Lapsus Aub M Karangasem Obgyn [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS



PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL



Oleh : I Dewa Ayu Putu Mas Narisuari 1302006010 I Gusti Bagus Teguh Pramana 1302006209



Pembimbing: dr. Wayan Indriani Eka Putri, M.Biomed, Sp.OG



DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DEPARTEMEN/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUD KARANGASEM 2018



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat-Nya maka laporan kasus dengan topik “Perdarahan Uterus Abnormal” ini dapat selesai pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di bagian



Ilmu Obstetri



dan Ginekologi



Fakultas



Kedokteran Universitas



Udayana/RSUD Karangasem. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada: 1.



dr. I Gede Parwata Yasa, Sp.OG selaku kepala KSM Obstetri dan Ginekologi RSUD Karangasem.



2.



dr. Wayan Indriani Eka Putri, M.Biomed, Sp.OG selaku pembimbing dan penguji laporan kasus ini.



3.



Dokter residen yang telah membantu dan membimbing kami dalam menulis laporan kasus ini.



4.



Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus. Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak



kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Karangasem, November 2018



Penulis



ii



DAFTAR ISI



Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3 2.1 Definisi .............................................................................................. 3 2.2 Patofisiologi ...................................................................................... 3 2.3 Klasifikasi Perdarahan Uterus Abnormal ......................................... 4 2.4 Diagnosis........................................................................................... 11 2.5 Penatalaksanaan ................................................................................ 14 BAB III LAPORAN KASUS .............................................................................. 16 3.1 Identitas Pasien ................................................................................. 16 3.2 Anamnesis ......................................................................................... 16 3.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................. 18 3.4 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 19 3.5 Usulan Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 20 3.6 Diagnosis Kerja ................................................................................. 20 3.7 Penatalaksanaan ................................................................................ 20 BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 21 BAB V SIMPULAN ............................................................................................ 24 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25



iii



BAB I PENDAHULUAN



Perdarahan uterus abnormal diartikan sebagai semua kondisi perdarahan abnormal yang berasal dari uterus. Pada perempuan usia reproduktif yang tidak sedang hamil kondisi seperti ini meliputi: perdarahan di antara periode siklus mentruasi, perdarahan pascasenggama, timbul bercak (spotting) sepanjang siklus menstruasi, perdarahan saat menstruasi yang lebih lama atau lebih banyak dari kondisi normal, serta tidak terjadinya siklus menstruasi atau jarak antar siklus mentsruasi yang sangat lama (amenorrhea). Perlu diketahui bahwa siklus mentruasi yang normal adalah 21-35 hari dengan durasi rata-rata 4.5-8 hari dan banyak darah yang keluar ≤80 ml per siklus (2-5 kali penggantian pembalut per hari). Di luar kriteria tersebut, perdarahan dapat dikatakan abnormal. Sementara pada perempuan yang sudah menopause, perdarahan yang terjadi pascamenopause dianggap abnormal. Perdarahan pascasanggama, selain pada perempuan usia reproduktif, perlu juga diwaspadai pada perempuan pascamenopause. Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) atau Abnormal Uterine Bleeding (AUB) merupakan variasi dari siklus menstruasi normal, termasuk perubahan dalam keteraturan dan frekuensi menstruasi serta dalam hal durasi atau jumlah kehilangan darah.1 International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) mengklasifikasikan PUA ke dalam sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim “PALM-COEIN”, yaitu berupa polip, adenomiosis, leiomioma, malignansi dan hiperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not yet classified.2 Keadaan ini merupakan hal yang paling banyak dikeluhkan oleh wanita. Pada awal usia remaja, 75% remaja mengalami keluhan perdarahan uterus abnormal dan dilaporkan angka kejadian sebesar 9 hingga 14% wanita antara menarche dan menopause2. Di Inggris, lebih dari 800.000 wanita mencari bantuan untuk PUA setiap tahunnya bersamaan dengan dampak langsung pada wanita dan keluarganya, ada biaya signifikan untuk ekonomi dan pelayanan kesehatan. Data dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2007 dan 2008 mendapatkan angka kejadian



1



perdarahan uterus abnormal adalah sebanyak 12,48% dan 8,8% dari seluruh kunjungan poli kandungan.4 Sebagian besar kasus PUA berhubungan dengan siklus menstruasi anovulatori, hal tersebut mengakibatkan remaja dan wanita perimenopause sangat rentan. Sekitar 20% dari individu yang terkena berada dalam kelompok usia remaja, dan 50% dari individu yang terkena berusia 40-50 tahun. Dari 400 wanita perimenopause, tipe pola perdarahan yang paling umum adalah menorrhagia (67,5%), dan patologi yang paling umum adalah hiperplasia endometrium sederhana tanpa atypia (31%).5 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmed di Lady Willingdon Hospital, Lahore, dari Agustus 2010 sampai Juli 2011 didapatkan sebanyak 2.109 perempuan atau sekitar 19,6% dari total 10.712 wanita yang mengunjungi klinik pasien rawat jalan ginekologi yang didiagnosis menderita perdarahan uterus abnormal. Kategorisasi PALM-COEIN dilakukan pada 991 (47%) kasus yang menunjukkan 30 (3%) menderita polip, 15 (15%) adenomiosis, 250 (25%) Leiomioma, 66 (6,6%) keganasan dan hiperplasia, 3 (0.3%) koagulopati , 236 (24%) disfungsi ovulasi, 48 (5%) endometritis, dan 53 (6%) iatrogenik. Sisanya 155 (15%) kasus yang tak terkategorikan.4 Diagnosis PUA ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (Ultrasound, MRI, Histeroskopi, atau Biopsi). Tatalaksana diberikan tergantung dari penyebab perdarahan. Secara umum, tatalaksana dapat berupa terapi medikamentosa dan terapi bedah. Terapi medikamentosa dapat berupa terapi non-hormonal (NSAID dan antifibrinolitik) dan terapi hormonal.1,6 Prognosis episode tunggal PUA umumnya baik, pasien yang mengalami episode berulang mungkin mengalami konsekuensi yang signifikan. Perdarahan uterus yang sering akan meningkatkan risiko anemia defisiensi besi. Stimulasi estrogenik yang tidak tertangani secara kronis pada lapisan endometrium meningkatkan risiko hiperplasia endometrium dan karsinoma endometrium. Manajemen yang tepat waktu dan tepat akan mencegah sebagian besar masalah ini.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan yang banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).2 Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang banyak atau sedikit, dan haid yang memanjang atau tidak beraturan1 a) Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya. b) Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan PUA akut. c) Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. 2.2 Patofisiologi Pasien dengan perdarahan uterus abnormal (PUA) kehilangan rangsangan endometrium siklik yang muncul dari siklus ovulasi. Akibatnya, pasien-pasien ini memiliki kadar estrogen konstan dan non-siklus yang menstimulasi pertumbuhan endometrium. Proliferasi tanpa peluruhan periodik menyebabkan suplai darah



3



endometrium untuk tumbuh dengan lebih banyak. Jaringan rusak dan mengelupas dari rahim. Penyembuhan berikutnya dari endometrium tidak teratur dan mengalami disinkronisasi. Stimulasi kronis oleh kadar estrogen yang rendah akan menghasilkan PUA ringan yang jarang. Stimulasi kronis dari tingkat estrogen yang lebih tinggi akan menyebabkan episode perdarahan berat yang sering terjadi.4



2.3 Klasifikasi Perdarahan Uterus Abnormal International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) tahun 2012 terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim “PALMCOEIN”: polip, adenomiosis, leiomyoma, Keganasan dan hiperplasia, koagulopati, Gangguan ovulasi, endometrium, iatrogenik, dan tidak diklasifikasikan (not yet Classified). 7 Secara umum, komponen dari kelompok PALM merupaka kelainan struktural yang terukur secara visual, dengan menggunakan teknik-teknik pencitraan, dan atau dengan menggunakan histopatologi sementara Sedangkan kelompok “COEIN” merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi).7 Sistem klasifikasi tersebut disusun berdasarkan pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih faktor penyebab PUA. Dengan pendekatan ini, diharapkan tata laksana untuk pasien dengan PUA dapat menjadi lebih komprehensif.1,2 a. Polip (PUA-P) Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA. Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas. Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi. Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium.5Kontribusi polip ke AUB bervariasi mulai dari 3,7% hingga 65%. Insiden polip seperti fibroid meningkat seiring bertambahnya usia dan kedua patologi sering ada, atau dugaan polip yang



4



divisualisasikan pada pemindaian ultrasound transvaginal (TV-USS) mungkin keliru untuk fibroid dan sebaliknya.3 b. Adenomiosis (PUA-A) Hubungan antara adenomiosis dan AUB masih belum jelas, khususnya yang berkaitan dengan variasi luas dalam diagnosis histopatologi yang mencerminkan variasi dalam kriteria yang digunakan dan juga ditingkatkan diagnosis radiologi. Adenomiosis ditandai dengan pembesaran rahim yang disebabkan oleh sisa ektopik dari endometrium baik kelenjar maupun stroma yang terletak dalam di miometrium. Sisa ini dapat tersebar di seluruh miometrium - adenomiosis difusa, atau mungkin membentuk nodul fokal yang berbatas tegas -adenomiosis fokal. Gejala yang sering ditimbulkan yakni nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik. Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan uterus abnormal. Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan endometrium pada hasil histopatologi. Adenomiosis dimasukkan ke dalam sistem klasifikasi berdasarkan pemeriksaan MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis adenomiosis. Dimana hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium. Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium ektopik pada jaringan miometrium.6 Biasanya, adenomiosis dikaitkan dengan bertambahnya usia dan dapat terjadi bersamaan dengan fibroid. Lebih lanjut, adenomiosis dapat menjadi fokal dan difus dan mungkin lebih sulit untuk menegakkan diagnosis jika fibroid juga ada.3 c. Leiomioma (PUA-L) Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos myometrium, menurut teori onkogenik maka pathogenesis mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dehydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniseluler. Transformasi neoplastic dari myometrium menjadi mioma melibatkan mutase somatic dari miometriu normal dan interaksi kompleks dari hormone steroid seks dan growth factor loka. Mutase somatic merupakan peristiwa awal dalam pertumbuhan tumor.



5



Tidak didapatkan bukti bahwa hormone estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun diketahui bahwa estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada myometrium sekitarnya. Hormone progesteron meningkatkan aktivitas mitotic dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. Gejala yang ditimbulkan berupa perdarahan uterus abnormal, penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan dinding abdomen. Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan penyebab tunggal PUA. Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni hubungan mioma uteri denga endometrium dan serosa lokasi, ukuran, serta jumlkah mioma uteri. Berikut adalah klasifikasi mioma uteri : 1) Primer yaitu ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri 2) Sekunder yaitu membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium (mioma uteri submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya. 3) Tersier yaitu klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural dan subserosum. d. Malignancy and hyperplasia (PUA-M) Kanker endometrium adalah keganasan ginekologi yang paling umum di dunia barat. Secara historis, kanker endometrium jarang terjadi pada wanita premenopause; Namun, dengan meningkatnya obesitas dan meningkatnya prevalensi sindrom metabolik, subset endokrin yang digerakkan dari keganasan endometrium telah meningkat secara nyata dalam frekuensi. Antara 1992-1994 dan 2009-2011, tingkat kanker uterus di Inggris telah meningkat sebesar 48%. Dengan reklasifikasi oleh WHO dari hiperplasia ke neoplasia intraepitelial endometrium, prevalensi saat ini penyakit premalignant tidak diketahui.8 Meskipun hiperplasia atipikal dan ganas relatif tidak umum namun merupakan penyebab potensial penting serta serta merupakan temuan yang terkait dengan AUB, sehingga harus dipertimbangkan pada hampir semua wanita usia reproduktif. Ketika hiperplastik premalignant atau proses ganas diidentifikasi



6



selama penyelidikan wanita usia reproduksi dengan AUB, itu akan diklasifikasikan sebagai AUB-M dan kemudian subklasifikasi menggunakan sistem WHO atau FIGO yang sesuai. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.2 Usia dan faktor risiko terhadap kanker endometrium merupakan dasar untuk evaluasi lebih lanjut pada perdarahan uterus abnormal, yaitu usia lebih dari 35 tahun, siklus anovulasi, obesitas, dan nulipara. Kanker endometrium jarang didapatkan pada perempuan usia 15-19 tahun dan risiko meningkat berdasarkan usia. Angka kejadian kanker endometrium meningkat dua kali pada kelompok usia 35-39 tahun, sehingga American College of Obstetricians and Gynecologist merekomendasikan evaluasi endometrium pada perempuan usia di atas 35 tahun yang mengalami PUA. Evaluasi endometrium dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi dan pengambilan sampel jaringan endometrium yang ditujukan kepada perempuan dengan risiko tinggi terhadap kanker endometrium serta kepada perempuan risiko rendah terhadap kanker endometrium yang tetap terjadi perdarahan setelah diberikan pengobatan medis.4



Gambar 1. Penanganan Malignancy dan Hyperplasia2 Diagnosis hiperplasia endometrium atipik ditegakkan berdasarkan penilaian histopatologi. Tanyakan apakah pasien menginginkan kehamilan, jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan Dilatasi & Kuretase dilanjutkan dengan pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-IUS selama 6 bulan. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan tindakan histerektomi merupakan pilihan. Biopsi



7



endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histologi pada akhir bulan ke-6 pengobatan, jika keadaan hiperplasia atipik menetap, lakukan histerektomi.2 e. Coagulopathy (PUA-C) Gangguan hemostasis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan uterus. Gejalanya berupa perdarahan uterus abnormal. Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik yang terkait dengan PUA. Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan hemostasis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand.2 f. Ovulatory Dysfunction (PUA-O) Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus. Gejalanya berupa perdarahan uterus abnormal. Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi. Dahulu termasuk dalam kriteria perdarahan uterus disfungsional (PUD). Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan haid banyak. Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium polikistik (SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan.2 Siklus anovulatori dapat berkontribusi pada PUA oleh efek estrogen yang tidak diimbangi pada endometrium yang menyebabkan proliferasi dan penebalan yang nyata yang mengakibatkan HMB bersama dengan frekuensi menstruasi yang berubah. Ini diamati pada usia reproduksi yang ekstrim. Namun, dampak pada HPO axis bersama dengan endokrinopati juga hadir. Yang terakhir termasuk sindrom ovarium polikistik (PCOS), hiperprolaktinemia, hipotiroidisme serta faktor-faktor seperti obesitas, anoreksia, penurunan berat badan, stres mental dan olahraga ekstrim. Biasanya, wanita dalam kelompok ini memiliki siklus menstruasi 38 hari atau memiliki variasi > 21 hari. Obat-obatan yang memengaruhi tingkat dopamin, dengan efek penunjangnya pada HPO axis, juga saat ini termasuk dalam kategori ini daripada PUA-I. Pada wanita dengan fibroid, disfungsi ovulasi yang bersamaan dapat memperberat menstruasi.3 Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi klinik perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi. Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada keadaan



8



oligomenorea. Bila dijumpai hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh hipotiroid maka kondisi ini harus diterapi. Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan pengambilan sampel endometrium. Bila tidak dijumpai faktor risiko untuk keganasan endometrium lakukan penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak. Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tata laksana infertilitas. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal dengan menilai ada atau tidaknya kontra indikasi terhadap pil kontrasepsi kombinasi (PKK). Bila tidak dijumpai kontraindikasi, dapat diberikan PKK selama 3 bulan. Bila dijumpai kontraindikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai 3 bulan siklus. Setelah 3 bulan dilakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan. Bila keluhan berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau di stop sesuai keinginan pasien. Bila keluhan tidak berkurang, lakukan pemberian PKK atau progestin dosis tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti atau dosis maksimal). Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek samping seperti sindrom pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma uteri. Pertimbangkan tindakan kuretase untuk menyingkirkan keganasan endometrium. Bila pengobatan medikamentosa gagal, dapat dilakukan ablasi endometrium, reseksi mioma dengan histeroskopi atau histerektomi. Tindakan ablasi endometrium pada perdarahan uterus yang banyak dapat ditawarkan setelah memberikan informed consent yang jelas pada pasien.2 g. Endometrial (PUA-E) Gangguan hemostastis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus. Gejalanya berupa perdarahan uterus abnormal. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid teratur. Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostasis lokal endometrium. Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan aktifitas fibrinolisis. Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau perdarahan yang berlanjut



9



akibat gangguan hemostasis lokal endometrium. Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada siklus haid yang berovulasi.2 Perdarahan uterus abnormal yang terjadi dalam konteks uterus yang normal secara struktural dengan siklus menstruasi yang teratur tanpa bukti koagulopati cenderung memiliki penyebab endometrium yang mendasari. Fungsi endometrium dalam konteks menstruasi dan gangguannya masih belum sepenuhnya dipahami dan tetap menjadi bidang penelitian ilmiah aktif, terutama kompleksitas urutan peristiwa yang dipicu oleh penarikan progesteron (karena kematian korpus luteum tanpa adanya kehamilan). Hipoksia, peradangan, hemostasis dan angiogenesis semuanya memainkan peran penting dalam peluruhan dan perbaikan tanpa bekas berikutnya dari lapisan atas fungsional endometrium.3 h. Iatrogenik (PUA-I) Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti penggunaan estrogen, progestin, atau AKDR. Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding (BTB). Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang dapat disebabkan oleh penyebab sebagai berikut : pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi, pemakaian obat tertentu seperti rifampisin, perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna antikoagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.2 i. Not Yet Classified (PUA-N) Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi. Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik (yang tidak dipresipitasi oleh IUD) atau malformasi arterivena, pseudoaneurisma endometrium, hipertrofi miometrial. Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA.2,3



2.4 Diagnosis Berdasarkan Himpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (2007) penegakan diagnosis didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.



10



a. Anamnesis Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan uterus, faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan berat badan yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya. Perlu ditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal. Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat kepatuhan dan obat-obat lain yang diperkirakan menggangu koagulasi.



b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan dengan kehamilan. Pemeriksaan IMT, tanda-tanda hiperandrogen,



pembesaran



kelenjar



tiroid



atau



manifestsi



hipotiroid/hipertiroid, galaktorea, gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa. Awalnya, lokasi perdarahan uterus harus dikonfirmasi karena perdarahan juga dapat berasal dari saluran reproduksi yang letaknya lebih rendah, sistem pencernaan, atau saluran kemih. Hal ini lebih sulit dilakukan jika tidak ada perdarahan aktif. Dalam situasi ini, urinalisis atau evaluasi guaiac feses mungkin membantu pemeriksaan fisik.



c.



Pemeriksaan ginekologi Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan. Teliti untuk kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia endometrium atau keganasan.



d. Penilaian ovulasi Siklus haid yang berovulasi sekitar 22-35 hari. Jenis perdarahan AUB-O bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea. Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum atau USG transvaginal bila diperlukan.



11



e.



Penilaian endometrium Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua pasien PUA. Pengambilan sample endometrium hanya dilakukan pada : 1) Perempuan umur > 45 tahun 2) Terdapat faktor risiko genetik 3) USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker endometrium. 4) Terdapat faktor risiko diabetes melitus, hipertensi, obesitas, nulipara 5) Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis kanker kolorektal.



f.



Penilaian kavum uteri Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma uteri submukosum. USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus dilakukan pada pemeriksaan awal PUA. Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum disarankan untuk melakukan SIS atau histeroskopi. Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan bersamaan.



g.



Penilaian miometrium Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau adenomiosis. Miometrium dinilai menggunakan USG (transvagina, transrektal dan abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI. Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI lebih ungguk dibandingkan USG transvaginal.



h. Pemeriksaan Laboratorium 1) Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik Keguguran, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Diperlukan juga skrining untuk gangguan koagulasi jika sebab yang jelas tidak dapat ditemukan. Yang termasuk adalah complete blood count dengan platelet count, partial



12



thromboplastin time, dan prothrombin time dan mungkin juga memeriksa tes spesial untuk penyakit von Willebrand. 2) Pemeriksaan Kultur Serviks dan Pap Smear Pemeriksaan



mikroskopik



dari



sekresi



serviks



diperlukan



jika



perdarahan dicurigai karena servisitis yang akan memperlihatkan gambaran sel darah merah dan neutrofil. Servisitis sekunder karena herpes simplex virus (HSV) juga dapat menyebabkan perdarahan dan diindikasikan untuk melakukan kultur secara langsung. Trikomoniasis juga dapat menyebabkan servisitis dan ektoserviks yang rapuh. Kanker serviks dan kanker endometrium dapat menyebabkan perdarahan yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan skrining Pap smear. 3)



Biopsi Endometrium



Pada



wanita



dengan



perdarahan



abnormal,



evaluasi



histologi



endometrium mungkin mengidentifikasikan lesi infeksi atau neoplastik seperti hiperplasia endometrium atau kanker. Terdapat perdarahan abnormal pada 80 sampai 90 persen wanita dengan kanker endometrium.



i.



USG Transvaginal sonografi memungkinkan evaluasi dari kelainan anatomi uterus dan endometrium.Selain itu, patologi dari miometrium, serviks, tuba, dan ovarium juga dapat dievaluasi. Modalitas investigasi ini dapat membantu dalam diagnosis polip endometrium, adenomiosis, leiomioma, anomali uterus, danpenebalan endometrium yang berhubungan dengan hiperplasia dan keganasan.



2.5 Penatalaksanaan 2.5.1



Penatalaksanaan Non-Bedah Target pengobatan untuk kondisi medis yang mendasari yang dapat



mempengaruhi siklus menstruasi, seperti hipotiroidisme, harus dimulai sebelum penambahan obat lainnya. Wanita yang ditemukan anemia karena perdarahan uterus abnormal harus segera diberikan suplementasi besi.



13



Perdarahan menstruasi yang berat dan teratur dapat diatasi dengan pilihan pengobatan hormonal dan non-hormonal. Perawatan non-hormonal seperti obat antiinflamasi non-steroid dan antifibrinolitik dikonsumsi selama menstruasi untuk mengurangi kehilangan darah, dan pengobatan ini efektif terutama saat perdarahan menstruasi yang berat ketika waktu perdarahan dapat diprediksi. Perdarahan yang tidak teratur atau berkepanjangan paling efektif diobati dengan pilihan terapi hormonal yang mengatur siklus menstruasi, karena mengurangi kemungkinan perdarahan menstruasi dan episode perdarahan berat. Progestin siklik, kontrasepsi hormonal kombinasi, dan levonorgesterelreleasing intrauterine system adalah contoh pilihan yang efektif dalam kelompok ini. Terapi medis juga berguna pada beberapa kasus untuk mengurangi kerugian menstruasi yang berhubungan dengan fibroid atau adenomiosis.



2.5.2 Penatalaksanaan Bedah Peran pembedahan dalam penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal membutuhkan evaluasi yang teliti dari patologi yang mendasari serta faktor pasien. Indikasi pembedahan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal adalah: a.



Gagal merespon tatalaksana non-bedah



b.



Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah (efek samping, kontraindikasi)



c.



Anemia yang signifikan



d.



Dampak pada kualitas hidup



e.



Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar, hyperplasia endometrium)



Pilihan tatalaksana bedah untuk perdarahan uterus abnormal tergantung pada beberapa faktor termasuk ekspektasi pasien dan patologi uterus. Pilihan bedahnya adalah : a.



Dilatasi dan kuretase uterus



14



b.



Hysteroscopic Polypectomy



c.



Ablasi endometrium



d.



Miomektomi



e.



Histerektomi



15



BAB III LAPORAN KASUS



3.1. Identitas Pasien Nama



: DNN



No. RM



: 021024



Umur



: 41 tahun



Jenis Kelamin



: Perempuan



Agama



: Hindu



Pendidikan



: SMP



Pekerjaan



: Swasta



Alamat



: Bd Lebah Culik Abang



Suku / Bangsa



: Bali / Indonesia



Status Perkawinan



: Menikah



Tanggal ke Poliklinik



: 14 November 2018



3.2. Anamnesis Keluhan Utama Perdarahan pervaginam Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUD Karangasem pada tanggal 14 November 2018 dengan keluhan perdarahan pervaginam yang dialaami sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan tersebut dikatakan terjadi sebenarnya sejak tahun 2015 tepatnya setelah pasien berhenti menggunakan KB. Pasien mengalami menstruasi 1-3 bulan sekali. Dalam sekalinya menstruasi, bisa terjadi selama 3-4 hari, dan bias juga terjadi kapanpun namun hanya dalam frekuensi yang lebih sedikit. Dalam kesehariannya ketika sedang tidak menstruasi, pasien juga mengeluhkan sering keluar darah sedikit-sedikit. Namun diwaktu tertentu saat pasien mengalami menstruasi, pasien mengeluarkan darah yang berwana merah kehitaman dan disertai gumpalan-gumpalan dengan volume yang sangat banyak. Dalam sehari bisa 5-6 kali mengganti pembalut. Pasien sebenarnya



16



telah mengalami gejala ini sejak 3 tahun lalu, Saat itu pasien hanya berfikiran karena efek samping dari KB hormonal yang ia pasang, namun setelah 3 tahun tidak menggunakannya lagi, keluhannya dikatakan menetap dan beberapa minggu terakhir sebelum berkunjung ke poliklinik, keluhan dikatakan memberat. Keluhan dikatakan pernah membaik dan berhenti setelah diberikan obat pil namun hanya berhenti beberapa minggu dan kemudian terjadi lagi. Kejadian dengan kronologis hampir serupa beberapa kali berulang hingga yang terakhir adalah sekitar 14 hari yang lalu. Keluhan keluar darah dari vagina ini dikatakan membaik ketika meminum obat pil yang diberikan oleh dokter namun hanya sementara dan akan kembali terjadi lagi, deras dan banyaknya darah yang keluar dikatakan tidak dipengaruhi oleh hal-hal tertentu. Keluhan penyerta yang terjadi dikatakan berupa rasa lemah, letih, dan pusing. Keluhan-keluhan tersebut terjadi semenjak perdarahan mulai terjadi lagi. Keluhan dikatakan terjadi tidak menentu dan dikatakan cukup mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Keluhan membaik jika minum obat yang diberikan dokter namun memburuk jika perdarahan yang terjadi semakin banyak. Keluhan lainnya seperti kemerahan pada kulit kepala, leher, dan dada, perasaan panas, berkeringat banyak, gangguan emosional, nyeri haid, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri panggul, darah sukar berhenti ketika luka, tumbuh rambut di tempat yang tidak normal, jerawat, rambut rontok, keluar cairan dari payudara, berat badan meningkat, detak jantung melambat, serta lebih sensitif terhadap cuaca dingin disangkal oleh pasien.



Riwayat Menstruasi Pasien mengalami haid pertama kali pada usia 13 tahun dengan siklus yang tidak teratur setiap bulannya. Lamanya haid dalam 1 periode yaitu 5 - 6 hari dengan frekuensi mengganti pembalut > 4 kali per hari (>80 ml). Pasien tidak memiliki keluhan saat haid seperti nyeri haid yang berlebihan.



17



Riwayat Perkawinan Pasien menikah sebanyak 1 kali pada usia 29 tahun dan pernikahannya telah berlangsung selama 18 tahun. Riwayat Obstetri Pasien



pernah



hamil



2



kali,



anak



pertama



lahir



tahun



2001/aterm/spontan/laki-laki/BBL 3100/hidup, anak kedua lahir tahun 2007/aterm/section caesarean/perempuan/BBL 2800 gram/hidup.



Riwayat Penggunaan Kontrasepsi Pasien pernah menggunakan alat kontrasepsi dalam lahir (AKDR) pada tahun 2001 selama 3 tahun. KB suntik setelah hamil yang kedua pada tahun 2007.



Riwayat Penyakit Terdahulu Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, asma, ginjal, dan hati. Pasien juga menyangkal adanya alergi pada obat atau makanan tertentu.



Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang memiliki penyakit yang sama seperti pasien. Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, asma, ginjal, dan hati pada keluarga juga disangkal. Riwayat alergi pada obat atau makanan tertentu pada keluarga juga disangkal.



Riwayat Sosial dan Penyakit Keluarga Pasien sehari-hari bekerja sebagai pegawai spa dan sehari-hari bekerja kurang lebih 9 jam, dan suaminya merupakan seorang pedagang. Pasien tinggal bersama kedua anaknya.



Pasien dan suaminya tidak memiliki riwayat



merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol. Pasien menggunakan jaminan kesehatan nasional selama dirawat di rumah sakit.



18



3.3. Pemeriksaan Fisik Status Present Keadaan Umum



: Baik



Kesadaran



: Compos Mentis (E4V5M6)



Tekanan Darah



: 120/70 mmHg



Nadi



: 86x/menit



Respirasi



: 16x/menit



Suhu Aksila



: 36,5C



Berat Badan



: 48 kg



Tinggi Badan



: 158 cm



IMT



: 19,22 kg/m2



Status General Mata



: Anemia +/+, ikterus -/-, isokor +/+



Leher



: Pembesaran KGB (-)



THT



: Kesan tenang



Thoraks



: Cor Pulmo



: S1S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-



Hepar



: Tidak teraba membesar



Lien



: Tidak teraba membesar



Ekstremitas



: Edema (-), akral hangat +/+



Status Ginekologi Abdomen



: Bekas luka operasi di midline (+), distensi (-), bising usus (+)



Vagina Inspekulo : Fluksus (+), fluor (-), pembukaan (-), porsio licin, massa (-) VT



: Fluksus (+), fluor (-), pembukaan (-), porsio licin, corpus uteri retrofleksi bentuk dan konsistensi normal, CD bulging (-), massa (-/-), nyeri (-/-)



19



3.4. Pemeriksaan Penunjang USG-TVS (14/11/2018) : Blass isi cukup, tampak uterus AF ukuran 7,31 x 4,31 cm, ET 0,9 cm. 3.5. Usulan Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap Urine Lengkap



3.6. Diagnosis Kerja PUA-M



3.7. Penatalaksanaan Pasien poliklinis, kontrol ulang ke Poliklinik Kebidanan dan Kandungan untuk evaluasi dan pemeriksaan lebih lanjut.. Terapi



: Asam Traneksamat 3x500 mg, Asam Mefenamat, 3x500 mg, Primolut N 3x5mg, Sulfas Ferosus 2 x 300 mg.



Planning Diagnostic



: Pro Dilatasi dan Kuretase, Pemeriksaan Histopatologi



Monitoring



: Keluhan, tanda vital, tanda-tanda syok.



KIE



: Hasil pemeriksaan, diagnosis, planning diagnostic, rencana terapi, komplikasi, serta prognosis.



20



BAB IV PEMBAHASAN



Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien, 47 tahun, datang ke Poliklinik Kebidanan dan Kandungan dengan keluhan menstruasi tidak teratur. Keluhan terjadi sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengalami menstruasi 1-3 bulan sekali selama 3-4 hari. Darah yang keluar berwana merah kehitaman dan terkadang disertai gumpalan-gumpalan. Darah dikatakan keluar terus menerus setiap hari, dalam sehari bisa 5-6 kali mengganti pembalut. Pasien sebenarnya telah mengalami gejala menstruasi yang tidak teratur sejak tahun 2015 ketika pasien berhenti menggunakan kontrasepsi hormonal. Keluhan keluar darah dari vagina ini dikatakan membaik ketika meminum obat pil yang diberikan oleh dokter namun hanya sementara dan akan kembali terjadi lagi, deras dan banyaknya darah yang keluar dikatakan tidak dipengaruhi oleh hal-hal tertentu. Keluhan penyerta yang terjadi dikatakan berupa rasa lemah, letih, dan pusing. Pasien pernah hamil 2 kali (1 lahir normal dan 1 melalui section cesaria). Pasien pernah menggunakan AKDR dan kontrasepsi hormonal. Pemeriksaan fisik dari status present dalam batas normal dan dari status general ditemukan konjungtiva yang anemis. Status ginekologi dari pemeriksaan inspekulo dan VT ditemukan fluksus. Pemeriksaan penunjang USG TVS didapatkan blass isi kosong, tampak uterus AF ukuran 7,31 x 4,31 cm, ET 0,9 cm. Secara teori, perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan yang banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), membagi 9 kategori utama PUA yang disusun sesuai dengan akronim “PALM-COEIN” yakni : polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not yet classified. Pasien pada kasus didiagnosis sebagai PUA-M, PUA-M adalah pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium, dimana dari pemeriksaan USG TVS pasien ditemukan uterus uterus AF ukuran 7,31 x 4,31 cm, ET 0,9 cm. Gejalanya berupa perdarahan uterus abnormal, dimana dari anamnesis pasien mengatakan



21



menstruasi tidak teratur. Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan merupakan penyebab penting PUA. Usia dan faktor risiko terhadap kanker endometrium merupakan dasar untuk evaluasi lebih lanjut pada perdarahan uterus abnormal, yaitu usia lebih dari 35 tahun (pasien kasus berusia 47 tahun), siklus anovulasi, obesitas, dan nulipara. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Pada kasus pasien tidak didagnosis dengan jenis PUA lainnya karena tidak ditemukan manifestasi yang menjurus ke arah tersebut, misalnya tidak ditemukan lesi lunak pada lapisan endometrium baik bertangkai maupun tidak (PUA-P). Tidak ditemukan nyeri haid, nyeri saat sanggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik, Hasil USG tidak menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada miometrium dan hipertrofi miometrium (PUA-A). Tidak ditemukan pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium, penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada dinding abdomen. (PUA-L). Tidak ditemukan kelainan hemostasis sistemik seperti von Willebrand (PUA-C). Tidak ditemukan beberapa keadaan yang bisa memicu kegagalan ovulasi seperti sindrom ovarium polikistik (SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan (PUA-O). Tidak ditemukan perdarahan uterus abnormal yang terjadi dalam konteks uterus yang normal secara struktural dengan siklus menstruasi yang teratur tanpa bukti koagulopati (PUA-E). Tidak didapatkan penggunaan estrogen, progestin, atau AKDR, pemakaian obat tertentu seperti rifampisin, antikoagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) (PUA-I). Tidak ditemukan kelainan berupa endometritis kronik (yang tidak dipresipitasi oleh IUD) atau malformasi arteri-vena, pseudoaneurisma endometrium, hipertrofi miometrial yang belum jelas kaitannya dengan PUA (PUA-N). Pasien pada kasus diberikan terapi asam traneksamat 3x500 mg, asam mefenamat 3x500 mg, primolut N 3x5 mg, sulfas ferosus 2 x 300 mg. Pasien juga direncakan untuk dilakukan Dilatasi dan kuretase serta pemeriksaan histopatologi. Secara teori, pilihan terapi untuk PUA dapat berupa obat non-hormonal dan hormonal, obat non-hormonal adalah seperti NSAID dan antifibrinolitik, sedangkan obat hormonal dapat berupa kontrasepsi hormonal kombinasi, levonorgestrel-



22



releasing intrauterine system, oral progestins (long phase, hari 5-26), depotmedroxyprogesterone acetate, danazol, GnRH-agonists. Pasien diberikan asam mefenamat yang merupakan salah satu obat golongan NSAID, obat NSAID mengurangi produksi prostaglandin total melalui penghambatan siklo-oksigenase, menggeser



keseimbangan



antara



prostaglandin



dan



tromboksan



untuk



menyebabkan vasokonstriksi uterus. Pasien juga diberikan asam traneksamat, asam traneksamat adalah agen antifibrinolitik (atau inhibitor aktivator plasminogen) yang secara reversibel berikatan dengan plasminogen sehingga mengurangi degradasi fibrin lokal tanpa mengubah parameter koagulasi darah. Pada pasien diberikan pula Primolut N yang merupakan oral progestin, sekitar 50% wanita dengan siklus yang tidak teratur akan mencapai keteraturan menstruasi dengan rejimen ini, dengan manfaat tambahan untuk melindungi endometrium dari efek estrogen. Secara teori, penanganan PUA-M dimulai dengan menanyakan apakah pasien menginginkan kehamilan, jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan dilatasi & kuretase dilanjutkan dengan pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-IUS selama 6 bulan. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan tindakan histerektomi merupakan pilihan. Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histologi pada akhir bulan ke-6 pengobatan, jika keadaan hiperplasia atipik menetap, lakukan histerektomi. Pada pasien ini direncakan untuk dilakukan dilatasi dan kuretase yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi. Berdasarkan teori, dilatasi dan kuretase dilakukan jika ada kecurigaan keganasan dan kegagalan dengan terapi medikamentosa.



23



BAB V SIMPULAN



Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan yang banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Kategori PUA dibagi menjadi 9 kategori utama oleh FIGO yaitu “PALM-COEIN”. Definisi PUA-M adalah pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium. PUA-M adalah pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium. Penanganan PUA-M dapat dilakukan melalui dilatasi & kuretase dilanjutkan dengan pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-IUS selama 6 bulan. Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histologi pada akhir bulan ke-6 pengobatan, jika keadaan hiperplasia atipik menetap, lakukan histerektomi. Pasien DNN, pasien, 47 tahun, datang ke Poliklinik Kebidanan dan Kandungan dengan keluhan menstruasi tidak teratur. Keluhan terjadi sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengalami menstruasi 1-3 bulan sekali selama 3-4 hari. Darah yang keluar berwana merah kehitaman dan terkadang disertai gumpalangumpalan. Darah dikatakan keluar terus menerus setiap hari, dalam sehari bisa 56 kali mengganti pembalut. Pasien sebenarnya telah mengalami gejala menstruasi yang tidak teratur sejak tahun 2015 ketika pasien berhenti menggunakan kontrasepsi hormonal. Keluhan keluar darah dari vagina ini dikatakan membaik ketika meminum obat pil yang diberikan oleh dokter namun hanya sementara dan akan kembali terjadi lagi, deras dan banyaknya darah yang keluar dikatakan tidak dipengaruhi oleh hal-hal tertentu. Keluhan penyerta yang terjadi dikatakan berupa rasa lemah, letih, dan pusing. Pasien pernah hamil 2 kali (1 lahir normal dan 1 melalui section cesaria). Pasien pernah menggunakan AKDR dan kontrasepsi hormonal. Pemeriksaan fisik dari status present dalam batas normal dan dari status general ditemukan konjungtiva yang anemis. Status ginekologi dari pemeriksaan inspekulo dan VT ditemukan fluksus. Pemeriksaan penunjang USG TVS didapatkan blass isi kosong, tampak uterus AF ukuran 7,31 x 4,31 cm, ET 0,9 cm.



24



DAFTAR PUSTAKA



1. Rowe T, Senikas V, Pothier M, dkk. Abnormal Uterine Bleeding in PreMenopausal Women. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada, 35(5). 2013. 2. Baziad A, Hestiantoro A, Wiweko B, Sumapradja K. Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Abnormal. Aceh : Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2012. 3. Whitaker L dan Critchley H. Abnormal Uterine Bleeding. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology xxx, 1-12. 2015. 4. Anwar M, Baziad A, Prabowo RP. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011. 5. Behera MA dan Lucidi RS. Abnormal (Dysfunctional) Uterine Bleeding. 2017. Tersedia dalam : https://emedicine.medscape.com/article/257007overview (diakses 31 Oktober 2018). 6. RSUP Sanglah. Prosedur Praktik Klinis SMF Obstetri & Ginekologi. Denpasar : RSUP Sanglah Denpasar SMF Obstetri & Ginekologi. 2015. 7. ACOG committee opinion No. 349, November 2006: Menstruation in girls and adolescents: using the menstrual cycle as a vital sign. American College of Obstetricians & Gynecologists. Obstet Gynecol. 2006;108(5):1323-8. 8. Kadir RA, Economides DL, Sabin CA, et al. Frequency of inherited bleeding disorders in women with menorrhagia. Lancet 1998;31:485-9. 9. Critchley HO, Maybin JA. Molecular and cellular causes of abnormal uterine bleeding of endometrial origin. Semin Reprod Med 2011;29:40-9. 10. Kouides PA, Conard J, Peyvandi F, et al. Hemostasis and menstruation: appropriate investigation for underlying disorders of hemostasis in women with excessive menstrual bleeding. Fertil Steril 2005;84:134-51.



25