Laporan Kerja Praktik MNP Bab I-V [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KERJA PRAKTIK



“Manajemen Risiko Kecelakaan Kerja Proses Receiving Petikemas PT PELINDO IV Cabang Makassar New port”



OLEH:



ZALZA SAPHIRA AN.



D071181024



PRATIWI



D071181027



DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN GOWA 2021



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dewasa ini selain diikuti dengan perkembangan teknologi yang pesat dan semakin maju, juga diikuti dengan perkembangan industri yang semakin maju pula. Mahasiswa sebagai salah satu sumber daya yang kelak akan berperan langsung dalam sebuah industri dituntut untuk meningkatkan kapabilitasnya, misalnya melaui proses perkuliahan di perguruan tinggi. Namun, mahasiswa juga perlu memahami implementasi dari teori yang didapatkan melalui bangku kuliah secara langsung. Sehingga mahasiswa dapat lebih memahami proses yang terjadi dalam sebuah industri, terutama dengan perkembangan industri yang pesat. Kerja praktik adalah salah-satu kewajiban yang harus diikuti oleh mahasiswa untuk memenuhi sks. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk terjun langsung ke dunia kerja untuk merasakan langsung bagaimana dan apa sebetulnya dilakukan di lapangan melalaui mata kuliah kerja praktik ini. Disini mahasiswa akan melakukan praktek kerja secara langsung di sebuah perusahaan. Makassar New Port merupakan salah satu cabang dari PT.PELINDO IV yang bergerak dalam bidang petikemas. Salah satu divisi yang terdapat pada Makassar New Port yaitu divisi operasional. Divisi ini berfungsi untuk mengatur kegiatan operasional bongkar muat petikemas di dermaga. Selain itu, divisi ini juga berperan dalam mengatur alur pertikemas dari kapal sampai ke tangan konsumen atau alur petikemas dari supplier yang akan dimuat di kapal. Dalam proses bongkar muat petikemas terdapat 3 proses yaitu stevedoring, haulage/trucking, dan receiving/delivery. Ketiga proses ini memiliki risiko kecelakan kerja yang dapat memberikan dampak terhadap kinerja operasional perusahaan. Untuk itu dengan melakukan kerja praktik dibagian divisi



operasional ini, kami sebagai mahasiswa melakukan analisis risiko terkait kecelakaan kerja pada proses stevedoring dan haulage/trucking. 1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan kerja praktik terbagi menjadi tujuan secara umum dan khusus. 1.2.1 Tujuan Umum Tujuan kerja praktik secara umum adalah: a. Mewujudkan jalinan kerjasama yang baik antara perusahaan, yaitu Makassar New Port Divisi Operasional dengan pihak lembaga pendidikan, yaitu Universitas Hasanuddin. b. Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman bekerja secara langsung di perusahaan guna mempersiapkan mahasiswa memasuki dunia kerja baru melalui pengaplikasian langsung di lapangan yang tidak diperoleh di perguruan tinggi. c. Melatih mahasiswa berpikir secara praktis dan matematis dalam menghadapi suatu persoalan di lapangan. d. Mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan yang telah didapatkan di bangku kuliah ke dalam perusahaan. e. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan tambahan melalui aplikasi langsung di lapangan. f. Mahasiswa mampu membandingkan teori yang diterima di perguruan tinggi dengan kenyataan di perusahaan. g. Memenuhi salah satu kurikulum Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. 1.2.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui proses bisnis yang terdapat pada divisi operasional Makassar New Port. b. Menganalisis risiko-risiko yang mungkin akan terjadi pada proses Steverdoring dan Haulage/Trucking di Makassar New Port. c. Mahasiswa dapat memberikan saran-saran atau rekomendasi dalam pengendalian risiko kecelakaan kerja pada Makassar New Port.



1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam laporan ini adalah mengenai manajemen risiko bongkar muat petikemas (stevedoring dan haulage/trucking) pada divisi operasional di Makassar New Port. Waktu pelaksanaan adalah 18 Januari – 19 Februari 2020 pada hari Senin - Kamis pukul 08.00 – 17.00 WITA dan Jumat pukul 08.00 – 15.00 WITA. 1.4 Metodologi Untuk tercapainya sistematika dari analisis maka metode kerja praktik yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Studi Literatur, yaitu pengumpulan informasi yang diperoleh melalui buku-buku, data-data lain dari divisi operasional Makassar New Port yang berhubungan dengan laporan kerja praktik. b. Studi lapangan, yaitu pengumpulan informasi dan keterangan yang diperoleh di lapangan kerja. c. Diskusi, yaitu pengumpulan informasi dan keterangan melalui tanya jawab dengan pihak yang terkait, risiko kecelakaan kerja, ataupun pembimbing mengenai suatu masalah yang terjadi. 1.5 Manfaat Manfaat kerja praktik terbagi menjadi tiga, yaitu manfaat bagi mahasiswa, perguruan tinggi, dan perusahaan. 1.5.1 Manfaat bagi Mahasiswa a. Mahasiswa dapat mengetahui perbandingan antara teori dan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dengan praktik di lapangan, khususnya di divisi operasional Makassar New Port. b. Mahasiswa dapat mengetahui secara lebih mendalam gambaran tentang kondisi nyata dunia kerja sehingga nantinya diharapkan mampu menerapkan ilmu yang telah didapatkan. c. Mahasiswa dapat berpikir secara praktis dan sistematis dalam menghadapi suatu persoalan di lapangan. d. Mahasiswa dapat meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab dalam kerja.



1.5.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggi a. Menjalin kerjasama yang baik antara pihak lembaga pendidikan, yaitu Universitas Hasanuddin dengan pihak perusahaan, yaitu Makassar New Port. b. Dapat memperoleh gambaran nyata mengenai perusahaan sebagai tambahan



referensi



dan



informasi



untuk



mengembangkan



kurikulum yang ada. 1.5.3 Manfaat bagi Perusahaan a. Menjalin kerjasama yang baik antara pihak perusahaan, yaitu Makassar New Port dengan pihak lembaga pendidikan, yaitu Universitas Hasanuddin. b. Hasil analisa yang dilakukan selama kerja praktik dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan untuk menentukan kebijakasanaan perusahaan di masa yang akan datang. c. Membantu perusahaan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari selama kerja praktik, serta dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terdapat pada perusahaan. 1.6 Sistematika Penulisan Dalam penulisan laporan dibutuhkan sistematika penulisan yang benar agar pihak yang membacanya dapat memahami isi dari laporan ini. Adapun sistematika penyusunan laporan yang dimaksud adalah sebagai berikut: Bab I



Pendahuluan Membahas mengenai latar belakang masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup, metodologi, manfaat, dan sistematika penulisan.



Bab II



Gambaran Umum Perusahaan Membahas tentang sejarah, profil, visi dan misi, dan struktur organisasi perusahaan



Bab III Tinjauan Pustaka Membahas landasan teori yang mendukung dalam penguraian permasalahan. Bab IV Analisa dan Pembahasan



Membahas tentang manajemen risiko dari Divisi Operasional Makassar New Port secara umum, dan memberikan saran pengendalian risiko pada proses Stevedoring, dan Haulage-Trucking petikemas. Bab V Penutup Membahas mengenai kesimpulan dan saran.



BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan Secara efektif keberadaan PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) mulai sejak penandatanganan Anggaran Dasar Perusahaan oleh Sekjen Dephub berdasarkan Akta Notaris Imas Fatimah, SH No 7 tanggal 1 Desember 1992. Menilik perkembangan kebelakang di masa awal pengelolaannya, PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan yang semakin maju. Pada masa awal kemerdekaan, pengelolaan pelabuhan berada dibawah koordinasi Djawatan Pelabuhan. seiring dengan adanya nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan milik Belanda dan dengan dikeluarkannya PP No. 19/1960, maka status pengelolaan pelabuhan dialihkan dari Djawatan Pelabuhan berbentuk badan hukum yang disebut Perusahaan Negara. Berdasarkan PP No. 19 tahun 1960 tersebut pengelolaan pelabuhan umum diselenggarakan oleh PN pelabuhan I-VIII. Di kawasan Timur Indonesia sendiri terdapat 4 (empat)PN Pelabuhan yaitu : PN Pelabuhan Banjarmasin, PN Pelabuhan Makassar, PN Pelabuhan Bitung dan PN Pelabuhan Ambon. Pada masa order baru, pemerintah mengeluarkan PP 1/1969 dan PP 19/1969 yang melikuidasi PN Pelabuhan menjadi Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) yang di pimpin oleh Administrator Pelabuhan sebagai penanggung jawab tunggal dan umum di pelabuhan. Dengan kata lain aspek komersial tetap dilakukan oleh PN Pelabuhan, tetapi kegiatan operasional pelabuhan dikoordinasikan oleh Lemabaga Pemerintah yang disebut Port Authority. Pengelolaan



Pelabuhan



dalam



likuiditas



dilakukan



oleh



Badan



Pengusahaan Pelabuhan (BPP) berdasarkan PP 1/1969 dan PP 18/1969.



Dengan adanya penetapan itu, pelabuhan dibubarkan dan Port Authority digantikan oleh BPP. Status pelabuhan dalam likuidasi yang di kenal dengan BPP berakhir dengan keluarnya PP 11/1983 dan PP 17/1983 yang menetapka bahwa pengelolaan pelabuhan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perusahaan Umum (Perum). Dilandasi oleh pertimbangan peningkatan efisiensi dan efektifitas perusahaan serta dengan melihat perkembangan yang dicapai oleh perum pelabuhan IV, pemerintah menetapkan melalui PP 59/1991 bahwa pengelolaan pelabuhan di wilayah Perum Pelabuhan IV dialihkan bentuknya dari Perum menjadi (Persero). selanjutnya Perum Pelabuhan Indonesia Iv beralih menjadi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV. Sebagai Persero, pemilikan saham PT Pelabuhan Indonesia IV yang berkantor pusat di jalan Soekarno No. 1 Makassar sepenuhnya dikuasai oleh Pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Republik Indonesia dan pada saat ini telah di alihkan ke Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 2.2 Visi, Misi, dan Nilai Perusahaan Pada setiap aktivitas, PT PELINDO IV Cabang MNP berpegang teguh pada visi, misi, dan nilai perusahaan sebagai berikut. 2.3.1 Visi PT. PELINDO IV Cabang MNP Menjadi perusahaan pengelola pelabuhan yang terintegrasi, berdaya saing tinggi, dan bertaraf internasional. 2.3.2 Misi PT. PELINDO IV Cabang MNP a. Menjadi penggerak dan pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia Timur. b. Menyediakan Jasa kepelabuhan dan non-kepelabuhan (penunjang) yang terintegrasi dengan berorientasi pada kepuasan dan loyalitas pelanggan.



c. Menciptakan transformasi untuk mendorong pengembangan profesional dan pribadi bagi kesejahteraan karyawan. d. Meningkatkan nilai tambah bagi pemangku kepentingan internal dan eksternal secara berkelanjutan. e. Memaksimalkan nilai pemegang saham secara berkelanjutan (Shareholder). 2.3.3 Tugas Dan Fungsi PT. PELINDO IV Cabang MNP Tugas dan Fungsi PT Pelabuhan Indonesia IV adalah a. Melakukan usaha dibidang penyelenggaraan dan pengusahaan jasa kepelabuhanan, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perseroan untuk: b. Memberikan sumbangan pada perekonomian nasional secara penerimaan dan penerimaan negara secara khusus. c. Mengejar keuntungan. d. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan / atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhat hajat hidup orang banyak. e. Menjadi prioritas kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. f. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. 2.3 Struktur Organisasi Perusahaan Selain berpegang teguh pada visi, misi, dan nilai perusahaan, PT. PELINDO IV cabang MNP juga memiliki struktur organisasi dalam menjalankan setiap aktivitas. Struktur organisasi tersebut dapat dilihat pada penjelasan berikut. Struktur Organisasi PT. PELINDO IV Cabang MNP



Gambar 2.1 Struktur organisasi PT. PELINDO IV Cabang MNP



2.4.1 Divisi Sistem Informasi Fungsi Utama: Merencanakan,



mengkoordinasikan,



mengendalikan,



merekomendasikan serta melaporkan penyusunan program kerja dan masalah strategis bidang Teknologi Informasi guna memastikan pencapaian target PT Intan Terminal Makassar. Tanggung Jawab: 1. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program kerja dan anggaran PT Intan Terminal Makassar; 2. Bertanggung



jawab



terhadap



pelaksanaan



kegiatan



administrasi dan pelaporan PT Intan Terminal Makassar.



sistem



2.4.2 Struktur Organisasi Divisi Keuangan dan SDM Divisi Keuangan dan SDM PT. PELINDO IV Cabang MNP membawahi dua bagian yaitu bagian keuangan dan bagian SDM. Adapun struktur organisasi Divisi Sistem Informasi PT. PELINDO IV Cabang MNP dapat dilihat pada gambar 2.2. Deputi General Manager Keuangan Dan SDM



Manager Keuangan



Manager SDM dan Umum



Asistem Manager Akuntansi



Asisten Manager SDM dan TU



Asisten Manager ADM. Keuangan



Asisten Manager Hukum, Humas dan RT



Gambar 2.2 Struktur organisasi Divisi Keuangan dan SDM PT. PELINDO IV Cabang MNP



a. Manager Keuangan Fungsi Utama: Merencanakan,



mengkoordinasikan,



mengendalikan,



merekomendasikan serta melaporkan penyusunan program kerja dan masalah strategis bidang keuangan guna memastikan pencapaian target PT Intan Terminal Makassar. Tanggung Jawab: 1.



Bertanggung jawab atas pelaksanaan program kerja dan anggaran PT Intan Terminal Makassar;



2.



Bertanggung



jawab



terhadap



pelaksanaan



kegiatan



administrasi bidang Keuangan PT Intan Terminal Makassar. b. Asisten Manajer SDM Fungsi Utama: Merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, mengkoordinasikan dan mengawasi kegiatan administrasi sumber daya manusia,



administrasi perkantoran, kerumahtanggaan, hukum dan hubungan masyarakat, dokumentasi dan kearsipan, serta pengamanan kantor. Tanggung Jawab: 1. Mengkoordinasikan



perencanaan



bisnis



dan



pengambilan



keputusan dengan memberikan pertimbangan-pertimbangan terkait Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan bisnis PT Intan Terminal Makassar; 2. Mengkoordinasikan semua kegiatan manajemen SDM dalam organisasi untuk memaksimalkan penggunaan SDM secara strategis; 3. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program kerja dan anggaran; 4. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan administrasi keuangan, dan sumber daya manusia Strategic Business Unit (SBU) Makassar New Port. c. Asisten Manajer Hukum, Humas dan RT Fungsi Utama: 1. Mengkoordinasikan



administrasi



Hukum,



Humas



dan



Kerumahtanggaan. 2. Melaksanakan kegiatan hubungan masyarakat, penyelesaian hukum dan kerumahtanggaan. 3. Mengkoordinasikan



kegiatan



operasional



pengamanan,



keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan. Tanggung Jawab: 1. Kelancaran, ketetapan, kebenaran seluruh pelaksanaan tugas pekerjaan Dinas Hukum, Humas dan Kerumahtanggaan;



2. Penerapan sistem administrasi perkantoran yang sangat penting peranannya dalam membantu kelancaran pelaksanaan tugas manajemen ; 3. Penyelesaian



pembuatan



surat



perjanjian



sesuai



dengan



ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku ; 4. Kebenaran tugas yang dilaksanakan dalam program penanganan hukum maupun sosialisasi hukum ; 5. Kebenaran



informasi



kepelabuhanan



(pemberitaan



yang



objektif) yang disampaikan kepada masyarakat/pengguna jasa kepelabuhanan; 6. Pengelolaan kas kecil; 7. Keamanan dan ketertiban serta keselamatan kesehatan kerja; 8. Asset yang dikelolanya. 2.4.3 Struktur Organisasi Divisi Operasi dan Komersial Divisi Operasi dan Komersial PT. PELINDO IV Cabang MNP terbagi menjadi 3 subdivisi yaitu operasi, komersial, dan transportasi & pengembangan bisnis. Namun untuk saat ini bagian transportasi dan pengembangan bisnis belum terisi. Adapun struktur Organisasi Divisi Operasi dan Komersial dapat dilihat pada gambar 2.4.



Deputi General Manager Operasi dan Komersial



Manager Komersial



Manager Operasi



Asistem Manager Operasi I



Asisten Manager Perencanaan



Asisten Manager Operasi II



Asisten Manager Komersial



Transportasi dan Pengembangan Bisnis



Asisten Manager Operasi III



Asisten Manager Operasi IIV



Gambar 2.3 Struktur organisasi Divisi Operasi dan Komersial PT. PELINDO IV Cabang MNP



a. Asisten Manajer Operasi I Fungsi Utama: Mengarahkan, merencanakan, mengembangkan, mengendalikan dan mengevaluasi rencana kerja dinas perencanaan dan adminstrasi operasi agar tercapai produktifitas pelayanan masuk keluar kapal dan kegiatan loket pelayanan Tanggung Jawab: Bertanggung jawab atas terlaksananya pelayanan bongkar muat dan kesiapan alat B/M petikemas. 2.4.4 Struktur Organisasi Divisi Teknik Divisi Teknik PT. PELINDO IV Cabang MNP membawahi bagian fasilitas dan peralatan, naun hanya bagian fasilitas yang sementara bekerja karena bagian peralatan belum terisi. Adapun struktur organisasi Divisi Teknik PT. PELINDO IV Cabang MNP dapat dilihat pada gambar 2.3.



Deputi General Manager Teknik



Manager Fasilitas Asistem Manager Instalasi dan penunjang Asisten Manager Infrastruktuk



Manager Peralatan Asisten Manager Peralatan CC Asisten Manager Peralatan TRG Asisten Peralatan Mobile



Gambar 2.4 Struktur organisasi Divisi Teknik PT. PELINDO IV Cabang MNP



a. Manajer Fasilitas Fungsi Utama: Melakukan pembinaan dan mengendalikan program kerja dan masalah strategis yang berkaitan dengan bidang Fasilitas dan Peralatan Pelabuhan. Tanggung Jawab: 1. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program kerja dan anqgaran; 2. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pemeliharaan peralatan pelabuhan; 3. Bertanggung jawab terhadap disiplin seluruh bawahan di Divisi Peralatan.



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Manajemen Risiko 3.1.1. Definisi Manajemen Risiko Definisi Manajemen Risiko menurut para ahli dalam Mauliana (2016), diantaranya: a. Smith, 1990 Manajemen Resiko adalah suatu proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari suatu resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau suatu proyek yang bisa menimbulkan kerusakan ataupun kerugian pada perusahaan tersebut. b. Clough dan Sears, 1994 Manajemen risiko adalah suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang dapat menimbulkan kerugian. c. William, et.al.,1995,p.27 Manajemen risiko adalah suatu aplikasi dari manajemen umum dengan mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan juga menangani sebab akibat dari ketidakpastian suatu organisasi. d. Dorfman, 1998 Manajemen risiko adalah suatu proses yang masuk akal dalam usaha untuk memahami eksposur dari suatu kerugian. Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa risiko dapat mengakibatkan kinerja sebuah perusahaan menjadi rendah, dimana risiko tersebut dapat timbul dari dalam maupun pengaruh dari luar perusahaan.Manajemen risiko menyangkut identifikasi bahaya kemudian melakukan penilaian terhadap kemungkinan risiko yang 2 akan dihadapi oleh perusahaan dan berusaha melakukan pencegahan agar pengaruh dari risiko tersebut dapat diminimalkan dampaknya, hingga Zero Accident.



3.1.2. Manfaat Manajemen Risiko a. Manfaat Penerapan Manajemen Risiko Mok et al., (1996) dalam mauliana (2016) mengemukakan bahwa manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko diantaranya: 1) Berguna dalam mengambil keputusan untuk menangani masalah-masalah yang sukar. 2) Memudahkan dalam estimasi biaya. 3) Memberikan pendapat dan juga intuisi dalam pengambilan keputusan yang dihasilkan dengan cara yang benar. 4) Memungkinkan



untuk



para



pembuat



keputusan



dalam



menghadapi resiko dan ketidakpastian pada keadaan yang nyata. 5) Memungkinkan



untuk



para



pembuat



keputusan



dalam



memutuskan berapa banyak informasi dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. 6) Meningkatkan pendekatan yang sistematis dan masuk akal untuk membuat suatu keputusan. 7) Menyediakan suatu pedoman untuk membantu perumusan masalah. 8) Memungkinkan analisa yang cermat dari suatu pilihan-pilihan alternatif. b. Manfaat Penerapan Manajemen Risiko bagi Perusahaan Menurut Darmawi, (2005, p. 11) dalam mauliana (2016) Manfaat dari manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan bisa dibagi dalam 5 (lima) kategori utama diantaranya: 1) Manajemen rrisiko kemungkinan dapat mencegah perusahaan dari suatu kegagalan. 2) Manjamene



risiko



dapat



menunjang



secara



langsung



peningkatan dari laba. 3) Manajemen risiko bisa memberikan laba secara tidak langsung.



4) Adanya ketenangan pikiran bagi para manager disebabkan adanya suatu perlindungan terhadap risiko murni adalah harta non material untuk perusahaan tersebut. 5) Manajemen risiko dapat melindungi suatu perusahaan dari risiko murni dank arena pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang mempunyai perlindungan, secara tidak langsung dapat meningkatkan publick image. (Ramisdar, 2019). Menurut Susilo dan Kaho (2011) bila manajemen risiko diterapkan dan dirawat sesuai dengan standar international (ISO 31000), akan memungkinkan tercapainya tujuan organisasi, antara lain untuk dapat: 1.



Meningkatkan kemungkinan tercapainya sasaran organisasi



2.



Mendorong manajemen yang proaktif



3.



Meningkatkan kesadaran untuk mengidentifikasi dan menangani risiko di seluruh bagian organisasi



4.



Memperbaiki kemampuan identifikasi ancaman dan peluang



5.



Mematuhi peraturan hukum dan perundangan dan standar internasional yang berlaku



6.



Memperbaiki sistem pelaporan baik yang wajib maupun yang sukarela



7.



Memperbaiki governance organisasi



8.



Meningkatkan



kemampuan



dan



kepercayaan



pemangku



kemampuan



dan



kepercayaan



pemangku



kepentingan 9.



Meningkatkan kepentingan



10. Memperbaiki pengendalian 11. Mengalokasikan dan menggunakan sumber daya secara efektif dan menangani keperluan risiko 12. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dan juga meningkatkan perlindungan terhadap lingkungan hidup



13. Memperbaiki sistem pencegahan kerugian dan pengelolaan tanggap darurat 14. Meminimalkan kerugian 15. Memperbaiki daya tahan organisasi (Triyani, Beik, & Baga, 2017). 3.1.3. Klasifikasi Risiko Kata risiko berasal dari bahasa Arab yang berarti hadiah yang tidak diharap-harap datangnya dari surga. Risiko adalah sesuatu yang mengarah pada ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa selama selang waktu tertentu yang mana peristiwa tersebut menyebabkan suatu kerugian baik itu kerugian kecil yang tidak begitu berarti maupun kerugian besar yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dari suatu perusahaan. Risiko pada umumnya dipandang sebagai sesuatu yang negatif, seperti kehilangan, bahaya, dan konsekuensi lainnya. Kerugian tersebut merupakan bentuk ketidakpastian yang seharusnya dipahami dan dikelolah secara efektif oleh organisasi sebagai bagian dari strategi sehingga dapat menjadi nilai tambah dan mendukung pencapaian tujuan organisasi. Menurut sumber-sumber penyebabnya, risiko dapat dibedakan sebagai berikut: a. Risiko internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri. b. Risiko eksternal, yaitu risiko, yaitu risiko yang berasa perusahaan atau lingkungan luar perusahaan. c. Risiko Keuangan, adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi dan keuangan, seperti perubahan harga, tingkat bunga, dan mata uang. d. Risiko Operasional, adalah semua risiko yang tidak termasuk risiko keuangan. Risiko operasional disebabkan oleh faktor-faktor manusia, alam, dan teknologi. (Lokobal, Sumajouw, & Sompie, 2014).



3.1.4. Tahapan Manajemen Risiko Manajemen risiko merupakan suatu upaya penerapan kebijakan peraturan dan upaya-upaya praktis manajemen secara sistematis dalam menganalisa pemakaian dan pengontrolan risiko untuk melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan. (Hermawan, 2010) dalam Sepang (2013). Adapun tahapan dari manjemen risiko adalah sebagai berikut: a. Identifikasi Risiko Identifikasi risiko adalah usaha untuk mengetahui, mengenal dan memperkirakan adanya risiko pada suatu Study operasi, peralatan, prosedur, unit kerja. Identifikasi risiko merupakan langkah penting dalam proses pengendalian risiko. Sepang (2013) b. Penilaian Risiko 1) Peluang (Probability) Merupakan kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan/kerugian ketika terpapar dengan suatu bahaya. Tabel 3.1 Probaility Terjadinya Risiko Level Definisi /Kriteria 6



Sering terjadi (kejadian yang paling sering terjadi)



5



Cenderung terjadi (kemungkinan terjadinya kecelakaan 50:50)



4 3 2 1



Tidak biasa(tidak biasa terjadi namun mempunyai kemungkinan untuk terjadi) Kemungkinan kecil (kejadian yang kecil kemungkinannya terjadi) Jarang terjadi (tidak pernah terjadi kecelakaan selama tahun-tahun pemaparan namun mungkin saja terjadi) Hampir tidak mungkin tarjadi (sangat tidak mungkin terjadi)



2) Akibat (Consequences/severity) Merupakan tingkat keparahan/kerugian yang mungkin terjadi dari suatu kecelakaan/loss akibat bahaya yang ada 3) Analisis Risiko Untuk penilaian risiko menggunakan Matriks Tingkat Risiko (Risk Grading Matriks).



Tabel 3.2 Matriks Penilaian Risiko Tingkat Tingkat Kemungkinan Keparahan 1



2



3



4



5



6



1



1



2



3



4



5



6



2



2



4



6



8



10



12



3



3



6



9



12



15



18



4



4



8



9



16



20



24



5



5



10



15



20



25



30



6



6



12



18



24



30



36



Keterangan : Tidak Dapat Diterima : 18-36 Tidak Diinginkan : 10-16 Dapat Diterima dengan Kontrol : 5-9 Dapat Diterima : 1 - 4 c. Pengendalian Risiko Pengendalian risiko Merupakan kegiatan dalam perencanaan, penglolaan dan pengendalian kegiatan-kegiatan produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan. Bila suatu resiko tidak diterima, maka harus dilakukan upaya penanganan resiko agar tidak menimbulkan kerugian atau kecelakaan. Bentuk tindakan dilakukan, dengan metode Hirarki Pengendalian Resiko K3 (Hierarchy of Control) menurut OSHA = Occupational Safety and Health Administration, dan ANSI = American National Standards Institution Z10:2005 dalam Rachman (2014), yaitu dengan: 1) Eliminasi Eliminasi merupakan metode pengendalian risiko yang pertama, yaitu melakukan eliminasi sumber bahaya yang ada di tempat kerja.



2) Substitusi Subtitusi merupakan metode pengendalian risiko dengan cara melakukan penggantian / subtitusi baik alat yang digunanakan maupun pergantian jadwal pekerja. 3) Rekayasa Engineering Pada rekayasa engginering dilakukan berbagai macam upaya teknik dalam mengendalian sumber bahaya. Seperti memasang peredam di dinding pada lokasi yang terdapat kebisingan 4) Pengadilan secara administratif Pengendalian administratif seperti pelatihan, training pada pekerja, pembuatan standar operasional prosedur, instruksi kerja dan lain-lain. 5) Alat pelindung diri APD Alat pelindung diri diperuntukkan bagi manusia atau pekerja. Alat pelindung diri wajib disediakan oleh pengusaha sesuai dengan UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. APD yang disediakan disesuaikan dengan potensi bahya di tempat kerja. (Ramisdar, 2019). 3.2 Kecelakaan Kerja 3.2.1. Definisi Kecelakaan Kerja Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar tenaga kerja dapat melaksanakan pekerjaan dengan nyaman, sehat dan aman, sehingga tercapai peningkatan produktifitas kerja secara optimal. Oleh karena itu tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai masalah di tempat kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat keja dan kecelakaan kerja (Silaban, 2014). Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 menjelaskan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam



melakukan



pekerjaan



untuk



kesejahteraan



dan



meningkatkan



produktivitas nasional serta terjaminnya keselamatan. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Kecelakaan kerja juga



dapat



didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda (Suma’mur, 2009). Menurut Heinrich dalam Silaban (2014) secara umum penyebab langsung kecelakaan kerja terbagi atas dua golongan, yaitu unsafe action (faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan). Unsafe action dapat disebabkan oleh faktor manusia itu sendiri seperti: ketidakseimbangan fisik tenaga kerja, kurang pendidikan, bekerja melebihi jam kerja, menjalankan pekerjaan tidak sesuai keahliannya dan mengangkut beban yang berlebihan, sedangkan kecelakaan yang disebabkan oleh keadaan yang tidak aman (unsafe condition) disebabkan karena tempat kerja yang tidak sesuai dengan aturan kesehatan dan keselamatan kerja yang telah ditentukan. Dari hasil-hasil penelitian bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atupun kesalahan manusia. Karateristik penyebab umum kecelakaan antara lain adalah karena faktor perilaku pekerja itu sendiri yaitu kurangnya pengetahuan pekerja tentang pentingnya Alat Pelindung Diri (APD), sikap pekerja sudah merasa profesional sehingga penggunaan APD tidak diperlukan lagi pada saat bekerja ( Pisceliya & Mindayani, 2018). 3.3 Potensi Bahaya 3.3.1. Bahaya Menurut Internatinal Standard Orgaization (ILO) dalam buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai sarana untuk pekerja mendefinisikan Potensi Bahaya sebagai sesuatu yang berpotensi untuk



terjadinya insiden yang berakibat pada kerugian. Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada dampak korban. 3.3.2. Klasifikasi Bahaya a. Kategori A Potensi bahaya yang menimbulkan risiko dampak jangka panjang pada kesehatan. 1) Bahaya faktor kimia (debu, uap logam dan uap) a) Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara lain: b) Bahaya faktor biologi Bahaya biologi merupakan organisme ataupun hewan seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi. Bahaya factor biologi dapat terbai menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenic. c) Faktor bahaya fisik merupakan faktor di tempat kerja yang bersifat fisika yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja, antara lain : kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produksi atau produk samping yang tidak diinginkan. Kebisingan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari



alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran 41 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 Kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki, kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Pada 2 (dua) definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kebisingan merupakan semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang ada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran, gangguan ksehatan dan kenyamanan lingkungan. Suara yang keras, berlebihan atau berkepanjangan dapat merusak jaringan saraf sensitif di telinga manusia mauun hewan yang dapat menyebabkan kehilangan



pendengaran



sementara



atau



permanen.



Kebisingan sering diabaikan sebagai masalah kesehatan, tetapi kebisingan merupakan salah satu bahaya fisik utama. Adaun batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai ambang batas sebesar 85 dB selama 8 jam sehari. d) Cara bekerja dan bahaya faktor fisiologiss Fisiologis merupakan studi tentang hubungan antara pekerjaan dan tubuh manusia. Fisiologis berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) yang dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek - aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan. Fisiologis berkaitan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Di dalam ilmu fisiologis dibutuhkan studi tentang sistem



dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Potensi bahaya yang bersumber atau yang disebabkan oleh penerapan sikap yang tidak fisiologiss dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin. e) Potensi bahaya lingkungan yang disebabkan oleh polusi pada perusahaan dimasyarakat. Potensi bahaya lingkungan yang disebabkan oleh polusi



yang dihasilkan oleh



perusahaan dapat berdmpa pada masyarakat sekitar. Baik berupa limbah hasil produksi yang dapat mencemari lingkungan



maupun



aktifitas



pekerjaan



yang



dapat



mengganngu masyarakat sekitar. b. Kategori B 1) Kebakaran Kebakaran ddidefinisikan sebagai nyala api yang tidak diinginkan dan mengakibatkan kerugian materi serta kehidupan yang besar. (Dewi, 2012) Kebakaran merupakan suatu kejadian yang dapat menimbulkan kerugian pada peralatan produksi, jiwa, proses produksi dan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan kerja. Khususnya pada kejadian kebakaran yang besar dapat melumpuhkan bahkan menghentikan proses usaha, sehingga ini memberikan kerugian yang sangat besar. 2) Listrik Listrik merupakan energi dibangkitkan oleh sumber energi biasanya generator dan dapat yang mengalir dari satu titik ke titik lain melalui konduktor dalam rangkaian tertutup. Potensi bahaya listrik adalah:



(1) Bahaya Kejut Listrik (2) Panas yang ditimpbulkan (3) Medan listrik 3) Potensi Bahaya Mekanikal (tidak adanya pelindung mesin) Selain Alat Pelindung Diri yang ditujukan untuk peekerja/manusia, juga terdapat Alat Pelindung Mesin. Alat pelindung mesin banyak digunakan pada Psawat tenaga Produksi (PTP). Potensi bahaya mekanikel dapat bersumber dari penggunaan alat produksi maupun alatbantu produsi yang tdak menggunakan pelindung mesin. Tidak adaya pelindung pada mesin dapat menimbulkan risiko yang tinggi terhadap kecelakaan kerja. 4) House keeping (perawatan buruk pada peralatan) Pada beberapa pekerjaan, memerlukan alat dan peralatan ntu membantu kegiatan produksi. Guna menjaga fungsi dan kelangsungan penggunaan alat, maka perlu dilakukan perawatan pada alat/maintenance. Perawatan pada alat dilakukan secara berkala dan setiap elesai digunakan. Untuk mengetahui potensi bahaya yang dapat disebabkan alat makan digunakan metode hazard Indentifcation and Oprability Study (HAZOPs). (Ramisdar, 2019). 3.4 Penyelenggaraan Bongkar Muat 3.4.1. Bongkar Muat (Pengertian dan alat-alat yang digunakan diproses Stevedoring, haulage/trucking, receiving/delivery). Salah satu peranan penting pelabuhan yaitu pada kegiatan bongkar muat. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM14 tahun 2002, yang dimaksud dengan perusahaan bongkar muat (PBM) adalah badan



hukum



Indonesia



yang



khusus



didirikan



untuk



menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal, Adapun jenis kegiatan pada proses bongkar muat adalah Stevedoring, haulage/trucking, Receiving/Delivery dengan menggunakan tenaga kerja bongkar muat (TKMB) dan peralatan



bongkar muat.. Supervisi bongkar muat merupakan tenaga pengawas bongkar muat yang disediakan oleh perusahaan bongkar muat (PBM) yang terdiri dari: a. Stevedoring 1) Stevedore merupakan pelaksana dan penyusun rencana serta pengendalian kegiatan bongkar muat di atas kapal. 2) Chief tally clerk merupakan tenaga kerja yang bertugs menyusun rencana pelaksanan dan pengendali perhitungan fisik, pencatatan dan survei kondisi barang pada setiap pergerakan bongkar muat dan dokumentasi serta membuat laporan secara periodic. 3) Foreman merupakan pelaksana dan pengendali kegiatan operasional bongkar muat barang dari dan ke kapal ke tempat penumpukan barang dan sebaliknya serta membuat laporan periodik hasil kegiatan bongkar muat. 4) Tally clerk merupakan pelaksana yang melakukan kegiatan perhitungan dan pencatatan jumlah, merk, dan kondisi barang berdasarkan dokumen serta membuat laporan. 5) Mistry merupakan seseorang yan bertugas sebagai pelaksana perbaikan kemasan barang dalam kegiatan



Stevedoring,



haulage/trucking, dan Receiving/Delivery. 6) Watchman



merupakan



seseorang



yan



bertugas



pelaksana keamanan barang pada kegiatan



sebagai



Stevedoring,



haulage/trucking, dan Receiving/Delivery. b.



Haulage/trucking 1) Quay supervisor merupakan seseorang yang bertugas untuk mengendalikan kegiatan operasional bongkar muat barang di dermaga dan melakukan pengawasan terhadap kondisi barang sampai ke tempat penimbunan mupun sebaliknya.



2) Mistry merupakan seseorang yan bertugas sebagai pelaksana perbaikan kemasan barang dalam kegiatan cargodorin , Stevedoring, dan Receiving/Delivery. 3) Watchman merupakan pelaksana keamanan barang pada kegiatan haulage/trucking, Stevedoring, dan Receiving/Delivery. c. Receiving/Delivery 1) Tally clerk merupakan seseorang yang betugas untuk melakukan perhitungan pencatatan jumlah, merek, dan kondisi setiap gerakan barang berdasarkan dokumen serta membuat laporan. 2) Mistry merupakan seseorang yang betugas untuk melakukan perhitungan pencatatan jumlah, merek, dan kondisi setiap gerakan barang berdasarkan dokumen serta membuat laporan. 3) Watchman merupakan pelaksana keamanan barang pada kegiatan haulage/trucking, Stevedoring, dan Receiving/Delivery. Adapun alat-alat bongkar muat, atara alain : 1. Stevedoring a. Tali baja b. Jala-jala lambung (ship-side net) c. Jala-jala baja (wire net) d. Tali rami manila (rope sling) e. Forklift f. Jala-jala tali manila (rope net) 2. Haulage/trucking a. Gerobak dorong b. Palet c. forklift 3. Receiving/Delivery a. Forklift b. Gerobak dorong c. palet



3.4.2. Petikemas a.



Pengertian Pada proses bongkar muat pergerakan petikemas dan barang dimulai saat Kapal sandar di dermaga, kemudian barang dan petikemas diangkat dari kapal ke dermaga dengan mengguakan alat angkut Gantry crane dan diletakkan diatas truk trailer yang telah dipersiapkan dan selanjutnya dibawa ke lapangan penumpukan petikemas (Container Yard), atau langsung ke pemilik barang. Adapun proses bongkar muat dalam pelabuhan petikemas diantarnya sebagaai berikut: 1) Peti kenas diangkut oleh angkutan darat mobil truk tronton/trailer sampai ke pelabuhan kemudian petikemas diangkut menggunakan Rubber Tyred Gantry (RTG) diletakkan di lapangan penumpukan (Container Yard). 2) Operator Rubber Tyred Gantry (RTG) akan menyusun Petikemas di lapangan penumpukan (Container Yard) hingga beberapa tingkatan. Petikemas disusun berdasarkan jenis barang yang dimuat dan tanggal keberangkatan. 3) Setelah kapal pengangkut berlabuh di dermaga dan dinyatakan siap untuk diisi , maka Petikemas yang ada di Container Yard akan diangkat menggunakan Rubber Tyred Gantry (RTG) dan diletakkan ke atas head truck (HT). 4) Sopir head truck (HT). akan mengangkut petikemas, dengan mengguakan alat Gantry Crane petikemas kan diangkat dari head truck (HT) ke atas kapal dengan lokasi yang diarakan oleh Tally man. 5) Setelah semua barang dan petikemas tersebut diangkut ke atas kapal, maka kapal kemudian meninggalkan dermaga menuju negara atau daerah yang dituju. Petikemas berdasarkan pasal 1 ayat (4) Peraturan menteri perhubungan RI No 14tahun 2007 tentang Kendaraan Pengangkut



Petikemas di Jalan, merupakan Peti atau Kotak yang memenuhi persyaratan



teknis



Organization



(ISO)



sesuai sebagai



dengan alat



Internasional atau



Standard



perangkat



untuk



pengangkutan barang. 50 Umumnya petikemas terbuat dari bahanbahan yang berupa baja, aluminium dan polywood atau FRP (Fiber glass Reinforced Plastics). Pemilihan bahan petikemas disesuaikan dengan kebuthan dari setiap industry. Sedangkan untuk ukuran petikema di daarkn pada Internasional Standard Organization (ISO) . Unit ukuran yang digunakan adalah TEU‟s (Twenty Feet Square Equivalent Units). Terdapat 2 ukuran petikemas, yaitu ukuran 20 feet kuadrat sama dengan 1 TEU‟s, dan petikemas dengan ukuran 40 feet kuadrat sama dengan 2 TEU‟s. Dalam pencatatan di lapangan seringkali juga digunakan istilah BOX yang menunjukkan satu kotak petikemas dengan ukuran tertentu. b. Fungsi Fungsi petikemas dalam sistem pelabuhan laut diantaranya sebagai berikut : 1) Alat angkut Petikemas berfungsi sebagai suatu sarana untuk mengangkut barang dalam jumlah atau ukuran tertentu. 2) Gudang Petikemas berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan barang atau benda dalam kurung waktu tertentu. 3) Alat pengepakan barang Petikemas berfungsi sebagai wadah atau sarana untuk pengepakan atau pengemasan barang dari curah menjadi terkelompok. c. Jenis Terdapat 3 (tiga) jenis Petikemas yang digunakan di Indonesia, diantaranya :



1) Petikemas untuk barang umum (General Cargo Container) Digunakan untuk barang-barang umum/general cargo (tidak memerlukan alat pengatur suhu), sering kali disebut sebagai petikemas untuk barang curah kering (dry cargo container). 2) Petikemas khusus Petikemas untuk barang-barang yang khusus, seperti pupuk, biji-bijian dan berbentuk curah cair dengan dilengkapi dengan lobang-lobang pengisian (loading batch). 3) Petikemas dengan pengatur suhu Petikemas untuk barang-barang yang memerlukan alat pengatur suhu, misalnya buah-buahan, daging atau sayur-sayur, ice cream dll. (Ramisdar, 2019).



BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Makassar New Port Makassar New Port adalah salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Proyek ini merupakan karya anak bangsa. Pembangunan Makassar New Port sendiri dikerjakan secara bertahap. Tahap I A dibangun pada 2015 hingga 2018. Total investasi sebesar Rp1,51 triliun. Adapun, panjang dermaga Tahap I A yakni 320 meter dengan kapasitas terpasang 500.000 TEUs. Di Tahap I B juga dibangun dermaga yang memiliki panjang 330 meter dengan kapasitas terpasang 1 juta TEU’s. Untuk Tahap I C, dermaga yang dibangun memiliki panjang 350 meter, dengan kapasitas terpasang 1 juta TEU’s . Tahap I D, panjang dermaganya yaitu 1,043 meter. Pembangunan Makassar New Port Tahap II dengan panjang dermaga 3.380 meter, akan memiliki kapasitas terpasang 5 juta TEU’s. Sedangkan Tahap III juga akan dibangun dermaga dengan panjang 4.500 meter dan kapasitas terpasangnya 10 juta TEU’s. Peralatan yang dibeli Pelindo IV adalah, 2 unit STS (Ship To Shore). STS Crane dipergunakan untuk alat bongkar muat petikemas. STS menggunakan teknologi twinlift, yang akan melayani bongkar petikemas. STS memiliki kemampuan



mengangkat



dua box petikemas



20 feet atau



disebut twinlift. Dengan demikian, kecepatan bongkar muat petikemas bisa mencapai 35 box/crane/jam. Selama ini hanya 25 box/crane/jam. Disamping itu, ada alat ASC (Auto Stacking Crane). ASC adalah alat yang dikendalikan dari jarak jauh. Dikendalikan dari ruang yang terpisah jauh dari peralatan ASC. Selama ini Pelindo IV menggunakan Rubber Tyred Gantry (RTG). Operator RTG selalu berada di dalam alat berat yang dikendalikan. Sedangkan operator ASC berada di ruang kontrol yang dilengkapi layar monitor, tuas kendali dan lain-lainnya. ASC memiliki produktivitas dua kali



lipat dibandingkan RTG. Biaya operasi ASC jauh lebih murah dibandingkan RTG yang menggunakan tenaga listrik. 4.1.1 Hydro Oceanografi a.



Alur Pelayaran Eksisting 1. Panjang: 4 Mil 2. Lebar: 200 Meter Baru 1. Panjang: 5.4 Mil 2. Lebar: 200 Meter



b.



Kedalaman Minimum: -16 MLWS



c.



Luas Kolam Pelabuhan: 98.07



d.



Kedalaman Kolam Minimum: -16 MLWS



e.



Kedalaman di dermaga: -16 MLWS



f.



Kecepatan di Dermaga: 25 Knot



g.



Tinggi Gelombang: 2.4 Meter



h.



Pasang Surut 1.



High Water Spring: 1.8 MLWS



2.



Low Water Spring: 0 MLWS



4.1.2 Fasilitas Pelabuhan a.



Dermaga: 362 Meter



b.



Lapangan Penumpukan: ±16 Ha



c.



Causeway: ±2.125 Meter



d.



Breakway: ±1.300 Meter



e.



Container Crane: 4 Unit



f.



Rubber Tyred Gantry: 18 Unit



g.



Reach Stacker: 2 Unit



h.



Forklift 7 Ton: 2 Unit



i.



Forklift 2 Ton: 1 Unit



j.



Terminal Tractor: 25 Unit



k.



Chasis 40 Feet: 23 Unit



l.



Chasis 20 Feet: 2 Unit



4.2 Proses Bisnis



Gambar 4.1 Business process PT Pelindo IV cabang MNP



Pada proses bongkar muat terdapat 3 aktifitas yang saling berkaitan, yaitu Stevedoring, haulage/ Trucking, Receiving/Delivery. Stevedoring merupakan kegiatan membongkar barang dari kapal ke dermaga atau sebaliknya dari dermaga ke kapal. Untuk memudahkan proses Stevedoring, digunakan alat Container Crane untuk mengangkat dan memindahkan container dan Head Truck yang mengangkut container baik dari Lapangan Penumpukan /Container Yard (CY) ke dermaga maupun sebaliknya. Trucking/haulage adalah pekerjaan mengangkut petikemas dengan menggunakan Head truck dalam



daerah



kerja



pelabuhan



dari



dermaga



ke



Container



Yard



(CY)/lapangan penumpukan maupun sebaliknya dari Container Yard ke dermaga. Selanjutnya adalah Receiving/Delivery. Receiving merupakan kegiatan penerimaan container dari luar yang diangkut oleh truk tronton/trailer menuju lapangan penumpukan/Container Yard (CY). Delivery merupakan kegiatan penerimaan container dari Lapangan Penumpukan ke luar yang akan diangkut oleh truk tronton/trailer. Adapun proses bongkar muat dalam pelabuhan petikemas diantarnya sebagaai berikut: a. Peti kemas diangkut oleh angkutan darat mobil truk tronton/trailer sampai ke pelabuhan kemudian petikemas diangkut menggunakan Rubber Tyred Gantry (RTG) diletakkan di lapangan penumpukan (Container Yard) b. Operator Rubber Tyred Gantry (RTG) akan menyusun peti kemas di lapangan penumpukan (Container Yard) hingga beberapa tingkatan. Petikemas disusun berdasarkan jenis barang yang dimuat dan tanggal keberangkatan c. Setelah kapal pengangkut berlabuh di dermaga dan dinyatakan siap untuk diisi, maka peti kemas yang ada di Container Yard akan diangkat menggunakan Rubber Tyred Gantry (RTG) dan diletakkan ke atas head truck (HT).



d. Sopir head truck (HT). akan mengangkut petikemas, dengan mengguakan alat Gantry Crane petikemas kan diangkat dari head truck (HT) ke atas kapal dengan lokasi yang diarakan oleh Tally man. e. Setelah semua barang dan petikemas tersebut diangkut ke atas kapal, maka kapal kemudian meninggalkan dermaga menuju negara atau daerah yang dituju. 4.3 Identifikasi Risiko 4.3.1 Stevedoring Berikut merupakan risiko-risiko yang dapat terjadi: a. Kerusakan alat Kerusakan alat atau mesin yang digunakan dalam operasional bongkar muat petikemas seperti Container Crane (CC) dan terminal truck dapat terjadi karena kesalahan penggunaan oleh operator atau tidak diadakan pengecekan sebelum alat-alat tersebut diperasikan. b. Petikemas masih terlock di kapal/crane gagal melock Petikemas Hal ini dapat terjadi karena kurangnnya komunikasi antara foreman dengan operator CC atau kurang teliti dalam memberikan infromasi kepada operator. c. Wire rope putus Putusnya Wire rope dapat terjadi akibat tidak dilakukan pengecekan alat sebelum digunakan atau juga dikarenakan umur ekonomis tali sudah tercapai. d. Container crane menabrak sisi kapal



Hal ini dikarenakan operator kurang fokus dalam mengoperasikan CC, serta juga dapat terjadi karena kurangnya komunikasi antara foreman dan operator. e. Salah Mengambil Petikemas Kurangnya komunikasi antara foreman dan operator dalam mengangkut petikemas dari kapal ke truk atau sebaliknya. f. Foreman Terjepit Foreman tidak memperhatikan CC yang sedang beroperasi atau terlalu dekat dengan pengambilan/peletakan petikemas. 4.3.2 Haulage/trucking Berikut merupakan risiko-risiko yang dapat terjadi: a. Macet Terjadinya antrian yang panjang akibat operator CC yang lambat dalam memindahkan petikemas ke terminal truck, sopir truk salah memasuki blok penyimpanan, atau sopir truk menghalangi jalur truk lainnya. b. Kerusakan alat Kerusakan alat atau mesin yang digunakan dalam operasional bongkar muat petikemas seperti Rubber Tyred Gantry (RTG), reach stacker, terminal truck, dan forklift dapat terjadi karena kesalahan penggunaan



oleh



operator



atau tidak



diadakan



pengecekan sebelum alat-alat tersebut diperasikan. c. Truk menyenggol alat lain Ketidakhati-hatian



sopir



dalam



mengendarai



truk



dapat



menyenggol alat lain disekitarnya, atau sopir truk tidak terampil dalam mengoperasikan truk dapat menimbulkan kecelakaan kerja.



d. Truk Salah membawa Petikemas ke lokasi yang ditentukan Supir truk tidak fokus dalam menerima informasi tujuan petikemas yang akan disusun di Container Yard (CY). e. Truk terbalik Supir mengendari truk dengan kecepatan tinggi atau menabrak dapat menyebabkan truk terbalik. f. Petikemas Jatuh Berat petikemas melampaui batasan, tidak terkunci dengan baik Pada saat diangkat oleh alat RTG. 4.3.3 Receiving/Delivery a. HT menabrak truk lain Hal ini dapat terjadi jika supir truk tidak fokus mengambil jalur lain atau mengantuk dalam berkendara. b. HT menabrak portal gate Supir truk tidak berhati-hati dalam mengendari truk serta tidak memperhatikan keadaan sekitar. Hal ini juga dapat terjadi bagi supir truk baru yang belum terlalu berpengalaman dalam membawa petikemas masuk atau keluar dari dermaga. c. HT menabrak RTG Supir truk tidak memperhatikan sekitar atau tidak berjalan melalui jalur yang sudah disediakan. d. HT menabrak fore man yang bertugas Hal ini dapat terjadi jika supir truk tidak fokus dalam berkendara atau bisa juga terjadi apabila tally man berada pada jalur truk.



4.4



Analisis Risiko Tabel 4.1 Probablitas dan Dampak Kode



Probabilitas X Dampak P D



Kategori Risiko



Kerusakan alat Petikemas masih terlock di kapal / crane gagal melock Petikemas Wire rope putus



R1



3



1



3



R2



4



1



4



R3



1



5



5



Container crane menabrak sisi kapal



R4



2



3



6



Salah Mengambil Petikemas



R5



1



1



1



Fore man Terjepit



R6



1



6



6



Macet



R7



2



1



2



Kerusakan alat



R8



2



1



2



Truk menyenggol alat lain Truk Salah membawa Petikemas ke lokasi yang ditentukan Truk terbalik



R9



2



2



4



R10



1



1



1



R11



1



5



5



Petikemas Jatuh



R12



2



4



8



HT menabrak truk lain



R13



2



2



4



HT menabrak portal gate



R14



1



2



2



HT menabrak RTG



R15



2



2



4



HT menabrak fore man yang bertugas



R16



1



4



4



5



6



NO



Risiko



1



Stevedoring



2



Haulage/trucking



3



Receiving/Delivery



Tabel 4.2 Matriks Penilaian Risiko P 1 2 D 1



R5,R11



R7,R8



2



R15



R9,R13,R15



3



R4



4



R16



R12



5



R3,R11



6



R6



Kriteria: R M S T



Rendah Moderat Signifikan Tinggi



3



4



R1



R2



4.5



Analisis Sekuen Risiko a. Risiko Wire rope putus



Sumber Risiko



Faktor Risiko



Wire rope



Ketidaktelitian pada proses pengecekan alat



Kerugian



Exposure Terhadap Risiko



Mengangkat peti kemas menggunakan Wire rope yang umur ekonomisnya telah lewat



Petikemas jatuh



b. Risiko container crane menabrak sisi kapal



Sumber Risiko



Faktor Risiko



Exposure Terhadap Risiko



Container Crane



Kesalahan abaaba dari fore man kepada operator



Operator mengarahkan CC kearah yang salah



Kerugian



Sisi kapal lecet atau bahkan rusak



c. Risiko fore man Terjepit



Sumber Risiko



Faktor Risiko



Fore man



Fore man tidak memperhatikan CC yang sedang beroperasi



Kerugian



Exposure Terhadap Risiko



Operator menempatkan petikemas dengan jarak yang terlalu dekat dengan fore man



Kecelakaan



d. Risiko Truk terbalik Sumber Risiko



Truk



Faktor Risiko



Keteledoran supir truk



Kerugian



Exposure Terhadap Risiko



Mengendarai truk dengan kecepatan tinggi, adanya kerusakan pada bagian truk



Petikemas dan HT rusak



e.



Risiko Petikemas Jatuh



Sumber Risiko



Faktor Risiko



Exposure Terhadap Risiko



Petikemas



Keteledoran pada proses pengangkatan atau pemindahan petikemas



Petikemas tidak terlock sempurna pada RTG ketika proses pengangkatan



Kerugian



4.6



Petikemas jatuh dan rusak



Pengendalian Risiko a.



Risiko Wire rope putus Adapun hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian risiko ini yaitu: 1. Mengikuti SOP dan work instruction 2. Melakuukan pengecekan dan maintenance alat secara berkala 3. Melakukan penggantian terhadap alat-alat yang telah tidak layak pakai



b.



Risiko Container crane menabrak sisi kapal Adapun hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian risiko ini yaitu: 1. Mengikuti SOP dan work instruction 2. Operator harus bekerja dalam kondisi yang baik 3. Memperbaiki komunikasi antara fore man dengan operator



c.



Risiko fore man terjepit



Adapun hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian risiko ini yaitu: 1. Bekerja mengikuti SOP dan work instruction 2. Menggunakan APD 4. Memperbaiki komunikasi antara fore man dengan operator d.



Risiko truk terbalik Adapun hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian risiko ini yaitu: 1. Bekerja mengikuti SOP dan work instruction 2. Melakuukan pengecekan dan maintenance alat secara berkala 3. Supir truk harus bekerja dalam kondisi baik



e.



Risiko Petikemas jatuh Adapun hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian risiko ini yaitu: 1. Bekerja mengikuti SOP dan work instruction 2. Melakuukan pengecekan dan maintenance alat secara berkala 3. Memperbaiki komunikasi antara fore man dengan operator



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa yang telah dilakukan pada bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1.



Pada proses bongkar muat yang dilakukan pada PT Pelindo IV cabang MNP menggunakan alat-alat berat memiliki beberapa risiko baik dalam bentuk kerusakan alat maupun kecelakaan kerja. Dari rposes analisa yang dilakukan didapatkan total 16 risiko-risiko yang dapat terjadi pada proses Stevedoring, haulage/trucking, receiving/delivery dan 5 proses yang termasuk dalam kategori moderate yang perlu dilakukan analisis sekuen.



2.



Adapun pengendalian yang dapat dilakukan dari semua risiko yang mungkin



terjadi



pada



proses



Stevedoring,



haulage/trucking,



receiving/delivery di PT Pelindo IV cabang MNP ini adalah bekerja dengan menaati aturan SOP dan work instruction, memperbaiki komunikasi antar pekerja, dan selalu bekerja dalam kondisi sehat. 5.2 Saran Adapun di bawah ini merupakan saran yang dapat saya berikan, baik untuk PT. PELINDO IV cabang MNP maupun untuk Departemen Teknik Industri Universitas Hasanuddin. 5.2.1 Saran untuk PT. PELINDO IV cabang MNP a. Sebaiknya lebih memberi kepercayaan pada mahasiswa untuk mengerjakan



tugas-tugas



pokok



yang



tentunya



dibawah



pengawasan pembimbing. b. Seharusnya perusahaan memberikan bimbingan



atau tugas



setidaknya seminggu sekali dan arahan kepada mahasiswa praktik untuk menggali potensi yang ada pada mahasiswa.



5.2.2 Saran untuk Departemen Teknik Industri Universitas Hasanuddin a. Hasil laporan atau kasus yang diperoleh selama kerja praktik dijadikan bahan diskusi di kelas untuk pembelajaran mengenai cara menangani masalah tersebut sesuai dengan keilmuan teknik industri. b. Menyediakan wadah konsultasi bagi mahasiswa memperoleh referensi untuk tempat kerja praktik yang baik. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman yang pernah dilakukan dan kebutuhan disiplin ilmu yang diperlukan.