 Letak kelainan pada astigmatisma terdapat di dua tempat yaitu kelainan pada kornea dan kelainan pada lensa. Pada kelainan kornea terdapat perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior- posterior bola mata. Kelainan ini bisa merupakan kelainan kongenital atau didapat akibat kecelakaan, peradangan kornea atau operasi.2.3



II. IDENTITAS PENDERITA



Nama : Umur : Agama : Alamat : Pekerjaan : No. CM :



Ny. TR 36 tahun Islam Ngaliyan, Semarang Pegawai Negeri C001739



1



I.



ANAMNESIS



(autoanamnesis pada 24 Mei 2013) Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata kabur Riwayat Penyakit Sekarang Sejak ±1 minggu yang lalu pasien mengeluh penglihatan mata kabur di kedua mata,keluhan dirasakan terutama jika melihat jarak jauh. Keluhan dirasakan semakin memberat sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Pasien juga mengalami pusing pada bagian sekitar mata. Keluhan jika melihat benda seakan-akan benda menjadi dua (-), nrocos (-), melihat pelangi disekitar cahaya (-). Karena keluhan dirasakan semakin mengganggu pasien kemudian berobat ke RSDK. Riwayat Penyakit dahulu 



Riwayat pemakaian kacamata (+)







Riwayat trauma pada daerah mata disangkal







Riwayat penggunaan lensa kontak disangkal







Riwayat penyakit mata lainnya disangkal







Riwayat hipertensi (-)







Riwayat DM disangkal



Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini



Riwayat Sosial Ekonomi Biaya pengobatan ditanggung ASKES, pasien dan suaminya bekerja sebagai pegawai negeri. Kesan : Sosial ekonomi cukup.



II.



PEMERIKSAAN FISIK



Status Praesen Keadaan umum



: Baik



Kesadaran



: Komposmentis GCS=15



Tanda vital



: TD



suhu : 36 0C



: 110/70 mmHg



nadi : 80 x/menit Pemeriksaan fisik



: Kepala Thoraks



RR



: mesosefal : cor



: tidak ada kelainan 2



: 20 x/menit



paru : tidak ada kelainan Abdomen



: tidak ada kelainan



Ekstremitas : tidak ada kelainan Status Oftalmologi



Oculus Dexter 6/40 6/40 S-1,75 C -0,50x90˚ 6/6 Tidak dilakukan Gerak bola mata ke segala arah



Oculus Sinister VISUS KOREKSI



6/40 S-1,50 6/6



SENSUS COLORIS



Tidak dilakukan



PARASE/PARALYSE



baik Tidak ada kelainan



6/40



Gerak bola mata ke segala arah baik



SUPERCILIA



Tidak ada kelainan



Edema (-), spasme (-)



PALPEBRA SUPERIOR



Edema (+), spasme (+)



Edema (-), spasme (-)



PALPEBRA INFERIOR



Edema (+), spasme (-)



CONJUNGTIVA



hiperemis (-), sekret (-)



Hiperemis (-), sekret (-)



PALPEBRALIS Hiperemis (-), sekret (-)



CONJUNGTIVA FORNICES hiperemis (-), sekret (-)



Injeksi (-), sekret (-)



CONJUNGTIVA BULBI



Injeksi (-), sekret (-)



Tidak ada kelainan



SCLERA



Tidak ada kelainan



Jernih



CORNEA



Jernih



Kedalaman cukup, Tyndall Effect (-)



CAMERA OCULI ANTERIOR



Kedalaman cukup, Tyndall Effect (-)



Kripte (+), sinekia (-)



IRIS



Kripte (+), sinekia (-)



Bulat, sentral, regular,



PUPIL



Bulat, sentral, regular,



Ø 3mm, Refleks cahaya (+) N Jernih



(+) cemerlang T(digital) normal



Ø 3mm, Refleks cahaya (+) N LENSA



FUNDUS REFLEKS TENSIO OCULI 3



Jernih



(+) cemerlang T(digital) normal



Tidak dilakukan



SISTEM CANALIS



Tidak dilakukan



LACRIMALIS



III.



RESUME



Seorang wanita 36 tahun datang ke poli mata RSUP Dr. Kariadi dengan keluhan sejak ±1 minggu visus menurun di kedua mata. Pasien juga mengalami pusing pada bagian sekitar mata. Keluhan jika melihat benda seakan-akan benda menjadi dua (-), nrocos (-), melihat pelangi disekitar cahaya (-). Karena keluhan dirasakan semakin mengganggu pasien kemudian berobat ke RSDK. Riwayat Status praesens dalam batas normal. Status oftalmologi Oculus Dexter



Oculus Sinister



6/40



VISUS



6/40



6/40 S-1,75 C -0,50x90˚ 6/6



KOREKSI



6/40 S-1,50 6/6



(+) cemerlang



FUNDUS REFLEKS



(+) cemerlang



IV.



DIAGNOSIS BANDING



OD:



Astigmatisme Miopia Kompositus



OS:



Miopia ringan



V.



DIAGNOSIS KERJA



OD:



Astigmatisme Miopia Kompositus



OS:



Miopia ringan



VI.



TERAPI



Resep kacamata sesuai dengan koreksi



4



VII.



PROGNOSIS



VIII.



OD



OS



Quo ad visam



Ad bonam



Ad bonam



Quo ad sanam



Dubia ad bonam



Dubia ad bonam



Quo ad vitam



Ad bonam



Quo ad cosmeticam



Ad bonam



SARAN 



IX.



Kontrol untuk melakukan pemeriksaan visus setiap 1 tahun sekali.



EDUKASI  Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien mempunyai kelainan mata astigmatisme yang menyebabkan penglihatan pasien kabur, pusing disekitar mata







Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien mempunyai kelainan mata rabun jauh yang menyebabkan pasien sulit melihat jarak jauh







Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa terapi dari kelainan mata astigmatisme dan rabun jauh adalah dengan menggunakan kacamata yang sesuai dengan koreksi.







Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien rutin melakukan pemeriksaan visus setiap 1 tahun sekali



5



X.



DISKUSI



X.I ANATOMI DAN FISIOLOGI



Gambar 1. Anatomi bola mata.



Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe namun bentuknya tidak bulat sempurna.



Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata, otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada daerah apeks dan optik kanal.1



MEDIA REFRAKSI Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.1,2



6



FISIOLOGI REFRAKSI



Gambar 2. Fisiologi refraksi. Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengankepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda. Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus. Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.2 Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas7



berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata. Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber cahaya jauhdan dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuks umber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.3 X.II MIOPI DEFINISI Miopia adalah ketidakmampuan untuk melihat objek pada jarak jauh dengan jelas. Pada orang dengan miopia, bola mata akan lebih panjang dari normal sehingga sinar yang datang dari objek yang jauh difokuskan di depan retina. Miopia dapat diklasifikasikan menjadi miopia simpleks (miopia yang fisiologik) dan miopia degeneratif (miopia patologik). Mata dengan miopia simpleks mempunyai kelainan refraksi kurang dari 6 Dioptri dan tidak terdapat perubahan patologis sedangkan mata dengan miopia degeneratif mempunyai kelainan refraksi paling sedikit 6 Dioptri dan berhubungan dengan perubahan degeneratif terutama di segmen posterior bola mata. Miopia merupakan kelainan optik yang sering dijumpai. Pada fisiologi miopia, kekuatan lensa kurang dari -6 D, hal ini dianggap variasi biologi yang normal. Keadaan mata yang ”eror” yaitu dengan kekuatan lensa lebih dari – 6 D disebut sebagai miopia tinggi. Dimana pada keadaan ini, panjang aksial miopia tersebut tidak dapat stabil selama dewasa muda. Patofisiologi dari progresivitas kelainan ini sebagai bentuk degeneratif miopi yang tidak diketahui. Miopi dibagi menjadi beberapa karakteristik yaitu: 1. Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi : 



Miopia aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari normal.







Miopia kurvatura, yaitu adanya peningkatan curvatura kornea atau lensa.







Miopia indeks, terjadi peningkatan indeks bias pada cairan mata.



2. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas: 5 



Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.



8







Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibatbertambah panjangnya bola mata.







Miopia maligna, yaitu keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang dapatmengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.



3. Berdasarkan penyebab miopia: 5 



Miopia refraktif adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan, seperti padakatarak.







Miopia



aksial



adalah



akibat



panjangnya



sumbu



bola



mata,



dengan



kelengkungankornea dan lensa yang normal. 4. Berdasarkan ukuran derajat dapat dibagi atas: 5 



Miopia ringan 1-3 dioptri







Miopia sedang 3-6 dioptri







Miopia berat > 6 dioptri



5. Menurut timbulnya oleh Lendner dibagi atas: 



Kongenital







Infantil







Yuvenil



6. Secara klinik dan



berdasarkan perkembangan patologi yang timbul pada mata,



makamiopia dibagi atas: 5 



Miopia simple







Miopia patologi Myopia dikategorikan berbahaya apabila berpotensi untuk menimbulkan



kebutaan bagi penderitanya, karena tidak bisa diatasi dengan pemberian kacamata. Myopia berbahaya ini dibarengi dengan kerapuhan dari selaput jala (retina) yang makin lama makin menipis dari waktu ke waktu. Pada puncaknya proses penipisan ini menimbulkan perobekan pada selaput jala (retina), yang membutuhkan tindakan bedah sedini mungkin untuk pemulihannya. Tingkat keberhasilan pemulihan penglihatan akibat hal ini sangat tergantung pada kecepatan tindakan penanggulangannya.



9



ETIOLOGI miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkantimbulnya miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan makanan, herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium, kekurangan vitamin) (Desvianita cit Slone, 1997).Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan retina, sinar sejajar yang masuk kedalam mata difokuskan di dalam badan kaca. Jika penderita miopia tanpa koreksi melihat keobjek yang jauh, sinar divergenlah yang akan mencapai retina sehingga bayangan menjadi kabur.Ada dua penyebab yaitu : daya refraksi terlalu kuat atau sumbu mata terlalu panjang (Hoolwich,1993).Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial adalah bayangan jatuh di depanretina dapat terjadi jika bola mata terlalu panjang. Penyebab dari miopia aksial adalahperkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada waktu awalkelahiran, yang dinamakan tipe herediter. Bila karena peningkatan kurvatura kornea atau lensa,kelainan ini disebut miopia kurvatura (desvianita cit Slone, 1997). Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan : 1.



Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan.



10



2.



Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan yangdihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala sebagai akibat dari posisi tubuh yangmembungkuk.



3.



Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang berlebihan (Desvianita cit Perera, 1997).



Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus yaitu kelainan pada bentuk kornea. Pada penderita katarak (kekeruhan lensa) terjadi miopia karena lensa bertambahcembung atau akibat bertambah padatnya inti lensa ( Desvianita cit Slone, 1997).Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak normal, misalnya akibat kadar gulayang tinggi dalam cairan mata (diabetes mellitus) atau kadar protein yang meninggi padaperadangan mata. Miopia bias juga terjadi akibat spasme berkepanjangan dari otot siliaris(spasme akomodatif), misalnya akibat terlalu lama melihat objek yang dekat. Keadaan inimenimbulkan kelainan yang disebut pseudo miopia (Sastradiwiria, 1989).



PATOFISIOLOGI Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk panjangnyabola mata akibat : 1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang lebih panjang,bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial 2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensamempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia kurvatura/refraktif 3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi ini disebutmiopia indeks 4. Miopi karena perubahan posisi lensaPosisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi glaucoma



GAMBARAN KLINIS Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu objek dengan jarak jauh ( anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di papan tulis tetapi mereka dapat dengan mudah membaca tulisan dalam sebuah buku. Penglihatan untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat miopianya terlalu tinggi, sehingga letak pungtum remotum kedua mata terlalu dekat, maka kedua mata selalu harus melihat dalam posisi kovergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan 11



(astenovergen) . Mungkin juga posisi konvergensi itu menetap, sehingga terjadi strabismus konvergen (estropia). Apabila terdapat myopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih tinggi. Mata ambliopia akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen (eksotropia).5 Pasien dengan myopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang penderita myopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien myopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esoptropia. 5 Gejala-gejala myopia juga terdiri dari : 1. Gejala subjektif :  Kabur bila melihat jauh  Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat  Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi) 2. Gejala objektif :  Myopia simpleks : Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relative lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen myopia ( myopic cresent ) yang ringan di sekitar papil saraf optik.  Myopia patologik : Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada: a. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan myopia. b. Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke



12



seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur c. Makula: Berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan pendarahan subretina pada daerah macula. d. Retina bagian perifer: Berupa degenersi kista retina bagian perifer Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.



DIAGNOSIS BANDING 1. Foto fundus / retina 2. Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri 3. Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram) 4. Pemeriksaan kelainan otak / brain berkaitan dengan kelainan mata ( E.E.G = electro – ence falogram 5. EVP (evoked potential examination) 6. USG ( ultra – sono – grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada tumor,panjang bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous) 7. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa) 8. CT scan dengan kontras / MRI. VI. Penatalaksanaan



PATHWAYS



Pembiasan sinar didalam mata yang terlalu kuat untuk panjangnya bola mata



Pasca operasi glaucoma



Posisi lensa lebih ke arah anterior 13



Indeks bias mata lebih tinggi dari normal



Lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat)



Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal



Miopia aksial



Miopia kurvatura



PENCEGAHAN Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap dan menonton TV dengan jarak yang dekat. Pada beberapa tahun lalu, penurunan pelebaran mata dimaksudkan untuk salah satu pengobatan yang telah dikembangkan untuk anak-anak, tetapi ternyata terapi tersebut tidak efektif. Penggunaan kacamata dan kontak lensa mempengaruhi perkembangan myopia dalam akhir tahun ini. Beberapa dokter yang menggunakan pengobatan klinik dan para peneliti merekomendasikan kekuatan lebih ( konvex ) pada lensa kacamata yang dapat dipakai untuk melihat jauh dan dekat. Para pelajar Malaysia juga baru-baru ini melaporkan bahwa ahli ilmu pengetahuan yang baru menyatakan bahwa pembentukan atau perbaikan pada penderita myopia disebabkan karena melajunya pertumbuhan myopia, ini juga terdapat dalam pertanyaan-pertanyaan klinis. Banyak pengobatan myopia mengalami kesulitan dan juga terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, beberapa grup kontrol cukup menutupi kekurangan tersebut Sampai sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan refraksi pada anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah. Biasanya dokter akan melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk membantu penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata. 14



Pencegahan lainnya adalah dengan melakukan visual hygiene berikut ini: Mencegah terjadinya kebiasaan buruk. Hal yang perlu diperhatikan adalah sejak kecil anak dibiasakan duduk dengan posisi tegak, dan memegang alat tulis dengan benar. Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau melihat TV. Batasi jam membaca. Aturlah jarak baca yang tepat (30 centimeter), dan gunakanlah penerangan yang cukup. Kalau memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang bisa diatur tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm. Membaca dengan posisi tidur atau tengkurap bukanlah kebiasaan yang baik. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh atau bergantian melihat jauh dan dekat secara bergantian dapat mencegah myopia. (Curtin, 2002).



PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia. Dalam ilmu keratotology kontak lensa yang digunakan adalah adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia. Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi Para pelaksana dan penganjur terapi alternatif ini sering merekomendasikan latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan (pencegahan). Akan tetapi, kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli pengetahuan dan para praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan peninjauan ilmiah pada beberapa subjek. Dari peninjauan tersebut disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti (fakta) ilmiah



yang



menyatakan



bahwa



latihan



pergerakan



mata



adalah



pengobatanamyopiaayangaefektif. Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis (LASIK) atau operasi lasik mata, yang telah populer dan banyak digunakan para ahli bedah untuk mengobati miopia. Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya tingkat miopia dengan menggunakan sebuah laser. Selain lasik digunakan juga terapi lain yaitu Photorefractive Keratotomy (PRK) untuk jangka pendek, tetapi ini menggunakan konsep yang sama yaitu dengan pergantian kembali kornea mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda. Selain itu ada juga pengobatan yang dilakukan tanpa operasi yaitu orthokeratologi dan pemotongan jaringan kornea mata. Orang-orang dengan miopia rendah akan lebih baik bila menggunakan teknik ini. 15



Orthokeratologi menggunakan kontak lensa secara berangsur-angsur dan pergantian sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahanbahan plastik yang ditanamkan ke dalam kornea mata untuk mengganti kornea yang rusak (Lee dan Bailey) 2. Penatalaksanaan Farmakologi Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak digunakan ada penderita myopia



X.III ASTIGMATISME DEFINISI Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.3



EPIDEMIOLOGI Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.3,4 Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara, jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa negara. Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian astigmat bervariasi antara 30%-70%.



ETIOLOGI Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:4 i.



Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata. 16



Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah



ii.



umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus. iii.



Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty



iv.



Trauma pada kornea



v.



Tumor



KLASIFIKASI Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut: 1) Astigmatisme Reguler Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.



Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: i.



Astigmatisme With the Rule Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal.



ii.



Astigmatisme Against the Rule Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal.



17



2) Astigmatisme Irreguler Dimana titik bias didapatkan tidak teratur. Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut: 1. Astigmatisme Miopia Simpleks Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.



Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks



2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di belakang retina.



Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks



3. Astigmatisme Miopia Kompositus



18



Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph X Cyl -Y.



Gambar 5. Astigmatisme Miopia Kompositus



4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.



Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus



19



5. Astigmatisme Mixtus Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -. Gambar 7. Astigmatisme Mixtus



Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri : 1. Astigmatismus Rendah Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan. 2. Astigmatismus Sedang Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi. 3. Astigmatismus Tinggi Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.



TANDA DAN GEJALA Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-gejala sebagai berikut : -



Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi. 20



-



Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.



-



Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.



-



Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.



Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejalagejala sebagai berikut : -



Sakit kepala pada bagian frontal.



-



Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.



X.IV DIAGNOSIS



1) Pemeriksaan pin hole Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.5



2) Uji refraksi i. Subjektif Optotipe dari Snellen & Trial lens Metode yang digunakan adalah dengan Metoda „trial and error‟ Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita 21



hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).5,6 ii. Objektif -



Autorefraktometer Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.



-



Keratometri Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun mempunyai keterbatasan.



3) Uji pengaburan Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa



22



negatif



sampai



pasien



melihat



jelas.7



Gambar 8. Kipas Astigmat.



4) Keratoskop Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.7,8 5) Javal ophtalmometer Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.7,8



Terapi 1) Koreksi lensa Miopi dapat dikoreksi dengan lensa speris negative.Pada anak-anak dengan derajat myop sampai



dengan - 6 D,diberikan full koreksi dan dipakai terus.Pada myop diatas - 6 D



pada pemberian pertama kali dapat diturunkan dulu antara 1 – 2 D.Pada myop tinggi dapat dikurangi sesuai keadaan. Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas. 2) Orthokeratology Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia. 23



Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata. 3) Bedah refraksi Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:8,9 · Radial keratotomy (RK) Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi. · Photorefractive keratectomy (PRK) Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi.



ANALISIS KASUS Pada laporan kasus ini, pasien didiagnosis Astigmatisme miopi kompositus pada mata kanan berdasarkan data dasar yang didapatkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik sebagai berikut. Pada anamnesis didapatkan keluhan keluhan sejak ±1 minggu penglihatan mata kabur di kedua mata. Pasien juga mengalami sakit kepala pada bagian sekitar mata dan silau jika terkena cahaya. Keluhan jika melihat benda seakan-akan benda menjadi dua (-), nrocos (-), melihat pelangi disekitar cahaya (-). Pada pemeriksaan fisik pada OS didapatkan visus mata kanan 6/40, koreksi 6/40 S1,75 C-0,50x90˚ 6/6 dan visus mata kiri 6/40 koreksi 6/40 S-1,50 6/6, pada pemeriksaan fundus refleks (+) cemerlang pada kedua mata. Pada kasus ini pasien diberikan terapi berupa kacamata yang sesuai dengan koreksi. Hal ini diperlukan untuk memperbaiki penglihatan pasien agar dapat melihat dengan jelas. Pasien kemudian disarankan untuk kontrol rutin setiap 1 tahun sekali untuk pemeriksaan visus dan funduskopi.



24



DAFTAR PUSTAKA 1. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3 rd Edition. London: Thieme, 2003; 344-346. 2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L, Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23. 3. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell Publishing, 2003; 20-26. 4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan & Asbury‟s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007. 5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta. 6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007. 7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors, Thieme, p. 127-136, 2000. 8. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008. 9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101 [Diakses tanggal 28 Juni 2011] 10. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia. Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pm centrez [Diakses tanggal 26 Juni 2011] 11. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on Visual Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010; 24(6) : 325-330. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/15456110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrez



25