Laporan Praktikum Urinalisis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

URINALISIS LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Anatomi Fisiologi Manusia yang dibina oleh Ibu Dra. Hj. Susilowati, M.Si dan Bapak Dr. H. Abdul Ghofur, M.Kes.



Oleh: Kelompok 2 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Off B



Gupita Laksmi Pinasthika Humila Ainun Nadiroh Nadhia Kirana Dias Nisaul Lauziah Noviana Tri Lestari Rizky Alfarizy



120341421990 120341421995 120341421996 120341421967 100342404646 120341421984



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI Oktober 2014 A. JUDUL Urinalisis



B. TUJUAN Untuk mengetahui kandungan zat dalam urin C. DASAR TEORI Urine merupakan hasil metabolisme yang dikeluarkan melalui ginjal. Setelah mengalami filtrasi,reabsorpsi, difusi dan ekskresi terbentuklah 1 ml urin/menit. Urin tidak



hanya



berguna



untuk



mengetahui kelainan pada ginjal, juga digunakan untuk mengetahui fungsi organ tubuh lain. Urin dibentuk oleh penggabungan 3 proses yaitu fikrasi plasma darah oleh glomerulus, absorpsi kembali selektif zat-zat seperti garam, air, gula sederhana dan asam amino oleh tubulus yang diperlukan untuk mempertahankan lingkungan internal atau untuk membantu proses-proses metabolik dan sekresi zat-zat oleh tubulus dari darah ke dalam lumen tubulus untuk dieksresikan ke dalam urin. Proses ini mengikutsertakan penahanan kalium, asam urat, anion organik, dan ion hidrogen. Tugasnya untuk memperbaiki komponen buffer darah dan untuk mengeluarkan zat-zat yang mungkin merugikan (Probosunu, 1994). Cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin (Joan, 2007).



D. ALAT DAN BAHAN Alat: 1. Sentrifugasi 2. Tabung sentrifugasi 3. Tabung reaksi 4. Pipet panjang 5. Penjepit tabung reaksi 6. Urinometer 7. Tabung urinalis 8. Kaca benda 9. Kaca penutup



10. Mikroskop 11. Lamppu spirtus Bahan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Urin segar Larutan benedict Larutan NaOH 5% Indikator universal Reagen Milon Kristal sodium nitroprusside Asam asetat Tisu Korek api



E. LANGKAH KERJA  Analisis Fisik Memasukkan urin ke dalam tabung urinalis, kemudian mengamati warna urin tersebut



Setelah itu memasukkan urinometer ke dalam botol urinalis tersebut, putarlah kemudian membiarkan urinometer mengapung bebas



Bila urinometer tidak bergerak lagi, mencatat skala yang ditunjukkan



Memasukkan termometer batang pada botol urinalis tersebut, mencatat suhu yang ditunjukkan



Memasukkan kertas indikator pada botol urinalis tersebut, mengamati perubahan warna pada kertas indicator kemudian mencocokkan pada indicator universal dan mencatat pHnya 



Analisis Kimia



a. Glukosa Memasukkan 8 tetes urin ke dalam tabung reaksi kemudian menambahkan dengan 5 ml larutan Benedict



Memasukkan tabung reaksi tersebut di dalam air mendidih selama 5 menit, kemudian mengamati perubahan warnanya b. Protein Memasukkan urin ke dalam tabung sentrifugasi, dan mensentrifuse selama 15 menit menuangkan 3 ml supernatant pada tabung reaksi, dan meneteskan 5 tetes reagen milon ke dalamnya kemudian memasukkan ke dalam air mendidih Kemudian mengamati perubahan warnanya dan mencatat hasilnya c. Benda Keton Melarutkan Kristal sodium nitroprusside dalam 5 ml urin ke dalam tabung reaksi Menambahkan 5 tetes asam asetat pada campuran di atas Meneteskan satu tetes NaOH pada tepi dinding dalam tabung reaksi Mengamati perubahan warna yang terjadi dan mencatatnya d. Pigmen Empedu Masukkan urin ke dalam tabung reaksi Kocoklah urin tersebut secara perlahan sampai mengeluarkan buih (apabila terdapat buih berarti urin mengandung pigmen empedu)



Amati kemudian catat hasilnya e. Analisis Mikroskopik Mengambil beberapa endapan urin dari tabung yang sudah disentrifuge, kemudian diteteskan pada kaca benda



Kemudian diamati di bawah mikroskop, dan gambar elemen dalam urin



F. DATA PENGAMATAN 1. Analisis Fisik Sifat yang diamati Warna Berat Jenis pH Suhu



Perubahan yang terjadi Kuning berbuih 1,01648 6 35 0C



2. Analisis Kimia Zat yang diuji Glukosa Protein



Larutan Penguji Larutan Benedict Reagen Milon



Perubahan yang terjadi Negatif (-) Negatif (-) Tidak terbentuk warna lembayung Negatif (-) Tidak ada cincin ungu



Benda Keton



Pigmen Empedu



kemerahan Tidak terbentuk buih berwarna kuning



3. Analisis Mikroskopis Yang teramati pada mikroskop Eritrosit Leukosit Sel epitel bakteri Serabut tanaman Kristal Lainnya:



Ada / Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada



Gambar Pengamatan: hh



Analisis kimia uji glukosa



Analisis kimia uji reagen milon



Analisis kimia uji pigmen empedu



G. ANALISIS DATA Percobaan kali ini yaitu tentang urinalis dengan menggunakan urin dan dilakukan analisis secara fisik, kimia, dan analisis mikroskopis. Pada analisis fisik, sifat yang diamati berupa warna, berat jenis, pH, dan suhu. Analisis kimia yaitu untuk mengetahui adanya glukosa dan protein pada sampel urin yang diamati, sedangkan analisis mikroskopis untuk mengetahui keberadaan eritrosit, leukosit, sel epitel bakteri, serabut tanaman, kristal dan molekul lainnya.



Berdasarkan data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa uji urin secara analisis fisik menunjukkan warna urin yaitu kuning berbuih dengan suhu urin sebesar 35°C dan pH sebesar 6 serta berat jenis urin sebesar 1,01648. Berat jenis urin ini dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu mencari ΔT yang merupakan selisih suhu urin menggunakan termometer °C dan suhu 60°F yang diubah ke bentuk °C. Hasil dari ΔT tersebut kemudian dibagi 3 dan dikali 0,001, hasilnya diberi tanda X. Hasil dari perhitungan X ini kemudian dijumlahkan dengan angka 1,010 yang merupakan angka tetap dan hasil penjumlahan X+1,010 ini merupakan berat jenis dari urin tersebut. Data hasil pengamatan analisis kimia untuk mengetahui keberadaan glukosa dalam urin menggunakan larutan benedict menunjukkan tanda negatif (-) karena berwarna biru. Sedangkan analisis kimia untuk mengetahui keberdaan protein menggunakan reagen milon menunjukkan hasil negative (-) karena tidak terbentuk warna lembayung. Pada uji protein ini, terlebih dahulu urin disentrifugasi selama 15 menit dan diambil supernatannya untuk dilakukan pengujian. Uji kimiawi selanjutnya dengan benda keton juga menunjukkan hasil negatif (-) karena tidak ditemukan adanya cincin ungu kemerahan, begitu juga dengan uji pigmen empedu melalui urin yang dikocok menunjukkan hasil negatif (-) karena tidak ditemukan adanya bentuk buih berwarna kuning. Uji mikroskopis pada urin yaitu dengan menggunakan endapan yang terdapat pada urin setelah dilakukan sentrifugasi. Endapan tersebut kemudian dibuat preparat dan dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk melihat apa saja yang terlihat dalam endapan urin tersebut di bawah mikroskop. Berdasarkan data pengamatan dapat diketahui bahwa pada uji urin secara mikroskopis tidak ditemukan adanya eritrosit, leukosit, sel epitel bakteri, serabut tanaman, kristal, maupun benda lainnya. H. PEMBAHASAN 1. ANALISIS FISIK a. Warna Diketahui bahwa warna urin normal adalah dari kuning sampai kuning gading. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa warna urin dari praktikan adalah kuning berbuih. Warna urin yang kuning dan



berbuih. Berdasarkan hal ini maka urin tersebut tidak dapat dikatakan normal. Menurut Soewolo (2000), warna urin normal adalah kuning pucat atau



ambar.



Pigmen



utamanya



urokrom,



sedikit



urobulin,



dan



hematopofirin. Pada keadaan demam, urin berwarna kuning tua atau kecoklatan, pada penyakit hati pigmen empedu mewarnai urin enjadi hijau, coklat, atau kuning tua. Darah 9hemoglobin) memberi warna seperti asap sampai merah pada urin. Urin sangat asam mengendapkan garamgaram asam urat dengan warna dadu. Disebutkan pula oleh Smith (2007) bahwa urin berbusa/berbuih bisa jadi tanda yang sangat awal adanya proteinuria (kadang-kadang disebut albiminaria), terbentuknya garam-garam empedu atau protein albumin dalam urine. Proteinuria adalah tanda adanya kerusakan ginjal dan jantung terutama pada orang yang mengidap diabetes atau hipertensi. Urine berbusa juga sering menjadi tanda awal adanya sindrom nefrotik, sebuah gangguan yang serius di mana sistem penyaring ginjal bisa rusak karena infeksi virus, diabetes, dan lupus. Hal ini menyebabkan kelebihan protein mencari jalan menuju urin. Buih-buih dalam urin juga menjadi tanda adanya fistula, sebuah koneksi abnormal antara kandung kemih dan vagina atau rectum. b. Suhu dan Berat jenis Berdasarkan hasil penghitungan didapatkan suhu urin adalah 35ºC. Dari nilai suhu ini kemudian dapat dihitung berapa nilai berat jenis urin. Dari penghitungan dalam analisis data didapatkan berat jenis urin praktikan adalah 1,01648. Angka tersebut menunjukkan kondisi yang normal. Hal ini dijelaskan oleh Soewolo (2000) bahwa berat jenis urin berkisar antara 1,003 – 1,030. Berat Jenis (BJ) atau specific gravity (SG) dipengaruhi oleh tingkat keenceran air seni. Seberapa banyak minum atau berkemih akan mempengaruhi berat jenis urine; semakin banyak berkemih, akan semakin rendah berat jenis, demikian sebaliknya. Adanya protein atau glukosa dalam urine akan meningkatkan berat jenis urine. Jika ada protein dalam urine, maka setiap 1% proteinuria berat jenis bertambah 0,003. Jika ada



glukosa dalam urine, maka setiap 1% glukosuria berat jenis bertambah 0,004 (Ari, 2011). Berat jenis urin berhubungan erat dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urine makin tinggi berat jenisnya. Jadi, berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urine sewaktu yang mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun (Wirawan, Tanpa Tahun). c. pH Berdasarkan hasil uji dengan indikator universal, diketahui pH urin praktikan adalah 6. Ukuran ini menunjukkan bahwa kondisi urin tergolong normal dengan kondisi tubuh praktikan yang sedang sehat. Sesuai dengan pernyataan Soewolo (2000) bahwa reaksi urin biasanya asam dengan pH kurang dari 6 (berkisar 4,7-8). Bila masukan protein tinggi, urin menjadi asam sebab fosfat dan sulfat berlebihan dari hasil katabolisme protein. Keasaman meningkat pada asidosis dan pada demam. Urin menjadi alkali karena perubahan urea menjadi amonia dan kehilangan CO2 di udara. Urin menjadi alkali pada alkalosis seperti setelah banyak muntah. Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Ginjal mempertahankan keasaman (pH) plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urin yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 6 atau alkalis pada pH 8 (Lepidhopthera, 2011)



I. ANALISIS KIMIA a. Glukosa Glukosa mempunyai sifat mereduksi. Ion cupri direduksi menjadi cupro dan mengendap dalam bentuk merah bata. Semua larutan sakar yang mempunyai gugusan aldehid atau keton bebas akan memberikan reaksi positif. Na sitrat dan Na karbonat (basa yang tidak begitu kuat) berguna untuk mencegah pengendapan Cu++. Sukrosa memberikan reaksi negatif karena tidak mempunyai gugusan aktif (aldehid/keton bebas) (Putri, 2011). Reaksi benedict sensitif karena larutan sakar dalam jumlah sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan, sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan, hingga praktis dan lebih mudah mengenalnya. Uji benedict lebih peka karena benedict dapat dipakai untuk menafsir kadar glukosa secara kasar, karena dengan berbagai kadar glukosa memberikan warna yang berlainan (Putri, 2011). Ditegaskan pula bahwa uji benedict spesifik pada karbohidrat, terutama gula pereduksi, sakarida yang memiliki kemampuan mereduksi, yaitu sakarida dengan gugus aldosa dan ketosa bebas. Hal ini disebabkan karena kandungan atom C dan gugus hidroksil (OH) bebas yang aktif. Reaksinya adalah sebagai berikut: (D-glukosa) + 2 CuO → (asam glukonat) + Cu2O Adanya endapan Cu2O menyebabkan terjadinya warna merah, sehingga jika hasil uji glukosa dalam urine positip, urine subyek mengandung gugus (OH) bebas yang reaktif. Menurut Poedjiadi (1994:40), pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adapun natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk bisa berwarna hijau, kuning atau merah bata tergantung konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Contoh reaksi uji benedict pada glukosa: CHO Ι



COOH Ι



H − C − OH



H



Ι



− C − OH Ι



H − C − OH + 2CuO



H



− C − OH



+ Cu2O Cupro



Ι



tembaga



H − C − OH



Oksida



Ι H



Ι



oksida



− C − OH Ι



H − C − OH



H



− C − OH



Ι



Ι



CH2OH



CH2O



D-Glukosa



Asam Glutamat



Namun, berdasarkan data hasil praktikum yang kami lakukan, setelah meletakkan larutan 8 tetes urine dan 5 ml larutan benedict diletakkan dalam air mendidih selama 5 menit, dapat diketahui bahwa uji glukosa menunjukkan hasil yang negatif dengan menujukkan warna biru (sama seperti warna awal). Berdasarkan hasil tersebut, artinya urine subjek bebas dari salah satu unsur abnormal dari urine yaitu glukosa (Soewolo, 2005). Jadi, berdasarkan data yang diperoleh mengenai warna yang dihasilkan yaitu warna biru berarti negatif (-) urine subjek yang kami amati urinenya tidak mengandung gula.



b. Protein 1. Reagen Milon Untuk mengetahui adanya unsur protein dalam urine, dalam percobaan ini praktikan menggunakan reagen millon. Reaksi positif dari reagen millon ditandai dengan perubahan warna menjadi merah/lembayung. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya ikatan antara Hg dari pereaksi millon dengan gugus hidroksifenil yang terdapat dalam urine. Reaksi pembentukan reagen millon yaitu: HgCl2 + 2HNO3 → Hg(NO3)2 + Cl2 (merkuri klorida) (asam nitrat) (merkuri nitrat) Menurut Poedjiadi (1994:122), pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Persamaan reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut: HgCl2 + 2HNO3 → Hg(NO3)2 + Cl2 (merkuri klorida) (asam nitrat) (merkuri nitrat)



2 [HO − CH2 − CH − COOH] + Hg (NO 3)2→ 2 [HO – CH 2 – CH – COOH] Hg + H2O NH3+ Tirosin



NH3+ merkuri nitrat



merkuri nitrofenilamat



Reaksi Antara Ikatan Hg dan Protein Namun, berdasarkan data percobaan uji protein yang kami lakukan, setelah 3 ml supernatan urine ditambah 5 tetes reagen Millon, maka larutan yang tadinya berwarna putih keruh, tetap berwarna putih keruh, dan tidak terjadi perubahan signifikan menjadi lembayung ataupun merah. Hal ini berarti bahwa urine subjek yang kami amati (laki-laki) adalah normal tidak mengandung protein di dalamnya. Apabila urin mengandung protein, maka akan terbentuk warna lembayung (Basoeki, dkk. 2000). Keberadaan protein dalam urine dapat



menunjukkan bahwa seseorang mengalami luka pada ginjal. Laporan sejumlah peneliti dalam Journal of the American Society of Nephrology menyebutkan, pasien yang memiliki kadar urine tinggi, atau albuminuria, memiliki risiko lima kali lipat menderita luka ginjal akut (Acandra, 2010). 2. Benda keton (aseton) Dari hasil uji benda keton yang kami lakukan, tidak menunjukkan adanya cincin ungu kemerahan pada sampel urin. Hal ini berarti bahwa sampel urin tidak mengandung benda keton (aseton). Zat-zat keton atau benda-benda keton dalam urin ialah aceton, asam aceto-acetat dan asam beta-hidroxibutirat. Karena aceton, yaitu zat yang terpenting di antara benda-benda keton bersifat mudah menguap, maka urin yang kami periksa adalah urin segar. Karena apabila urin dibiarkan asam aceto-acetat akan berubah menjadi aceton, begitu pula asam beta -hidroxibutirat yang lebih dulu menjadi asam aceto-acetat, sehingga zat-zat itu juga menghilang dari urin. Dimana hal tersebut menyebabkan hasil (-) palsu. Adanya badan keton di dalam urin ini disebut Ketonuria. Terjadi karena ketogenesis lebih besar dari ketolisis, sehingga menyebabkan hiperketonemia, selanjutnya benda keton dalam darah sampai ginjal dan keluar bersama



urin



(ketonuria).



Proses



pembentukan benda



keton secara



normal terjadi di dalam hepar (ketogenesis). Keton itu sebenarnya adalah hasil pemecahan protein, di saat tubuh sudah kehilangan glukosa, di saat lemak sudah tidak ada (gangguan metabolisme karbohirat, misalnya Diabetes Mellitus, kurangnya asupan karbohidrat/ kelaparan , diet tidak seimbang, tinggi lemak rendah karbohidrat, gangguan absorbsi karbohidrat, gangguan mobilisasi glukoma, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar). Maka protein akan dibongkar oleh tubuh menjadi asam amino dan benda-benda keton, keton tinggi biasanya kita temukan pada pasien Diabetes melitus, karena pada DM (diabetes melitus) itu gula/glukosa tidak dapat masuk sel, sehingga sel akan kelaparan (tidak dapat menghasilkan energi), sehingga yang jadi korban adalah protein yang dibongkar (untuk menghasilkan energi) jadilah keton, bahaya keton tinggi adalah dapat menyebabkan ketoasidosis metabolik (salah satu komplikasi DM yang berbahaya) yaitu pembongkaran protein besar-besaran



yang menyebabkan kadar keton sangat tinggi. Pasien akan shock berat, PH darah akan menjadi sangat asam (asidosis). 3. Pigmen empedu Pigmen empedu terdiri dari biliverdin (hijau) dan bilirubin (kuning). Pigmen ini merupakan hasil penguraian hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah terdisintegrasi. Pigmen utamanya adalah bilirubin yang memberikan warna kuning pada urine dan feses (Sloane, 1995). Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitisinfeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik (Riswanto, 2010). Bilirubin adalah produk limbah dari sel darah merah yang dibuang dari peredaran oleh hati. Zat ini menjadi bagian dari cairan empedu yang disekresikan ke usus untuk membantu pencernaan makanan. Bilirubin tidak hadir dalam urin normal. Pada penyakit tertentu, seperti obstruksi bilier atau hepatitis, bilirubin bocor kembali ke aliran darah dan diekskresikan ke urin. Kehadiran bilirubin dalam urin merupakan indikator awal penyakit hati (liver). Dalam praktikum pengujian adanya pigmen empedu ini dihasilkan bahwa pada pengamatan tidak terbentuk buih berwarna kuning. Hal ini menunjukkan kenormalan karena tidak mengandung pigmen empedu. Menurut Ganong (2008) menyatakan bahwa pada urin yang tidak normal (mengandung pigmen empedu) ditandai dengan adanya buih yang berwarna kuning bukan berwarna bening atau putih. Jadi berdasarkan hasil yang diperoleh pada praktikum uji pigmen empedu pada urin ini dapat disimpulkan bahwa urin subyek yang diamati



adalah normal karena tidak terbentuk buih berwarna



kuning yang berarti dalam urin tersebut tidak ada pigmen empedu.



J. ANALISIS MIKROSKOPIS Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada tidak terdapat endapan urine dan saat diamati tidak terdapat eritrosit, leukosit, sel epitel bakteri,



maupun yang lain. Menurut Riswanto (2010), pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel lainnya. Banyak macam unsur mikroskopik dapat ditemukan baik yang ada kaitannya dengan infeksi (bakteri dan virus) maupun yang bukan karena infeksi misalnya perdarahan, disfungsi endotel dan gagal ginjal. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya penyakit. Biasanya, unsur organik yang dapat berada pada urin berasal dari sesuatu organ atau jaringan antara lain epitel, eritrosit, leukosit, silinder, potongan jaringan, sperma, bakteri, parasit dan yang tak organik tidak berasal dari sesuatu organ atau jaringan seperti urat amorf dan kristal. Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat dikatakan bahwa urine subjek yang kami amati masih dalam kondisi normal. K. KESIMPULAN Pada analisis fisik urin praktikan menunjukkan warna kuning berbuih yang mendandakan naiknya pigmen melanin. Suhu urin 35ºC dengan berat jenis 1,01648 dan pH 6 yang menunjukkan bahwa kondisi urin normal. Pada analisis kimia urin praktikan tidak terdapatnya glukosa maupun protein. Pada analisis mikroskopis tidak terdapat endapan urine dan saat diamati tidak terdapat eritrosit, leukosit, sel epitel bakteri, maupun yang lain.



1. DAFTAR PUSTAKA Acandra.



2010.



Intip



Kesehatan



Warna



Urine.



(Online),



(http://kesehatan.kompas.com/read/2010/04/13/13214350/Intip.Kesehatan.d ari.Warna.Urine, diakses 25 Oktober 2014). Ari.



2011.



Cara



Menganalisa



Hasil



Laboratorium



Urine.



(Online)



(http://analiskesehatan-pontianak.blogspot.com/2011/02/cara-menganalisahasil-laboratorium.html) diakses tanggal 26 Oktober 2014 Basoeki, Soedjono, dkk. 2000. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA UM. Ganong, W. F. 2008. Fisiologi Kedokteran edisi 14. Alih bahasa oleh dr. Petrus Andrianto. Jakarta: EGC. Lepidhopthera. 2011. Laporan Praktikum Pemeriksaan Warna, Kejernihan dan pH Urine.



(Online]



(http://lepidhopthera.wordpress.com/xmlrpc.php.)



diaskes tanggal 26 Oktober 2014 Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Probosunu, N. 1994 . Fisiologi Umum. Yogjakarta : Gajah Mada University Press. Putri.



2011.



Pemeriksaan



Laboratorium



Urine.



(Online),



(http://mahasiswakedokteranonline.wordpress.com/2011/06/10/uji-glukosaurine/, diskses 25 Oktober 2014) Riswanto. 2010. Protein Urine. (Online), (http://labkesehatan.blogspot.com/, diakses 25 Oktober 2014. Riswanto. 2010. Protein Urine. (Online), (http://labkesehatan.blogspot.com/, diakses 25 Oktober 2014). Sloane, Ethel. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.



Jakarta:



Buku



Kedokteran EGC-IKAPI. Smith, Joan Liebmann & Jacqueline Nardi Egan. 2007. Body Signs. Ufuk Press Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.



Soewolo. 2005. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA UM. Wirawan. Tanpa Tahun. Penialaian Hasil Pemeriksaan Urine. (Online), (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_PenilaianHasilPemeriksaanUrin e.pdf/12_PenilaianHasilPemeriksaanUrine.html) Oktober 2014



diakses



tanggal



26