LAPORAN PENDAHULUAN DVT (Muh. Arfian Nur Rizky) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN Deep Vein Thrombosis (DVT)



DISUSUN OLEH : M Arfian Nur Rizky M H



P07220218016



SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TINGKAT III POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN AJARAN 2020/2021 1



LAPORAN PENDAHULUAN Deep Vein Thrombosis (DVT) 1. Pengertian Deep Vein Thrombosis (DVT) Deep vein thrombosis (DVT) merupakan suatu kondisi dimana thrombus terbentuk pada vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh darah dan jaringan disekitar vena. DVT terjadi terutama di tungkai bawah dan inguinal. Bekuan darah dapat menghambat darah dari tungkai bawah kembali ke jantung. Trombosis adalah terbentuknya masa dari unsur darah didalam pembuluh darah vena atau arteri pada makluk hidup. Trombosis merupakan istilah yang umum dipakai untuk sumbatan pembuluh darah, baik arteri maupun vena. Trombosis hemostatis yang bersifat self-limited dan terlokalisir untuk mencegah hilangnya darah yang berlebihan merupakan respon normal tubuh Deep vein thrombosis (DVT) terjadi karena Adanya thrombus (bekuan darah) dalam pembuluh darah balik atau vena terutama pada kaki. Dapat terjadi karena pembuluh vena mengalami kerusakan sehingga alirannya terhambat atau adanya kelainan pada aliran vena menjadi melambat atau berhenti sama sekali atau adanya kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan perubahan pada darah baik efek kanker atau dampak dari pengobatan yang diberikan seperti pil KB (memberikan efek faktor koagulasi). Bekuan darah (thrombus) dalam sistim vena dalam dari kaki adalah sebenarnya tidak berbahaya. Situasi menjadi mengancam nyawa ketika sepotong dari bekuan darah terlepas dan berjalan ke arah muara melalui jantung kedalam sistem peredaran paru, dan terkumpul di dalam paru yang dapat menyebabkan pulmonary embolism (emboli paru). Diagnosis dan perawatan dari deep venous thrombosis (DVT) dimaksudkan untuk mencegah pulmonary embolism.



2



Gambar 1. Blood clot (Trombosis) pada pembuluh darah 2. Etiologi Deep Vein Thrombosis (DVT) a. Trauma pada vena 1) Perjalanan dan duduk yang berkepanjangan, seperti penerbangan-penerbangan pesawat yang panjang. mobil, perjalanan kereta api, atau opname rumah sakit, dan proses operasi. 2) Trauma pada kaki bagian bawah dengan atau tanpa operasi atau gips 3) Kehamilan, termasuk 6-8 minggu setelah partum 4) Kegemukan b. Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya) 1) Obat-obat (contohnya, pil-pil pengontrol kelahiran, estrogen) 2) Merokok 3) Kecenderungan genetik 4) Polycythemia (jumlah yang meningkat dari sel-sel darah merah) 5) Kanker



Gambar 2. Vena pada pasien DVT 3



c. Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak) 1) Obat-obat (contohnya, pil-pil pengontrol kelahiran, estrogen) 2) Merokok 3) Kecenderungan genetik 4) Polycythemia (jumlah yang meningkat dari sel-sel darah merah) 5) Kanker 3. Tanda & Gejala Deep Vein Thrombosis (DVT) a. Superficial thrombophlebitis Bekuan-bekuan darah pada sistim vena superficial paling sering terjadi disebabkan oleh trauma (luka) pada vena yang menyebabkan terbentuknya bekuan darah kecil. Peradangan dari vena dan kulit sekelilingnya menyebabkan gejala dari segala tipe peradangan yang lain : 1) Kemerahan (rubor) 2) Kehangatan (kalor) 3) Kepekaan/nyeri (dolor) 4) Pembengkakan (tumor)



Gambar 3, tungkai kaki pada pasien DVT Sering vena yang terpengaruh dapat dirasakan sebagai tali menebal yang kokoh. Mungkin ada peradangan yang menyertai sepanjang bagian dari vena. Meskipun ada 4



peradangan, tidak ada infeksi. Varicosities dapat memberi kecenderungan pada superficial thrombophlebitis. Ketika klep-klep dari vena-vena yang lebih besar pada sistem superficial gagal. darah dapat mengalir balik dan menyebabkan vena-vena untuk membengkak dan menjadi menyimpang atau berliku-liku. Klep-klep gagal ketika vena-vena kehilangan kelenturan dan peregangannya. Ini dapat disebabkan oleh umur, berdiri yang berkepanjangan, kegemukan, kehamilan, dan faktor-faktor genetik. b. Deep Venous Thrombosis Gejala-gejala dari deep vein thrombosis berhubungan dengan rintangan dari darah yang kembali ke jantung dan menyebabkan aliran balik pada kaki. Secara klasik, gejalagejala termasuk nyeri, bengkak ,kehangatan,kemerahan. Tidak semua dari gejala-gejala ini harus terjadi; satu, seluruh, atau tidak ada mungkin hadir dengan deep vein thrombosis. Gejala-gejala mungkin meniru infeksi atau cellulitis dari kaki. Pada beberapa kasus, DVT tidak menunjukkan gejala sama sekali. Namun umumnya, DVT memunculkan keluhan berupa: 



Tungkai yang mengalami DVT terasa hangat







Nyeri yang semakin memburuk saat menekuk kaki







Bengkak pada salah satu tungkai, terutama di betis







Kram yang biasanya bermula di betis, terutama di malam hari







Perubahan warna kaki menjadi pucat, merah, atau lebih gelap



4. Patofisiologi Deep Vein Thrombosis (DVT) DVT biasanya terbentuk pada daerah dengan aliran darah lambat atau terganggu di sinus vena besar dan kantung ujung katup di vena dalam tungkai bawah atau segmen vena yang terpapar oleh trauma langsung. Faktor yang mempengaruhi keseimbangan dan berimplikasi pada patogenesis thrombosis vena, dikenal dengan Trias Virchow’s, yaitu:



5



a. Cedera Vaskuler (kerusakan endothelial) Kerusakan vaskular memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan thrombosis vena melalui trauma langsung atau aktivasi sel endotel melalui sitokinin (interleukin-1 dan tumor necrosis factor) yang dilepaskan dari hasil cidera jaringan dan inflamasi. Koagulasi darah dapat diaktifkan melalui rangsangan intravaskuler yang dilepaskan dari tempat jauh (misal kerusakan vena femoralis saat operasi panggul) atau oleh sitokin yang terinduksi rangsangan endotel yang utuh. Sitokinin ini merangsang sel endotel untuk mensintesis tissue factor dan plasminogen activator inhibitor-1 dan mengakibatkan reduksi trombodulin, sehingga membalikkan kemampuan protektif endotel yang normal. Trombodulin (TM) adalah reseptor membran sel endotel untuk thrombin. Bila thrombin terikat pada TM maka kemampuan memecah fibrinogen menurun. Sebaliknya kemampuan mengaktifasi antikoagulan, protein C meningkat. Protein C dengan kofaktornya protein S menginaktifasi bentuk aktif kofaktor prokoagulan, faktor Va dan VIIIa. Protein C aktif juga meningkatkan fibrinolisis.



Gambar 4. Proses bekuan darah



6



b. Stasis Vena Statis vena sering pada usia tua, tirah baring lebih dari tiga hari dan operasi yang memakan waktu lama. Stasis vena memberikan predisposisi thrombosis lokal. Stasis menggangu pembersihan faktor koagulasi aktif dan membatasi aksesbilitas thrombin di vena kemudian menempel ke trombomodulin. c. Aktivasi koagulasi darah (hiperkoagulabilitas) Keadaan hirepkoagulabilitas adalah suatu perubahan keadaan darah membantu pembentukan thrombus vena. Perubahannya meliputi peningkatan konsentrasi faktor koagulasi normal maupun teraktivasi, penurunan kadar inhibitors dalam sirkulasi, gangguan



fungsi



sistem



fibrinolitik,



adanya



trombosit



hiperaktif,



faktor



hiperkoagulabilitas dan statis bekerjasama membentuk thrombus vena. Dari ketiga faktor penyebab DVT yang terpenting adalah faktor statis dan hirepkoagulabilitas. Faktor risiko penyakit DVT digolongkan faktor patogenesis pembentukan DVT (Trias Virchow’s) dan faktor umum yang mendukung, berhubungan dengan pembentukan DVT atau kombinasi dari faktor trias Virchow’s.



Gambar 5. Trias Virchow’s



7



Gambar 6. WoC DVT 8



5. Pemeriksaan Diagnostik Deep Vein Thrombosis (DVT) a. Ultrasonografi (USG) Ultrasound sekarang adalah metode standar dari mendiagnosa kehadiran deep vein thrombosis. Teknisi ultrasound mungkin mampu untuk menentukan apakah ada bekuan, dimana ia berlokasi di kaki, dan berapa besarnya. Ultrasounds dapat dibandingkan melalui waktu untuk melihat apakah bekuan telah tumbuh atau menghilang. USG yang biasa dilakukan berupa Duplex Venous Scan. Duplex venous scan merupakan tes bersifat non-invasif yang menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) untuk menangkap gambar internal vena dan aliran darah menuju jantung. Peda pemeriksaan ekstremitas atas dilakukan pemeriksaan pada vena di leher, bahu, lengan, dan pergelangan tangan. Sedangkan pada ekstremitas bawah, vena di tungkai dan pergelangan kaki yang diperiksa. Jeli khusus ditempatkan di area yang diperiksa sementara alat transduser dilewatkan secara ringan pada kulit di atas pembuluh darah yang kemudia menunjukan gambar internal pembuluh darah ditampilkan di layar, direkam sebagai video atau dicetak sebagai foto. Ultrasonografi Doppler juga dapat dilakukan untuk menangkap gambar pergerakan darah melalui pembuluh darah Anda. Tes ini membantu menentukan bagaimana darah mengalir melalui pembuluh darah Anda. Duplex venous scan dapat menunjukkan bekuan darah di vena tungkai dan mengevaluasi vena abnormal yang menyebabkan varises.



Gambar 7, Pemeriksaan Duplex Venous Scan 9



b. MRI Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan pemeriksaan organ tubuh yang dilakukan dengan menggunakan teknologi magnet dan gelombang radio. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan hasil gambar organ, tulang, dan jaringan di dalam tubuh secara rinci dan mendalam. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai alat bantu diagnosis untuk dokter. MRI sering dilakukan dan berkaitan dengan pemeriksaan terhadap otak, saraf tulang belakang, jantung, pembuluh darah, tulang, sendri, jaringan lunak, dan organ-organ tubuh lainnya. Pemeriksaan MRI membutuhkan bantuan zat pewarna khusus yang disuntikkan melalui pembuluh darah, untuk membantu meningkatkan ketepatan gambar, sebagai hasil dari pemeriksaan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah vena secara keseluruhan. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi gangguan lain yang mungkin terjadi pada organ di sekitar pembuluh darah yang bermasalah. c. Venografi Venografi adalah sebuah tes x-ray yang melibatkan penyuntikan x-ray bahan kontras (dye) kedalam suatu vena untuk menunjukkan bagaimana darah mengalir melalui pembuluh darah Anda. Hal ini memungkinkan dokter untuk mengetahui kondisi pembuluh darah Anda. X-ray (radiograf) adalah tes medis invasif yang membantu dokter mendiagnosa dan mengobati kondisi medis. Pencitraan dengan sinar-x melibatkan mengekspos bagian tubuh dengan dosis kecil radiasi pengion untuk menghasilkan gambar bagian dalam tubuh. Sinar-X adalah bentuk tertua dan paling sering digunakan pencitraan medis. Venografu umumnya tidak dilakukan lagi dan telah lebih menjadi catatan kaki sejarah



10



Gambar 8, Hasil X-Ray Venografi d. D-Dimer D-dimer adalah tes darah yang mungkin digunakan sebagai tes penyaringan (screening) untuk menentukan apakah ada bekuan darah. D-dimer adalah kimia yang dihasilkan ketika bekuan darah dalam tubuh secara berangsur-angsur larut/terurai. Semakin tinggi hasil D-dimer semakin kuat mengarah dugaan kuat adanya bekuan darah. Pengujian darah lainnya mungkin dipertimbangkan berdasarkan pada penyebab yang potensial untuk deep vein thrombosis. 6. Penatalaksanaan Medis Deep Vein Thrombosis (DVT) a. Farmakologis Penatalaksanaan inisial DVT (fase akut 5-10 hari pertama) dilakukan dengan pemberian heparin atau fondaparinux dilakukan sebagai bridging therapy sebelum warfarin mencapai dosis terapeutiknya. Efektivitas heparin pada penatalaksanaan DVT sangat bergantung pada kemampuan mencapai rasio terapeutik dalam 24 jam pertama perawatan.



1) Obat heparin 11



Heparin adalah Obat bekerja sebagai anti koagulan dengan mempotensiasi kerja anti trombin III (AT-III) membentuk kompleks yang berafinitas lebih besar dari AT III sendiri, terhadap beberapa faktor pembekuan darah, termasuk trombin, faktor IIa, IXa, Xa, XIa,dan XIla. Oleh karena itu heparin mempercepat inaktifasi faktor pembekuan darah. Heparin biasanya tidak mempengaruhi waktu perdarahan. Waktu pembekuan memanjang bila diberikan heparin dosis penuh, tetapi tidak terpengaruh bila diberikan heparin dosis rendah. Heparin dosis kecil dengan AT-III menginaktifasi faktor XIIIa dan mencegah terbentuknya bekuan fibrin yang stabil. Penggunaan hefarin dimonitor dengan memeriksa waktu tromboplastin parsial (aPTT) secara berkala. Tipe obat heparin yang dapat diberikan pada pasien DVT: 



Low Molecular Weight Heparin (LMWH)







Unfractionated Heparin (UFH)







Fondapariux



2) Obat warfarin Warfarin adalah anti koagulan oral yang mempengaruhi sintesa vitamin K-yang berperan dalam pembekuan darah- sehingga terjadi deplesi faktor II, VII, IX dan X. Ia bekerja di hati dengan menghambat karboksilasi vitamin K dari protein prekursomya. Tetapi efek anti trombotik baru mencapai puncak setelah terjadi deplesi keempat faktor tersebut. Jadi efek anti koagulan dari warfarin membutuhkan waktu beberapa hari karena efeknya terhadap faktor pembekuan darah yang baru dibentuk bukan terhadap faktor yang sudah ada disirkulasi. Warfarin tidak mempunyai efek langsung terhadap trombus yang sudah terbentuk, tetapi dapat mencegah perluasan trombus. Warfarin telah terbukti efektif untuk pencegahan stroke kardioembolik. Karena meningkatnya resiko pendarahan, penderita yang diberi warfarin harus dimonitor waktu protrombinnya secara berkala. Obat warfarin yang dapat diberikan pada pasien DVT: 12







Antagonis Vit K







Novel Oral Antikoagulan (alternatif warfarin)



b. Non-Farmakologis 1) Stoking kompresi elastis Stocking kompresi elastis adalah jenis kaus kaki elastis yang dirancang khusus untuk memberikan tekanan (paling tinggi) di bagian pergelangan kaki, dan tingkat tekanan menurun secara progresif di bagian atas garmen. Garmen ini memastikan bahwa aliran darah melaju ke atas, ke arah jantung bukan ke bawah atau ke vena superfisial lainnya. Kompresi mengurangi diameter vena mayor, sehingga meningkatkan kecepatan dan volume aliran darah.



Gambar 9, Tekanan Stoking kompresi elastis 2) Latihan gerak (Range of Motion) aktif/pasif Latihan ROM (Range of Motion) adalah latihan gerak sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. gerakan fleksiekstensi, menggengam, dan lain-lain akan meningkatkan aliran darah di vena-vena yang masih terbuka (patent). 3) Diet rendah vitamin K 13



Vitamin K, yang ada dalam beberapa makanan, memiliki peran penting dalam pembekuan darah, dan cara kerja warfarin. Hati menggunakan vitamin K untuk menghasilkan sel koagulan yang membantu mengontrol perdarahan dan memungkinkan pembentukan gumpalan darah. Ada kemungkinan bahwa mengonsumsi makanan yang kaya vitamin K dapat mengurangi efek warfarin pada faktor pembekuan. Studi American Heart Association (AHA) memaparkan bahwa makan makanan kaya vitamin K dapat melawan efek warfarin, dan menurunkan waktu protrombin. c. Tindakan Invasif 1) Filter vena cava Filter vena cava merupakan salah satu tipe filter pembuluh darah yang diletakan pada vena cava yang berfungsi menyaring trombus darah memasuki jantung dan mencegah terjadinya pulmonary emboli Penatalaksanaan DVT dengan filter vena cava hanya dilakukan pada kasus-kasus spesifik. Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang kontraindikasi terhadap terapi antikoagulasi, mengalami perdarahan yang mengancam nyawa, dan gagal terapi atau rekurensi dengan penggunaan antikoagulasi yang sudah adekuat. Meskipun hasil penelitian menyatakan bahwa filter ini efektif menurunkan kejadian emboli paru dalam jangka pendek, ditemukan meningkatkan kejadian DVT rekuren dalam jangka panjang. Penatalaksanaan dengan vena cava filter ini pun berisiko untuk terjadinya komplikasi, seperti: 



Hematoma di sekitar situs insersi







DVT di lokasi insersi







Migrasi filter







Erosi filter terhadap dinding vena cava inferior







Emboli filter







Thrombosis/obstruksi vena cava inferior



14



Gambar 10, filter vena cava



15



DAFTAR ISI



Corwin J. Elisabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbir Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Puruhito. (2017). Pengantar Bedah Vaskulus. Surabaya : Airlangga University Press. Tambunan KL. Trombosis : Masalah di Indonesia Masa Kini dan Masa Datang. Jakarta : Yoga Buana;2011. Rani AA, Soegondo, Nazir AU et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2016. Bhatt, et al. (2020). Diagnosis of Deep Vein Thrombosis of the Lower Extremity: A Systematic Review and Meta-Analysis of Test Accuracy. Blood Advances, 4(7), pp. 1250–1264. Andriani, R., & Wahid, I. (2018). Defisiensi Protein S pada Trombosis Vena Dalam. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(4), pp. 100–103. Cleveland Clinic (2019). Disease & Conditions. Blood Clotting Disorders (Hypercoagulable State).



16