Laporan Pendahuluan CKD Dengan DM Di Ruang HD Mas Dakir [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIK KIDNEY DISEASE ( CKD ) DENGAN DIABETES MILLITUS DIRUANG HEMODIALISA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI



Disusun Oleh : MUNDAKIR PB2005009



PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES MUHAMADDIYAH KLATEN 2020/2021



BAB I TINJAUAN TEORI



A. KONSEP PENYAKIT CHRONIC KIDNEY DISEASE A.



PENGERTIAN Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan



fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare, 2000) (Price, Wilson, 2002). Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al, 2001). Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun (Brunner & Suddarth, 2002). Adanya kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional, yang ditandai oleh kelainan patologi atau petanda kerusakan ginjal secara laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan (radiologi), dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang berlangsung > 3 bulan.



B. KLASIFIKASI Menurut Corwin (2001) GGK dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu: 1.



Tahap I : Penurunan Cadangan Ginjal -



GFR 40-70 ml/min/menurun 50%



-



BUN dan Creatinin normal tinggi



-



Tidak ada manifestasi klinik



-



CCT : 76-100 ml/min



Pada stage ini tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron sehat mampu mengkompensasi



nefron



yang



sudah



rusak.



Penurunan



kemmapuan



mengkonsentrasi urin menyebabkan nokturia dan poliuria. 2.



Tahap II : Insufisiensi Ginjal -



GFR 20-40 ml/min atau GFR 20-35%



-



BUN dan Creatinin naik



-



Anemia ringan, polyuria, nocturia, edema



-



CCT : 26-75 ml/min



Nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang dterima. Mulai terjadi akumulasi sisa metabolic dalam darah karena nefron sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. 3.



Tahap III : Gagal Ginjal -



GFR : 10-20 ml/min atau 5.5 mEq/L ; SI :



5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan



pemberian



ion



pengganti



resin (Natrium



polistriren



sulfonat



[kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema. 5. Mempertahankan keseimbangan cairan Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan. 6. Transplantasi ginjal DIABETES MILLITUS 1. Definisi Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik menahun yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (Hiperglikemia), yang dikarenakan kurangnya produksi insulin dalam tubuh atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif (Riskesdas, 2013). Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua–duanya (Gustaviani, 2006) Diabetes mellitus merupakan penyakit yang banyak mengeluarkan urine dengan kadar glukosa yang tinggi, dan ditandai dengan ketiadaan absolut insulin atau penurunan insentivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). 2. Etiologi a. DM Tipe I Melalui proses imonologik dimana tubuh tidk bias menghasilkan insulin Karena sel beta pancreas dirusak oleh system autoimun. b. DM Tipe II a). Obesitas b). Gaya hidup c). Usia d). Infeksi toxin, virus



c. DM tipe lain a). Defek genetic fungsional sel beta Kromosom 12, HNF – 1 α (dahulu MODY 3) Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2) Kromosom 20, HNF – 4 α (dahulu MODY 1) Kromosom 13, insulin prometer factor (IPF – 1, dahulu MODY 4) Kromosom 17, HNF – 1 β (dahulu MODY 5) Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA mitcohondria, dan lain –lain. b). Defek genetic kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunrism sindrom Robson Mendenhall, diabetes lipoatropik. c).Penyakit endokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatomi, neuplasma, fibrosis kristik, hemakromatosis, pankreotopati fibrokalkulus. d). Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromatisoma, hipertiroidisme, aldosteronoma e). Karena obat/ zat kimia : vector, pentanidin, asam nikotinat,glukokortiroid, hormon tiroid, diazoxin,agonis β, andrenegik, Tiazid, dilatin. f). Infeksi : rubella sanginetal, CMV. g). Imunologi ( jarang ). h). Sindrom genetic lain. d. Diabetes kehamilan Biasaya karena herideter. (Gustaviani, 2006) 3. Manifestasi Klinik Adanya keluhan khas yang dirasakan ketika sudah terjadi diabetes mellitus. Keluhan khas tersebut yaitu banyak kencing (polyuria), banyak minum (polydipsia), banyak makan (polyphagia), dan disertai dengan pemeriksaan gula darah yang lebih dari normal (gula darah sewaktu = 200 mg/dl, atau gula darah puasa = 126 mg/dl). Selain keluhan khas tersebut bnyak tanda yang terjadi dari kesemutan, lemah, gatal, mata kabur, pruritus, disfungsi ereksi (Sidartwan, 2005). Menurut Smeltzer (2002) Ada 3 Kriteria yang digunakan untuk diagnosa laboratorium diabetes mellitus : a. Konsentrasi glukosa plasma vena puasa (semalam) 126 mg/dL atau lebih dari satu kali pemeriksaan.



b. Gejala klinis diabetes dan kadar glukosa sewaktu 200 mg/dL atau lebih. c. Setelah ingesti 75 g glukosa, konsentrasi glukosa plasma vena 2 jam 200 mg/dL atau lebih. 4. Komplikasi Kelebihan kadar gula darah yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf dan pembuluh darah. Muncul banyak konsekuensi dari diabetes, yang sering terjadi seperti meningkatnya resiko jantung dan juga stroke, neuropati (kerusakan syaraf) dikaki yang mengakibatkan ulkus kaki, retinopati diabetikum terjadi karena kerusakan pembuluh darah kecil diretina yang menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, dan juga resiko kematian. Pada umumnya penderita diabetes mellitus resiko kematiannya menjadi dua kali lipat dibanding bukan penderita diabetes (Permana, 2008). 5. Patofisiologi Dan Pathway Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis



(pemecahan



glukosa



yang



disimpan)



dan



glukoneogenesis



(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan



lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka



pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi) (Corwin,2009).



PATHWAY DIABETES Defisiensi insulin



Glukagon



Pemakaian glukosa sel



Glukoneogenesis Hiperglikemia



Nutrisi sel



Lemak



Protein



Glycosuria



Polyphagi



Ketogenesis



BUN



Osmotic diuresis



Polyuri



Ketonemia



Nitrogen urin



Dehidrasi



Polydipsi



pH



Hemokonsentrasi



asidosis



arteriosklerosis



Mual Muntah



Koma Kematian



Makrovaskuler



Jantung



IMA



Cerebral



Stroke



ekstremitas



Gangran



Mikrovaskuler



Retina



Ginjal



Retinopati



Nefropati CKD



Ggn. sekresi protein



retensi Na



sindrom uremia



edema Gangguan Integritas Kulit



perpospatemia



pruritus



urokrom tertimbun di kulit



perubahan warna kulit



Toksisitas ureum di otak



Enchepalop ati



Penurunan kesadaran



Ggn. asam basa



Mual Muntah



Gangguan nutrisi



sekresi eritropoitin produksi Hb dan sel darah merah



kelebihan volume cairan



suplai O2



intoleransi aktivitas



beban jantung naik



gangguan perfusi jaringan hipertrofi ventrikel kiri



payah jantung kiri



alkalosis respiratorik



Perubahan pola nafas



edema paru ggn. pertukaran gas



intoleransi aktivitas



6. Petanalaksanaan Tujuan penatalaksanaan diabetes mellitus jangka panjang adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi, sedangkan dalam jangka pendek untuk menghilangkan keluhan/gejala diabetes. Berikut ini macam penataksanaan diabetes meliputi :



a. Diet Penghimpunan Diabetes dan Persatuan Diabetik Amerika merekomendasikan 5060% kalori berasal dari karbohidrat 60%, Protein 12-20%, Lemak 20-30%. b. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) a) Sulfonilurea : menstimulasi pengelapasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin. b) Biguanid : menurunkan kadar gula dalam darah tapi tidak sampai dibawah normal. c) Inhibitor α glukosidase : menghambat kerja enzim α glkosidase didalam saluran ceran sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia. d) Insulin sensiting agent : Thoazahdine diones meningkatkan sensitivitas insulin, seingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. e) Insulin dengan indikasi diabetes dengan berat badan menurun dengan cepat, ketoasidosis asidosis laktat dengan koma hiperosmolar, diabetes dengan kehamilan atau diabetes gestasional yang tidak terkendali dalam pola makan. Insulin oral/suntikan dimulai dari dosis yang lebih rendah lalu dinaikkan perlahan sesuai dengan hasil pemeriksaan gula darah paisen. c. Latihan Latihan dengan melawan ketahanan yang dapat menurunkan stress, dapat menurunkan BB, menyegarkan tubuh, gunakan alas kaki yang tepat. d. Pemantauan Pemantauan kadar gula darah secara mandiri Definisi Hemodialisis Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh kumpulan zat sisa metabolisme tubuh. Hemodialisis digunakan untuk pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat (Nursalam, 2006). Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI



(Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007). Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisys jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).



1. Tujuan Hemodialisis Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain : a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal. d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain. 2. Indikasi Hemodialisis Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.



a. Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007): 



Kegawatan ginjal a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi b. Oligouria (produksi urine