Laporan Pendahuluan Tia (PKL Bangil MG 2) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN INDIVIDU LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. T DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN TIA (Transient Ischaemik attack)



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Klinik Keperawatan Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1



Oleh: ALIFIA NANDA PUSPITA SANTOSO P17220194066



D- III KEPERAWATAN MALANG JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG TAHUN AJARAN 2021/2022



LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN TIA (Transient Ischaemic attack)



A. KONSEP DASAR 1. PENGERTIAN Transient Ischaemic Attack (TIA) merupakan suatu defisit neurologia secara tiba- tiba dan defisit tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama dari 24 jam). Sekelompok ahli baru-baru ini mendefinisikan TIA sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan oleh iskemik otak fokal atau retina, dengan gejala klinis biasanya berlangsung 110 mmHg adalah kontraindikasi untuk terapi trombolitik intravena. 2. Pasien yang memiliki indikasi penatalaksanaan cepat terhadap tekanan darah harus segera ditangani 3. Pada psien tanpa terapi trombolitik atau terapi reperfusi lainnya tekanan darah harus diturunkan jika meningkat hingga 220 mmHg untuk tekanan sistole dan 120 mmHg untuk tekanan diastole. 4. Pasien dengan hipertensi, penyebab hipertensi harus dicari. Hipovolemia dan aritmia jantung harus ditangani dengan cepat, dapat diberikan vasopresor untuk meningkatkan aliran darah otak 5. Pengobatan antihipertensi diidentifikasikan untuk mencegah stroke berulang dan kejadian vaikuler lainnya. Untuk stroke iskemik pengobat dilakukan setelah periode akut stroke ( dalam 24 jam ). 6. Target pasti untuk tekanan darah tidak ada, disesuaikan dengan pendekatan yang sesuai individual, manfaat penurunan tekanan



darah yang tercapai rata-rata 10/5 mmHg 7. Modifikasi pola hidup harus dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif 8. Obat pilihan sebagai terapi antihipertensi masih belum jelas, pilihan yang sering digunakan adalah diuretik ditambahkan dengan ACE inhibitor, dianjurkan menggunakan laporan JNC 7 dalam memilih antihipertensi untuk stroke iskemik. 



Antiplatelet Aspirin adalah regimen yang paling banyak telah dipelajari dan diterima sebagai obat antiplatelet, dan memilih alasan yang kuat digunakan sebagai terapi awal. Obat ini dapat menurunkan resiko rekurensi stroke hingga 15%, pada dosis yang brkisar antara 50 mg hingga 1500 mg. Dosis yang lebih rendah ( 61 mg-325 mg per hari ) juga efektif dan memiliki insiden pendarahan gastrointestinal yang lebih rendah. Dosis aspirin yang berkisar antara 25 mg 2 kali sehari hingga 325 mg 4 kali sehari telah menunjukan manfaat dalam pencegahan stroke pasca TIA.







Antiplatelet lain dan kombinasinya Tielodipin adalah antagonis reseptor adenosin dfosfat pada platelet yang menunjukkan hasil yang sama dibandingkan dengan aspirin dalam mencegah terjasinya kejasian vesikuler pasca stroke. Obat ini memiliki resiko terjadinya discariasis hematologi, sehingga penggunaan sangat jarang. Clopidogrel secara kimiawi memiliki struktur yang mirip dengan ticlodipin dan bekerja dengan menghambat agregasi platelet. Clopidogrel



memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan pengguanaan Ticlodipin. Batas keamanan penggunaannya dianggap setara dengan aspirin, meskipun kejadian timbulnya diare dan ruam kulit lebih tinggi pada penggunaan clopidogrel. Clopidogrel dapat digunakan pada pasien dengan intolerasni aspirin. Kombinaso clopidogrel dan aspirin tidak memberikan manfaat tambahan dan sering dihubungkan dengan peningkatan resiko pendarahan dibandingkan penggunaannya secara tunggal. 



Antikoagulan Paien dengan atrial fibrilasi atau sumber cardioemboli lainnya pada pasien TIA atau stroke iskemik akut, direkomndasikan penggunaan antikoagulasi dengan antagonis vitamin K. Pada pasien dengan fibrilasiatrial, warfarin menjukkan efektifitas yang maksimal dengan aspirin atau dengan aspirin ditambah clopedogrel untuk mencegah terjadinya serangan stroke sekunder. Sebaiknya pada pasien yag tidak memiliki cardioemboli, warfarin tidak menunjukkan manfaat dan meningkatkan resiko terjasinya pendarahan. General antikoagulan oral baruyang tidak memerlukan pengawasn pada pengguanaannya telah banyak digunakan untuk menggantikan warfarin pada pasien ini. Dabigatran, pencegahan trombin, memiliki efek yang sangat baik dalam mencegah strokedibandingkan dengan warfarin dengan dosis 150 mg dua kali sehari. Obat ini memiliki resiko yang rendah terhadap kejadian pendarahan. Penghambat faktor



Xa



termasuk



diantaranya Rivaroxaban dan Apixaban juga menunjukkan manfaat untuk



menurunkan resiko terjadinya stroke pada pasien dengan fibrilasi astrial. Apixaban menunjukkan hasil yang lebih baik dan memiliki resiko pendarahan yang lebih kecil. 



Modifikasi faktor resiko Modisikasi faktor resiko merupakan salah satu terapi bagi TIA. Namun pelaksanannya masih belum dapat menggunakan uji klinis randomisasi.  Setelah mendapatkan penyebab TIA, hipertensi sebaiknya diobati, dan pertahankan tekanan darah < 140/90 mmHg. Pada pasien dengan diabetes , tekanan darah yang dianjurkan adalah < 130/85 mmHg.  Berhenti merokok. Konseling, terapi pengganti nikotin, bupropion, dan program penghentian merokok dapat dipertimbangkan.  Penyakit jantung koroner, aritmia jantung, gagal jantung, dan penyakit katup jantung harus diobati  Konsumsi alkohol berlebih harus dihentikan  Pengobatan terhadap hiperlipidemia sangat disarankan. Diet yang disarankan adalah diet AHA dengan ≤ 30% kalori diperoleh dari lemak, < 7% dari lemak jenuh, dan konsumsi kolestrol < 200 mg/hari.  Kadar gula darah puasa yang disarankan adalah 3 atau 4 kali seminggu )



8. PATHWAY Faktor pencetus/ etiologi



Penimbunan lemak/ kolesterol yang meningkat dalam darah



Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi



Mengandung kolesterol dengan infiltrasi limfosit (thrombus) Timbul TIA (trancient ischemic attack)



Menyebabkan arteriosklerosis



Menyebabkan pembuluh darah menjadi kaku dan pecah



Thrombus/ emboli cerebral Stroke hemoragic Stroke non hemoragic



Proses metabolisme dalam otak terganggu Penurunan suplai darah dan O2 ke otak Resiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak



Arteri vertebra basilaris



Disfungsi N. XI (assesoris)



Kompresi jaringan otak



Herniasi otak



Nyeri Akut Peningkatan TIK



Penyempitan pembuluh darah (oklusi vascular)



Aliran darah terhambat Eritrosit menggumpal, endotel rusak Cairan plasma hilang



Edema cerebral



Gangguan rasa nyaman nyeri



Arteri cerebri media



Penurunan fungsi motorik dan muskuluskeletal



Kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak



Resiko jatuh



Hemiparese kanan / kiri



B. Konsep Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2. Riwayat Kesehatan - Keluhan utama : Yang sering muncul adalah pusing, kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran. - Riwayat penyakit sekarang : stroke iskemik biasanya dapat disebabkan karena sumbatan partial yang terjadi pada pembuluh darah senhingga keluhan yang dirasakan pasien biasanya pusing dan jika tidak tertangani dengan baik maka akan menyebabkan komplikasi stroke yang lebih parah dan dapat menganggu perfusi jaringan cerebral yang lebih parah. - Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obatobat adiktif, kegemukan. - Riwayat penyakit keluarga : Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.



- Riwayat psikososial : Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga.



3. Pemeriksaan fisik (B1-B6) Keadaan umum : Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, pusing dan tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi. 1) Breath (B1) Inspeksi jika didapatkan pasien tidak sadar maka terdapat peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Pada auskultasi ditemukan adanya bunyi napas tambahan, seperti : ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun dimana sering juga ditemukan yang mengalami penurunan kesadaran. Kemudian pada pasien dengan kesadaran compos mentis, pada saat inspeksi tidak ditemukan adanya kelainan. Palpasi dan auskultasi tidak terdapat kelainan/masalah. 2) Blood (B2) Didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi. Tekanan darah biasanya meningkat dan bisa terjadi adanya hipertensi massif dimana ditemukannya Tekanan Darah > 200 mmHg.



3) Brain (B3) Stroke iskemik menyebabkan terjadinya berbagai deficit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pemeriksaan tingkat kesadaran sangat penting pada pasien stroke untuk mendeteksi disfungsi persarafan. Pemeriksaan fungsi serebri juga harus dilalukan meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, hemisfer. Pemeriksaan saraf cranial meliputi saraf I sampai dengan saraf XII. Pemeriksaan system motorik, pemeriksaan reflex, pemeriksaan gerakan involunter dan pemeriksaan system sensorik. 4) Bladder (B4) Hambatan pada pasien stroke iskemik biasanya pada system perkemihan akan mengalami penurunan fungsi seperti mungkin mengalami inkontinensia



urine



sementara



karena



konfusi,



ketidakmampuan



mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan mengguanakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. 5) Bowel (B5)



Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. 6) Bone (B6) Sering didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit jelek. Kaji juga tanda dekubitus terutama daerah menonjol. Adaya kesukaran dalam beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia.



L. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan, edema atau oklusi pembuluh darah serebral. 2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK 5. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan fungsi motorik dan muskuluskeletal,



M. Intervensi Keperawatan No Diagnosa Tujuan 1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan perfusi jaringan keperawatan serebral selama 3 x 24 jam perfusi jaringan berhubungan adekuat dengan dengan adanya kriteria hasil : Perfusi jaringan perdarahan, yang adekuat edema atau didasarkan pada oklusi pembuluh tekanan nadi darah serebral perifer, kehangatan kulit, urine output yang adekuat dan tidak ada



gangguan



pada respirasi



Intervensi Perawatan sirkulasi Peningkatan perfusi jaringan otak 1.   Monitor status neurologik 2.   Monitor status respirasi 3.   Monitor bunyi jantung 4.    Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi netral 5.   Kelola obat sesuai order 6.    Berikan Oksigen



sesuai



1.



2.



3. 4.



5.



indikasi. 6.



2.



Rasional Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi. Luas dan kemajuan kerusakan SSP Ketidakteraturan pernapasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan/peningkatan TIK Bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak. Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase & meningkatkan sirkulasi Pencegahan/pengobatan penurunan TIK agar cepat membaik. Menurunkan hipoksia yang mungin dialami pasien



rasa setelah dilakukan Meringankan 1. Bertujuan untuk nyeri yang mengetahui secara detail tindakan selama nyaman nyeri nyeri yang dialami 3x 24 jam nyeri dialami pasien. berhubungan pasien dan menentukan yang dialami 1. Lakukan pengkajian tindakan selanjutnya pasien dapat dengan nyeri secara untuk mengatasi nyeri menurun. peningkatan koprehensif tersebut.  Dengan kriteria meliputi 2. Dengan memberikan hasil : mampu TIK lokasi, tehnik nonfarmakologik mengontrol karakteristik, seperti nafas dalam nyeri, mampu durasi, diharapkan nyeri dapat menggunakan Gangguan



tehnik nonfarmakologik untuk mengurangi nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang, mamapu mengenali nyeri dengan skala dan intensitas nyeri dan mengatakan bahwa nyeri telah berkurang.



3.



Resiko jatuh berhubungan dengan disfungsi dan penurunan fungsi motorik dan muskuluskeletal



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien terhindar dari cedera selama perawatan dengan kriteria hasil : Klien tidak terjatuh, Tidak ada trauma dan komplikasi lain



frekuensi, dialihkan dan dikontrol kualitas dan agar nyeri yang dialami faktor pasien dapat berkurang. presipitasi 3. Dengan memeberikan 2. Ajarkan tehnik lingkungan yang aman non dan nyaman diharapkan farmakologi dapat membantu pasien untuk dalam mengontrol nyeri. mengurangi 4. Diharapkan nyeri dapat rasa nyeri segera diredakan dengan pada pasien bantuan obat. seperti nafas dalam. 3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan. 4. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian analgetik 1. Pantau tingkat kesadaran dan kegelisahan klien 2.Pertahankan bedrest selama fase akut 3. Beri pengaman di samping tempat tidur 4.Libatkan keluarga dalam perawatan



1. Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien agar resiko jatuh dapat diminimalkan akibat gerakan yang tidak terkontrol oleh pasien. 2. Untuk mencegah terjadinya resiko jatuh selama fase akut. 3. Untuk mencegah resiko jatuh dari bed pasien. 4. Agar keluarga dapat membantu dan mengawasi keadaan yang mungkin dapat menyebabkan pasien jatuh.



N. Implementasi Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen (mandiri) dan kolaborasi.  Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain. O. Evaluasi Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.  



DAFTAR PUSTAKA



Corwin, E. J. (2009) ‘Buku saku patofisiologi’, in. EGC. Imran, I. M. (2015) ‘Buku Modul Daftar Penyakit Kepaniteraan Klinik : SMF Neurologi’, Buku Modul Daftar Penyakit Kepaniteraan Klinik: SMF Neurologi, p. 135. Nurarif, A. H. and Kusuma, H. (2015) ‘Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA’. Stillwell, S. B. (2011) ‘Pedoman keperawatan kritis’, Penerbit buku kedokteran EGC Jakarta.