LAPORAN PENDAHULUAN FISTEL PERIANAL (Lia) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN FISTEL PERIANAL A. DEFINISI Fistel perianal/Fistula perianal/fistula ani disebut juga fistula in ano yang merupakan sebuah hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan dari kulit perianal. Hubungan ini berupa sebuah traktus yang terbentuk oleh jaringan granulasi. Bukaan primernya terletak pada kanalis anal dan bukaan sekundernya terletak pada kulit perianalis. Bukaan sekundernya dapat multiple yang berasal dari satu nukaan primer saja. Fistula adalah hubungan yang abnormal antara suatu saluran lain, atau antara suatu saluran dengan dunia luar melalui kulit. Yang pertama disebut fistula interen dan yang kedua fistula eksteren. Fistula anorektal atau fistula ani adalah terowongan abnormal dari anus atau rektum, biasanya menuju ke kulit dekat anus, tapi bisa juga ke ke organ lainnya seperti vagina. Fistula perianal adalah komunikasi abnormal antara anus dengan kulit perianal. Kelenjar pada kanalis analis terletak pada linea dentate menyediakan jalur organism yang menginfeksi untuk dapat mencapai ruang intramuscular. Fistula perianal sering terjadi pada laki-laki berumur 20-40 tahun, berkisar 1-3 kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar luka fistula terbentuk dari sebuah abses (tapi tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan abses akan terbentuk fistula.



B. ETIOLOGI Kebanyakan fistula berasal dari kelenjar dalam didinding anus atau rectum.kadang-kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada abses anorektal. Terdapat sekitar 7-40% pada kasus abses anorektal berlanjut menjadi Fistula perianal. Namun lebih sering penyebabnya tidak adapat diketahui. Organisme yang biasanya terlibat dalam pembentukan abses adalah Escherichiacholi, enterococcus sp, dan bakteroides sp. Fistula juga



sering



ditemukan



pada



penderita



dengan



penyakit



chohn,



tuberculosis, devertikulitis, kanker atau cedera anus maupun rectum, aktinomikosis dan infeksi klamidia. C. PATOFISIOLOGI Hipotesis



yang



paling



jelas



adalah



kriptoglandular,



yang



menjelaskan bahwa fistula ani merupakan abses anorektal tahap akhir yang telah terdrainase dan membentuk traktus. Kanalis anal mempunyai 6-14 kelenjar kecil yang terproyeksi melalui sfingter internal dan mengalir menuju kripta pada linea dentata. Kelenjar dapat terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan. Bersamaan dengan penyumbatan itu, terperangkap juga feces dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini juga dapat terjadi setelah trauma, pengeluaran feces yang keras, atau proses inflamasi. Apabila kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal, maka akan terbentuk abses di dalam rongga intersfingterik. Abses lama kelamaan akan menghasilkan jalan keluar dengan meninggalkan fistula, dimana fistula mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus dan rektum, dan lobang lain di perineum di kulit perianal.



D. MANIFESTASI KLINIS Umumnya, gejala utama yang sering terjadi adalah keluarnya pus seropuruluen yang mengiritasi kulit dan sekitarnya dan menyebabkan perasaan tidak enak. Terkadang anamnesis mengatakan gejala ini sudah menahun. Abses perianal yang rekurens menyarankan adanya fistula ani. Selma bukaannya cukup besar untuk pus keluar, maka nyeri belum menjadi gejala. Tapi bila bukaannya tersumbat maka nyeri akan timbul meningkat hingga pus dapat keluar. Biasanya bukaan hanya soliter, terletak 3,5-4 cm dari anus, memberi gambaran elevasi kecil dengan jaringan granulasi warna merah pada mulut lubang. Bila elevasi keluar akan keluar pus. E. KLASIFIKASI 1. Intersphinteric fistula Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna dan bermuara berdekatan dengan lubang anus. 2. Transphinteric fistula Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna, kemudian melewati muskulus sfingter eksterna dan bermuara sepanjang satu atau dua inchi di luar lubang anus, membentuk huruf ‘U’ dalam tubuh, dengan lubang eksternal berada di kedua belah lubang anus (fistula horseshoe). 3. Suprasphinteric fistula Berawal dari ruangan diantara muskulus sfingter eksterna dan interna yang membelah ke atas muskulus pubrektalis lalu turun di antara puborektal dan muskulus levator ani lalu muncul satu atau dua inchi di luar anus. 4. Ekstrasphinteric fistula Berawal dari rektum atau colon sigmoid dan memanjang ke bawah, melewati muskulus levator ani dan berakhir di sekitar anus. Fistula ini biasa disebabkan oleh abses appendiceal, abses diverticular, atau Crohn’s Disease.



F. KOMPLKASI Komplikasi dapat terjadi langsung setelah operasi atau tertunda,sebagai berikut : 1. Komplikasi yang dapat langsung terjadi antara lain: a. Perdarahan b. Impaksi fecal c. Hemorrhoid 2. Komplikasi yang tertunda antara lain adalah: a. Inkontinensia,



Munculnya



inkontinensia



berkaitan



dengan



banyaknya otot sfingter yang terpotong, khususnya pada pasien dengan fistula kompleks seperti letak tinggi dan letak posterior. Drainase dari pemanjangan secara tidak sengaja dapat merusak saraf-saraf kecil dan menimbulkan jaringan parut lebih banyak. Apabila pinggiran fistulotomi tidak tepat, maka anus dapat tidak rapat menutup, yang mengakibatkan bocornya gas dan feces. Risiko ini juga meningkat seiring menua dan pada wanita. b. Rekurens Terjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukaan primer atau mengidentifikasi pemanjangan fistula ke atas atau ke samping. Epitelisasi dari bukaan interna dan eksterna lebih dipertimbangkan sebagai penyebab persistennya fistula. Risiko ini juga meningkat seiring penuaan dan pada wanita. c. Stenosis kanalis Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis pada kanalis anal. Penyembuhan luka yang lambat. Penyembuhan luka membutuhkan waktu kurang lebih 12 minggu, kecuali ada penyakit lain yang menyertai (seperti penyakit Crohn).



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Fistulografi, yaitu memasukkan alat ke dalam lubang/fistel untuk mengetahui keadaan luka. 2. Pemeriksaan harus dilengkapi dengan rektoskopi untuk menentukan adanya penyakit di rektum seperti karsinoma atau proktitis tbc, amuba, atau morbus Crohn. 3. Fistulografi: Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur fistula. 4. Ultrasound endoanal / endorektal: Menggunakan transduser 7 atau 10 MHz ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus intersfingter dari lesi transfingter. Transduser water-filled ballon membantu evaluasi dinding rectal dari beberapa ekstensi suprasfingter. 5. MRI: MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks, untuk memperbaiki rekurensi. 6. CT- Scan: CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit crohn atau irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan administrasi kontras oral dan rektal. 7. Barium Enema: untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit inflamasi usus. 8. Anal Manometri: evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna pada pasien tertentu seperti pada pasien dengan fistula karena trauma persalinan, atau pada fistula kompleks berulang yang mengenai sphincter ani.



H. PENATALAKSANAAN 1. Terapi Konservatif Medikal dengan pemberian analgetik, antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren. 2. Terapi pembedahan: a. Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi. b. Fistulektomi: Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya terbuka. c. Seton: benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan. d. Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi keberhasilannya tidak terlalu besar. e. Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, hanya 16%. Pasca Operasi Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun cairan dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air besar. Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan cairan antiseptik), dan



penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang diberikan untuk rawat jalan antara lain antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu dan pasien dapat kembali bekerja setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah berkurang. Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak disarankan untuk duduk diam berlama-lama.