Laporan Kasus Tumpang Tindih Antara Oral Leukoplakia Dengan Infeksi Jamur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS TUMPANG TINDIH ANTARA ORAL LEUKOPLAKIA DENGAN INFEKSI JAMUR Mahalaxmi L. Lature, Krishna Burde Abstrak Leukoplakia pada rongga mulut merupakan lesi pra-kanker yang memiliki potensi keganasan dan mengancam jiwa jika tidak segera dideteksi dini. Faktor yang mempengaruhi Candida pada leukoplakia telah menjadi bahan perdebatan akhir-akhir ini. Dikemukakan bahwa gangguan jamur Candida albicans menjadi komponen berbahaya yang patut diperhatikan pada perubahan yang mengancam jiwa pada oral leukoplakia, dan juga ditemukan berkaitan dengan atribut klinis tertentu, misalkan jejas jaringan, ukuran lesi, letak pada rongga mulut, perubahan displastis, dan penggunaan tembakau. Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan memiliki risiko perubahan keganasan yang lebih besar yang dibuktikan pada beberapa penelitian. Berbagai modalitas pengobatan telah digabungkan untuk menatalaksana kondisi tersebut, termasuk terapi antioksidan, suplemen karotenoid, dan agen antijamur. Pendahuluan Oral leukoplakia (OL) merupakan kelainan yang berpotensi keganasan (PMD) pada mukosa mulut. Didefinisikan sebagai “lesi putih dominan pada mukosa mulut yang tidak dapat dicirikan sebagai lesi lainnya.” Juga didefinisikan sebagai “plak putih yang berisiko mneyebabkan penyakit lainnya yang tidak berisiko kanker” yang diketahui sebagai PMD mukosa mulut. Tercatat bahwa sebanyak 15.8 – 48% pasien karsinoma sel skuamosa (KSS) mulut dikaitkan dengan OL dalam beberapa penelitian. Karena ketidakumuman penelitian terkait di Negara berkembang, kesimpulan kuat mengenai transformasi malihnasi dunia tentang kondisi ini saat ini masih belum tersedia. Dengan demikian, diperlukan untuk menilai faktor-faktor penyebab yang memiliki potensi tinggi untuk mengubah OL menjadi bentuk keganasan. Laporan kasus Seorang pasien laki-laki berusia 34 tahun melaporkan ke departemen kami dengan keluhan utama bercak keputihan pada mulutnya selama 4 minggu. Terlihat adanya lesi saat



1



menyikat gigi dan pasien merasakan sensasi terbakar saat mengkonsumsi makanan panas dan pedas. Saat menjelaskan riwayat kebiasaannya, pasien memiliki kebiasaan mengunyah tembakau dan sirih (nginang) selama 20 tahun selama 4 – 5 kali sehari. Tidak ada riwayat medis yang signifikan. Pada pemeriksaan ekstraoral, tidak ada kelainan yang signifikan. Sedang pada pemeriksaan intraoral, bercak jenis plak terlihat jelas pada mukosa bukal bilateral dengan ukuran sekitar 3 x 4 cm, yang meluas dari area komisural secara bilateral ke trigonum retromolar secara anteroposterior, dan secara superior-inferior 1 cm di atas dan di bawah mukos. Tepiannya jelas dengan mukosa eritematosus (gambar 2 dan 3). Lesi memiliki tampilan ‘crack mud’. Pada palpalasi, lesi bersifat non-scrapable non-tender tanpa adanya tanda-tanda indurasi. Berikut ini merupakan gambaran klinis dari kasus tersebut. Biospi insisi dilakukan untuk mengesampingkan keganasan (gambar 4). Pembahasan Kebiasaan merokok, konsumsi alcohol, dan mengunyah sirih/tembakau telah terbukti berkaitan dengan lesi mulut seperti fibrosis submukosa oral (OSF), leukoplakia, dan oral lichen planus yang terbukti memiliki potensi transformasi keganasan. Dicatat bahwa terdapat angka kejadian yang tinggi pada OL dan kanker mulut pada anak muda yang sebelumnya didiagnosa dengan OSF. Pada tahun 1972, penulis Roed Petersen and Daftary melaporkan bahwa infeksi Candida memiliki peran etiologi yang penting pada subyek yang didiagnosa dengan OL. Akan tetapi, saat mengkaji nilai persentil infeksi Candida, ditemukan sebesar 13.5% dari total kelompok OL. Juga ditemukan dalam literature bahwa Candida memiliki peran penting, serta tipe klinis dan dysplasia histologis juga dikaji. Penggunaan biopsy juga harus dipertimbangkan sebelum mencoba mengeliminasi kemungkinan etiologi, terutama ketika subyek menunjukkan gejala. Lesi leukoplakia yang berkaitan dengan Candida ini ditemukan bersifat kronik dan pada pemeriksaan klinis, temuan pemeriksaan menunjukkan elevasi yang berlainan (diskrit), plak keputihan besar, padat dan kusam. Dan pada pemeriksaan palpalasi, konsistensinya tidak kasar. Di samping itu, jika lesi pada komisura bibir dan permukaan dorsal pada lidah, maka harus dipertimbangkan adanya diagnosis Candidiasis vs. Leukoplakia terkait Candida. Setelah pengobatan dengan antijamur, jika lesi berkurang dalam jangka waktu 4 minggu, maka tidak ada 2



dasar untuk mempertimbangkan lesi tersebut sebagai OL lagi. Akan tetapi, dalam kasus persisten. Diagnosa leukoplakia terkait Candida tetap masuk akal. Banoczy menyatakan bahwa eksistensi Candida albicans dan peran pentingnya dalam transformasi malignasi menjadi kanker dan juga OL ditemukan memiliki kemungkinan yang lebih besar perkembangan menjadi kanker (25.9%).Leukoplakia non-homogen menunjukkan peningkatan potensi nitrosatin organisme candida bila dibandingkan dengan bentuk homogen.



Klasifikasi terbaru OL berdasarkan ukurannya di-subdivisikan menjadi 3 kelompok: 4 dan klasifikasi ini menjadi topik pembahasan. OL diklasifikasikan berdasarkan lokasi, ukuran, presentasi klinis dan konotasi histopatologisnya (klasifikasi LSCP). Sifat “pra-maligna”, “pra-kanker” dan “berpotensi maligna” menandakan peningkatan kemungkinan transformasi maligna. Saat ini, Nampak tidak ada justifikasi yang kuat untuk mengubah preferensi WHO untuk penggunaan istilah “berpotensi maligna” untuk OL. Selain itu, penggunaan istilah “berpotensi maligna” berlaku untuk pembahasan pada modalitas pengobatan yang berbeda dan angka transformasi maligna. Faktor risiko umum yang perlu dipertimbangkan untuk transformasi ke malignansi pada OL Warnakulasuriya dkk mendaftar di bawah ini untuk peningkatan risiko transformasi maligansi dari penyakit pra-maligna. 1. Gender – perempuan 2. Durasi – leukoplakia kronik 3. OL idiopatik – terlihat pada non-smokers 4. Letak – terlihat pada lidah atau dasar mulut 5. Ukuran - > 200 mm2 6. Tipe – non-homogen 7. Histopatologi – adanya C. albicans dan displasis epitelium.



3



Pedoman teraupetik dasar : 1. Untuk mengelimasi semua faktor-faktor kausatif 2. Jika terdapat ciri-ciri dysplasia ringan, pertimbangkan pengobatan eksisi bedah/bedah laser pada lesi. Diperlukan observasi dan follow up yang tepat waktu. 3. Terapi laser dan eksisi bedah merupakan pengobatan yang lebih disukai untuk adanya dysplasia sedang-hingga-parah atau leukoplakia verukosa proliferatif. 4. Eksisi bedah sangat baik untuk lesi merah dan campuran lesi merah dan putih (eritroplakia atau leukoeritroplakia) 5. Keharusan follow up untuk semua lesi



Terdapat kemajuan atau hilangnya lesi dengan penggunaa Lozenges Polyene Nystatin pada sejumlah kasus yang signifikan. Pasien dengan dysplasia pada PL telah menunjukkan resolusi lesi dalam 11 hari pengobatan sistemik dengan agen antijamur fluconazole, dan leukoplakia yang berkaitan dengan Candida



telah menunjukkan hasil yang bagus dengan



penggunaan agen antijamur termasuk imidazole. Dengan demikian, dengan bukti dalam literature, Candida dapat dianggap sebagai salah satu faktor etiologi dalam lesi OL. Lesi Candida pada pasien immunocompromised akan memerlukan penggunaan obat-obatan antijamur yang sangat kuat seperti amfoterisin B. Kesimpulan Identifikasi dini OL bersifat wajib. Di samping itu, menegakkan diagnosa lesi terkait juga diharuskan. Karena tingginya kemungkinan maligna pada leukoplakia, harus dilakukan observasi dan diagnosa lesi secara klinis dengan biopsy. Biopsy harus dilakukan untuk menegakkan diagnosa konklusif dan untuk melakukan rencana pengobatan cepat secara tepat. 4



5