Laporan Pelatihan Ppra [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Azlea
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN HASIL PELATIHAN WORKSHOP IMPLEMENTASI PPRA DI RUMAH SAKIT



Diselenggarakan oleh ARSSI



RS HERMINA KEMAYORAN JAKARTA PUSAT 4-5 APRIL 2019



Laporan Pelatihan Workshop Implementasi PPRA di Rumah Sakit PPRA merupakan Program Kerja baru yang mulai diterapkan dalam sistem SNARS oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit. PPRA yang tergabung dalam Program Nasional adalah Program Kerja yang bertujuan untuk mencegah atau menurunkan angka kejadian mikroba resisten di rumah sakit. PPRA juga menjadi bagian dari Program Nasional yang laporan pelaksanaan dari setiap rumah sakit akan dikumpulkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai acuan dan evaluasi data kesehatan Indonesia. Hal ini menjadikan PPRA cukup penting mendapat sorotan. Dalam pelaksanaan Program PPRA, PMK no.8 tahun 2015 telah membuat kebijakan-kebijakan agar terjadi keseragaman dalam data laporan dari setiap rumah sakit. Kebijakan-kebijakan tersebut terbagi sebagai berikut : 1. Kebijakan Umum a. Kebijakan penanganan kasus infeksi secara multidisiplin b. Kebijakan pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empirik dan definitive. Terapi antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi atau diduga infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya. Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya. c. Kebijakan pemberian antibiotik profilaksis bedah meliputi antibiotik profilaksis atas indikasi operasi bersih dan bersih terkontaminasi sebagaimana tercantum dalam ketentuan yang berlaku. Antibiotik Profilaksis Bedah adalah penggunaan antibiotik sebelum, selama, dan paling lama 24 jam pascaoperasi pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi luka daerah operasi d. Pemberian antibiotik pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor tergolong dalam pemberian antibiotik terapi sehingga tidak perlu ditambahkan antibiotik profilaksis 2. Kebijakan Khusus a. Pengobatan awal 1) Pasien yang secara klinis diduga atau diidentifikasi mengalami infeksi bakteri diberi antibiotik empirik selama 48-72 jam. 2) Pemberian antibiotik lanjutan harus didukung data hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologi. 3) Sebelum pemberian antibiotik dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologi. b. Antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat. c. Prinsip pemilihan antibiotik. 1) Pilihan pertama (first choice). 2) Pembatasan antibiotik (restricted/reserved). 3) Kelompok antibiotik profilaksis dan terapi. d. Pengendalian lama pemberian antibiotik dilakukan dengan menerapkan automatic stop order sesuai dengan indikasi pemberian antibiotik yaitu profilaksis, terapi empirik, atau terapi definitif. e. Pelayanan laboratorium mikrobiologi. 1) Pelaporan pola mikroba dan kepekaan antibiotik dikeluarkan secara berkala setiap tahun. 2) Pelaporan hasil uji kultur dan sensitivitas harus cepat dan akurat. 3) Bila sarana pemeriksaan mikrobiologi belum lengkap, maka diupayakan adanya pemeriksaan pulasan gram dan KOH.



Berdasarkan pengalaman dari berbagai rumah sakit, dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut kemudian timbul berbagai kendala antara lain adanya perbedaan pendapat dari setiap klinisi berdasarkan keilmuan dan pengalaman sehingga sulit untuk menseragamkan pemberian antibiotic lini pertama. Hal lainnya yakni adanya subjektivitas yang tinggi dalam evaluasi kualitatif menurut metode gyssens. Kendala lainnya yaitu tidak jelasnya indikasi dalam pemberian antibiotik yang direstriksi akibat perbedaan pendapat klinisi. Oleh karena itu dr. Ronald Irawan, Sp.PD membuat sebuah form yang membantu tim PPRA dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tersebut tanpa mengubah aturan dasar yang telah ditetapkan oleh Kemenkes. RASPRO, kepanjangan dari Ronald Irwanto Antimicrobial Stewardship Program, merupakan sebuah konsep untuk menjalankan guideline antibiotic. Pertama kali diterapkan di Rumah Sakit Puri Indah, sebuah rumah sakit swasta di Jakarta, pada tahun 2013. RASPRO telah diakui oleh KEMENKUMHAM RI No. 000121541 dan telah mendapat Perlindungan Undangundang no. 28 Pasal 72/2014. Tim RASPRO menemukan kesulitan-kesulitan yang terjadi di lapangan dalam penerapan aturan penggunaan antibiotic secara bijak sehingga dengan mengkaji lebih dari 100 jurnal akademi, mereka berhasil menyimpulkan dan menemukan sebuah konsep β€œRule of 3 Pie” sebagai sarana untuk mengimplementasi aturan penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit.



1. PEMBUATAN GUIDELINE



Contoh Guideline :



2. IMPLEMENTASI RASPRO membantu pelaksanaan program PPRA dengan membuat form penggunaan antibiotik yang mengawasi dan mendata penggunaan antbiotik. Form tersebut berdasarkan waktu penggunaannya terbagi menjadi 4, yaitu :



Form pemantauan di ruang rawat inap yang diisi oleh perawat



Form Pemantauan oleh Farmasi



Evaluasi Penggunaan Antibiotik dilakukan secara Kuantitatif dan Kualitatif sesuai Peraturan Menteri Kesehatan. Secara Kualitatif, evaluasi dilakukan dengan menggunakan Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) Classification dan pengukuran jumlah penggunaan antibiotik dengan defined daily dose (DDD)/100 patient-days. Defined daily dose (DDD) adalah dosis harian rata-rata antibiotik yang digunakan pada orang dewasa untuk indikasi utamanya. Perlu ditekankan di sini bahwa DDD adalah unit baku pengukuran, bukan mencerminkan dosis harian yang sebenarnya diberikan kepada pasien (prescribed daily doses atau PDD). Dosis untuk masing-masing individu pasien bergantung pada kondisi pasien tersebut (berat badan, dll). Dalam sistem klasifikasi ATC obat dibagi dalam kelompok menurut sistem organ tubuh, menurut sifat kimiawi, dan menurut fungsinya dalam farmakoterapi. Terdapat lima tingkat klasikasi, yaitu: - Tingkat Pertama : kelompok anatomi (mis : untuk saluran pencernaan dan metabolism) - Tingkat Kedua : kelompok terapi/farmakologi obat - Tingkat Ketiga : subkelompok farmakologi - Tingkat Keempat : subkelompok kimiawi obat - Tingkat Kelima : substansi kimiawi obat Penghitungan DDD Setiap antibiotik mempunyai nilai DDD yang ditentukan oleh WHO berdasarkan dosis pemeliharaan rata-rata, untuk indikasi utama pada orang dewasa BB 70 kg. 1. Data yang berasal dari instalasi farmasi berbentuk data kolektif, maka rumusnya sebagai berikut : Perhitungan numerator : π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž 𝐷𝐷𝐷 =



jml kemasan Γ— jml tablet per kemasan Γ— jml gram per tablet Γ— 100 DDD antibiotik dalam gram



Perhitungan denominator : π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘– βˆ’ π‘π‘Žπ‘ π‘–π‘’π‘› = jml hari perawatan seluruh pasien dalam suatu periode studi 2. Data yang berasal dari pasien menggunakan rumus untuk setiap pasien : π‘—π‘šπ‘™ π‘˜π‘œπ‘›π‘ π‘’π‘šπ‘ π‘– 𝐴𝐡 =



jml konsumsi antibiotik dalam gram DDD antibiotik dalam gram



𝐷𝐷𝐷/100 π‘π‘Žπ‘‘π‘–π‘’π‘›π‘‘ π‘‘π‘Žπ‘¦π‘  =



total DDD Γ— 100 total jumlah hari βˆ’ pasien



Dalam pengisian evaluasi menggunakan Gyssens, akan timbul banyak subjektivitas. Untuk mengurangi subjektivitas dalam pengisian evaluasi kualitatif maka RASPRO memformulasikan pengisian Gyssens berdasarkan lembar RASPRO sebelumnya. Pengisian dengan cara sebagai berikut :



PPRA berkaitan erat dengan aturan dalam penggunaan Antibiotik sehingga didapatkan penggunaan antibiotik yang bijak. Lalu bagaimana cara Rumah Sakit menyusun Pedoman Penggunaan Antibiotik? Tidak ada standar baku yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dalam hal penggunaan Antibiotik. Keilmuan yang bersifat dinamis serta perbedaan sensitivitas kuman terhadap antibiotik dari tiap-tiap Rumah Sakit menyebabkan Pedoman Penggunaan Antibiotik ini tidak bisa diseragamkan di seluruh Rumah Sakit di Indonesia. PPAB bersifat dinamis, lokal dan berdasarkan kesepakatan bersama antara klinisi yang ada di Rumah Sakit. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penyusunan PPAB, sumber data yang sangat diperlukan adalah Peta Kuman Rumah Sakit. Hal ini yang menjadikan pembuatan Peta Kuman Rumah Sakit sebagai salah satu kegiatan dari PPRA. Laboratorium Mikrobiologi memiliki fungsi besar dalam pelaksanaan program PPRA di Rumah Sakit. Hal ini dikarenakan peta kuman di Rumah Sakit didapat dengan pemeriksaan kultur pada pasienpasien yang diduga terinfeksi bakteri. Sebelum pemberian antibiotik secara empirik, pasien dilakukan pemeriksaan kultur. Hasil kultur yang didapat kemudian menjadi dasar pembuatan Peta Kuman Rumah Sakit.



Contoh Pola Kuman yang diambil dari Spesimen Urin :



Panduan Penggunaan Antibiotik dibuat berdasarkan Pola Kuman. Panduan juga dibuat berdasarkan kesepakatan bersama. Persen sensitivitas mikroba terhadap antibiotik disepakati bersama, dalam pelatihan ini disepakati



Kondisi saat ini, SNARS tidak memandang apakah Rumah Sakit sudah memiliki Pola Kuman yang dijadikan dasar pembuatan Panduan Penggunaan Antibiotik. SNARS meminta Rumah Sakit untuk langsung menjalankan Program PPRA, yang artinya setiap RS harus langsung mulai membuat PPAB. Berdasarkan kebijakan tersebut maka Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik akhirnya membuat buku Data Surveilans Mikroba dan Kepekaannya terhadap Antibiotik Berdasarkan Tipe Rumah Sakit di Indonesia. Buku tersebut menyediakan Pola Mikroba yang diperlukan sebagai rujukan awal pembuatan PPAB.