Laporan SGD 1 LBM 1 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Rahma
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN SMALL GROUP DISCUSSION



“Sedih Sekali ?” SGD



:1



LBM



:1



Tutor : Ns. Moch. Aspihan, M.Kep. 1. Ahmat Munazi



(30901501886)



2. Cristine Fedriani



(30901800033)



3. Dani Yolanda.W



(30901800034)



4. Fera Wahyu Santika (30901800068) 5. Feri Wibowo



(30901800069)



6. Lailiyatul Kiftiyah



(30901800104)



7. Lina Arifatun Nisa



(30901800105)



8. Putri Ayu Dewiyanti (30901800140) 9. Putri Damar Yanti



(30901800141)



10. Syifa Hasna Nadia



(30901800178)



11. Tafrihatul Fauzi (30901800179) PRODI S1-KEPERAWATAN 12. Zulvi Ubaedah N.A (30901800206)



FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2021



SGD 1 Lembar Belajar Mahasiswa (LBM) 1 Judul : Sedih Sekali ? Skenario : Laki- laki berusia 50 tahun dirawat diruang ICU sejak 3 minggu yang lalu. Empat hari terakhir ini, kondisi pasien semakin menurun, GCS



E1M1Vett, pupil tidak bereaksi,



pernafasan dibantu total oleh ventilator, skor nyeri pasien dinilai dengan penilaian CPOT adalah 2 . Kakak pasien merasa sedih melihat kondisi pasien dan meminta semua peralatan penunjang hidup di lepas karena keluarga keberatan menanggung biaya



selama dirawat



ICU. Dokter mendiagnosis Mati batang otak (MBO) dan memberikan order DNR. Perawat meminta keluarga berdiskusi dan mendoakan untuk kebaikan pasien. Keyword (Kata Kunci) : 



Dokter mendiagnosis Mati Batang Otak (MBO) – (Putri Ayu Dewiyanti)







All life support equipment removed – (Putri Damar Yanti)







Keluarga pasien meminta untuk pelepasan alat dan dokter memberikan order DNR, GCS dan nilai CPOT – (Zulvi Ubaedah N.A)



Problem (Masalah) : Euthanasia – (Zulvi Ubaedah N.A) Step 1 : (Menentukan istilah atau kata sulit) 



GCS E1M1Vett (Ahmat Munazi) : Jawaban :  (Putri Ayu Dewiyanti) : GCS E1M1Vett : gaslow coma scale E1 (tidak membuka mata) M1 (Tidak berespon) Vett (tidak bersuara karena terpasang endotracheal tube).







CPOT (Cristine Fedriani) : Jawaban :  (Syifa Hasna Nadia) : Critical Pain Observasional Tool (CPOT) merupakan skala nyeri yang mengevaluasi empat perilaku domain yaitu gerakan tubuh, ekspresi tubuh, ketegangan otot dan kepatuhan ventilator/tiberias.







Order DNR (Feri Wibowo) : Jawaban :  (Zulvi Ubaedah N.A) : Do Not Resuscitate (DNR) merupakan ke-putusan untuk tidak melanjutkan tindakan CPR setelah 30 menit tidak menunjukan ada Return of spontaneous circulation (ROSC). Pasien-pasien dengan DNR termasuk dalam kategori sebagai pasien menjelang ajal.



Step 2 : (Membuat Pertanyaan) 1



What does Euthanasia mean? (Ahmat Munazi)



2



How is the case handled ? (Cristine Fedriani)



3



Apa saja faktor yang mempengaruhi MBO? (Dani Yolanda.W)



4



Mengapa harus diberikan order DNR pada pasien dengan diagnosis Mati Batang Otak? (Fera Wahyu Santika)



5



What is the procedure for examining brain stem death ? (Feri Wibowo)



6



What is the pathophysiology of Brainstem Death ? (Lailiyatul Kiftiyah)



7



Bagaimana tata laksana dalam melakukan DNR menurut kasus ? (Lina Arifatun Nisa)



8



Bagaimana proses penilaian CPOT beserta kategorinya ? (Putri Ayu Dewiyanti)



9



Palliative nursing care that is appropriate for the case ? (Putri Damar Yanti)



10 In carrying out the nurse's role as a communicator who applies therapeutic principles, how is the application of that role in this case ? (Syifa Hasna Nadia) 11 Bagaimana aspek medikolegal menghentikan alat bantuan hidup pada pasien dengan kematian batang otak ? (Tafrihatul Fauzi) 12 Apakah tindakan keluarga yang meminta pelepasan alat dan dokter yang memberi order DNR merupakan tindakan euthanasia? Jika iya, maka jelaskan termasuk kedalam jenis apa dan kenapa? (Zulvi Ubaedah N.A)



Step 3 : (Menjawab Pertanyaan) 1. What does Euthanasia mean ? (Ahmat Munazi) Jawaban :  (Putri Ayu Dewiyanti) Euthanasia is the act of intentionally ending one's life by another person, rather than the person concerned, but at his request.  (Dani Yolanda.W) The act of intentionally ending one's life to relieve one's suffering.. 2.



How is the case handled ? (Cristine Fedriani) Jawaban :  (Lailiyatul Kiftiyah) Brain = terapi Neuroprotektor Breathing = bebaskan jalan nafas O² Blood= perbaiki sirkulasi darah infus Bladder = cateter balance cairan Bowel.  (Feri Wibowo) Pertama perlu pembebasan jalan napas dan memelihara jalan napas penderita dengan mengatur posisi kepala, pemasangan endotracheal tube dan sebagainya, diperlukan juga pemberian oksigen yang adekuat kemudian Langkah berikutnya adalah usaha mencari penyebab serta mencegah kemungkinan terjadi komplikasi.  (Zulvi Ubaedah N.A) Perawat melakukan pemecahan dilemma etis menurut kozier (2004) a.



Mengembangkan data dasar 1) Orang yang terlibat: - Keluarga - Pasien - Perawat – Dokter 2) Tindakan yang diusulkan : euthanasia pasif kepada pasien 3) Maksud dari tindakan : keluarga tidak tega melihat pasien yang kesakitan 4) Konsekuensi tindakan : hilangnya nyawa pasien secara perlahan



b.



Identifikasi konflik Tidak disetujuinya order DNR karena termasuk tindakan euthanasia involentary akan melanggar UU : - Pasal 365 (3) KUHP.



c.



Alternative tindakan : Tetap dilakukan tindakan pengobatan sebagaimana mestinya tanpa harus melanggar hukum: Pengambil keputusan yang tepat untuk kasus ini adalah keluarga dari pasien, karena keluarga adalah yang paling berhak atas diri pasien.



3.



Apa saja faktor yang mempengaruhi MBO? (Dani Yolanda.W) Jawaban :  (Putri Ayu Dewiyanti) Kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis kematian batang otak, sedemikian rupa sehingga hasil diagnosis tidak dapat dibuat dengan pasti hanya berdasarkan pada alasan klinis sendiri. Pada keadaan ini pemeriksaan konfirmatif direkomendasikan : a) Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat b) Kelainan pupil sebelumnya c) Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik, antikolinergik,



obat



antiepilepsi,



agen



kemoterapi,atau



agen



blokade



neuromuskular d) Sleep apneu atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis CO2. Penentuan kematian otak sangat tergantung dari gejala klinis dan hasil laboratorium. Secara klinis, seseorang dinyatakan mati otak jika semua keadaan berikut ditemukan: 1.



Tidak ada respirasi spontan (tidak dapat menghirup napas sendiri).



2.



Pupil dilatasi dan terfiksir (mata midriasis, tidak ada reaksi terhadap cahaya).



3.



Tidak ada respon terhadap stimulus noksius (rangsang nyeri tidak disertai kedipan mata, tanpa mimik meringis, tanpa gerakan anggota tubuh manapun).



4.



Semua anggota tungkai flaksid (tidak ada pergerakan, tanpa tonus otot dan hilangnya aktivitas refleks pada tangan ataupun kaki).



5.



Tidak ada tanda-tanda aktivitas batang otak: a.



Bola mata terfiksasi dalam orbita.



b.



Tidak ada refleks kornea.



c.



Tidak ada respon terhadap tes-tes kalori.



d.



Tidak ada refleks muntah atau batuk.



 (Fera Wahyu Santika)



Factors that affect MBO, namely brain death, can occur due to the supply of blood or oxygen to the brain is stopped. There are several things that cause brain stem death, namely: - Cardiac arrest - Heart attack - Stroke - Blood collection - Severe head injury - Bleeding in the brain - Infections, such as encephalitis - Brain tumor - Brain herniation Sumber : Aprilia (2015) pemeriksaan Neurologis pada kesadaran menurun.  (Ahmat Munazi) Kematian batang otak terjadi ketika batang otak tidak lagi berfungsi. Kondisi ini mengakibatkan penderitanya kehilangan kesadaran dan tidak mampu bernapas. Karena tidak dapat bernapas spontan, orang yang mengalami kematian batang otak biasanya membutuhkan bantuan pernapasan melalui pemasangan ventilator. Ventilator memang dapat membantu orang yang mengalami kematian batang otak untuk bernapas. Namun, kemampuan otak lain seperti berbicara, makan, bergerak, dan berpikir, telah hilang. Pada kasus kematian batang otak, kemungkinan terjadinya kematian otak secara keseluruhan sangat besar. 4.



Mengapa harus diberikan order DNR pada pasien dengan diagnosis Mati Batang Otak ? (Fera Wahyu Santika) Jawaban :  (Cristine Fedriani) Karena dalam kriteria DNR yang perlu dipertimbangkan yaitu kondisi terminal, tidak sadar secara permanen, RJP tidak akan berhasil, RJP hanya memperlambat kematian dan bukan memperpanjang kehidupan, dan pasien yang dinyatakan dalam kondisi Mati Batang Otak (MBO).



5.



What is the procedure for examining brain stem death ? (Feri Wibowo)



Jawaban :  (Putri Damar Yanti) Langkah-langkah Prosedur menetapkan kematian batang otak mencakup hal-hal berikut: 1. Evaluasi kasus koma Penentuan kematian batang otak memerlukan identifikasi kasus koma ireversibel beserta penyebab koma yang paling mungkin. Cedera kepala berat, perdarahan intraserebral hipertensif, perdarahan subarachnoid, jejas otak hipoksikiskemik, dan kegagalan hepatic fulminan adalah merupakan penyebab potensial hilangnya fungsi otak yang bersifat ireversibel 2. Penilaian klinis refleks batang otak Penentuan kematian batang otak memerlukan penilaian fungsi otak oleh minimal dua orang klinisi dengan interval waktu pemeriksaan beberapa jam. Tiga temuan penting pada kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya seluruh reflex batang otak, dan apnea. Pemeriksaan apnea (tes apnea) secara khas dilakukan setelah evaluasi reflex batang otak. 1. Pupil asimetris Pupil yang besar, unreactive, disebabkan oleh adanya lesi pada saraf okulomotor ipsilateral, dapat pula karena pre-existing Adie’s pupil. Pupil yang kecil, lambat berdilatasi terdapat pada Horner syndrome. 2. Reaksi pupil terhadap cahaya Harus mempergunakan cahaya yang kuat karena respons pupil dapat lambat pada pasien tidak sadar (cahaya oftalmoskop kurang adekuat). 3. Posisi / pergerakan mata : Posisi dan pergerakan mata ditentukan oleh saraf III, IV dan VI. Pada posisi primer, lesi yang mengenai saraf tertentu dapat menghasilkan posisi juling (dysconjugate gaze). 4. Roving eye movements: Merupakan gerakan bola mata berupa gerakan lambat dari satu sisi ke sisi yang lain, kelopak mata tertutup, dan mungkin disertai posisi mata yang divergen ringan dari aksis okuler. 5. Doll’s eye movements Kepala digerakkan dari satu sisi ke sisi lainnya dan dari atas kebawah. Refleks okulosefalik dan reflex vestibulosefalik secara normal seharusnya menjaga posisi



mata meskipun terdapat gerakan kepala, sehingga mata bergerak pada arah yang berbeda dengan pergerakan kepala. 6. Tes kalorik Merupakan test untuk memeriksa fungsi batang otak disebut juga test reflex okulovestibuler. 7. Refleks kornea: Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menentukan prognosis dan lokasi lesi. 3. Tes apnea Secara umum, tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan reflex batang otak .Tes apnea dapat dilakukan apa bila kondisi prasyarat terpenuhi, yaitu: a. Suhu tubuh ≥ 36,5 °C atau 97,7 °F b. Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya) c. PaCO2 normal (PaCO2 arterial ≥ 40 mmHg) d. PaO2 normal (pre-oksigenasi arterial PaO2 arterial ≥ 200 mmHg).  (Dani Yolanda.W) Berikut prosedur pemeriksaan mati batang otak Memastikan arefleksia batang otak: Arefleksia batang otak meliputi tidak adanya respons terhadap cahaya, tidak adanya refleks kornea, tidak adanya refeks vestibulookular, tidak adanya respons motorik terhadap rangsangan adekuat dalam distribusi saraf kranial dan tidak ada refleks munta (gag reflex) atau releks batuk terhadap rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakea. Memastikan keadaan apnea yang menetap: cara memastikan keadaan henti napas yang menetap adalah preoksigenasi dengan oksigen 100% selama 10 menit, memastikan pCO2 awal 40-60 mmHg dengan memakai kapnofraf dan atau analisis gas darah (AGD), Melepaskan ventilator dari pasien, insuflasi trakea dengan oksigen 100% 6L/menit melalui kateter intrakeal melewati karina, dan observasi selama 10 menit, bila pasien tetap tidak bernapas, tes dinyatakan positif atau berarti henti napas telah menetap. Bila tes arefleksia batang otak dan tes henti napas dinyatakan positif, maka tes harus diulang sekali lagi dengan selang waktu 25 menit sampai 24 jam. Bila tes arefleksia batang otak dan tes henti napas kembali dinyatakan positif pada pemeriksaan kedua, pasien dinyatakan mati batang otak, walaupun jantung masih berdenyut.



Bila pada tes henti napas timbul aritmia jantung yang mengancam nyawa maka ventilator harus dipasang kembali, sehingga tidak dapat dibuat diagnosis mati batang otak.



 (Zulvi Ubaedah N.A) Pemeriksaan neurologis klinis tetap menjadi standar untuk penentuan kematian otak guna untuk identifikasi penyebab koma, untuk memastikan kondisi irreversible, penyingkiran tanda neurologis yang salah ataupun faktor-faktor yang dapat membingungkan, interpretasi hasil pencitraan neurologis dan hasil pemeriksaan tes laboratorium tambahan dianggap perlu. 6. What is the pathophysiology of Brainstem Death ? (Lailiyatul Kiftiyah) Jawaban :  (Lina Arifatun Nisa) An important pathophysiology of brain death is a severe increase in intracranial pressure (ICP) caused by hemorrhage or brain edema. If the ICP rises close to arterial blood pressure, the cerebral perfusion pressure (TPS) approaches zero, cerebral perfusion stops and brain death occurs.  (Feri Wibowo) a. Adnya peningkatan tekanan intra karnial, gangguan suplai nutrisi, trauma/cidera kepala/syok. b. Berhentinya suplai darah, nutrisi dan oksigen ke otak c. Lalu dibawah 3 menit kerusakan reversibel dan terjadi proses kompensasi d. Kemudian status dekompensasi kerusakan otak irreversibel terjadi. 7.



Bagaimana tata laksana dalam melakukan DNR menurut kasus ? (Lina Arifatun Nisa) Jawaban :  (Lailiyatul Kiftiyah) 1. Permintaan pasien atas kepentingan dirinya. 2. Memintakan keputusan DNR pada keluarganya.



3. Persetujuan DNR harus dilakukan dengan mempertimbangkan segala aspek, terutama untung ruginya sebuah upaya penyelamatan. 4. DNR hanya dilakukan untuk melindungi otonomi pasien dan mencegah bahaya lebih lanjut pada pasien. 5. Hal yang paling penting dilakukan oleh dokter yaitu komunikasi yang baik dan benar , kemudian DNR harus dituliskan dengan jelas pada status pasien. Dan 6. Dokumentasi yang dituliskan termasuk diskusi yang terjadi dan kesimpulan yang diambil. Penjelasan yang



diberikan dokter, termasuk pertanyaan yang



dikeluarkan pasien serta jawabannya harus dituliskan dalam catatan. Pendokumentasian tersebut harus diikuti dengan pemberian tanda khusus yang dapat dikenali oleh semua petugas kesehatan.



8.



Bagaimana proses penilaian CPOT beserta kategorinya ? (Putri Ayu Dewiyanti) Jawaban :  (Syifa Hasna Nadia) Ekspresi wajah 1. Rileks : 0 ==> tidak ada ketegangan otot 2. Tegang : 1 ==> mengkerutkan dahi,alis turun pengetatan atau pengencangan otot orbita,dan kontraksi otot levator wajah atau perubahan lain (mata membuka atau menangis saat prosedur) 3. Meringis : 2 ==> Semua gerakan wajah sebelumnya ditambah kelopak mata tertutup rapat (Pasien dapat mengalami mulut terbuka, mengigit selang ETT) Gerakan tubuh 1. Tidak bergerak : 0 ==> Tidak ada gerakan abnormal 2. Perlindungan : 1 ==> Gerakan hati-hati, menyentuh lokasi nyeri, mencari perhatian melalui gerakan 3. Resah/gelisah : 2 ==> Mencabut ETT, mencoba untuk duduk, tidak mengikuti perintah, mencoba keluar dari tempat tidur Kesesuaian dengan velintilator 1. Dapat mentoleransi ventilator : 0 ==> alarm tidak aktif ventilasi mudah 2. Batuk,tetap dapat mentoleransi ventilator : 1 ==> Batuk, alarm berbunyi tetapi berhenti secara spontan



3. Melawan ventilator : 2 ==> ventilasi terhambat,alarm sering kali teraktivasi,ketidakstabilan hemodinamik Ketegangan otot 1. Rileks : 0 ==> tidak ada tahanan terhadap gerakan pasif 2. Tegang dan kaku : 1 ==> ada tahanan terhadap gerakan pasif 3. Sangat tegang/kaku : 2 ==> perlawanan yang kuat terhadap gerakan pasif



Catatan: 1. Skor 0 : tidak nyeri 2. Skor 1-2 : nyeri ringan 3. Skor 3-4 : nyeri sedang 4. Skor 5-6 : nyeri berat 5. Skor 7-8 : nyeri sangat berat Sumber : Heri Suwardian 2019  (Cristine Fedriani) Petunjuk Penilaian Nyeri dengan CPOT (Gelinas, 2006) : -



Amati pasien selama satu menit.



-



Kemudian pasien harus diamati selama mendapatkan tindakan pengobatan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi.



-



Pasien harus diamati sebelum dan pada puncah tindakan pengobatan untuk menilai apakah pengobatan efektif atau tidak dalam menghilangkan nyeri.



9.



Amati nilai CPOT setelah dilakukan tindakan pengobatan.



Palliative nursing care that is appropriate for the case ? (Putri Damar Yanti) Jawaban :  (Tafrihatul Fauzi) Dx 1: Impaired cerebral tissue perfusion related to brain hypoxia Intervention: A. Monitor or record neurological status regularly and compare with standard values eg GCS B. Monitor vital signs C. Evaluate the state of the pupil, note the size, sharpness, similarity between right and left to light reactions



D. Keep the head or neck in a central or neutral position. Support with small rolls with small pillows. Supervise laboratory tests such as BUN, serum protein, and albumin.



 (Putri Damar Yanti) DO: pernapasan dibantu total oleh ventilator DS: DX: pola napas tidak efektif b.d gangguan neuromuscular Luaran: Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka pola napas membaik dengan kriteria hasil: Dispnea menurun, penggunaan otot bantu napas menurun, frekuensi napas membaik, kedalaman napas membaik Intervensi: Manajemen jalan napas Observasi •



Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)



Terapeutik •



Pertahankan kepatenan jalan napas







Posisikan semifowler







Berikan oksigenasi



Kolaborasi •



Kolaborasi pemberian bronkodilator



 (Zulvi Ubaedah N.A) Pengkajian pasien paliatif fase terminal 1. Riwayat Kesehatan Klien a. Riwayat kesehatan sekarang. Riwayat ini berisikan mengenai penyakit yang sedang diderita klien saat ini. b. Riwayat kesehatan dahulu. Yaitu berisikan mengenai keadaan pasien di masa lalu, apakah sudah pernah opname di rumah sakit untuk penyakit yang sama.



c. Riwayat kesehatan keluarga pasien. Riwayat ini berisikan data apakah anggota keluarga sudah pernah menderita penyakit yang sama dengan yang klien alami saat ini. 2. Prinsip dan konsep dalam etika keperawatan, budaya, norma, dalam mengkaji pasien terminal Beberapa perubahan fisik yang mungkin terjadi saat menjelang kematian a. pasien cenderung kurang respon terhadap keadaan b. Melambatnya fungsi tubuh c. pasien mulai tidak sengaja berkemih atau defekasi d. Jatuhnya rahang pasien e. Pernafasan pasien mulai terdengar dangkal, dan tidak teratur f. Peredaran darah mulai terasa perlambatannya, dan teraba dingin pada bagian ekstermitas, nadi semakin lemah namun epat. g. pernafasan mulai tidak teratur dan terdengar dangkal h. Warna pucat pada kulit i. mata membelalak serta mulai tidak menunjukkan respon terhadap rangsangan cahaya 3. Kesadaran pasien terminal. Strause et all dalam Milia dan Wijayanti (2018), mengkategorikan kesadaran ini dalam 3 kategori: a. Closed Awareness/Tidak Mengerti. b. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi c. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan terbuka  Dalam tahap ini, pasien dan orang di sekitarnya sudah tahu bahwa ajala sudah menjelang bagi pasien, dan mereka berusaha untuk menerima serta mendiskusikannya walaupun tetap merasa getir (Milia & Wijayanti, 2018). DS : Kakak pasien merasa sedih melihat kondisi pasien dan meminta semua peralatan penunjang hidup di lepas karena keluarga keberatan menanggung biaya selama dirawat ICU 4. Faktor-faktor yang perlu dikaji a. Kebersihan Diri b. Nyeri : nilai COPT = 2 c. Jalan Nafas d. Aktifitas e. Nutrisi



f. Eliminasi g. Perubahan Sensori h. Kebutuhan Sosial -



Menanyakan pada pasien atau keluarga siapa saja yang ingin dihadirkan untuk bertemu dengan pasien, dan hal ini bisa didiskusikan bersama keluarga, missal : teman terdekat, anggota keluarga lain, sanak kerabat.



-



Menyarankan saudara dan teman klien untuk lebih sering mengunjungi serta mengajak orang lain untuk menjenguk.



i. Kebutuhan spiritual 5. Nursing diagnosis Ds : The patient's sister feels sad seeing the patient's condition Do: the patient is getting worse, GCS E1M1Vett, pupils do not react, breathing is totally assisted by a ventilator, the patient's pain score is assessed by the CPOT assessment is 2 a. Anxiety b.d Threat to death b. Grieving b.d Death of a family or significant person. Intervention Dx 1  Observation : Identify decreased energy levels, inability to concentrate, or other symptoms interfering with cognitive abilities  Therapeutic : Create a quiet and undisturbed environment with comfortable lighting and room temperature, if possible Dx 2  Explain that family behavior is normal  Assess the characteristics of grieving, assess the physiological response, the body's response to loss (stress reaction) 10. In carrying out the nurse's role as a communicator who applies therapeutic principles, how is the application of that role in this case ? (Syifa Hasna Nadia) Jawaban :  (Tafrihatul Fauzi)



Keadaan psikologis pasien/ keluarga yang dalam keadaan terminal mempunyai beberapa fase. Tiap fase yang di alami oleh pasien/keluarga mempunyai karakteristik yang berbeda. Sehingga perawat juga memberikan respon yang berbeda pula.Dalam berkomunikasi perawat juga harus memperhatikan pasien tersebut berada di fase mana, sehingga mudah bagi perawat dalam menyesuaikan keadaan psikologis yang sedang dirasakan pasien/keluarga. Fase tersebut adalah sebagai berikut a. Fase Denial ( pengikraran ) Teknik komunikasi yang di gunakan 1. Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang kontruktif dalam menghadapi kehilangan dan kematian 2. Selalu berada di dekat pasien/keluarga 3. Pertahankan kontak mata b. Fase anger ( marah ) Teknik komunikasi yang digunakan 1. Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, dan menggunakan teknik respek c. Fase bargening ( tawar menawar ) Teknik komunikasi yang di gunakan 1. Memberi kesempatan kepada pasien/keluarga untuk menawar dan perawat menanyakan kepada pasien/keluarga apa yang di inginkan d. Fase depression Teknik komunikasi yang di gunakan 1. Jangan mencoba menenangkan pasien/keluarga dan biarkan pasien/ keluarga mengekspresikan kesedihannya. e. Fase acceptance ( penerimaan ) Teknik komunikasi yang di gunakan 1. Meluangkan waktu untuk pasien/kelurga dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan keluarga terhadap kematian pasien.  (Lailiyatul Kiftiyah) Sikap positif : 1.memberikan perhatian dan arahan terkait pengobatan yang tepat 2. memberikan rasa yang nyaman



3. memberikan intervensi untuk mengurangi respon nyeri 4. mendiskusikan kematian yang diinginkan dengan klien 5. mendengarkan kenginan klien untuk perawatan akhir hidupnya (End of life care) 6. memberikan dukungan penuh untuk klien dan keluarga (Canadian Nurse Association, 2015) Sikap negatif : 1.Apatis 2. Takut 3. Ansietas (Grubb dan Arthur, 2016) 11. Bagaimana aspek medikolegal menghentikan alat bantuan hidup pada pasien dengan kematian batang otak ? (Tafrihatul Fauzi) Jawaban :  (Lina Arifatun Nisa) Berdasarkan Permenkes nomor 37 tahun 2014 pasal 13 yaitu Penentuan seseorang telah mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten dan diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif (Intensive Care Unit) dan pemeriksaan yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur dan syarat untuk menentukan diagnosis mati batang otak. Setelah seseorang ditetapkan mati batang otak, maka semua terapi bantuan hidup harus segera dihentikan.  (Fera Wahyu Santika) Keputusan untuk menghentikan atau menunda terapi bantuan hidup tindakan kedokteran terhadap pasien dilakukan oleh tim dokter yang menangani pasien setelah berkonsultasi dengan tim dokter yang ditunjuk oleh Komite Medik atau Komite Etik. Rencana tindakan penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup harus diinformasikan dan memperoleh persetujuan dari keluarga pasien atau yang mewakili pasien. Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau ditunda hanya tindakan yang bersifat terapeutik dan atau perawatan yang bersifat luar biasa (extra-ordinary) yaitu Rawat di Intensive Care Unit, Resusitasi Jantung Paru, Pengendalian disritmia, Intubasi trakeal, Ventilasi mekanis, Obat vasoaktif, Nutrisi parenteral, Organ artifisial, Transplantasi, Transfusi darah, Monitoring invasive, dan



pemberian Antibiotik serta Tindakan lain yang ditetapkan dalam standar pelayanan kedokteran. Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan atau ditunda meliputi pemberian oksigen, nutrisi enteral dan cairan kristaloid. Berdasarkan Permenkes RI nomor 290 tahun 2008 bab 4 pasal 16 tentang persetujuan



tindakan



kedokteran



pada



situasi



khusus



yaitu



tindakan



withdrawing/withholding life support pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien. Berdasarkan Permenkes RI nomor 290 tahun 2008 bab 5 pasal 18 tentang penolakan tindakan kedokteran yaitu dapat dilakukan oleh pasien dan atau keluarga terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan. Perburukan kondisi pasien terburuk yaitu berakhir dengan kematian. Penentuan kematian seseorang berdasarkan Permenkes nomor 37 tahun 2014 dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria diagnosis kematian klinis/konvensional atau kriteria diagnosis kematian mati batang otak. Berdasarkan Permenkes nomor 37 tahun 2014 pasal 8-13 yaitu Kriteria diagnosa kematian klinis/konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 didasarkan pada telah berhentinya fungsi sistem jantung sirkulasi dan system pernafasan terbukti secara permanen. Penentuan seseorang telah mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten dan diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif (Intensive Care Unit) dan pemeriksaan yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur dan syarat untuk menentukan diagnosis mati batang otak. Berdasarkan pasal 13, setelah seseorang ditetapkan mati batang otak, maka semua terapi bantuan hidup harus segera dihentikan.  (Cristine Fedriani) In patients with brain death, there are two important medico-legal issues, namely euthanasia and organ transplantation. Meanwhile, in the medical question that is still controversial about the termination of life equipment in patients who experience brain death is Euthanasia or not. Because basically Euthanasia is still considered a murder and can be subject to criminal sanctions which are included in Article 344 of the Criminal Code.  (Ahmat Munazi)



Penentuan seseorang telah mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten dan diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif (Intensive Care Unit) dan pemeriksaan yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur dan syarat untuk menentukan diagnosis mati batang otak. Berdasarkan pasal 13, setelah seseorang ditetapkan mati batang otak, maka semua terapi bantuan hidup harus segera dihentikan. Peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang penentuan tindakan withdrawal atau withholding terhadap support terapi tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Bab 3 Pasal 14 dan 15 tentang penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup yaitu pada pasien yang berada dalam keadaan yang tidak dapat disembuhkan akibat penyakit yang dideritanya (terminal state) dan tindakan kedokteran sudah sia-sia (futile) dapat dilakukan penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup.  (Putri Ayu Dewiyanti) a. Aspek Hukum Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut. Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. b. Aspek Ilmu Pengetahuan Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara ilmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan dana.



12. Is the action of the family asking for the release of the device and the doctor who gave the DNR order constitutes an act of euthanasia? If yes, then explain what type it belongs to and why?E1M1Vett, (Zulvi Ubaedah N.A) Gejala klinis = GCS Mati Batang Otak (MBO) Pupil tidak bereaksi, nafas dibantu Jawaban : total, skor nyeri CPOT = 2.  (Putri Damar Yanti) Yes, including euthanasia, because the family asks to stop giving the ventilator Diagnosa Keperawatan where someone makes a decision for the patient. Keluarga meminta alat bantuan  (Putri Ayu Dewiyanti) hidup dilepas. Iya, Euthanasia non volunteri karena Pasien tidak dapat membuat keputusan sendiri dan Seseorang yang memberikan keputusan untuk pasien (karena pasien koma). Euthanasia non-voluntary Step 4 : (Konsep Mapping)



Aspek Medikolegal



DAFTAR PUSTAKA Maria Imaculata Ose. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 20 No.1, Maret 2017, Hal 3239 Pissn 1410-4490, Eissn 2354-9203 DOI: 10.7454/Jki.V20i1.378 Pengalaman Perawat Igd Merawat Pasien Do Not Resuscitate Pada Fase Perawatan Menjelang Ajal. Kiki Dwi Febriyanti.2020. Penerapan Prinsip Etik Keperawatan Dalam Tahapan Pengambilan Keputusan. Https://Doi.Org/10.31219/Osf.Io/Hqat5 New York State and New York State Task Force On Life & The Law. Guidelines for determining brain death, Department of Health, New York,2011. Dian, Sofiati, dr. Sp.S. Pemeriksaan Fisik Dasar Neurologi Berbasis Ilustrasi Kasus. Badung. 2013. Spinello IM. Brain death determination. Journal of Intensive Care Medicine. 20;10:1-12 Mernoff T. S MD. 2009. Brain Death : Neurologist's Perspective , clinical Asisstant profesor of neurology brown medical school, neurohebalitation program, rehebilitation hospital of rhode island. Guidelines For ditriming brain Death. 2005. New York stateo departemen of Health December 2005. Priece Sylvia A , Wilson M Lorraine. Patofisiologikonsepklinis proses-proses penyakit. Volume 2 edisi 6. 2005. Aspek Bioetika-Medikolegal Penundaan Dan Penghentian Terapi Bantuan Hidup Pada Perawatan Kritis. Taufik Suryadi. Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unsyiah Banda Aceh.2017 Pengkajian Milia dan Wijayanti (2018) dalam Ginting, Ghea K. A. 2019. Pelaksanaan pengkajian keperawatan di ruang ICU. OSF Preprints. doi:10.31219osf.io/4txbr