Laporan Pendahuluan - Kolestasis-Miftahul Jannah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan Lontara 4 Atas Belakang RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar KOLESTASIS



OLEH : MIFTAHUL JANNAH R014172038



CI LAHAN



[



CI INSTITUSI



]



[



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018



]



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii BAB I KONSEP MEDIS...................................................................................................1 A.



Defenisi..................................................................................................................1



B.



Etiologi...................................................................................................................1



C.



Manifestasi Klinik..................................................................................................4



D.



Komplikasi.............................................................................................................5



E.



Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................6



F.



Pentalaksanaan.......................................................................................................9



KONSEP KEPERAWATAN.........................................................................................12 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................29 PENYIMPANGAN KDM KOLESTASIS....................................................................31



ii



BAB I KONSEP MEDIS A. Defenisi Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier (Arief, 2010). Empedu dari saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer, 2010). Lemone, Burke & Bauldoff (2016) dalam bukunya mengatakan kolestasis adalah pembentukan batu (kalkuli atau batu empedu) di dalam kandung kemih atau sistem saluran empedu. Normalnya empedu dibentuk oleh hati dan disimpan dalam kandung empedu. Empedu terdiri atas garam empedu, bilirubin, air, elektrolit, kolestrol, asam lemak dan lesitin. B. Etiologi Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan ekstrahepatic cholestasis. 1. Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang menginduksi cholestasis. 2. Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista, striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu penyebab paling



1



umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir mungkin juga hasil dari infeksi. Selain kedua penyebab diatas sumber lain menyebutkan beberapa penyebab dan factor risiko terjadinya kolestasis sebagai berikut. faktor risiko dan patogenesis untuk kolesistitis umumnya akan berbeda-beda menurut jenis batu empedu (batu kolesterol dan batu pigmen) 1. Batu kolesterol Batu kolesterol berhubungan dengan sejumlah faktor risiko, antara lain adalah: a. Jenis kelamin Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4:1. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk



terkena



dikarenakan



kolelitiasis



oleh



hormon



dibandingkan esterogen



dengan



berpengaruh



pria.



Ini



terhadap



peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu ( Bloom & Katz, 2016) b. Obesitas Sindroma metabolik terkait obesitas, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, dan hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol hepar dan merupakan faktor risiko utama untuk terbentuknya batu kolesterol ( Bloom & Katz, 2016). c. Kehamilan Batu kolesterol lebih sering ditemukan pada wanita yang sudah mengalami lebih dari satu kali kehamilan. Faktor utama yang diperkirakan turut berperan pada risiko ini adalah tingginya kadar progesteron selama kehamilan. Progesteron dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya retensi yang lebih lama dan pembentukan cairan empedu yang lebih pekat di dalam kandung empedu (Bloom & Katz, 2016).



2



d. Stasis cairan empedu Penyebab lain dari stasis kandung empedu yang berhubungan dengan peningkatan risiko batu empedu meliputi cedera medula spinalis, puasa jangka panjang dengan pemberian nutrisi parenteral total saja, serta penurunan berat badan cepat akibat restriksi kalori dan lemak yang berat (seperti diet, operasi gastric bypass). Serta dapat pula terjadi akibat Penyebab tersering obstruksi duktus oleh batu empedu (Bloom & Katz, 2016; Sjamsuhidayat, 2005). e. Obat-obatan Terdapat sejumlah obat yang berhubungan dengan pembentukan batu kolesterol. Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau terapi kanker prostat dapat meningkatkan risiko batu kolesterol dengan meningkatkan sekresi kolesterol empedu. Clofibrate dan obat hipolipidemia fibrat lain dapat meningkatkan eliminasi kolesterol hepar hepatik melalui sekresi biliaris dan nampaknya dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu kolesterol. Analog somatostatin nampak menjadi predisposisi terbentuknya baru empedu dengan mengurangi proses pengosongan batu empedu (Bloom & Katz, 2016). f. Faktor keturunan Penelitian pada kembar identik dan fraternal menunjukkan bahwa sekitar 25% kasus batu kolesterol memiliki predisposisi genetik. Terdapat sekurangnya satu lusin gen yang berperan dalam menimbulkan risiko ini. Dapat terjadi suatu sindroma kolelitiasis terkait kadar fosfolipid yang rendah pada individu dengan defisiensi protein transport bilier herediter yang diperlukan untuk sekresi lecithin (Poupon & Osmorduc, 2013). 2. Batu pigmen hitam dan coklat (Bloom & Katz, 2016) Batu pigmen hitam umumnya terbentuk pada individu dengan metabolisme heme yang tinggi. Kelainan hemolisis yang berhubungan dengan batu pigmen meliputi anemia sel sabit, sferositosis herediter, dan



beta-thalassemia.



Pada



sirosis,



hipertensi



portal



dapat



3



menyebabkan terjadinya splenomegali. Hal ini kemudian akan menyebabkan sekuestrasi sel darah merah dan menyebabkan terjadinya peningkatan metabolisme hemoglobin. Sekitar separuh dari semua pasien sirosis nampak memiliki batu pigmen. Batu pigmen coklat dapat terbentuk bila terjadi stasis intraduktal disertai kolonisasi bakteri kronik cairan empedu. Di Amerika Serikat, kombinasi ini paling sering ditemukan pada pasien dengan striktura biliaris paska-pembedahan atau kista koledokus. Di daerah pertanian Asia Timur, infestasi cacing saluran empedu dapat menyebabkan striktura biliaris dan memicu terbentuknya batu pigmen coklat di seluruh saluran bilier intrahepatik dan ekstrahepatik. Kelainan ini, yang disebut sebagai hepatolithiasis, dapat menyebabkan kolangitis rekuren dan menjadi predisposisi terjadinya sirosis biliaris dan kolangiosarkoma. C. Manifestasi Klinik Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan: 1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus a. Tinja akolis/hipokolis b. Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif c. Urobilin dalam air seni negatif d. Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak e. Steatore f. Hipoprotrombinemia 2. Akumulasi empedu dalam darah a. Ikterus b. Gatal-gatal c. Hiperkolesterolemia 3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu a. Anatomis 1) Akumulasi pigmen



4



2) Reaksi peradangan dan nekrosis b. Fungsional 1) Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase meningkat) 2) Transaminase serum meningkat (ringan) 3) Gangguan ekskresi sulfobromoftalein 4) Asam empedu dalam serum meningkat D. Komplikasi 1. Kolesistitis akut Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedeu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekaan cairan empedu, kolesterol, prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. Kolesistitis akut kalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes mellitus. 2. Kolesistitis kronik Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis dan lebih sering timbul perlahan- lahan, penderita yang memiliki resiko tinggi terkena komplikasi kronik pada setiap bentuk kolestatis neonatus.



5



E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan fisik: Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif. Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain (Arief, 2010) 2. Pemeriksaan diagnostik: Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan apakah ada kelainan hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah: a. b. c. d.



Hapusan darah tepi Bilirubin dalam air seni Sterkobilinogen dalam air seni Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali fosfatase serta serum protein



6



Bila ada bukti keterlibatan hepar maka dilakukan tahap berikutnya untuk membuktikan: a. Kelainan intra/ekstrahepatal b. Mencari kemungkinan etiologi c. Mengidentifikasi kelainan yang dapat diperbaiki/diobati Pemeriksaan yang dilakukan adalah: a. Terhadap infeksi/bahan toksik b. Terhadap kemungkinan kelainan metabolik c. Mencari data tentang keadaan saluran empedu Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah: a. Virus: 1) Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta 2) TORCH 3) Virus lain: EBV, Coxsackie’s B, varisela-zoster b. Bakteri: Terutama bila klinis mencurigakan infeksi kuman leptospira, abses piogenik c. Parasit: Toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid, bahan toksik, terutama obat/makanan hepatotoksik Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting: a. b. c. d. e.



Galaktosemia, fruktosemia Tirosinosis: asam amino dalam air seni Fibrosis kistik Penyakit Wilson Defisiensi alfa-1 antitripsin



Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan: a. b. c. d.



Rose Bengal Excretion (RBE) Hida Scan USG Biopsi Hepar



Bila dicurigai ada suatu kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan kolangiografi. Dalam buku keperawatan medikal bedah gangguan gastrointestinal pemeriksaan diagnostic dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan



7



dan lokasi baru, mengidentifikasi kemungkinan komplikasi dan membantu membedakan penyakit kandung empedu dari penyakit lain. [ CITATION LeM16 \l 1033 ]



1. Bilirubin serum. Peningkatan bilirubin direk (terkonjugasi) dapat mengindikasikan obstruksi aliran empedu dalam system ductus empedu. Ketika kadar bilirubin serum diperoleh, hasilnya biasanya dilaporkan sebagai kadar bilirubin total, bilirubin direk dan bilirubin



indirek.



Sebagian



besar



bilirubin



dibentuk



dari



hemoglobin, saat sel darah merah tua atau abnormal dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan. Bilirubin kemudian berikatan dengan protein dan dikirim ke hati. Bilirubin yang berikatan dengan protein ini disebut bilirubin indirek atau tidak terkonjugasi. Setelah tiba di hati, bilirubin akan terpisah dari protein dan berubah menjadi bentuk larut air, disebut bilirubin direk atau terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi kemudian diekskresikan di dalam empedu. a. Bilirubin total (serum) mencakup bentuk indirek dan direk. Pada orang dewasa, bilirubin total normal adalah 0,1-1,2 mg/dL. Kadar bilirubin total meningkat ketika lebih banyak bilirubin yang diproduksi (misalnya, hemolysis sel darah merah), atau ketika metabolisme atau ekskresinya terganggu (misalnya, penyakit liver atau obstruksi empedu). b. Kadar bilirubin direk (terkonjugasi), normalnya 0,1-0,3 mg/dL pada orang dewasa, meningkat ketika ekskresinya terganggu oleh obstruksi di dalam hati (misalnya, sirosis, hepatitis, pajanan terhadap hepatoksin) atau di dalam system empedu. c. Kadar bilirubin indirek (tidak terkonjugasi), normalnya