Laporan Kasus Mata Pco - Anis Muslikha 1102015026 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • iqbal
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS Posterior Capsular Opacification



Disusun oleh: Anis Muslikha (1102015026)



Pembimbing: dr. Yulika Harniza, Sp. M, MARS



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA RSUD KABUPATEN BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI PERIODE 19 JULI – 7 AGUSTUS 2021



BAB I LAPORAN KASUS I.



IDENTITAS PASIEN Nama



: Ny. R



Usia



: 56 tahun



Jenis Kelamin



: Perempuan



Agama



: Islam



Alamat



: Pondok Ungu Permai F 24/3 RT 009/012, Kaliabang Tengah, Bekasi Utara



II.



Status Marital



: Menikah



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Tanggal Pemeriksaan



: 19 Juli 2021



ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 19 Juli 2021 di Poliklinik Mata RSUD Kabupaten Bekasi. A. Keluhan Utama Penglihatan buram secara perlahan tanpa mata merah pada mata kiri sejak 1 bulan SMRS. B. Keluhan Tambahan Muncul bintik-bintik hitam yang hilang timbul. C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan penglihatan buram secara perlahan tanpa mata merah pada mata kiri sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan awal penglihatan mata kiri buram dirasakan seperti tertutup kabut putih. Mata buram berkabut dirasakan sepanjang hari dan mengenai seluruh pandangan mata. Mata buram juga dirasakan perlahan-lahan dan semakin berat terutama saat pasien berada di luar ruangan sehingga mengganggu aktivitas sehari-



2



harinya. Keluhan lain yang dirasakan yaitu munculnya bintik-bintik hitam pada penglihatan mata kiri. Bintik-bintik hitam tersebut menetap dan tidak bergerak namun dirasakan hilang timbul. Keluhan tidak disertai dengan mata kiri silau dan tidak disertai adanya lingkaran pelangi jika melihat cahaya yang terlalu terang. Nyeri pada sekitar mata disertai nyeri kepala, penglihatan ganda, keluar kotoran pada mata, mata berair disangkal. Pasien mengatakan sebelumnya sudah pernah dilakukan operasi katarak mata kiri pada tahun 2019 dan mata kanan pada tahun 2017 di Rumah Sakit Taman Harapan Baru. Pasien pernah menggunakan kacamata 4 tahun yang lalu, namun setelah operasi katarak pasien sudah tidak menggunakan kacamata. Pasien menyangkal pernah mengkonsumsi obat-obatan baik dalam bentuk tablet maupun obat tetes mata dalam jangka panjang. Pasien tidak pernah mengalami benturan atau trauma pada daerah mata. Kegiatan harian pasien lebih banyak dilakukan di luar rumah. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal. D. Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat keluhan serupa sebelumnya



: 5 tahun yang lalu



- Riwayat menggunakan kacamata



: 4 tahun yang lalu



- Riwayat pembedahan pada mata



: Operasi katarak mata kiri pada tahun 2019 dan mata kanan pada tahun 2017



- Riwayat Hipertensi



: 5 tahun yang lalu



- Riwayat Diabetes Mellitus



: disangkal



- Riwayat Alergi



: disangkal



- Riwayat Keganasan



: disangkal



3



E. Riwayat Penyakit Keluarga - Riwayat keluhan serupa



: Kakak pasien mengalami Katarak



- Riwayat Hipertensi



: disangkal



- Riwayat Diabetes Mellitus



: disangkal



- Riwayat alergi



: disangkal



F. Riwayat Pengobatan - Riwayat penggunaan obat rutin



: disangkal



G. Riwayat Kebiasaan Kegiatan pasien lebih banyak dilakukan di luar rumah sehingga sering terpapar matahari dan debu. III. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum



: Baik



Kesadaran



: Compos Mentis



Tanda Vital Tekanan Darah



: 120/80 mmHg



Nadi



: 80 x/menit



Respirasi



: 20 x/menit



Suhu



: 36,80C



Status Oftalmologis OD



MATA



OS



6/9 pinhole tetap



Visus



6/25 pinhole tetap



Ortoforia



Kedudukan Bola Mata



Ortoforia



4



OD



MATA



OS



Gerakan Bola Mata



Baik ke segala arah



Baik ke segala arah



Dalam Batas Normal



Lapang Pandang



Dalam Batas Normal



Dalam Batas Normal



Supra Silia



Dalam Batas Normal



Edema (-) Benjolan (-)



Edema (-) Benjolan (-)



Hiperemis (-) Nyeri tekan (-)



Entropion



(-)



Palpebra Superior



Hiperemis (-) Nyeri tekan (-)



Entropion



(-)



Ektropion (-) Ptosis (-)



Ektropion (-) Ptosis (-)



Edema (-) Benjolan (-)



Edema (-) Benjolan (-)



Hiperemis (-) Nyeri tekan (-)



Entropion



(-)



Palpebra Inferior



Ektropion (-) Ptosis (-) Folikel (-) Edema (-)



Konjungtiva tarsal superior



Injeksi Konjungtiva (-) siliar



(-)



Entropion



(-)



Ektropion (-) Ptosis (-)



Hiperemis (-) Papil (-)



Injeksi



Hiperemis (-) Nyeri tekan



(-)



Perdarahan



Hiperemis (-) Papil (-) Folikel (-) Edema (-) Injeksi Konjungtiva (-)



Konjungtiva bulbi



subkonjungtiva (-)



Injeksi



siliar



Perdarahan subkonjungtiva (-)



Jernih, edema (-),



Kornea



Jernih, edema (-)



Dalam



Bilik mata depan/COA



Dalam



Cokelat ; kripte (+) ; sinekia (-)



(-)



Iris



Cokelat ; kripte (+) ; sinekia (-)



Bulat RL (+) ; RCTL (+)



Pupil



Bulat RL (+) ; RCTL (+)



Reflek kaca (+)



Lensa



Reflek kaca (+)



Normal perpalpasi



TIO perpalpasi



Nomal perpalpasi



Tidak dilakukan



Funduskopi



Tidak dilakukan



5



Gambar OS Ny. R IV.



RESUME Pasien Ny. R, perempuan usia 56 tahun datang ke Poliklinik Mata dengan keluhan mata buram secara perlahan tanpa mata merah pada mata kiri sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan penglihatan buram mata kiri seperti tertutup kabut sehingga sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Keluhan disertai adanya bitnik-bintik hitam pada pandangan mata kiri yang hilang timbul. Keluhan lain seperti silau, lingkaran pelangi sekitar cahaya terang, penglihatan ganda, nyeri pada daerah mata disertai nyeri kepala, keluar kotoran pada mata, mata berair disangkal. Terdapat riwayat operasi katarak pada mata kiri tahun 2019 dan pada mata kanan tahun 2017, riwayat hipertensi dan riwayat keluarga yang menderita katarak. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal dan pemeriksaan oftalmologis ditemukan : OCULI DEXTRA(OD)



PEMERIKSAAN



OCULI SINISTRA(OS)



6/9 pin hole tetap



Visus



6/25 pin hole tetap



Reflek kaca (+)



Lensa



Reflek kaca (+)



6



V.



VI.



DIAGNOSIS BANDING •



Posterior Capsular Opacification OS







Retinopati Hipertensi



DIAGNOSIS KERJA •



Posterior Capsular Opacification OS



VII. TATALAKSANA •



Nonmedikamentosa - Edukasi: o



Mengatakan kepada pasien bahwa penyakitnya merupakan gangguan penglihatan yang dapat diperbaiki dan hanya dapat ditangani dengan laser, tatalaksana lainnya hanya untuk sementara dan tidak dapat menyembuhkan penyakitnya.



o



Menjelaskan indikasi tindakan laser kepada pasien serta keuntungan dan kerugian bila pasien mengambil tindakan laser maupun tidak.



- Rujuk ke Dokter Spesialis Mata untuk dilakukan tindakan Nd-YAG laser •



Medikamentosa Tidak diberikan terapi medikamentosa pada pasien karena tidak terdapat keluhan lain selain keluhan mata buram



VIII. PROGNOSIS Quo Ad Vitam



: Ad Bonam



Quo Ad Functionam



: Dubia ad Malam



Quo Ad Sanactionam



: Dubia ad Malam



Quo Ad Cosmetican



: Ad Bonam



7



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1.



Anatomi Lensa Mata Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avascular, tak berwarna, dan hampir



transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula menghubungkannya dengan corpus ciliare.1,2



Gambar 1. Struktur Lensa Dewasa3 Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor; di sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Kapsul lensa yang bersifat elastik berfungsi untuk mengubah bentuk lensa pada proses akomodasi.1,2



8



Gambar 2. Kapsul Lensa3 Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subeptiel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellar konsentris yang panjang.



Garis-garis



persambungan



(suture



line)



yang



terbentuk



dari



penyambungan tepi-tepi serat lamellar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior.1,2 Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan berbatasan dengan lapisan epitel subcapsular. 1,2 Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula (zonula Zinii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini berasal dari permukaan corpus ciliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa. 1,2



9



Gambar 3. Zonula Zinii4 Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di lensa.5 Fungsi lensa adalah untuk mempertahankan pandangan jelas, media untuk refraktif cahaya dan menyediakan akomodasi, dalam hubungannya dengan zonula dan badan siliaris.2 2. 2.



Katarak



2.2.1 Definisi Katarak adalah keadaan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Katarak lebih sering dijumpai pada usia tua, dan merupakan penyebab kebutaan pertama di seluruh dunia. Kekeruhan pada lensa dapat disebabkan karena hidrasi atau denaturasi protein, sehingga memberikan gambaran berawan atau putih. Penyebab tersering katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh.7



10



2.2.2 Epidemiologi Di Amerika Serikat, sekitar 20,5 juta orang yang berusia > 40 tahun menderita katarak pada satu atau kedua matanya, dan 6,1 juta diantaranya sudah melakukan operasi pengangkatan lensa. Total penderita katarak diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 30,1 juta orang pada tahun 2020.6 Sedangkan sebuah penelitian di India mengatakan prevalensi katarak di rumah sakit pendidikan daerah pedesaan sebesar 53,6%,8 Menurut hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan responden tanpa batasan umur.6 Di Indonesia, perkiraan insiden katarak adalah 0.1%/tahun artinya setiap tahun terdapat seorang penderita katarak baru diantara 1000 orang. Sekitar 16-22% penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun.7 Sebagian besar katarak terjadi terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia. Didapatkan sebanyak 14% anak-anak didunia mengalami kebutaan karena katarak. Dari beberapa penelitian didapatkan prevalensi katarak di Jawa Barat sebesar 22,8% dan kebutaan katarak sebesar 2,0%. Berdasarkan karakteristik demografi diperoleh proporsi katarak tinggi pada tingkat pendidikan tidak sekolah dan mempunyai pekerjaan di luar gedung. Proporsi katarak lebih tinggi pada lakilaki sedangkan proporsi kebutaan katarak pada laki-laki dan perempuan mempunyai jumlah yang sama. Berdasarkan karakteristik lingkungan proporsi katarak dan kebutaan katarak usia >40 tahun di Jawa Barat lebih tinggi pada penderita yang mempunyai riwayat DM, mempunyai pola makan yang kurang, kebiasaan merokok.9 2.2.3 Faktor Resiko a. Faktor demografi (usia dan jenis kelamin) Proses terbentuknya katarak merupakan bagian dari proses penuaan. Penuaan



berkontribusi



dalam



terakumulasinya



kerusakan



yang



disebabkan oleh lingkungan, sehingga kemampuan regenerasi yang sudah menurun karena bertambahnya usia akan semakin memberat.10



11



b. Faktor kebiasaan merokok Mekanisme aksi dari merokok pada katarak senilis tidak sepenuhnya diketahui, tapi ada beberapa kemungkinan mekanisme biologis. Pertama, merokok menyebabkan adanya proses oksidatif melalui aktivitas radikal bebas didalam tubuh yang berlebihan sehingga menyebabkan oksidasi dan perioksidasi dari lipid. Disisi lain, merokok bisa menyebabkan stres oksidatif pada lensa secara tidak langsung melalui penipisan dari antioksidan endogen, seperti vitamin C, vitamin E dan β-karoten. Kedua, tembakau mengandung logam berat seperti kadmium, timah dan tembaga yang akan terakumulasi dan menyebabkan toksisitas langsung. Ketiga, level sianida dan aldehid akan meningkat didalam darah perokok, sehingga terjadi perubahan pada protein lensa, yang menyebabkan opasitas lensa secara in vitro.11 c. Faktor riwayat penyakit diabetes melitus Sebuah studi di India mengatakan, prevalensi katarak pada pasien yang sudah lama didiagnosis diabetes lebih tinggi daripada yang baru didiagnosis.12 Pembentukan katarak terkait dengan diabetes sering terjadi karena kelebihan kadar sorbitol (gula yang terbentuk dari glukosa), yang membentuk penumpukan dalam lensa dan akhirnya membentuk kekeruhan lensa.12 d. Faktor hipertensi Ketika hipertensi, maka akan terjadi ketidakseimbangan elektrolit, termasuk di mata, tepatnya di Aqueous Humour, dimana ini yang biasanya



menutrisi



lensa



bagian



depan.



Akan



tetapi



Ketika



ketidakseimbangan terjadi makan pintu dari lensa anterior yaitu pompa Na+, K+, ATPase akan memasukkan Na+ yang berlebih ke dalam epitel lensa. Dimana Na+ bersifat menarik air, maka serat dari protein lensa terdestruksi oleh pajanan Na+ beserta air.13 e. Faktor riwayat konsumsi obat kortikosteroid Konsumsi kortikosteroid jangka panjang dapat berefek terhadap terjadinya katarak dikarenakan kerja kortikosteroid adalah untuk



12



menghambat kerja sitokin sehingga sitokin okuler dan faktor pertumbuhan yang terdapat pada mata akan ikut terhambat, dimana zat tersebut berfungsi untuk memproteksi lensa mata.14 f. Faktor Body Mass Index Pada beberapa penelitian dikatakan bahwa angka BMI dapat mempengaruhi onset dan perkembangan dari terjadinya kelainan visual yang berhubungan dengan penuaan. Pada orang obesitas akan terjadi proses angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) yang berarti akan meningkatkan proses metabolisme pada tubuh sehingga produk sampingan berupa radikal bebas juga akan meningkat yang akan menginduksi terjadinya stres oksidatif yang dapat menginisiasi proses katarak.15 g. Faktor riwayat mata merah Katarak merupakan komplikasi tersering pada pasien dengan uveitis dan hasil dari inflamasi pada intraocular. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, terdapat berbagai macam faktor lain yang dapat menyebabkan katarak, dimana semua faktor risiko tersebut dihubungkan oleh adanya inflamasi kronik yang terjadi pada bagian dari mata. Ketika mata mengalami inflamasi, berbagai macam radikal bebas akan diproduksi, yang akan merusak lapisan lemak dan protein pada lensa.16 h. Faktor paparan sinar ultraviolet i. Faktor riwayat trauma 2.2.4 Klasifikasi dan Etiologi Berdasarkan etiologi, katarak dapat diklasifikasikan dalam: 1. Katarak Kongenital Terjadi sejak lahir atau sejak bayi hingga dewasa. Penyebabnya adalah hereditas, infeksi, obat-obatan, radiasi, kelainan metabolik, trauma persalinan, malnutrisi, kongenital anomaly, dan idiopatik.10



13



2. Katarak yang didapat a. Katarak Senilis Terjadi pada usia lanjut berusia >50 tahun. Penyebabnya adalah usia yang semakin tua, dehidrasi, penyakit sistemik, merokok, stres oksidatif dan kekurangan nutrisi.10 b. Katarak karena trauma Dapat terjadi pada semua umur. Trauma atau cedera pada mata mengakibatkan terjadinya erosi epitel pada lensa. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa mencembung dan mengeruh.17 c. Katarak komplikasi Dapat terjadi pada penderita penyakit kulit, alergi, uveitis, glaukoma, asma dan emfisema. Penyebabnya adalah komplikasi dari inflamasi kronis dan penyakit mata degeneratif.5 d. Katarak karena toksik metabolik Dapat terjadi pada penderita defisiensi beberapa enzim dan hormon. Serta riwayat terapi steroid dan obat lain yang mempunyai efek toksik. Penyebabnya adalah kelainan metabolik seperti Diabetes Mellitus, Galaktosemua dan beberapa obat (Steroid).5 e. Katarak karena radiasi Radiasi sinar ultraviolet pada siang hari cukup tinggi dan paparannya untuk jangka waktu yang lama dapat menjadi pemicu katarak. Sebab sinar ultraviolet mampu merusak jaringan mata, dapat merusak saraf pusat penglihatan serta macula dan dapat merusak bagian kornea dan lensa.18 Berdasarkan usia, dapat diklasifikasikan dalam:5 1. Katarak Kongenital Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun. 2. Katarak Juvenile Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun



14



3. Katarak Senilis Katarak sesudah usia 50 tahun. Katarak Senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya dapat dibagi menjadi:19 a. Katarak Nuklearis Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahanlahan yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat.1 Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut sebagai second sight.2,19



Gambar 4. Katarak Nuklear20



15



b. Katarak Kortikal Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran seperti embun.2,19



Gambar 5. Katarak Kortikal20 c. Katarak Subkapsuler Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior. Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya



16



adalah silau, penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh. 2,19



Gambar 6. Katarak Subkapsuler Posterior20 Berdasarkan stadium maturasi, katarak senilis dibagi menjadi 4 stadium, yaitu: 1.



Iminens/insipiens Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan lensa masih ringan, visus biasanya >6/60. Pada pemeriksaan dapat ditemukan iris normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata normal, serta shadow test negatif.19,21



17



Gambar 7. Katarak Stadium Iminens/insipiens 2.



Imatur Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus mulai menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya iris terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit dan sering terjadi glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test positif. 2,19,21



Gambar 8. Katarak Stadium Immature



18



3.



Matur Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan visus menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif. 2,19,21



Gambar 9. Katarak Stadium Matur20 4.



Hipermatur Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus sudah sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi berupa uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu. 2,19,21



19



Gambar 10. Katarak Hipermatur20 Tabel 1. Perbedaan Stadium Katarak Senilis5



20



2.2.5 Patofisiologi Protein lensa yang berubah, akhirnya menyebabkan kekeruhan bertahap lensa. Jarang, katarak dapat hadir pada saat lahir atau pada anak usia dini sebagai akibat dari cacat keturunan enzim, dan trauma parah pada mata, operasi mata, atau peradanganintraokular juga dapat menyebabkan katarak terjadi lebih awal dalam kehidupan. Faktor lain yang dapat menyebabkan perkembangan katarak pada usia lebih dinimeliputi paparan berlebihan cahaya ultraviolet, diabetes, merokok, atau penggunaan obat-obatan tertentu, seperti steroid oral, topikal, atau inhalasi. Obat lain yang lebih lemah



kaitannya dengan



katarak



termasuk



penggunaan jangka panjang statin danfenotiazin.22 Etiologi katarak kongenital yang paling umum termasuk infeksi intrauterin, gangguan metabolisme, dan sindrom genetik ditransmisikan. Sepertiga dari katarak pediatrik sporadis, mereka tidak berhubungan dengan penyakit sistemik atau mata. Namun, mereka mungkin mutasi spontan dan



dapat menyebabkan



pembentukan katarak pada keturunannya pasien. Sebanyak 23% dari katarak kongenital adalah familial. Cara transmisi yang paling sering adalah autosomal dominan dengan penetrasi yang lengkap. Jenis katarak mungkin muncul sebagai katarak total, katarak polar, katarak lamelar, atau opasitas nuklear. Semua anggota keluarga dekat harus diperiksa. Infeksi penyebab katarak termasuk rubella (yang paling umum), rubeola, cacar air, cytomegalovirus, herpes simplex, herpes zoster, poliomyelitis, influenza, virus Epstein Barr, sifilis, dan toksoplasmosis.22 Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Patofisiologi di balik terjadinya katarak senilis amat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa kemungkinan di antaranya terkait usia lensa mata yang membuat berat dan ketebalannya bertambah, sementara kekuatannya menurun. Kerusakan lensa pada katarak senilis juga dikaitkan dengan kerusakan oksidatif yang progresif.



Beberapa penelitian



menunjukkan peningkatan produk oksidasi seperti oxidized glutathione dan penurunan antioksidan (vitamin) dan enzim superoksidase. Teori stres oksidatif pada katarak disebut kataraktogenesis.23



21



Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul poterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna seperti kristal salju. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier kesekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.22



Gambar 11. Patogenesis Katarak24



22



2.2.6 Diagnosis Katarak di diagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang lengkap. Keluhan yang membawa pasien datang antara lain: 1.



25



Pandangan kabur Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan penglihatan yang progresif atau berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pinhole.



2.



Penglihatan silau Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tingkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak kortikal.



3.



Sensitifitas terhadap kontras Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak.



4.



Miopisasi Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.



23



5.



Variasi Diurnal Penglihatan Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya penderita katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada sinar redup.



6.



Distorsi Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau bergelombang.



7. Halo Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma. 8.



Diplopia Monokuler Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan cover test dan pin hole.



9.



Perubahan Persepsi Warna Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya.



10. Bintik Hitam Penderita



dapat



mengeluhkan



timbulnya



bintik



hitam



yang



tidak



bergerakgerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering bergerak-gerak. Pada Pemeriksaan Fisik dapat ditemukan: 1.



25



Penurunan ketajaman penglihatan Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman penglihatan, baik untuk melihat jauh melihat jauh maupun dekat. Ketajaman penglihatan dekat lebih sering menurun jika dibandingkan dengan ketajaman penglihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya konstriksi pupil



24



yang kuat. Penglihatan menurun tergantung pada derajat katarak. Katarak imatur dari sekitar 6/9-1/60; pada katarak matur hanya 1/300-1/~. 2.



Pemeriksaan Iluminasi Obliq Adanya perbedaan warna pada daerah sekitar pupil pada lensa yang menunjukkan perbedaan tipe katarak.



3.



Uji Iris Shadow Ketika lensa transparan atau keruh seutuhnya maka tidak akan iris shadow. Terdapatnya iris shadow menunjukkan adanya katarak imatur.



4.



Pemeriksaan Funduskopi Media akan terlihat keruh. Bagian lensa yang mengalami katarak akan menunjukkan bayangan hitam diantara bayangan merah pada lensa yang keruh.



5.



Tonometri untuk menilai Tekanan Intra Okular (TIO).



6.



Distant Direct Ophtalmoscopic Pada pemeriksaan ini, lensa dengan katarak parsial akan menunjukkan bayangan hitam dengan red glow sedangkan lensa dengan katarak komplit tidak menunjukkan red glow.



7.



Pemeriksaan Slitlamp Pemeriksaan ini dilakukan dengan keadaan pupil yang berdilatasi. Pada pemeriksaan ini terlihat morfologi lensa yang mengalami kekeruhan (bagian yang terkena, ukuran, bentuk warna, dan kekerasan dari nukleus).



2.2.7 Diagnosis Banding Tedapat beberapa Diagnosis Banding, sebagai berikut:23 1. Glaukoma Sudut Terbuka Tekanan bola mata yang tinggi berjalan secara perlahan disertai dengan tekanan pada syaraf optic, yang tidak sakit berat dan penglihatan turun perlahan-lahan.



Penglihatan



menurun



hingga



diketahui



membentuk



terowongan (funnel). Kelainan mata pada glaucoma ditandai dengan peninggian Tekanan Intra Okular (TIO), atrofi papil optic, dan menciutnya lapang pandang.



25



2. Glaukoma Sudut Tertutup Terjadi jika jalan keluar aquos humor tertutup tiba-tiba, yang akan mengakibatkan rasa sakit yang berat dengan tekanan bola mata yang tinggi. Penglihatan akan berkabut dan menurun, enek dan muntah, halo di sekitar sinar, mata merah, dan mata terasa bengkak. Gambaran yang dapat ditemukan yaitu adanya peningkatan TIO diatas 21 mmHg, sudut bilik mata depan yang dangkal/sempit, sinekia anterior perifer pada gonioskopi. Dan pada pemeriksaan nervus optic dapat ditemukan adanya kerusakan nervus optic yang ditandai dengan peningkatan C/D ratio maupun atrofi papil. 3. Retinopati Diabetes Mellitus Retinopati Diabetes adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes. Dapat ditemukan mata tenang dengan visus turun perlahan disertai dengan bintik-bintik hitam pada visual (floaters), penglihatan berbayang, kesulitan membaca atau melihat benda yang detail, dan gangguan melihat warna. Pada pemeriksaan oftalmologi pasien retinopati diabetikum setidaknya harus ditemukan adanya mikroaneurisma (+), perdarahan (+), hard exudate (+), cotton wool spots (+), edema retina (+) pada pemeriksaan retinopati diabetic non proliferatif, dan neovaskularisasi pada retinopati diabetic proliferative. 4. Retinopati Hipertensi Retinopati Hipertensi termasuk ke dalam mata tenang visus turun perlahan. Retinopati Hipertensi merupakan perubahan vascular retina akibat hipertensi sistemik. Umumnya tidak ditemukan gejala awal, namun pada beberapa kasus berat dapat ditemukan gejala penurunan penglihatan disertai nyeri kepala dan nyeri pada mata. Pada pemeriksaan fisik funduskopi setidaknya dapat ditemukan pembuluh darah (terutama arterior retina) yang lebih pucat, penyempitan arteriol, edema retina (+), atau perdarahan retina (+). 5. Retinopati Anemia Pada anemia dapat terlihat perubahan perdarahan dalam dan superfisial, termasuk papil edema. Gejala retina ini diakibatkan oleh anoksia berat yang



26



terjadi pada anemia. Anoksia berat akan mengakibatkan infark retina sehingga tidak jarang ditemukan pula suatu bercak eksudat kapas. 6.



Age Related Macular Degeneration (ARMD) Menurut teori ARMD termasuk ke dalam mata tenang dengan visus menurun perlahan. Pada ARMD dapat ditemukan gejala kesulitan melihat garis lurus terutama pada bayangan tegak, adanya melihat daerah kosong dan seperti melihat warna gelap di daerah sentral penglihatan (scotoma sentral). Faktor risiko dari ARMD merupakan usia lebih dari 50 tahun, riwayat keluhan serupa pada keluarga, obesitas, merokok, dan hipertensi. Pada pemeriksaan fisik funduskopi ditemukan daerah macula berupa kelainan sub retina dan lepasnya epitel pigmen retina. Pada AMD tipe kering dapat juga ditemukan adanya drusen berupa bintik kuning atau timbul di belakang retina atau macula, dapat disertai perdarahan dan cairan di bawah macula lutea.



2.2.8 Tatalaksana Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak.2,19 Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut mengganggu aktivitas pasien.2 Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang sangat mengganggu, dan simtomatik anisometrop. Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain: glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika ataupun glaucoma.19



27



Indikasi untuk dilakukannya operasi katarak, yaitu:20 •



Memperbaiki fungsi penglihatan merupakan indikasi yang paling umum untuk dilakukunnya operasi. Pada umumnya, dilakukan bila visus sudah ≤ 3/60. Pada pasien yang mengalami katarak monokular, seperti hilangnya lapang pandang perifer perlu dilakukan operasi.







Indikasi medis, pada pasien dengan katarak yang tidak mengalami gangguan visual yang berarti, operasi katarak tetap dilakukan apabila terdapat keadaan yang dapat berdampak buruk pada kesehatan mata, seperti galukoma fakomorfik, glaucoma fakolitik, dan dislokasi lensa. Operasi katarak juga dilakukan untuk memperbaiki kejernihan media ocular agar dapat memantau penyakit lain seperti diabetic retinopati.







Indikasi sosial, indikasi ini berhubungan dengan pekerjaan pasien dimana sudah terjadi gangguan dalam pekerjaan sehari hari.







Indikasi kosmetik, terkadang pasien dengan katarak matur dilakukan operasi walaupun tidak ada harapan penglihatan kembali berguna. Tindakan operasi tetap dilakukan untuk indikasi kosmetik agar pupil terlihat berwarna hitam. Beberapa jenis tindakan bedah katarak:



1.



Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK) EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan hampir dapat dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina.1,10 Meskipun sudah banyak ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasus-kasus subluksasi lensa, lensa sangat padat, dan eksfoliasi lensa.1,2 Kontraindikasi absolut EKIK adalah katarak pada anakanak, katarak pada dewasa muda, dan ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera okuli anterior.



28



Gambar 12. Teknik ICCE/EKIK.21 Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan EKIK2



2.



Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK) EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO). Teknik ini mempunyai banyak kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil sehingga luka lebih stabil dan aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan luka lebih cepat.11 Pada EKEK, kapsul posterior yang intak mengurangi risiko CME, ablasio retina, edema kornea, serta mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau kornea.2



29



Gambar 13. Teknik ECCE/EKEK.21 Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan EKEK2



3.



Small Incision Cataract Surgery (SICS) Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di negara berkembang karena tidak membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang padat. Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak subkapsuler posterior, dan awal katarak kortikal.2,19



30



Gambar 14. Teknik SICS.21 Tabel 4. Kelebihan dan Kekurangan SCIS2



4.



Teknik operasi Fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan demikian, fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti penyembuhan luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju.2



31



Gambar 15. Teknik Phacoemulsification.21 Tabel 5. Kelebihan dan Kekurangan Fakoemulsifikasi2



2.2.9 Komplikasi Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah operasi. Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk mendeteksi komplikasi operasi. Komplikasi Selama Operasi 1.



Pendangkalan Kamera Okuli Anterior Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui



32



insisi yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid. Jika saat operasi ditemukan pendangkalan KOA, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi aspirasi, meninggikan botol cairan infus, dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat dikurangi dengan mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal berikutnya adalah menilai tekanan vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien obesitas, bull-necked, penderita PPOK, cemas, atau melakukan manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya diposisikan antitrendelenburg. 2.



Posterior Capsule Rupture (PCR) PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang sering terjadi.12 Studi di Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami PCR dan vitreous loss selama prosedur fakoemulsifikasi.12 Beberapa faktor risiko PCR adalah miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi,



floppy iris



syndrome, dan zonulopati.12 Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior untuk mencegah komplikasi yang lebih berat. PCR berhubungan dengan meningkatnya risiko cystoid macular edema, ablasio retina, uveitis, glaukoma, dislokasi LIO, dan endoftalmitis postoperatif katarak. 3.



Nucleus Drop Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan adalah nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam rongga vitreus. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal dapat menyebabkan peradangan intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma sekunder, ablasio retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia melaporkan insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%.13 Faktor risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras, katarak polar posterior, miopia tinggi, dan mata dengan riwayat vitrektomi.13



33



Komplikasi Setelah Operasi 1.



Edema Kornea Edema Stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak. Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang, atau peningkatan Tekanan Intra Okular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea. Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu. Jika kornea tepi masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus.



2.



Perdarahan Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema.1 Pada pasienpasien dengan terapi antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi suprakoroid tidak meningkat.1 Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan risiko perdarahan antara kelompok yang menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi katarak.



3.



Glaukoma Sekunder Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan tidak memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO menetap, diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa. Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar, glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.



4.



Uveitis Kronik Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi katarak dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang menetap lebih dari 4



34



minggu, didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang terkadang disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab uveitis kronik. Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi perbaikan posisi LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang tertinggal dan LIO. 5.



Cystoid Macular Edema (CME) CME ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak, gambaran karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau FFA, atau gambaran penebalan retina pada pemeriksaan OCT. Patogenesis CME adalah peningkatan permeabilitas kapiler perifovea dengan akumulasi cairan di lapisan inti dalam dan pleksiformis luar. Penurunan tajam penglihatan terjadi pada 2 sampai 6 bulan pasca bedah. EMK terjadi pada 2-10% pasca EKIK, 12% pasca EKEK, dan < 1% pasca fakoemulsifikasi. Angka ini meningkat pada penderita diabetes mellitus dan uveitis. Sebagian besar EMK akan mengalami resolusi spontan, walaupun 5% diantaranya mengalami penurunan tajam penglihatan yang permanen.



6.



Ablasio Retina Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan 3 mm), lokasi insisi di superior, jahitan, derajat astigmatisma tinggi sebelum operasi, usia tua, serta kamera okuli



37



anterior dangkal. AAO menyarankan untuk membuka jahitan setelah 6-8 minggu postoperatif untuk mengurangi astigmatisma berlebihan. 11. Dislokasi LIO Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan sebesar 0,19-3,00%. Dislokasi LIO dapat terjadi di dalam kapsul (intrakapsuler) atau di luar kapsul (ekstrakapsuler). Penyebab dislokasi LIO intrakapsuler adalah satu atau kedua haptik terletak di sulkus, sedangkan beberapa penyebab dislokasi LIO ekstrakapsuler mencakup pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan ikat, uveitis, retinitis pigmentosa, miopia tinggi, dan pasien dengan riwayat operasi vitreoretina. Tatalaksana kasus ini adalah dengan reposisi atau eksplantasi LIO. 2.2.10 Pencegahan Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis adalah faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap, dan pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E).20 2.2.11 Prognosis Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang tepat maka prognosis pada katarak umumnya baik.20



38



DAFTAR PUSTAKA 1.



Indonesia Vaughan Asbury Oftalmologi Umum edisi 17



2.



Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. 2015. Lens and cataract. 2014-2015 Basic and clinical Science course. San Francisco, CA: American Academy of Ophthalmology.



3.



Liesegang TJ,Deutsch TA.Lens and Cataract. Basic and Clinical Science Course, Section 11, American Academy of Ophthalmology. San Fransisco: 2011-2012. P: 5 – 32.



4.



Whitehead N. Alfred. Anatomi dan Fisiologi Lensa. Dalam Transisi menuju Fakoemulsifikasi oleh Istiantoro Soekardi dan johan A. Hutauruk, Granit kelompok yayasan obor Indonesia. Jakarta : 2004. P: 8-12.



5.



Ilyas S, Yulianti S.R. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.



6.



CDC 2013



7.



Alshamrani AZ. 2018. Cataracts Pathophysiology and Managements. The Egyptian Journal of Hospital Medicine. 70 (1):151-4.



8.



Avachat, S. S., Vaishali, P., & Suchit, K. 2014. Epidemiological Correlates of Cataract Cases in Tertiary Health Care Center in Rural Area of Maharashtra. Journal of Family Medicine and Primary Care.



9.



Feby,



A.



2018.



Lensa



dan



Katarak.



Diakses



pada



http://perpustakaanrsmcicendo.com/wpcontent/uploads/2021/03/prevalensi-dan-karakteristik-penderita-katarakdan-kebutaan-katarak-di-jawa-barat-tahun-2005.Erna-tjahnjaningtyasobserve.pdf 10.



Rim, T. H., Kim, D. W., Kim, S. E., & Kim, S. S. 2015. Factors Associated with Cataract in Korea : A Community Health Survey 2008-2012. Yonsei Medical Journal



11.



Ye, J., He, J., Wang, C., Wu, H., Shi, X., Zhang, H., et al. 2012. Smoking and Risk



of



Age-Related



Cataract



:



A



Meta-Analysis.



Investigative



Ophthalmology & Visual Science.



39



12.



Raman, R., Pal, S. S., Adams, J. S., Rani, P. K., Vaitheeswaran, K., & Sharma, T. 2014. Prevalence and Risk Factors for Cataract in Diabetes. ARVO Journal.



13.



Sargent, C. R., Cangiano, J. L., Caban, G. B., Marrero, E., & Maldonaro, M. 1987. Cataracts and Hypertension in Salt-Sensitive Rats A Possible Ion Transport Defect. AHAjournal Jobling & RC



14.



Yoshida, M., Inoue, M., Iwasaki, M., Tsugane, S., & JPHC Study Group. 2010. Association of Body Mass Index with Risk of Age-Related Cataracts in a Middle-Aged Japanese Population: the JPHC Study. NCBI.



15.



Blaylock,



R.



2015.



from



www.newsmax.com:



www.newsmax.com/t/health/article/672065 16.



EyeWiki. 2015. American Academy of Ophtalmology: eyewiki.aao.org



17.



Gupta, V. B., Rajagopala, M., & Ravishankar, B. 2014. Etiopathogenesis of Cataract : An appraisal. Indian Journal of Ophthalmology.



18.



Khurana A, Khurana A, Bhawna. 2015. Comprhehensive Ophthalmology. Philadelphia: Jaypee The Health Science Publisher, hlm. 181-183.



19.



Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012.



20.



Jick S.L, Beardsley T.L, et all. 2019 – 2020 Basic and Clinical Science Course: Lens and Cataract. American Academy of Ophtalmology. 2019.



21.



Kanski JJ.J, Bowling B. Clinical Ophthalmology: Systemic Approach. 7th ed. Saunders. 2012.



22.



Alshamrani AZ. Cataracts Pathophysiology and Managements. The Egyptian Journal of Hospital Medicine. 2018;70 (1):151-4.



23.



Michael R, Born AJ. The Ageing Lens and Cataract: A Model Normal and Patological Ageing. Philosophical Transactions of the Royal Society; 2011.



24.



Mahmood, A. 2016. Cataract: Pathogenesis and Clinical Findings. Di akses pada



https://calgaryguide.ucalgary.ca/cataract-pathogenesis-and-clinical-



findings/ .



40



25.



Perhimpunan Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.2002. Jakarta : Sagung Seto.



41