Laporan Praktikum Penginderaan Jauh [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH “Interpretasi Citra Udara Menggunakan Alat Stereoskop”



Disusun Oleh: Ulvatur Rochmawati Nauli G1011161066



FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2018



KATA PENGANTAR



Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan praktikum yang berjudul ” Interpretasi Citra Udara Menggunakan Alat Stereoskop” dapat penyusun selesaikan tepat pada waktunya. Laporan praktikum ini penyusun kerjakan dalam rangka untuk memenuhi tugas mata Penginderaan Jauh Semester 5, tahun akademik 2018/2019. Dalam menyelesaikan laporan ini, penyusun mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, tak lupa penyusun sampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Thamrin Usman, DEA selaku Rektor Universitas Tanjungpura. 2. Bapak Dr. Ir. H. Gusti Hardiansyah, M.Sc,C, QAM selaku Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. 3. Bapak Ir. Eddy Thamrin, MT selaku Dosen pembimbing dalam praktikum mata kuliah Penginderaan Jauh. 4. Orang tua penyusun yang senantiasa memberikan doa dan restunya. 5. Rekan-rekan seperjuangan serta pihak-pihak terkait yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu. Penyusunan laporan yang berjudul “Interpretasi Citra Udara Menggunakan Alat Stereoskop” ini penyusun buat agar pembaca mengetahui teknik – teknik penggunaan alat stereoskop yang baik. Penyusunan laporan ini penyusun buat semaksimal mungkin. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.



Pontianak, 30 November 2018



Penyusun



i



Daftar Isi A. PENGANTAR Kata Pengantar ........................................................................................ Daftar Isi .................................................................................................



i ii



B. ISI BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1.2 Tujuan ............................................................................................



1 1 2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................



3



BAB III METODE PRAKTIKUM ......................................................... 3.1 Alat dan Bahan ................................................................................ 3.2 Prosedur Praktikum .........................................................................



5 5 5



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................



7



BAB V PENUTUP ..................................................................................... 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 5.2 Saran ................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ LAMPIRAN



9 9 9 10



ii



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interpretasi foto udara merupakan kegiatan menganalisa citra foto udara dengan maksud untuk mengidentifikasi dan menilai objek pada citra tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip interpretasi. Interpretasi foto merupakan salah satu dari macam pekerjaan fotogrametri yang ada sekarang ini. Interpretasi foto termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan pengenalan dan identifikasi suatu objek. Untuk mengetahui kondisi suatu wilayah yang luas tanpa harus langsung turun kelapangan, dapat dilakukan melalui analisa foto udara (citra) yang dihasilkan melalui pemotretan oleh satelit merupakan foto yang sulit untuk dipahami tanpa analisa terlebih dahulu. Secara manual,analisa citra dilakukan menggunakan alat stereoskop. Dengan bantuan stereoskop ini akan terlihat dalam bentuk 3D dari citra yang diamati sehingga bentuk – bentuk lahan dapat diketahui lebih jelas, berbeda hal bila menganalisa foto udara (citra) hanya dengan menggunakan mata telanjang yang mana hal ini sesuai dengan mata kuliah praktikum interpretasi foto udara, yang mempelajari tentang penginterpretasi citra foto dengan menggunakan alat stereoskop yang telah dilaksanakan.Untuk itu laporan ini merupakan bukti dan hasil interpretasi. Salah satu aplikasi dari penginderaan jauh adalah pada bidang ilmu fotogrametri. Fotogrametri ialah ilmu, seni dan teknologi untuk memperoleh ukuran terpercaya dari foto udara. (Kiefer, 1993). Dari pengertian tersebut obyek yang dikaji adalah kenampakan dari foto udara dengan menginterpretasinya menggunakan sistem penginderaan jauh. Akan tetapi analisis fotogrametri dapat berkisar dari pengukuran jarak, luas dan elevansi dengan alat atau teknik, sampai menghasilkan berupa peta topografik (Kiefer,b 1993). Aplikasi fotogrametri yang paling utama ialah untuk survey dan kompilasi peta topografik berdasarkan pengukuran dan informasi yang diperoleh dari foto udara atau citra satelit. Meskipun fotogrametri merupakan sebagian dari kegiatan pemetaan, tetapi ia merupakan jantung kegiatan tersebut karena fotogrametri yang diukur berupa obyek-obyek yang tergambar pada foto udara. Perlu pula pengenalan atas obyek-obyek tersebut. Oleh karena itu dalam fotogrametri juga dipelajari pengenalan obyek yang lazimnya termasuk interpretasi foto udara. Alat pengukuran dan pengenalan obyek, pengukuranlah yang menjadi tujuan utama. (Sutanto,1983) Foto udara adalah salah satu produk dari bidang ilmu geografi dalam mengambil obyek, daerah, atau fenomena yang ada di permukaan bumi ini menggunakan alat berupa kamera



1



dengan proses perekaman secara fotografik dengan bantuan detektor atau alat pendeteksi berupa film. Foto didapatkan dengan cara memotret menggunakan sebuah wahana atau alat transportasi udara seperti balon udara, pesawat, helikopter, ataupun gantole. Terdapat beberapa jenis pemotretan yaitu: pemotretan udara secara tegak (vertikal), pemotretan udara secara miring (oblique), dan pemotretan udara sangat miring (high oblique) Pengamatan stereoskopik adalah pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan kedua buah mata secara bersamaan. Dari cara memandang ini menghasilkan kesan keruangan atau tiga dimensional. Dalam hal ini perbedaan jarak dapat diperkirakan sebatas kemampuan mata dalam berfungsi secara normal. Kemampuan mata untuk membedakan jarak secara stereoskopik bila obyek terletak di antara 10 sampai 2000 inci. Selebihnya itu orang tidak dapat melihat kesan keruangan. Dengan demikian tidak ada perbedaan seperti melihat secara monoskopik. Melihat secara monoskopik adalah suatu kegiatan interpretasi citra / foto udara dengan menggunakan alat bantu yang bernama stereoskop. Pada kegiatan pengamatan ini stereoskop berfungsi untuk menampilkan gambar 3 dimensi dari foto yang diamati, ada beberapa syarat syarat yang harus dipenuhi yaitu : 1. Terdapat daerah bertampalan pada foto udara. Setiap foto udara/citra yang akan diinterpretasi harus merupakan foto udara/citra yang berurutan garis terbangnya dan mempunyai daerah yang berrtampalan. (pada foto 1 ada sebagian wilayah yang sama dengan foto 2) 2. Untuk dapat diinterpretasi dengan jelas maka lebar daerah yang bertampalan kirakira 1/3 – 2/3 dalam sebuah foto/citra. 1.2 Tujuan 1) Mahasiswa mengetahui dan mempraktikan cara menggunakan alat stereoskop 2) Mahasiswa mampu mengamati atau melihat sepasang foto udara secara bersamaan dengan kedua mata kiri dan mata kanan 3) Mahasiswa mampu menginterpretasi object pada foto udara dengan menggunakan alat stereskop



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penginderaan jauh  ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala  dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kotak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesansd dan Kiefer, 1979 dalam Sutanto, 1992). Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk menidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Estes dan Simonett, 1975). Interpretasi citra dan fotogametri berhubungan sangat erat, meskipun keduanya tidaklah sama. Bedanya fotogametri berkepentingan dengan geometri obyek, sedangkan interpretasi citra berurusan dengan manfaat, penggunaan, asal-usul, ataupun identitas obyek yang bersangkutan (Glossary of the Mapping Sciences, 1994). Proses di dalam interpretasi citra, penafsir citra mengkaji citra sekaligus berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya obyek yang tergambar pada citra. Sehingga penafsir citra berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, dan disiplin ilmu lainnya (Sutanto, 1986). Rangkaian kegiatan yang diperlukan di dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis(Lintz Jr. dan Simonett,1976). Deteksi berarti penentuan ada atau tidak adanya sesuatu obyek pada citra. Ia merupakan tahap awal dalam interpretasi citra. Keterangan yang didapat pada tahap deteksi bersfat global. Keterangan yang didapat pada tahap interpretasi selanjutnya, yaitu pada tahap identifikasi, bersifat setengah rinci. Keterangan rinci diperoleh dari tahap akhir interpretasi, yaitu tahap analisis (Lintz dan Simonett, 1976). Pengenalan obyek adalah bagian penting dalam upaya untuk menginterpretasikan citra. Tidak mungkin dilakukan analisis memecahkan masalah yang sedang dihadapi, jika tidak mengenali identitas dan jenis obyek yang tergambar pada citra. Prinsip pengenalan obyek pada citra mendasarkan atas penyidikan karakteristiknya atau atributnya pada citra. Karakteristik obyek yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali obyek disebut unsur interpretasi citra (Sutanto, 1986). Menurut Sutanto (1986), karakteristik penting dari obyek pada citra yang digunakan sebagai interpretasi citra terdiri dari delapan unsur. Kedelapan unsur tersebut ialah warna (color)/rona (tone), bentuk (shape), ukuran (size), bayangan (shadow), tekstur (texture), pola (pattern), situs (site), dan asosiasi (association). Di antara kedelapan unsur tersebut, warna/rona merupakan hal yang paling dominan, dan langsung mempengaruhi pengguna citra dalam memulai interpretasi. Sebenarnya, seluruh unsur interpretasi tersebut dapat dikelompokkan ke 3



dalam tiga jenjang dalam piramida unsur-unsur interpretasi. Jenjang paling bawah terdapat unsur-unsur elementer yang dengan mudah dapat langsung dikenali pada citra, yaitu warna/rona, bentuk, dan bayangan. Pada jenjang berikutnya terdapat unsur-unsur yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam tentang konfigurasi obyek dalam ruang, yaitu ukuran, tekstur dan pola. Sementara pada jenjang paling atas merupakan unsur-unsur pengenal utama dan seringkali menjadi faktor kunci dalam interpretasi, namun sekaligus paling sulit dideskripsikan, yaitu situs dan asosiasi. Menurut paine (1993) stereoskopi adalah ilmu pengetahuan tentang stereoskop yang menguraikan penggunaan penglihatan binocular untuk mendapatkan efek 3 dimensi (3D). penglihatan stereoskopi memungkinkan kita untuk melihat suatu obyek secara simultan dari dua perspektif yang berbeda, seperti dua foto udara yang diambil dari kedudukan kamera yang berbeda, untuk memperoleh kesan mental suatu model tiga dimensi. Perwujudan penglihatan stereoskopis meliputi azas-azas mekanis maupun fisiologis. Pandangan mata normal manusia sebenarnya secara alamiah dapat merekam obyek secara stereoskopik. Hanya saja sering kali kita tidak memperhatikan kemampuan tersebut. Juga tidak semua manusia dapat melakukannya, terutama bagi mereka yang kemampuan matanya tidak seimbang. Menurut La prade, stereoskop wheatstoneterdiri dari dua cermin untuk mengamati pasangan foto stereo agar tampak tiga dimensional. Dalam perkembanganya, stereoskop ini meliputi 3 jenis, yakni stereoskop lensa (ada yang menyebutnya stereoskop saku, karena mudahnya dimasukkan kedalam saku sehingga mudah di bawa kelapangan), stereokop cermin (ada yang menyebutnya stereoskop meja, karena hanya dapat digunakan diatas meja), dan stereoskop mikroskopik (disebut demikian karena pembesarannya yang sangat besar sehingga fungsinya mirip dengan mikroskop). Stereoskop mikroskop ini terdiri dari dua jenis mikroskop, yakni zoom stereoskop dan interpretoskop.



4



BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1 Alat dan Bahan 1. 2 lembar foto udara pankromatik hitam putih skala 1:50.000 2. Stereoskop 3. Lembar transparansi 4. Spidol permanen 5. Penggaris 6. Selotip 7. ATK 8. Kertas millimeter blok 3.2 Prosedur Praktikum  Menyiapkan Sepasang Foto Udara yang Bertampalan  Pembuatan Notasi (tanda – tanda) pada Foto Udara  Menentukan titik tengah foto udara (Principal Point) Pa dan Pb dengan cara menarik garis dari titik – titik Fiducial Mark  Menentukan titik sayap (Wing Point) Wa1 – Wa2 dan Wb1 – Wb2dengan cara menarik garis dari titik – titik Fiducial Mark sepanjang ±3,5 cm  Pandangan Stereoskopik  Meletakkan sepasang foto udara yang telah diberi notasi dibawah stereoskop cermin  Untuk mendapatkan pandangan 3 dimensi maka ikuti petunjuk dari dosen/asisten  Menentukan Daerah Efektif Foto Udara  Penentuan Titik Pindahan (Conjugated Point)  Dengan menggunakan stereoskop cermin, pindahkan semua titik – titik yang telah anda buat ( Pa ; Pb ; Wa1 ; Wa2 ; Wb1 ; Wb2 ) baik dari foto udara lembar A ke foto udara lembar B dan sebaliknya. Notasi titik – titik pindahan adalah ( Pa’ ; Pb’ ; Wa1’ ; Wa2’ ; Wb1’ ; Wb2’ )



5



 Penentuan Daerah Efektif  Hubungkan titik ( Pa ; Wa1 ; Wa2 ) dan titik ( Pb’ ; Wb1’ ; Wb2’ ) menjadi atau membentuk empat persegi panjang pada foto udara A.  Hubungkan titik ( Pb ; Wb1 ; Wb2 ) dan titik ( Pa’ ; Wa1’ ; Wa2’ ) menjadi atau membentuk empat persegi panjang pada foto udara B.  Beri garis ( Wa1 – Wb1’ ) menjadi dua bagian yang sama di titik P. Lakukan hal yang sama pada garis ( Wa2 – Wb2’ ), garis ( Wb1 – Wa1’ ), dan garis ( Wb2 – Wa2’ ) masing – masing pada titik Q, R, dan S  Daerah di dalam bentuk empat persegi panjang ( P ; Wa1 ; Wa2 ; Q ) dan ( Wb1 ; R ; S ; Wb2 ) merupakan daerah efektif foto udara  Interpretasi Foto Udara Pada Daerah Efektif  Tentukan beberapa objek pada foto udara yang mempunyai bentuk dan rona yang berbeda  Berikan batas pada setiap objek tersebut dengan OHP marker. Kegiatan memberi batas ini disebut dengan MENDELENIASI  Saat mendeleniasi maka gunakan OHP Marker sesuai keadaan foto udara tersebut  Setiap objek yang ditafsirkan berbeda diberi simbol yang berbeda pula. Misal Sawah = S , Ladang = L , Pemukiman = P , Hutan = H , dll.  Mengidentifikasi setiap objek yang mendeleniasi dengan menggunakan kunci – kunci atau unsur interpretasi. Misal Rona, Bentuk, Tekstur, Pola, dst.  Perhitungan Luas Setiap Objek Pengunaan Lahan  Setiap objek yang ada di dalam peta dihitung luasnya. Perhitungan luas dilakukan dengan menggunakan metode bujur sangkar.  Luas pada peta = jumlah kotak x ukuran kotak. Luas dilapangan = luas pada peta x skala2



6



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1



Hasil Nomor Lembar Foto= 975-976



A. Tabel Identifikasi Objek Deleniasi Kunci Pengenalan



N



Objek



o



1 2 3



Hutan ( HT) Semak Belukar ( SB ) Tanah Terbuka ( TT )



Rona



Tekstur



Abu–Abu



Kasar



Abu–Abu Abu–Abu



Sedang Halus



Bentuk



Pola



Tidak



Tidak



Beraturan



Teratur



Tidak



Tidak



Beraturan



Teratur



Tidak



Tidak



Beraturan



Teratur



Asosiasi



Luas 84,5 cm2



Hutan Dataran



33,25 cm2



Tinggi 5,5 cm2



Perhitungan 



Luas Total Keseluruhan



= 493 petak x0,25 = 123,25 cm2







Luas Hutan



= 338 petak x 0,25 = 84,5 cm2







Luas Tanah Terbuka



= 133 petak x 0,25 = 33,25 cm2







Luas Semak Belukar



= 22 petak x 0,25 = 5,5 cm2



4.2 Pembahasan Dari hasil interpretasi yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada foto udara kami terdapat 3 objek interpretasi yaitu Hutan, Semak Belukar, dan Tanah Terbuka. Pada tiga objek tersebut memiliki rona berwarna abu – abu dan pada area hutan mempunyai tekstur kasar, area semak belukar mempunyai tekstur sedang dan tanah terbuka mempunyai tekstur halus, selain itu



7



juga pada tiga objek ini bentuknya tidak beraturan dan memiliki pola yang tidak teratur, area ini terdapat pada hutan dataran tinggi Hasil perhitungan yang telah dilakukan pada kertas milimeter blok menyatakan bahwa luas keseluruhan wilayah



adalah 123,25 cm2.



Dari



perhitungan tersebut maka dapat di



interpretasikan bahwa terdapat tiga objek yang dapat di amati yaitu Hutan 84,5 cm2 , Semak Belukar 5,5 cm2 , dan luas



tanah terbuka 33,25 cm2. Pada tiga objek tersebut memiliki rona



berwarna abu – abu dan pada area hutan mempunyai tekstur kasar, area semak belukar mempunyai tekstur sedang dan tanah terbuka mempunyai tekstur halus, selain itu juga pada tiga objek ini bentuknya tidak beraturan dan memiliki pola yang tidak teratur, area ini terdapat pada hutan dataran tinggi



8



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari serangkaian tahap praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 



Interpretasi citra adalah proses pengkajian citra melalui proses identifikasi dan penilaian mengenai objek yang tampak pada citra







Hasil Interprestasi pada peta tersebut menunjukan terdapat tiga objek yang dapat diamati yaitu Hutan ( 84,5 cm2 ) , Semak Belukar ( 33,25 cm2 ) dan Tanah Terbuka ( 5,5 cm2 )







Ketiga objek tersebut terdapat kesamaan pada kunci pengenalan rona, bentuk, pola, dan asosiasi. Sedangkan perbedaannya terdapat pada tekstur dan luas.



5.2 Saran Mahasiswa diharapkan lebih teliti dan serius ketika praktikum berlangsung agar hasil yang diperoleh yang baik.



9



DAFTAR PUSTAKA https://www.academia.edu/9725191/INTERPRETASI_CITRA_MENGGUNAKAN_STE REOSKOP https://www.academia.edu/31402228/LAPORAN_PRAKTIKUM_FOTOGRAMETRI_D ASAR_Interpretasi_Citra_Foto_dengan_mennggunakan_Mirror_Stereoscope_Topcon_MS-3 http://geolaela.blogspot.com/2014/06/diary-gua.html https://www.scribd.com/document/254593326/stereoskop-pdf



10



Lampiran:



11