Laporan Pendahuluan Hipospadia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPOSPADIA DI RUANG 20 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR MALANG



OLEH: Elik Anistina, S.Kep. NIM 182311101070



PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER OKTOBER, 2018 i



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Hipospadia di Ruang 20 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan di sahkan pada : Hari, Tanggal : Tempat



: Ruang 20 RSUD Dr. Saiful Anwar



Malang,



2018



Mahasiswa



Elik Anistina, S.Kep. NIM 182311101070



Pembimbing Akademik Stase Keperawatan Bedah FKep Universitas Jember



Pembimbing Klinik Ruang 20 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang



Ns. Mulia Hakam S, M. Kep NIP. 19810319201404 1004



Bambang Setyawan, Amd. Kep NIP 19741108 199703 1 003



ii



LEMBAR PENGESAHAN



Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hipospadia di Ruang 20 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan di sahkan pada : Hari, Tanggal : Tempat



: Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang



Malang, Mahasiswa



Elik Anistina, S.Kep. NIM 182311101070



Pembimbing Akademik Stase Keperawatan Bedah FKep Universitas Jember



Pembimbing Klinik Ruang 20 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang



Ns. Mulia Hakam S, M. Kep NIP. 19810319201404 1004



Bambang Setyawan, Amd. Kep NIP 19741108 199703 1 003



iii



DAFTAR ISI



Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii DAFTAR ISI .............................................................................................. iv LAPORAN PENDAHULUAN ................................................................. 1 A. Konsep Anatomi Hipospadia ............................................................... 1 B. Definisi Hipospadia.............................................................................. 3 C. Epidemiologi ........................................................................................ 4 D. Etiologi ................................................................................................. 4 E. Klasifikasi ............................................................................................ 5 F. Patofisiologi ......................................................................................... 5 G. Manifestasi Klinis ................................................................................ 6 H. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 7 I. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi .......................... 10 J. Clinical Pathway .................................................................................. 12 K. Komplikasi............................................................................................ 13 L. Penatalaksanaan Keperawatan ............................................................. 13 a. Pengkajian/Assesment .................................................................... 13 b. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 17 c. Intervensi Keperawatan.................................................................. 23 d. Evaluasi Keperawatan .................................................................... 29 e. Discharge Planning ....................................................................... 29 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 30



iv



LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN HIPOSPADIA Oleh : Elik Anistina, S.Kep



A. Anatomi Fisiologi



1. Skrotum adalah kantong longgar yang tersusun dari kulit, fasia, dan otot polos yang membungkus dan menopang testis diluar tubuh pada suhu optimum untuk produksi spermatozoa. 



Dua kantong skrotal, setiap skrotal berisi satu testis tunggal, dipisahkan oleh septum internal.







Otot dartos adalah lapisan serabut dalam fasia dasar yang berkontraksi untuk membentuk kerutan pada kulit skrotal sebagai respon terhadap udara dingin atau eksitasi seksual.



2. Testis adalah organ lunak, berbentuk oval dengan panjang 4 cm sampai 5 cm (1,5 inci sampai 2 inci) dan berdiameter 2,5 cm (1 inci)



1







Tunika albuginea adalah kapsul jaringan ikat yang membungkus testis dan merentang ke arah dalam untuk membaginya menjadi sekitar 250 lobulus.







Tunika seminiferous, tempat berlangsungnya spermatogenesis, terlilit dalam lobules. Epitelium germinal khusus yang melapisi tubulus seminiferus mengandung sel-sel batang (spermatogonia) yang kemudian menjadi sperma; sel-sel Sertoli yang menopang dan memberi nutrisi sperma yang sedang berkembang; dan sel-sel intetisial (leydig), yang memiliki fungsi endokrin.



3. Duktus pada saluran reproduksi laki-laki : membawa sperma matur dari testis ke bagian eksterior tubuh. 



Dalam testis, sperma bergerak ke lumen tubulus seminiferus, kemudian menuju ke tubulus rekti (tubulus lurus). Dari tubulus rekti, sperma kemudian menuju jarring-jaring kanal rete testisyang bersambungan dengan 10 sampai 15 duktulus eferen yang muncul dari bagian atas testis.







Epididimis adalah tuba terlilit yang panjangnya mencapai 20 kaki (4 m sampai 6 m) yang terletak di sepanjang sisi posterior testis. Bagian ini menerima sperma dari duktus eferen. 1. Epididimis menimpan sperma dan mampu mempertahankannya sampai enam minggu. Selama enam minggu tersebut, sperma akan menjadi motil, matur sempurna, dan mampu melakukan fertilisasi. 2. Selama eksitasi seksual, lapisan otot polos dalam dinding epididimal berkontraksi untuk mendorong sperma ke dalam duktus eferen.



2







Duktus eferen adalah kelanjutan epididimis. Duktus ini adalah tuba lurus yang terletak dalam korda spermatik yang juga mengandung pembuluh darah dan pembuluh limfatik, saraf SSO, otot kremaster, dan jaringan ikat. Masing-masing duktuds deferen meninggalkan skrotum, menanjak menuju dinding abdominal kanal inguinal. Duktus ini mengalir di balik kandung kemih bagian bawah untuk bergabung dengan duktus ejakulator.







Duktus ejakulator pada kedua sisi terbentuk dari pertemuan pembesaran (ampula) di bagian ujung duktus deferen dan duktus dari vesikel seminalis. Setiap duktus ejakulator panjangnya mencapai sekitar 2 cm dan menembus kelenjar prostat untuk bergabung dengan uretra yang berasal dari kandung kemih.







Uretra merentang dari kandung kemih sampai ujung penis dan terdiri dari tiga bagian.



1. Uretra Prostatik merentang mulai dari bagian dasar kandung kemih, menembus prostat dan menerima sekresi kelenjar tersebut. 2. Uretra membranosa panjangnya mencapai 1 cm sampai 2 cm. bagian ini di kelilingi sfingter uretra eksternal. 3. Uretra penis (kavernous, berspons) di kelilingi oleh jaringan erektil bersepon (korpus spongiosum). Bagian ini membesar ke dalam fosa navicularis sebelum berakhir pada mulut uretraeksternal dalam glans penis. 4.



Kelenjar aksesoris



3



1. Sepasang vesikel seminalis adalah kantong terkonvolusi (berkelok-kelok) yang bermuara ke dalam duktus ejakulator. Sekretnya adalah cairan kental dan



basa



yang



kaya



akan



fruktosa,



berfungsi



untuk memberi



nutrisi dan melindungi Setengah lebih sekresi vesikel seminalis adalah semen (cairan sperma yang meninggalkan tubuh). 2. Kelenjar prostat menyelubungi uretra saat keluar dari kandung kemih. Sekresi prostat bermuara ke dalam uretra prostatic setelah 15 sampai 30 duktus prostatic. 



Prostat mengeluarkan cairan basa menyerupai susu yang menetralisir asiditas vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas sperma yang akan optimum pada pH 6,0 sampai 6,5.







Kelenjar prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimalnya pada laki-laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya trus bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang menganggu perkemihan.



3. Sepasang kelenjar bulbouretral (Cowper) adalah kelenjar kecil yang ukuran dan bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar ini mensekresi cairan basa yang mengandung mucus ke dalam uretra penis untuk melumasi dan melindungi serta ditambahkan pada semen. 5. Penis Penis terdiri 3 bagian: akar, badan dan glans penis yang membesar yang banyak mengandung ujung-ujung saraf sensorik. Organ ini berfungsi untuk tempat keluar urine dan semen serta sebagai organ kopulasi. 1. Kulit



penis



tipis



dan



tidak



berambut



kecuali



di



dekat



akar



korban. Prepusium (kulup) adalah lipatan sirkular kulit longgar yang merentang



menutupi



glans



penis



kecuali



jika



diangkat



melalui



sirkumsisi. Korona adalah ujung proksimal glans penis. 2. Badan penis dibentuk dari tiga massa jaringan erektil silindris; dua korpus karvenosum dan satu korpus spongiosun ventral di sekitar uretra.



4



3. Jaringan erektil adalah jaring-jaring ruang darah irregular (venosasinusoid) yang diperdarahi oleh arterior aferen dan kapilar, di grainase oleh venula dan dikelilingi jaringan rapat yang disebut tunika albuginea 4. Korpus karvenosum dikelilingi oleh jaringan ikat rapat yang disebut tunika albuginea FISIOLOGI PADA REPRODUKSI LAKI – LAKI 1. Proses Spermatogenesis



a. Spermatogenesis Proses



perkembangan



spermatogonia



menjadi



spermatozoa



dan



berlangsung sekitar 64 hari (lebih atau kurang 4 hari). Spermatogonia terletak berdekatan dengan membran basalis tubulus seminiferus. Spermatogonia berproliferasi melalui mitosis dan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer. Setiap spermatosit primer mengalami pembelahan meiosis untuk membentuk dua spermatosit sekunder. Pembelahan meiosis kedua pada spermatosit sekunder menghasilkan empat spermatid. Tahap akhir spermatogenesis adalah maturasi spermatid menjadi spermatozoa (sperma). Panjang spermatozoa matur mencapai 60 µm. Sperma matur memiliki satu kepala, satu badan, dan satu flagellum (ekor). Kepala berisi nukleus dan dilapisi akrosom (tutup kepala) yang mengandung enzim yang diperlukan untuk menembus ovum. Badan mengandung mitokondria yang memproduksi ATP diperlukan untuk pergerakan. Goyangan flagellum mengakibatkan motilitas sperma (untuk berenang).



5



b. Sel Sertoli menyebar dari epitelium sampai lumen tubulus. Fungsifungsinya antara lain : Sel Sertoli secara mekanis menyokong dan memberi nutrisispermatozoa dalam proses pematangan. Sel Sertoli mensekresi inhibitor duktus mullerian, yaitu sejenis glikoprotein yang diproduksi selama perkembangan embrionik pada saluran reproduksi laki-laki. Zat ini menyebabkan atrofi duktus mullerian pada genetic laki-laki. Sel Sertoli mensekresi protein pengikat androgen untuk merespon folikel stimulating hormone (FSH) yang dilepas kelenjar hipofisis anterior. Protein mengikat testosterone dan membantu mempertahankan tingkat konsentrasi tinggi cairan tersebut dalam tubulus seminiferus. Testosteron menstimulasi spermatogenesis. Sel Sertoli mensekresi inhibin, suatu protein yang mengeluarkan efek umpan balik negatif terhadap sekresi FSH oleh kelenjar hipofisis anterior. Sel Sertoli mensekresi antigen H-Y, yaitu protein permukaan membrane sel yang penting untuk menginduksi proses diferensiasi testis pada genetik laki-laki. c. Sel Intertisial (leydig) mensekresi androgen (testosteron dan dihidrotestosteron). Sel-sel intertisial ini menghilang enam bulan setelah lahir dan muncul kembali saat awitan pubertas karena pengaruh hormone gonadotropin dari kelenjar hipofisis d. Proses spermatogenesis



Spermatogonium berkembang menjadi sel spermatosit primer. Sel spermatosit primer bermiosis menghasilkan spermatosit sekunder. Spermatosit



6



sekunder membelah lagi menghasilkan spermatid. Spermatid berdeferensiasi menjadi spermatozoa masak. Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP (Androgen Binding Protein) testosteron tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hipofisis agar menghentikan sekresi FSH dan LH. Kemudian spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenja Cowper. Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 – 400 juta sel spermatozoa. Pada laki-laki, spermatogenesis terjadi seumur hidup dan pelepasan spermatozoa dapat terjadi setiap saat. 2. Mekanisme ereksi penis. Ereksi adalah slah satu fungsi vascular korpus karvenosum dibawah pengendalian SSO. 1. Jika penis lunak, stimulus simpatis terhadap arterior penis menyebabkan konstriksi sebagian organ ini, sehingga aliran darahb y6ang melalui penis tetap dan hanya sedikit darah yang masuk kesinusoid kavernosum. 2. Saat stimulasi mental atau seksual, stimulus parasimpatis menyebabkan vasodilatasi arterior yang memasuki penis. Lebih banyak darah yang memasuki vena dibandingkan yang dapat didrainase vena. 3. Sinusoid korpus kavernosum berdistensi karena berisi darah dan menekan vena yang dikelilingi tunika albuginea non distensi. 4. Setelah ejakulasi, impuls simpatis menyebakan terjadinya vasokonstriksi arteri dan darah akan mengalir ke vena untuk dibawah menjauhi korpus. Penis mengalami detumesensi, atau kembali ke kondisi lunak. 3. Enjakulasi disertai orgasme merupakan titik kulminasi aksi seksual pada lakilaki. Semen diejeksikan melalui serangkaian semprotan. 1. Implus simpatis dari pusat refleks medulla spinalis menjalar di sepanjang saraf spinal lumbal (L1 dan L2) menuju organ genital dan menyebabkan



7



kontraksi peristaltik dalam duktus testis, epididimis, dan duktus deferen. Kontraksi ini menggerakkan sperma di sepanjang saluan. 2. Implus parasimpatis menjalar pada saraf pudendal dan menyebabkan otot bulbokavernosum pada dasar penis berkontraksi secara berirama. 3. Kontraksi yang stimulan pada vesikelseminalis, prostat,dan kelenjar bulbouretral menyebabkan terjadinya sekresi cairan seminal yang bercampur dengan sperma untuk 4. Kuantitas dan kompoisi semen 1. Volume ejakulasi berkisar antara 1 ml sampai 10 ml; rata – rata 3 ml. Semen terdiri dari 90% air dan mengandung 50 sampai 120 juta sperma per ml; volume sperma mencapai 5% volume semen. 2. Semen diejakulasi dalam bentuk cairan kental berwarna abu – abu kekuningan dengan pH 6,8 sampai 8,8. Cairan ini segera berkoagulasi setelah ejakulasi dan mencair dengan spontan dalam 15 sampai 20 menit. 3. Bagian pertama ejakulasi mengandung spermatozoa, cairan epididimal, dan sekresi kelenjar prostat dan bulbouretral. Bagian terakhir ejakulasi berisi sekresi dari vesikel seminalis. 4. Semen mengandung berbagai zat yang ada dalam plasma darah juga zat tambahan seperti prostaglandin, enzim proteolitik, inhibitor enzim, vitamin, dan sejumlah hormon steroid serta gonadrotropin dalam konsentrasi yang berada dengan yang ada di plasma darah. Setelah ejakulasi, spermatozoa bertahan hidup hanya sekitar 24 sampai 72 jam dalam saluran reproduksi perempuan. Sperma dapat disimpan selama beberapa hari pada suhu rendah atau dibekukan jika akan disimpan selama lebih dari satu tahun. PENGATURAN HORMONAL SISTEM REPRODUKSI LAKI – LAKI 1. Hormon testicular Androgen utama yang diproduksi testis adalah testosteron. Testis juga mensekresi sedikit androstenedion, yaitu prekursor untuk estrogen pada laki – laki, dan dihidro-testosteron(DHT) yang penting untuk pertumbuhan pranatal dan diferensiasi genitalia laki – laki.



8



1. Pada janin laki – laki, sekresi testosteron menyebabkan terjadinya diferensiasi duktus internal dan genetalia eksternal , dan menstimulasi penurunan testis ke dalam skrotum selama dua bulan terakhir gestasi. Dari lahir sampai pubertas, hanya sedikit atau bahkan tidak ada tertosteron yang diproduksi. 2. Saat



pubertas



dan



setelahnya, testosteron



bertanggung jawab



atas



perkembangan dan pemeliharaan karakteristik seks sekunder laki – laki : 



Testosteron meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan genetalia laki – laki.







Testosteron bertanggung jawab atas pendistribusian rambut yang menjadi ciri khas laki – laki.







Testosteron menyebabkan pembesaran laring dan perpanjangan serta penebalan pita suara sehingga menghasilkan suara bernada rendah.







Testosteron meningkatkan ketebalan dan tekstur kulit serta mengakibatkan permukaan kulit menjadi gelap dan lebih kasar. Hormon ini juga meningkatkan aktivitas kelenjar keringat dan kelenjar sebasea serta terlibat dalam pembentukan jerawat (pada laki – laki dan perempuan).







Testosteron meningkatkan massa otot dan tulang, meningkatkan laju metabolik



dasar,



meningkatkan



jumlah



sel



darah



merah,



dan



meningkatkan kapasitas peningkatan oksigen pada laki – laki. 2. Hormon hipofisis dan hipotalamus mengendalikan produksi androgen dan fungsi testikuler. 1. Gonadotropin hipofisis. Folicle stimulating hormone (FSH) memiliki reseptor



pada



sel



tubulus



seminiferus



dan



diperlukan



dalam



spermatogenesis. Luteinizing hormone (LH) memiliki reseptor pada sel interstisial dan menstimulasi produksi serta sekresi testosteron. LH juga disebut ICSH (interstitial cell stimulating hormone) atau hormon perangsang sel interstisial pada laki – laki. 2. Hipothalamic gonadotropin releasing hormone (GnRH)berinteraksi dengan testosteron, FSH, LH, dan inhibin dalam mekanisme umpan balik negatif yang mengatur sintesis dan sekresi testosteron.



9



1. Penurunan konsentrasi testosteron yang bersirkulasi menstimulasi produksi GnRH hipotalamik yang kemudian menstimulasi sekresi FSH dan LH. FSH menstimulasi spermatogenesis dalam tubulus seminiferus dan LH menstimulasi sel interstisial untuk memproduksi testosteron. 2. Peningkatan kadar terstosteron dalam darah memberikan kendali umpan balik negatif pada sekresi GnRH dan pada sekresi FSH dan LH hipofisis. 3. Inhibin disintesis dan disekresi oleh sel Sertoli untuk merespons terhadap sekresi FSH. Hormon ini bekerja melalui umpan balik negatif langsung pada kelenjar hipofisis untuk menghambat sekresi FSH. Inhibin tidak mempengaruhi pelepasan LH (ICSH). 4. Protein pengikat androgen adalah suatu polipeptida yang juga mengikat testosteron untuk merespons sekresi FSH. Protein mengikat testosteron untuk mempertahikan konsentrasinya dalam tubulus seminiferus 10 sampai 15 kali lebih besar dibandingkan dengan konsentrasinya dalam darah. Hal ini kemudian meningkatkan penerimaan sel terhadap efek tertosteron dan berfungsi untuk menunjang spermatogenesis. 3. Pubertas dipicu oleh peningkatan sekresi GnRH. 



GnRH dihambat melalui umpan balik negatif dari sejumlah kecil testosteron yang bersirkulasi sebelum pubertas.







Saat pubertas, maturasi otak dan penurunan sensitivitas hipotalamus terhadap penghambatan testosteron menyebabkan peningkatan sekresi GnRH yang kemudian meningkatkan sekresi FSH dan LH hipofisis. Ini mengakibatkan terjadinya spermatogenesis, produksi testosteron, dan pembentukan karakteristik seks sekunder pada laki – laki.







Peningkatan kadar GnRH menyebabkan peningkatan sekresi FSH dan RH oleh kelenjar hipofisis anterior.



10



B. Pengertian Hipospadia



Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif, 2014). Epispadaia adalah suatu kelainan bawaan berupa tidak adanya dinding uretra sebelah atas atau susunan dorsal pada meatus uretra. (Muscari, 2013). Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (Nettina, 2012). Epispadia adalah suatu anormali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada permukaan dorsal penis. Insiden epipadia yang lengkap sekitar 120.000 lakilaki. Keadaan inibiasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomali saluran kemih. ( patofisiologi, konsep kliis proses-proses penyakit). Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluan dan anus ). (speer , 2011 ). Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya harus dilakukan oleh mereka yang betul-betul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.



11



C. Epidemiologi Prevalensi hipospadia di dunia sangat luas secara geografis dan bervariasi. Insidensi kelainan ini berkisar 1:250 kelahiran bayi atau 1:300 kelahiran bayi. Peningkatan insidensi hipospadia masih menuai berbagai kontroversi. Bergman et al melakukan penelitian epidemiologi mengenai prevalensi hipospadia dari tahun 2001-2010 menemukan bahwa insidens hipospadia cukup stabil pada rentang waktu tersebut. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Aho et al di Finlandia untuk mengetahui prevalensi hipospadia di tahun 1970-1994.1 Di negara Eropa terjadi peningkatan prevalensi hipospadia pada tahun 19701980 tanpa diketahui penyebabnya. Di Amerika Serikat berdasarkan Metropolitan Atlanta Congenital Defect Program (MACDP) dan the Nationwide Birth Defects Monitoring Program (BDMP) terdapat peningkatan 2 kali lipat terhadap insidens hipospadia. Hal ini dikaitkan dengan peningkatan insidensi kelahiran prematur, berat lahir bayi rendah, ataupun terpaparnya janin terhadap zat progestin atau anti androgen. Di Indonesia prevalensi hipospadia belum dketahui secara pasti. Limatahu et al menemukan 17 kasus di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau Manado pada periode Januari 2009-Oktober 2010. Duarsa et al melakukan penelitian deskriptif terhadap kasus hipospadia pada Januari 2009 hingga april 2012 di RS Sanglah Bali menemukan sebanyak 53 kasus. Tirtayasa et al juga melakukan penelitian mengenai hasil luaran dari pembedahan urethroplasty pada kasus hipospadia di RS M. Djamil Padang pada rentang Januari 2012 - Januari 2014 dengan jumlah 44 kasus. Maritzka et al pada studi observasinya pada rentang tahun 2010-2012 di Jawa Tengah menemukan 120 kasus, sedangkan Mahadi et al menemukan 24 kasus pada rentang tahun 2009- 2011 di RS Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Aritonang et al melakukan studi retrospektif



mengenai



komplikasi



TIP



pada



rentang



tahun



2002-2014



mendapatkan sampel sebanyak 124 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa pada daerah yang berbeda secara etnis dan geografis hipospadia dapat ditemu



12



D. Etiologi Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadi dan epispadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain: 1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama. 2. GenetikaTerjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. 3. Lingkungan Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. (Pillitteri, 2012) E. Patofisiologi Hypospadia dan epispadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Hypospadia di mana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skortum, ini dapat berkaitan dengan crodee kongiental. Paling umum pada hypospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat frenum, frenumnya tidak berbentuk, tempat normalnya meatus uranius di tandai pada glans penis sebagai celah buntuh. Epispadia terbukanya uretra sebelah ventral. Kelainan ini meliputi leher kandung kemih ( epispadia total ) atau hanya uretra ( epispadia persial ). Epispadia dimana lubang uretra terdapat pada permukaan dorsum penis, dan tampak sebagai celah atau alur tanpa tutup.Epispadia parsialis di mana muara uretra terdapat di sebelah atas dan di belakang glans penis, permukaan dorsal



13



penis biasanya bertarik sampai ujungnya tetapi lubang uretra dapat berakhir pada corona atau di sebelah proksimalnya. Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical corddan tailyang disebut genital tubercle.Di bawahnya pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu ke-7, genital tubercleakan memanjang dan membentuk glans.Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercletak terbentuk, sehingga penis juga tak terbentuk. Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu genital foldakan membentuk sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia (Mansjoer, 2014). F. Klasifikasi Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus : 1. Tipe sederhana/ Tipe anterior Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi. 2. Tipe penil/ Tipe Middle Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi



14



tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya. 3. Tipe Posterior Posterior



yang



terdiri



dari



tipe



scrotal



dan



perineal.



Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Klasifikasi hipospadia yang digunakan sesuai dengan letak meatus uretra yaitu tipe glandular, distal penile, penile, penoskrotal, skrotal dan perineal. Semakin ke proksinal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini 90% terletak di distal di mana meatus terletak diujung batang penis atau di glands penis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum atau perineum. Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde, Brown membagi hipospadia dalam 3 bagian : 1. Hipospadia anterior : tipe glanular, subkoronal, dan penis distal. 2. Hipospadia Medius : midshaft, dan penis proksimal. 3. Hipospadia Posterior : penoskrotal, scrotal, dan perineal. Tergantung pada posisi meatus kemih dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk: 1. Balanica atau epispadias kelenjar adalah malformasi terbatas pada kelenjar, meatus terletak pada permukaan, alur dari meatus di puncak kepala penis. Ini adalah jenis epispadias kurang sering dan lebih mudah diperbaiki. 2. Epispadias penis derajat pemendekan lebih besar dengan meatus uretra terletak di titik variabel antara kelenjar dan simfisis pubis. 3. Penopubica epispadia varian yang lebih parah dan lebih sering. Uretra terbuka sepanjang perpanjangan seluruh hingga leher kandung kemih yang lebar dan pendek (Suriadi, 2011).



15



G. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis pada hipospadai dan epispadia, antara lain: 1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus. 2. Kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. 3. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis. 4. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar. 5. Kulit penis bagian bawah sangat tipis. 6. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada. 7. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis. 8. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok. 9. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum). 10. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal. Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glands penis.Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimeter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos.Walaupun adanya chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee (Mansjoer, 2014). H. Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan diagnostik tidak ada kecuali terdapat ketidak jelasan jenis kelamin perlu ditegaskan atau pada kasus-kasus ketika abnormalitas lain dicurigai. Namun dapat dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui letak dari meatus uretra secara normal yang mengalami kelainan atau tidak mengalami kelainan.



16



Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya. Untuk menilai beratnya epispadia, dilakukan pemeriksaan berikut: 1. Radiologis (IVP) 2. USG sistem kemih-kelamin. 3. Epispadia biasanya diperbaiki melalui pembedahan. (Mansjoer, 2014) I.



Penatalaksanaan



Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi, dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu: 1. Operasi pelepasan chordee dan tunneling Dilakukan pada usia satu setengah hingga dua tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikan NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum. 2. Operasi uretroplasti Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di kedua sisi. 3. Dan pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai deterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap, akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup besar. Tujuan pembedahan : a. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial. b. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.



17



Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine. 1.



Teknik tunneling Sidiq-Chaula, dilakukan operasi 2 tahap : a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis. b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.



2. Teknik Horton dan Devine, Dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi. Berbeda dengan hipospadia di mana ada sejumlah besar teknik bedah yang menawarkan pilihan terapi yang berbeda, karena koreksi epispadia termasuk alternatif bedah dan hasil dari sudut pandang fungsional sering tidak memuaskan. Ketika epispadias tidak terkait dengan inkontinensia urin perawatan bedah terbatas pada rekonstruksi kepala penis dan uretra menggunakan plat uretra. Ketika epispadias dikaitkan dengan inkontinensia urin pengobatan menjadi lebih kompleks. Dalam rangka meminimalkan dampak psikologis,



18



usia yang paling cocok untuk perbaikan bertepatan dengan tahun pertama atau kedua kehidupan. Yang penting untuk perbaikan epispadia sukses meliputi: 1. Pemanjangan penis 2. Urethroplasty 3. Cakupan cacat kulit dorsal penis. (Berhman, 2012) J. Pathway



19



K. Komplikasi Adapun komplikasi yang dapat terjadi striktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fisula, infertilitas, serta gangguan psikososial. 1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu) 2. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK 3. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa Komplikasi paska operasi yang terjadi: 1. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi 2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis 3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas 4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 % 5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang 6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut (Suriadi, 2011).



20



L. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi, dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu: 1. Operasi pelepasan chordee dan tunneling Dilakukan pada usia satu setengah hingga dua tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikan NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum. 2. Operasi uretroplasti Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di kedua sisi. Dan pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai deterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap, akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup besar. Tujuan pembedahan : c. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial. d. Perbaikan untuk kosmetik pada penis. Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine. 1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula, dilakukan operasi 2 tahap : c. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis. d. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke



21



bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang. 2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap Dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.



22



23



24



1. Intervensi Keperawatan No. Masalah Keperawatan 1.



Nyeri akut (00132)



Tujuan & Kriteria Hasil (NOC)



Intervensi (NIC)



Kontrol nyeri (1605) Tingkat nyeri (2102) Kepuasan klien: manajemen nyeri (3016) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri akut pada pasien dapat berkurang, dengan kriteria hasil:



Manajemen nyeri (1400) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri 3. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan Terapi relaksasi (6040) 4. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti nafas dalam 5. Dorong pasien mengambil posisi nyaman



Indikator



Aw 1 al



2



3



Melaporka n nyeri berkurang Mengenali nyeri Mengetah ui penyebab nyeri Mencari bantuan Keterangan: 1: tidak pernah menunjukkan



25



4



5



2: jarang menunjukkan 3: kadang-kadang menunjukkan 4: sering menunjukkan 5: secara konsisten menunjukkan 2..



Kerusakan integritas jaringan Intregitas jaringan: kulit dan membran mukosa (1101) (00046) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit tetap terjaga dengan kriteria hasil: Indikator Aw 1 2 3 4 5 al Sensasi elastisitas Lesi Perfusi jaringan



Perawatan Luka Tekan (3520) 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya tanda kulit pecah-pecah 2. Hindari kerutan pada tempat tidur 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 8. Monitor status nutrisi pasien 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Pengecekan kulit (3590) 10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan 11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada ekstremitas 12. Monitor warna dan suhu kulit 13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet



26



3.



Hambatan (00085)



mobilitas



fisik Koordinasi pergerakan (0212)



14. Monitor infeksi terutama daerah edema 15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan tepat Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)



setelah dilakukan perwatan selama 3x24 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi mobilisasi sesuai indikasi jam mobilitas fisik pasien membanik 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi dengan kriteria hasil: penyebab nyeri otot atau sendi dengan fisioterapis dalam 1. Dapat mengontrol kontraksi 3. Kolaborasi mengembangkan peningkatan mekanika tubuh pergerakkan sesuai indiksi 2. Dapat melakukan kemantapan Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201) pergerakkan 3. Dapat menahan keseimbangan 4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan pergerakkan fisiologis, dan konsekuensi dari Indikator Aw 1 2 3 4 5 penyalahgunaannya al 5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan Kontraksi untuk terlibat dalam latihan otot progresif pergeraka 6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah n pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi Kemantap latihan menurut lefel kebugaran actor atau an tidaknya actor resiko pergeraka 7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap n selesai satu set jika dipelukan Keseimba 8. Bantu klien untuk menyampaikan atau ngan mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa pergeraka beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar n sudah di pelajari



27



Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)



4.



Ketidakefektifan perfusi Perfusi jaringan: perifer (0470) jaringan perifer (00204) Status sirkulasi (0401) Tanda-tanda vital (0802) Integritas jaringan: kulit dan actori mukosa (1101) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, perfusi jaringan perifer pasien kembali efektif dengan kriteria hasil:



Indikator



Aw 1 al



2



3



Kekuatan denyut



28



4



5



9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi sendi 10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan dan menerapan sebuah program latihan 11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang teraktur dan terencana 12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan latihan ROM pasif, dan aktif 13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM 14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan Manajemen cairan (4120) 1. Jaga intake dan output pasien 2. Monitor status hidrasi (mukosa) 3. Berikan cairan IV sesuai dengan suhu kamar Pengecekan kulit (3590) 4. Periksa kulit terkait adanya kemerahan dan kehangatan 5. Amati warna, kehangatan, pulsasi pada ekstremitas Monitor tanda-tanda vital (6680) 6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat



5.



Resiko infeksi (00004)



nadi Akral hangat Tekanan darah Suhu tubuh Irama pernafasan Nadi Keparahan infeksi (0703) Kontrol resiko (1902)



Kontrol infeksi (6540) 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai setiap pasien Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai selama 3x24 jam, tidak terjadi infeksi SOP rumah sakit pada pasien dengan kriteria hasil: 3. Batasi jumlah pengunjung 4. Ajarkan cara mencuci tangan Perlindungan infeksi (6550) Indikator Aw 1 2 3 4 5 5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi al 6. Berikan perawatan kulit yang tepat Bau busuk Manajemen nutrisi (1100) Suhu 7. Tentukan status gizi pasien tubuh 8. Identifikasi adanya alergi Identifikasi resiko (6610) Nanah 9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu pada luka 10. Identifikasi strategi koping yang digunakan Kemampu an



29



6.



Risiko syok (00205)



mengident ifikasi faktor risiko Pencegahan syok



Pencegahan syok (4260)



1. Monitor status sirkulasi (tekanan darah, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, ritme, nadi Setelah dilakukan tindakan keperawatan perifer, dan CRT) selama 1x24 jam, resiko infeksi pada 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan pasien dapat teratasi, dengan kriteria 3. Monitor input dan output 4. Monitor tanda awal syok hasil: 5. Kolaborasi pemberian cairan IV dengan tepat Indikator Aw 1 2 3 4 5 al Irama jantung Irama nadi Frekuensi pernafasan Hambatan mobilitas fisik di Koordinasi pergerakan (0212) Peningkatan Mekanika Tubuh (0140) tempat tidur (00085) setelah dilakukan perawatan selama 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi 3x24 jam mobilitas fisik pasien mobilisasi sesuai indikasi membaik dengan kriteria hasil: 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi penyebab nyeri otot atau sendi 1. Dapat mengontrol kontraksi 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam pergerakkan Management syok



7.



30



2. Dapat melakukan kemantapan mengembangkan peningkatan mekanika tubuh pergerakkan sesuai indiksi 3. Dapat menahan keseimbangan Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201) pergerakkan 4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan fisiologis, dan konsekuensi dari penyalahgunaannya 5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan untuk terlibat dalam latihan otot progresif 6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi latihan menurut lefel kebugaran dan ada atau tidaknya faktor resiko 7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap selesai satu set jika dipelukan 8. Bantu klien untuk menyampaikan atau mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar sudah di pelajari Terapi Latihan: Mobilitas Sendi (0224) 9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi sendi 10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan dan menerapan sebuah program latihan 11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang



31



teraktur dan terencana 12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan latihan ROM pasif, dan aktif 13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM 14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan



32



2.



Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu: a. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan. b. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan tindakan keperawatan. c. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi, teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru d. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau dimodifikasi



A. Discharge Planning Discharge planning yang dapat dilakukan pada pasien antara lain: 1. Meningkatkan masukan cairan 2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu 3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat 4. Kontrol sesuai jadwal 5. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada keluhan 6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang 7. Hindari trauma ulang 8. Melakukan terapi latihan untuk pemulihan pasca pembedahan



33



DAFTAR PUSTAKA



Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC. Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC. Berhman, Kliegman, Arvin. 2012. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius: FKUI Muscari, Mary E. 2013. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta: EGC Nettina, Sandra M. 2012. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC Pillitteri, Adele. 2012. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: EGC Speer, Kathleen Morgan. 2011. Rencana Asuhan keperawatan pediatrik dengan Clinical Pathways. Jakarta: EGC Suriadi, Yuliani. 2011. Asuhan Keperawatan pada Anak. Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan Wicaksono, Emirza nur. 2013. Epispadia. Diakses pada tanggal 13 januari 2017 jam



20.15



http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/04/20/epispadia/ Nanda Internasional 2018. Diagnosis Keperawatan 2018-202. Oxford: Willey Backwell.0 Nurafif, A.H. dan K. Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Edisi 2. Yogyakarta: Mediaction. Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama



34