Laporan Tutorial 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN TUTORIAL 2



Disusun oleh : Firda Annisa Anwar



2015730046



Jermansyah DD Khairari



2015730065



Kriswindari



2015730074



Mahda Lathifa



2015730082



M. Aditya Nugraha



2015730087



Saarah Khansa Kiasati



2015730116



Sri Febriyanti Dewi



2015730124



Ulayya Ghina Nabilla



2015730129



Utari Hanggialevi



2015730131



Yayan Samayang Putra L.



2015730133



STASE ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2020



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum wr.wb



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.



Tugas ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Tutorial pada Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Islam Klender. Bahan-bahan dalam pembuatan tugas ini didapat dari buku-buku dan beberapa sumber lainnya.



Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.



Wassalamu’alaikum wr.wb.



Jakarta, 5 April 2020



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR......................................................................................................................i DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................................1 1.1.



Skenario................................................................................................................................1



1.2.



Kata/Kalimat Sulit................................................................................................................1



1.3.



Kata/Kalimat Kunci..............................................................................................................1



1.4.



Mind Map.............................................................................................................................2



1.5.



Identifikasi Masalah..............................................................................................................3



BAB 2 ANALISA MASALAH.......................................................................................................4 2.1. Hal yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan mengantuk dan tidur sepanjang hari..........4 2.2. Obat - obatan yang dapat menyebabkan keluhan pada skenario..............................................5 2.3. Hubungan antara minum obat dengan terjadinya kejang.........................................................8 2.4. Macam-macam penyakit yang mengarah kedalam skenario....................................................8 2.5. Alur diagnosis pada kasus diatas............................................................................................10 2.6. Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan...................................................................12 2.7. Definisi, klasifikasi dan komplikasi pada diagnosis kasus skenario......................................13 2.8. Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyakit pada pasien tersebut...........................15 2.9. Penatalaksanaan pada kasus di skenario.................................................................................16 2.10. Prognosis pada kasus di skenario.........................................................................................18 BAB 3 KESIMPULAN.................................................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................21



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Skenario



Seorang laki-laki berusia 23 tahun dibawa ke UGD oleh keluarganya dengan keluhan mengantuk dan hanya ingin tidur sepanjang hari. Pasien adalah seorang mahasiswa yang baru saja di keluarkan dari kampusnya. Semenjak dikeluarkan, ia selalu mengurung diri di kamar dan malas melakukan apapun. Satu hari sebelumnya, keluarga mendapati pasien minum obat yang membuatnya mengantuk dan tidur sepanjang hari. Sore harinya sebelum dibawa ke UGD, keluarga menemukan pasien kejang, padahal tidak ada riwayat epilepsi pada pasien dan keluarga.



1.2. Kata/Kalimat Sulit Epilepsi : Kelainan dimana aktivitas otak menjadi tidak normal, menyebabkan kejang.



Berdasarkan ILAE, epilepsi merupakan kelainan serebral yang ditandai dengan faktor predisposisi menetap untuk mengalami kejang selanjutnya dan terdapat konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial dari kondisi ini.



1.3. Kata/Kalimat Kunci



1. Laki-laki 23 tahun 2. Ku: mengantuk sepanjang hari 3. Pasien seorang mahasiswa yang baru di DO



4. Pasien selalu mengurung diri 5. Pasien juga malas beraktivitas 6. Sehari SMRS pasien minum obat 7. Obat yang diminum pasien menyebabkan pasien tidur sepanjang hari 8. Sore hari sebelum masuk UGD, pasien mengalami kejang 9. Tidak ada riwayat epilepsi pada pasien 10. Tidak ada riwayat epilepsi pada keluarga pasien



1.4. Mind Map



Laki-laki, 23 tahun



Kambuh 2x dalam sebulan Sesaat



Anamnesis



Mengantuk sepanjang hari Pasien baru saja di DO



Pemeriksaan Fisik Diagnosis Banding



Mengurung diri Malas beraktivitas



Pemeriksaan Penunjang



Tatalaksana WD Working Diagnosis Tatalaksana Prognosis



Farmakologi Non Farmakologi



1.5. Identifikasi Masalah



1. Apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan mengantuk dan tidur sepanjang hari seperti pada skenario? 2. Obat - obatan apa saja yang dapat menyebabkan keluhan pada skenario ? 3. Apakah terdapat hubungan antara minum obat dengan terjadinya kejang? 4. Apa saja penyakit yang mengarah kedalam skenario? 5. Bagaimana Alur diagnosis pada kasus diatas? 6. Perlukah dilakukan pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lain? jika perlu, pemeriksaan apa yang harus dilakukan? 7. Bagaimana definisi, klasifikasi dan komplikasi pada diagnosis kasus skenario? 8. Apa saja faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyakit pada pasien tersebut? 9. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus di skenario? 10. Bagaimana prognosis pada kasus skenario ?



BAB 2 ANALISA MASALAH



2.1. Hal yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan mengantuk dan tidur sepanjang hari



Rasa kantuk yang berlebihan atau yang sering disebut dengan hipersomnolensi adalah kondisi noncommunicable yang serius, melemahkan, dan berpotensi mengancam jiwa. Keadaan ini tidak hanya memengaruhi individu yang menderita, tetapi juga keluarganya, rekan kerja, dan masyarakat luas.



Perasaan mengantuk dapat menjadi konsekuensi dari (1) kurang tidur, (2) disfungsi neurologis dasar dalam sistem otak yang mengatur tidur, (3) gangguan tidur, atau (4) fase ritme sirkadian individu yang terganggu.



Hal-hal yang dapat menyebabkan gangguan tidur antara lain adalah faktor psikologis, idiopatik, higienitas tidur yang tidak adekuat, gangguan mental, serta obat-obatan, berikut penjabarannya:



1) Psikofisiologis, faktor-faktor psikologis dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur, objek yang terkait dengan tidur (seperti tempat tidur dan kamar tidur) juga dapat menjadi stimulus membangkitkan kesulitan atau justru menjadi sering tidur. Hal berikut bisa terjadi dalam kombinasi dengan gangguan stres dan kecemasan, sindrom fase tidur yang tertunda, penggunaan dan putus narkoba. 2) Higenitas tidur yang inadekuat. Hal ini berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Contohnya seperti mengonsumsi kafein, nikotin pada malam hari, kurang tidur, kebiasaan tidur di siang hari dan variasi besar dari jadwal bangun-tidur seseorang. 3) Gangguan mental. Hal ini berkaitan dengan gangguan afektiv dan gangguan mental lainnya seperti depresi, PTSD, gangguan bipolar. 4) Obat-obatan seperti sedatif dan amfetamin. 5) Idiopatik.



Salah satu gangguan tidur yang ditandai adanya tidur berlebihan di malam hari dan rasa mengantuk berlebihan di siang hari dalah hipersomnia. Etiologi atau penyebab dari



hypersomnia bermacam-macam, diantaranya adalah karena obat (contohnya withdrawal amfetamin), depresi, penggunaan sedatif yang berlebihan ataupun gangguan medis lain2. 2.2. Obat - obatan yang dapat menyebabkan keluhan pada skenario



Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung pada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesia,koma dan mati.



Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.



Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang mempunyai efek antiansietas. Benzodiazepin memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia retrograde.



Penggolongan Benzodiazepin



Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu shortacting, long acting, ultra short acting.



1) Long acting.



Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif.



2) Short acting



Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang.



3) Ultra short acting



Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangat menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan



Mekanisme Kerja Golongan Benzodiazepin



Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA A terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. BDZs tidak menggantikan GABA, yang mengikat pada alpha sub-unit, tetapi meningkatkan frekuensi pembukaan saluran yang mengarah ke peningkatan konduktansi ion klorida dan penghambatan potensialaksi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol,antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.



a. Midazolam



Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat dibanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.



b. Diazepam



Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9.



c. Lorazepam



Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan amnesia dibanding midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama.



d. Flurazepam



Flurazepam diindikasikan sebagai obat untuk mengatasi insomnia. Hasil dari uji klinik terkontrol telah menunjukkan bahwa Flurazepam mengurangi secara bermakna waktu induksi tidur, jumlah dan lama terbangun selama tidur, maupun lamanya tidur. Mula efek hipnotik rata-rata 17 menit setelah pemberian obat secara oral dan berakhir hingga 8 jam. Efek residu sedasi di siang hari terjadi pada sebagian besar penderita, oleh metabolit aktifnya yang masa kerjanya panjang, karena itu obat Fluarazepam cocok untuk pengobatan insomia jangka panjang dan insomnia jangka pendek yang disertai gejala ansietas di siang hari.



e. Nitrazepam



Nitrazepam juga termasuk golongan Benzodiazepine. Nitrazepam bekerja pada reseptor diotak (reseptor GABA) yang menyebabkan pelepasan senyawa kimia GABA (gamma amino butyric acid). GABA adalah suatu senyawa kimia penghambat utama di



otak yang menyebabkan rasa kantuk dan mengontrol kecemasan. Nitrazepam bekerja dengan meningkatkan aktivitas GABA, sehingga mengurangi fungsi otak pada area tertentu. Dimana menimbulkan rasa kantuk, menghilangkan rasa cemas, dan membuat otot relaksasi. Nitrazepam biasanya digunakan untuk mengobati insomnia. Nitrazepam mengurangi waktu terjaga sebelum tidur dan terbangun di malam hari, juga meningkatkan panjangnnya waktu tidur. Seperti Nitrazepam ada dalam tubuh beberapa jam, rasa kantuk bisa tetap terjadi sehari kemudian.



f. Estazolam



Estazolam digunakan jangka pendek untuk membantu agar mudah tidur dan tetap tidur sepanjang malam. Estazolam tersedia dalam bentuk tablet digunakan secara oral diminum sebelum atau sesudah makan. Estazolam biasanya digunakan sebelum tidur bila diperlukan. Penggunaannya harus sesuai dengan resep yang dibuat oleh dokter. Estazolam dapat menyebabkan kecanduan. Jangan minum lebih dari dosis yang diberikan, lebih sering, atau untuk waktu yang lebih lama daripada petunjuk resep. Toleransi bisa terjadi pada pemakaian jangka panjang dan berlebihan. Tidak boleh digunakan lebih dari 12 minggu atau berhenti menggunakannya tanpa konsultasi dengan dokter. Dokter akan mengurangi dosis secara bertahap. Pengguna akan mengalami sulit tidur satu atau dua hari setelah berhenti menggunakan obat ini



g. Zolpidem Tartrate



Zolpidem Tartrate bukan Hipnotika dari golongan Benzodiazepin tetapi merupakan turunan dari Imidazopyridine. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 10 mg. Zolpidem disetujui untuk penggunaan jangka pendek (biasanya dua minggu) untuk mengobati insomnia. Pengurangan waktu jaga dan peningkatan waktu tidur hingga 5 minggu telah dilakukan melalui uji klinik yang terkontrol. Insomnia yang bertahan setelah 7 hingga 10 hari pengobatan menandakan adanya gangguan jiwa atau penyakit. Insomnia bertambah buruk atau tingkah laku dan pikiran yang tidak normal secara tiba-tiba merupakan



konsekwensi pada penderita dengan gangguan kejiwaan yang tidak diketahui atau gangguan fisik.



2.3. Hubungan antara minum obat dengan terjadinya kejang



Kejang merupakan komplikasi yang umum terjadi pada keracunan obat atau efek samping obat, penelitian menunjukan 6% onset kejang baru dan 9% kasus epilepticus diakibatkan oleh keracunan obat1. Selain obat-obatan, pada beberapa kasus juga terdeteksi zat lain yang dapat menyebabkan kejang. Obat yang dapat menyebabkan kejang adalah Anti-depresan, diphenhydramine, stimulants (termasuk Kokain and methamphetamine), tramadol dan isoniazidaccount (penyebab mayoritas kejang karena obat-obatan.



Dari data yang ada, kasus kejang karena obat di Amerika Serikat paling banyak berhubungan denga bupropion, di swiss dilaporkan bahwa asam mefenamat dan citalopram paling sering menyebabkan kejang akibat obat, di Iran dan Australia, overdosis tramadol dilaporkan menjadi penyebab kejang akibat obat tersering, sedangkan di negera berkembang dan negara agrikultur perlu diperhatikan kejang akibat herbisida dan insektisida.



Kejang karena obat-obatan terjadi karena efek langsung perubahan neural pathway dan juga penghambatan reseptor. Gamma aminobutyric acid (GABA) reseptor yang dimediasi dan di hambat, melibatkan glutamate sebagai eksistatori. Pada kejang karena obatobatan terjadi penghambatan aktivitas GABA, sehingga terjadi kejang



2.4. Macam-macam penyakit yang mengarah kedalam skenario



Berdasarkan kasus pada skenario, diduga pasien mengalami gangguan akibat intoksikasi akut dari suatu zak psikoaktif. Intoksikasi akut sendiri merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi



gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofrsiologis lainnya.



Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi lainnya.



Kode lima karakter berikut digunakan untuk menunjukkan apakah lrrioksikasi akut itu disertai dengan suatu komplikasi :



F1x.00 Tanpa komplikasi



F1x.01 Dengan trauma atau cedera tubuh lainnya



F1x.02 Dengan komplikasi medis lainnya



F1x.03 Dengan delirium



F1x.04 Dengan distorsi persepsi



F1x.05 Dengan kbma



F1x.06 Dengan konvulsi



F1x.07 Intokslkasi patologis



o Hanya pada penggunaan alkohol.



o Onset secara tiba-tiba dengan agresi dan sering berupa perilaku tindak kekerasan yang tidak khas bagi individu tersebut saat ia bebas alkohol. o Biasanya tirnbul segera setelah minum sejumlah alkohol yang pada kebanyakan orang tidak akan menimbulkan intoksikasi.



Berdasarkan karakteristik yang ada pada pasien diduga mengalami intoksikasi dengan delirium.



Berdasarkan



PPDGJ



III,



ICD



X



dan



Peraturan



Kemenkes



HK.02.02/MENKES/73/2015, diagnosis intoksikasi akut dengan delirium adalah sebagai berikut:



1) Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian. 2) Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia 3) Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek, cenderung berfluktuasi dalam sehari. 4) Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium, sebagai berikut: a. Simtom 1) dan 2) terjadi selama intoksikasi zat atau penggunaan medikasi b. Intoksikasi zat adalah etiologi terkait dengan delirium 2.5. Alur diagnosis pada kasus diatas



- Identitas Pasien



Pada saat anamnesis yang pertama kali ditanyakan adalah identitas pasien. Pada identitas pasien harus dijelaskan nama, jenis kelamin, usia, status pekerjaan, dan beberapa pertanyaan lain yang berguna mencegah terjadinya kesalahan saat memeriksa atau saat pemberian obat, kelengkapan identitas juga membantu sebagai apakah adanya factor risiko atau factor komorbid dari suatu penyakit. Alamat pasien juga bisa membantu



untuk memikirkan terjadinya suatu penyakit yang memang endemik pada tempat tinggal pasien tersebut.



Pada kasus skenario, identitas pasien hanya dijelaskan mengenai usia dan jenis kelaminnya saja



- Riwayat psikiatri



Pada riwayat psikiatri terdapat beberapa hal yang harus ditanyakan seperti:



1. Keluhan utama



Pada skenario tutorial, dijelaskan pasien datang ke RS dengan keluhan utama mengantuk dan tidur sepanjang hari.



2. Riwayat gangguan sekarang



Pada skenario tutorial, dikatakan pasien selalu mengurung diri di kamar dan tidak mau beraktivitas setelah dikeluarkan dari kampus, 1 hari SMRS meminum obat untuk tidur, dan pasien mengalami kejang setelah minum obat sore 1 hari SMRS.



3. Riwayat gangguan dahulu a. Riwayat gangguan psikiatri b. Riwayat gangguan medis non psikiatri Pada skenario tutorial, Riwayat epilepsi disangkal c. Riwayat zat psikoaktif - Riwayat premorbid 1. Riwayat prenatal dan perinatal 2. Riwayat masa kanak awal (0-3 tahun) 3. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)



4. Riwayat masa kana akhir dan remaja a. Hubungan sosial b. Riwayat pendidikan formal c. Perkembangan motorik dan kognitif d. Masalah ekonomi dan fisik e. Riwayat psikososial f. Riwayat agama 5. Riwayat masa dewasa a. Riwayat pekerjaan b. Riwayat pernikahan c.



Riwayat agama



d. Riwayat aktivitas sosial e. Riwayat hukum f. Riwayat keluarga 6. Genogram keluarga 7. Situasi kehidupan sekarang 8. Persepsi keluarga tentang diri pasien - Status mentalis



Pada status mentalis yang dinilai adalah deskripsi umum (penampilan, perilaku, dan sikap terhadap pemeriksa), pembicaraan, mood dan afek, gangguan persepsi, pikiran, dekorum (gizi, higienis, sopan santun), reality test ability (RTA), tilikan, reliabilitas, sensorium dan kognisi, pengendalian impuls, dan yang terakhir adalah daya nilai.



Pada kasus skenario tutorial, tidak terdapat keterangan mengenai deskripsi umum, pembiacaraan, gangguan persepsi, proses pikir, dekorum, RTA, tilikan, reliabilitas, sensorium dan kognisi, dan pengendalian impuls.



Pada penilaian mood dan afek dapat dijabarkan berupa penurunan mood dan afek dilihat dari kasus dijelaskan pasien tersebut tidak mau atau malas beraktivitas, seharian



hanya mengurung diri di kamar, dan mengantuk serta tidur sepanjang hari dapat dikatakan pasien sedang dalam episode depresif.



Pada penilaian pikiran, dapat dinilai adanya penurunan produktivitas proses piker, namun tidak terdapat keterangan apakah terdapat gangguan isi pikir atau tidak pada skenario.



- Pemeriksaan fisik



Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan head to toe dimulai dari melihat keadaan umum pasien, kesadaran, tanda – tanda vital, dan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan status neorologis juga harus dilakukan apabila ada kecendrungan gangguan psikiatrik tersebut disebabkan oleh gangguan organik.



Pada kasus skenario tutorial tidak terdapat keterangan mengenai hasil pemeriksaan fisiknya.



- Formulasi dignosis dan Diagnosis multiaksial



Berdasarkan kasus skenario tutorial, didapatkan hasil anamnesis yang bermakna secara klinis, dan berkaitan dengan terganggunya fungsi (disfungsi). Berdasarkan hasil tersebut kemungkinan pasien mengalami gangguan mental atau jiwa.



AKSIS I



1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak terdapat gangguan fisik yang menyebabkan disfungsi otak. Hal ini dapat dinilai dari tingkat kesadaran, daya ingat atau daya konsentrasi, orientasi yang cenderung masih baik, sehingga pasien ini bukan penderita Gangguan Mental Organik (F.0).



2. Berdasarkan kasus skenario tutorial didapatkan adanya riwayat meminum obat yang menyebabkan pasien kejang dan tidur sepanjang hari, dapat diduga pasien tersebut menggunakan zat – zat psikoaktif. Keluhan kejang pada pasien diduga berupa suatu gejala dari intoksikasi obat sedative sehingga dapat disimpulkan pasien terdiagnosis intoksikasi akut dengan delirium dan konvulsi. o AKSIS I : F13.03 Intoksikasi akut dengan delirium



F13.06 Intoksikasi akut dengan konvulsi



o AKSIS II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis o AKSIS III: Tidak ada (none) o AKSIS IV: Tidak ada (none) o AKSIS V : GAF 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik. 2.6. Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan



Seperti halnya semua tes medis, pasien psikiatrik dan neuropsikiatrik memerlukan pemeriksaan fisik yang cermat dan dapat dilakukannya evaluasi laboratorium skrining dan dapat diikuti oleh berbagai tes tambahan untuk meningkatkan spesifisitas diagnosis. Beberapa pemeriksaan penunjang untuk Intoksikasi akut di antaranya:



a. Pemeriksaan Darah



Beberapa jenis pemeriksaan darah dapat digunakan untuk skrining penggunaan NAPZA. Tes untuk skrining biologik termasuk:







Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk MCV







Tes Fungsi Hati termasuk gamma GT







Trigliserid



b. Tes Urin



Tes urin dapat mendeteksi adanya penggunaan berbagai jenis NAPZA (alkohol, kokain, kanabis, benzodiazepin, barbiturat dll.) berdasarkan sisa metabolitnya. Namun demikian pemeriksaan urin harus disertai dengan wawancara untuk mendeteksi adanya penggunaan zat lain yang akan mempengaruhi hasil tes urin (misal: obat batuk yang mengandung kodein, obat maag yang mengandung benzodiazepin, obat flu yang mengandung fenilpropanolamin/efedrin).



c. Skrining Etiologi: 



Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung lekosit







Tes Fungsi hati







Hepatitis B, C dan HIV/AIDS



d. Elektroensefalogram/EEG



Pada pasien dengan delirium, secara khas menunjukkan perlambatan aktivitas umum dan mungkin berguna dalam membedakan delirium dari depresi atau psikosis. EEG dari pasien yang mengigau terkadang menunjukkan area fokus hiperaktif. Dalam kasus yang jarang terjadi, mungkin sulit untuk membedakan delirium terkait dengan epilepsi dari delirium terkait dengan penyebab lain. 2.7. Definisi, klasifikasi dan komplikasi pada diagnosis kasus skenario Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat menggunakan alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Bila ada masalah demikian, maka diagnosis yang didahulukan adalah: penggunaan yang merugikan, sindrom ketergantungan, atau gangguan psikotik. Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan tingkat dosis yang digunakan. Pengecualian dapat terjadi pada individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya (insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat. Intensitas



intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lain. Klasifikasi 



INTOKSIKASI OPIOID Kontriksi pupil (atau dilatasi pupil akibat anoksia karena overdosis berat) dan satu (atau lebih) gejala-gejala di bawah ini berkembang selama atau segera setelah penggunaan opioid: a. Mengantuk/drowsiness b. Bicara cadel c. Hendaya dalam perhatian atau daya ingat Intoksikasi akut dapat terjadi dengan atau tanpa komplikasi medis lainnya. Komplikasi medis yang terjadi dapat berupa: a. Trauma atau cedera tubuh lainnya b. Hematemesis c. Aspirasi muntah d. Konvulsi e. Delirium f. Koma







INTOKSIKASI AMFETAMIN ATAU ZAT YANG MENYERUPAINYA Terdapat dua/lebih dari gejala di bawah ini yang berkembang segera atau selama menggunakan amfetamin atau zat yang menyerupai: a. Takikardi atau bradikardi b. Dilatasi pupil c. Peningkatan atau penurunan tekanan darah d. Banyak keringat atau kedinginan e. Mual atau muntah f. Penurunan berat badan g. Agitasi atau retardasi motorik h. Kelelahan otot, depresi sistem pernafasan, nyeri dada dan aritmia jantung i. Kebingungan dan kejang-kejang, diskinesia, distonia atau koma



j. Gejala-gejala di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya 



DELIRIUM AKIBAT INTOKSIKASI ZAT 1) Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian. 2) Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia 3) Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek, cenderung berfluktuasi dalam sehari. 4) Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium, sebagai berikut: a) Simtom 1) dan 2) terjadi selama intoksikasi zat atau penggunaan medikasi b) Intoksikasi zat adalah etiologi terkait dengan delirium



Komplikasi Gangguan stres akut dapat terjadi pada pasien yang sudah sembuh dari delirium, misalnya, pasien dapat seperti mengalami kembali gangguan persepsi. Disorientasi, psikosis, deprivasi tidur menyebabkan delirium dipersepsikan oleh pasien sebagai peristiwa yang sangat traumatik. Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan benzodiazepin, jangka pendek (misalnya lorazepam), pada pasien yang tetap cemas setelah deliriumnya membaik. 2.8. Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyakit pada pasien tersebut



Pengaruh atau efek samping dari berbagai jenis zat obat berbeda pada setiap orang dan bergantung pada beberapa faktor seperti jenis yang digunakan, jumlah atau dosis yang dipakai, frekuensi pemakaian, cara pemakaian (oral, inhalan, disuntuk, ditempel dan lainnya), beberapa obat lain yang digunakan bersamaan, pengalaman penggunaan sebelumnya, kondisi fisik saat sedang menggunakan, kepribadian, harapan terhadap efek obat tersebut dan suasana lingkungan.



Seperti pada kasus kemungkinan obat yang dikonsumsi adalah jenis sedasi hipnotik dimana keluhan yang ditimbulkan tergantung pada jumlah dosis yang dikonsumsi, dimana



dalam jumlah dosis yang besar dapat menginduksi tidur, pembiusan total dan apabila dosis lebih besar lagi dapat menyebabkan koma, depresi pernafasan dan kematian. Dan dalam konsumsi dosis paling rendah dapat menghilangkan respon fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran. Bila diberikan berulang kali dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan ketagihan dan ketergantungan.



Dimana diketahui bahwa golongan obat sedasi hipnotik merupakan benzodiazepine, barbiturate, dan zat mirip barbiturate. Benzodiazepine mempunyai batas aman untuk dikonsumsi, rasio dosis letal terhadap dosis efektif adalah 200 banding 1 atau lebih tinggi karena derajat depresi pernapasan yang minimal berhubungan dengan benzodiazepine. Apabila digunakan dalam jumlah besar atau lebih dari 2 gram yang biasa digunakan pada percobaan bunuh diri gejala yang timbul hanya mengatuk ringan, letargi, ataksia, depresi ringan pada TTV. Apabila benzodiazepine digunakan bersamaan dengan sedasi hipnotik lainnya seperti alkohol akan menimbulkan gejala yang lebih serius dapat menyebabkan kematian. Barbiturate dapat mematikan apabila dalam keadaann overdosis karena menginduksi depresi pernapasan. Dosis letal pada berbiturat tergantung pad acara pemberian dan derajat toleransi zat setelah riwayat penggunaan jangka panjang. Paling sering dosis yang digunakan rasio dosis letal dan dosis efektif antara 3 berbanding 1 sampai 30 berbanding 1. Ketergantungan biasanya dapat disebabkan menggunakan dosis harian 1,5 gram dan paling banyak 2,5 gram dalam sehari selama beberapa bulan.



2.9. Penatalaksanaan pada kasus di skenario



Pada kasus skenario kemungkinan pasien mengalami intoksikasi akut dengan delirium



Ketika di IGD dapat di tatalaksana berdasarkan Airway, Breathing, Circulation







Pertahankan jalan nafas, saluran nafas sebaiknya dibersihkan dari muntahan atau hambatan apapun jika ada, jika perlu dapat dipasang endotrakeal tube. Memperbaiki koma hipotensi, hipotermia jika ada.







Memberikan ventilasi dan pertukaran gas yang cukup. Perhatikan tanda – tanda aspirasi lambung, gas – gas toksik atau benda – benda asing.







Sirkulasi, memperbaiki dehidrasi secepatnya. Akses sirkulasi perifer secepatnya dan mulai resusitasi jika dibutuhkan. Monitoring ECG dan tekanan darah.







Memberikan activated charcoal. Kumbah lambung mungkin tidak bermanfaat jika lebih dari 30 tablet atau kapsul telah dimakan dalam 4 jam.







Efek toksik dari benzodiazepine sangat minimal sehingga sedikit perawatan dibutuhkan.



Tiga tujuan utama terapi delirium yaitu:



a. Mencari dan mengobati penyebab delirium (diperlukan pemeriksaan fisik yang cermat dan pemeriksaan penunjang yang adekuat. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, analisis gas darah, fungsi hati, dan fungsi ginjal, serta EEG atau pencitraan otak bila terdapat indikasi disfungsi otak). b. Memastikan keamanan pasien c. Mengobati gangguan perilaku terkait dengan delirium, misalnya agitasi psikomotor.



Jika kondisinya dalam toksisitas antikolinergik, penggunaan pisostigmin salisilat (Antrilirium) 1- 2 mg intravena (IV) atau intramuscular (IM) dengan dosis ulang dalam 15 sampai 30 menit, dapat diindikasikan.







Nonfarmakologis



Tatalaksana non farmakologis yang penting adalah memberikan dukungan fisik, sensorik, dan lingkungan. Dukungan fisik dibutuhkan agar pasien delirium tidak terjebak dalam situasi yang mencelakai dirinya sendiri. Pasien delirium sebaiknya tidak mengalami deprivasi sensorik maupun dirangsang secara berlebihan oleh lingkungan. Mereka biasanya akan terbantu dengan adanya teman atau saudara di ruangan yang sama atau orang yang biasa dekat dengannya. Orientasi yang teratur terhadap orang, tempat, dan waktu dapat membantu membuat pasien delirium merasa nyaman. Kondisi medis diperbaiki seoptimal mungkin. Sampai kondisi baik, pemantauan harus tetap dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan keselamatan pasien, termasuk observasi rutin, perawatan konsisten, menenangkan dengan penjelasan sederhana secara berulang.







Farmakologis



Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Pada skenario pasien tidak mengalami insomnia, jadi mungkin farmakologis untuk menangani gejala psikosisnya saja.



1- Obat yang cocok dari gejala psikosis adalah haloperidol, suatu obat antipsikotik golongan butyrophenone. Dosis tergantung pada usia, berat badan, dan kondisi fisik pasien, dosis awal dapat diberikan antara 2-10 mg IM, dan dapat diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau bentuk tablet dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi yaitu dengan sepertiga diberikan pada pagi hari dan dua pertiga diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dari dosis suntik. Dosis harian efektif total dari haloperidol kebanyakan berkisar antara 5-50 mg.



2- Droperidol (Inapsine) adalah suatu butyrophenone yang tersedia sebagai suatu formula intravena alternatif, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting dalam pengobatan ini. 3- Pemberian golongan fenotiazine sebaiknya dihindari karena dihubungkan dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna



Antidotum : Flumazenil, antagonis benzodiazepine. Flumazenil akan membalikkan depresan dari sistem saraf pusat, dan dapat juga digunakan untuk memastikan diagnosis dari kelebihan dosis benzodiazepine termasuk keracunan benzodiazepine yang disebabkan oleh depresi CNS pada pasien yang tidak terdiagnosa. Namun demikian, pemberiaan flumazenil dapat membangkitkan kejang pada keracunan kombinasi dari benzodiazepine dan antidepresan trisikik. Dosis dewasa 0,2 mg IV, diulang seperlunya hingga maksimum 3 mg. Jangan diberikan kepada pasien dengan seizure, ketergantungan benzodiazepine, atau overdosis trisiklik.



Bila pasien ada kejang, berikan diazepam 10-30 mg parenteral 2.10. Prognosis pada kasus di skenario



Prognosis baik berhubungan dengan status sosioekonomi tinggi, onset gejala yang tibatiba, tidak adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi medik non psikiatri yang menyertai. Pasien dengan prognosis terburuk, dengan atau tanpa pengobatan, memiliki masalah karakterologi sebelumnya, khusunya pasivitas yang menonjol; terlibat dalam kewajiban atau mendapatkan kompensasi finansial; menggunakan zat adiktif; dan memiliki riwayat nyeri yang lama.



BAB 3 KESIMPULAN



Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, bahwa gejala pada laki-laki, 23 tahun dengan keluhan mengantuk dan ingin tidur sepanjang hari. Pasien meminum obat yang membuatnya ingin tidur sepanjang hari dan sempat mengalami kejang. Diagnosis kelompok kami mengarah pada intoksikasi akut dengan delirium dan konvulsi , namun masih memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan diagnosis pasti.



DAFTAR PUSTAKA Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 11th ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2015. Tanto C. Kapita Selekta Kedokteran. IV. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. Pesola GR, Avasarala J. Bupropion seizure proportion among new-onset generalized seizures and drug related seizures presenting to an emergency department. J Emerg Med. 2002;22(3):235–9.



Reichert C, Reichert P, Monnet-Tschudi F, Kupferschmidt H, Ceschi A, Rauber-Lüthy C. Seizures after single-agent overdose with pharmaceutical drugs: Analysis of cases reported to a poison center. Clin Toxicol. 2014;52(6):629–34.



Finkelstein Y, Hutson JR, Freedman SB, Wax P, Brent J. Drug-induced seizures in children and adolescents presenting for emergency care: Current and emerging trends. Clin Toxicol. 2013;51(8):761–6.



Shadnia S, Brent J, Mousavi-Fatemi K, Hafezi P, Soltaninejad K. Recurrent Seizures in Tramadol Intoxication: Implications for Therapy Based on 100 Patients. Basic Clin Pharmacol Toxicol. 2012;111(2):133–6.



Mohamed F, Senarathna L, Percy A, Abeyewardene M, Cheng R, Azher S, et al. UKPMC Funders Group Author Manuscript Acute Human Self-Poisoning with the N-Phenylpyrazole Insecticide Fipronil – A GABA A -Gated Chloride Channel Blocker. Chem Res Toxicol. 2006;42(7):955–63.



Buck KJ, Hahner L, Sikela J, Harris RA. Chronic Ethanol Treatment Alters Brain Levels of γ‐ Aminobutyric AcidA Receptor Subunit mRNAs: Relationship to Genetic Differences in Ethanol Withdrawal Seizure Severity. J Neurochem. 1991;57(4):1452–5.



Grüne S. Anamnese und körperliche Untersuchung. Dtsch Medizinische Wochenschrift. 2016 Jan 1;141(1):24–7.



Medistudents. History Taking · Other Skills · OSCE Skills · Medistudents. 2018.



Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2017.



Maslim Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III, DSM-5, ICD-11. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya; 2019.



Sadock JB, Sadock AV, Ruiz P. KAPLAN & SADOCK’S Concise Textbook of Clinical Psychiatry.3th Edition.Philadelpia: LIPPINCOTT; 208. p 48-79



A. H. Assiediqie, "Pengaruh, Dampak dan Komplikasi Penggunaan NAPZA," http://yankes.kemkes.go.id/read-pengaruh-dampak-dan-komplikasi-penyalahgunaan-napza-6488.html, 18 Februari 2019. H. I. Kaplan, B. J. Sadock and J. A. Grebb, Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Tangerang: Binarupa Aksara, 2010.