Lapsus Hipermetropi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS HIPERMETROPI, ASTIGMATISMA, PRESBIOPI



Disusun Oleh : Widi Hadi Siswanto 1810221002 Pembimbing : dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M



KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KESEHATAN MATA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA PERIODE 30 SEPTEMBER 2019- 02 NOVEMBER 2019



1



LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN KASUS



HIPERMETROPI, ASTIGMATISMA, PRESBIOPI



Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa



Disusun Oleh : Widi Hadi Siswanto 1810221002



Ambarawa,



Maret 2020



Telah dibimbing dan disahkan oleh,



Pembimbing,



(dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M)



2



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehendak-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Hipermetropi, Astigmatisma, Presbiop”. Laporan Kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata. Penyusunan makalah ini terselesaikan atas bantuan dan kerjasama dari banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Retno Wahyuningsih Sp.M selaku pembimbing dan seluruh teman kelompok stase Ilmu Penyakit Mata atas kerjasamanya selama penyusunan makalah ini. Makalah ini tak lepas dari banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak lainnya.



Ambarawa,



Maret 2020



Penulis



3



BAB I LAPORAN KASUS II.1 Identitas Penderita Nama



: Ny. SC



Umur



: 50 tahun



Jenis Kelamin



: Perempuan



Suku



: Jawa



Agama



: Islam



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Alamat



: Bajangan



Tanggal Pemeriksaan



: 27 Feruari 2020



Nomor RM



: 013xxx-2020



II.2 Autoanamnesis (27 Februari 2020) 1. Keluhan Utama : Penglihatan buram pada kedua mata 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poliklinik mata RS Polri dengan keluhan penglihatan saat membaca tulisan dalam jarak dekat dirasakan semakin buram sejak 1 bulan sebelum datang ke poli mata RSUD Ambarawa. Pasien juga mengatakan mata sering terasa lelah dan kepala terasa pusing saat harus membaca tulisan huruf kecil dalam jarak dekat. Pasien sebelumnya sudah pernah menggunakan kacamata namun 1 bulan terakhir ini tidak digunakan dengan alasan kacamata terasa tidak nyaman lagi. Pasien menyangkal pernah mengalami bentura atau trauma pada kedua mata. Keluhan mata merah (-), nyeri (-), gatal (-), silau (-), Pasien juga menyangkal keluhan penglihatan berawan, penglihatan ganda, melihat gambaran pelangi (halo), penglihatan berkurang pada saat cahaya redup, bila berjalan suka menabrak, dan pasien tidak merasakan salah satu matanya terasa berat, atau kepala nyeri sebelah.



4



3. Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan : 



Riwayat menggunakan kacamata (+) sejak tahun 2016







Riwayat hipertensi (+) kontrol rutin di Penyakit Dalam







Riwayat diabetes melitus disangkal







Riwayat mengalami benturan atau trauma benda lain disangkal







Riwayat alergi obat dan makanan disangkal







Riwayat pakai lensa kontak disangkal







Riwayat operasi mata disangkal



4. Riwayat Penyakit Keluarga dan Sosial: 



Riwayat keluarga dengan sakit yang sama disangkal







Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal







Riwayat penyakit hipertensi disangkal



II.3 Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan Umum



: Tampak sakit ringan



Kesadaran



: Compos Mentis, GCS E4M6V5



Tekanan darah



: 110/70 mmHg



Nadi



: 82 kali/menit



Laju Pernafasan



: 20 kali/menit



Suhu



: 36,5 o C



Kepala



: Mesosefal



Leher



: KGB tak teraba membesar



Jantung



: Tidak ada kelainan



Paru



: Tidak ada kelainan



Abdomen



: Tidak ada kelainan



Ekstremitas



: Tidak ada kelainan



5



II.4 Pemeriksaan Fisik Khusus Status Lokalis Mata (Status Opthalmicus)



Oculi Dextra



Oculi Sinistra



6



OD Visus



Sebelum



OS



6/15



6/10



S + 0.50 C – 0.75 A 45o



S+1.25



Koreksi



Visus



Kacamata



Koreksi



C



–1.00



A135o 6/7



6/7



Addisi +1.75



+1.75



Jaeger 20



Jaeger 20



N/ palpasi



N/ palpasi



Jaeger Gerakan bola mata



Tekanan



intra



okular Kedudukan



bola



Ortofori



mata Palpebra superior



Tenang



Tenang



Palpebra inferior



Tenang



Tenang



Konjungtiva



Tenang



Tenang



Tenang



Tenang



Tenang



Tenang



tarsalis superior Konjungtiva tarsalis inferior Konjungtiva bulbi



7



Kornea



Jernih



Jernih



Bilik mata depan



Dalam, jernih



Dalam, jernih



Pupil



Bentuk bulat berada di



Bentuk bulat berada di



sentral



sentral regular, RCL



regular,



RCL



(+)/ RCTL (+), diameter



(+)/



3mm



diameter 3mm



Berwarna coklat, kripti



Berwarna



(+)



kripti (+)



Lensa



Jernih



Jernih



Funduskopi



Tidak di lakukan



Tidak di lakukan



Iris



RCTL



(+), coklat,



II.6 Diagnosis Kerja Hipermetropia, Astigmatisme, Presbopi II.7 Tatalaksana 1.



Nonfarmakologi : a. Menjelaskan



bahwa



penglihatan



kaburnya



disebabkan



kelainan



pembiasan pada mata dan salah satunya dipengaruhi oleh usia. b. Mengistirahatkan mata c. Menjelaskan bahwa keluhan ini tidak bisa sembuh d. Koreksi dengan pemakaian kaca mata bifokal dengan S + 0.50 C – 0.75 A 45o untuk OD dan S+1.25 C –1.00 A135o untuk OS ditambah dengan add +1.75 D untuk ODS



II.8 Prognosis Quo ad vitam



: ad bonam



Quo ad functionam



: ad bonam



Quo ad sanationam



: ad bonam



8



Quo ad cosmeticam



: ad bonam



9



BAB III TINJAUAN PUSTAKA



A. Anatomi Refraksi Mata



Gambar 1. Anatomi Mata



Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, vitreous humor (badan kaca), dan panjang bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.1







Kornea Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening



mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:



10



1. Epitel 



Tebalnya 50 Mikrometer, terdiri atas 5 lapisan sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapisan sel basal, sel poligonal dan sel gepeng







Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.







Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.







Epitel berasal dari ektoderm permukaan



2. Membran Bowman 



Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma







Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi



3. Stroma 



Menyusun 90% ketebalan kornea







Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma



4. Membran Descemet 



Merupakan membran asellular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya



11







Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyait tebal 40 mikrometer



5. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 mikrometer. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea, endoel tidak mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar, masuk kornea.



Gambar 2. Anatomi Kornea







Aqueous Humor (Cairan Mata) Aqueous Humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,



keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan menganggu lewatnya cahaya fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena



12



sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler dimana keadaan ini dikenal sebagai galukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang, ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.2 



Lensa Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa



di dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional fetal, dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedang dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula zinn yang menggantukan lensa diseluruh ekuatronya pada badan siliar. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: 



Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung







Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan







Terletak di tempatnya Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:







Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia







Keruh atau yang disebut katarak



13







Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi



Gambar 3. Anatomi Lensa







Vitreous Humor (Badan Kaca)







Vitreous humor merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang



terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi vitreous humor sama dengan fungsi aqueous humor, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Vitreous humor melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata, pars plana dan papil saraf optik. Kebeningan vitreous humor disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Panjang Bola Mata Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. Panjang bola mata yaitu diukur dari permukaan anterior kornea dengan retina sensoris, dan dinyatakan dalam satuan mm. Mempunyai nilai normal yaitu 22-24,5 mm.3



B. Fisiologi Refraksi Cahaya Sinar / cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paket-paket energi mirip partikel yang dinamai foton yang berjalan dalam



14



bentuk gelombang. Jarak antara dua puncak gelombang dikenal sebagai panjang gelombang. Panjang gelombang dalam spektrum elektromagnetik berkisar dari 10 14



m hingga 104 m. Foto reseptor di mata hanya peka terhadap panjang gelombang



antara 400 dan 700 nanometer. Karena itu cahaya tampak hanyalah sebagian kecil dari spektrum elektromagnetik total. Gelombang cahaya mengalami divergensi (memancar keluar) ke semua arah dari setiap sumber cahaya. Gerakan maju suatu gelombang cahaya dalam arah tertentu dikenal sebagai berkas cahaya. Berkas cahaya divergen yang mencapai mata harus dibelokkan ke dalam agar dapat difokuskan kembali ke suatu titik (titik fokus) di retina peka cahaya agar diperoleh bayangan akurat sumber cahaya (Gambar 4).2



Gambar 4. Pemfokusan Berkas Sinar Divergen



Sinar berjalan lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan misalnya air dan kaca. Arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai permukaan medium baru dalam sudut yang tidak tegak lurus. Berbeloknya berkas sinar dikenal sebagai refraksi (pembiasan). Pada permukaan lengkung seperi lensa, semakin besar kelengkungan, semakin besar derajat pembelokan dan semakin kuat lensa. Ketika suatu berkas mengenai permukaan lengkung suatu benda dengan densitas lebih besar ,maka arah refraksi bergantung pada sudut kelengkungannya. Permukaan konveks (cembung) menyebabkan konvergensi berkas sinar, membawa berkas-berkas tersebut lebih dekat satu sama lain (Gambar 5). Karena konvergensi penting untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus, maka permukaan refraktif mata berbentuk konveks. Permukaan konkaf (cekung) membuyarkan berkas sinar (divergensi) (Gambar 6).



15



Gambar 5. Lensa dengan permukaan konveks



Gambar 6. Lensa dengan permukaan konkaf



Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel batang dan sel kerucut, sel fotoreseptor retina. Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik untuk ditransmisikan ke SSP. Bagian saraf dari retina terdiri dari tiga lapisan sel peka rangangan: (1) Lapisan paling luar (dekat dengan koroid) mengandung sel batang dan sel kerucut, yang ujung-ujung peka cahayanya menghadap ke koroid, (2) lapisan tengah, mengandung sel bipolar, (3) lapisan dalam, mengandung sel ganglion. Aksonakson sel ganglion menyatu untuk membentuk saraf optik, yang keluar dari retina tidak tepat dari bagian tengah. Titik di retina tempat saraf optik keluar dan pembuluh darah berjalan disebut diskus optikus. Bagian ini sering disebut sebagai blind spot (bintik buta) (Gambar 1); tidak ada bayangan yang dapat dideteksi di bagian ini karena tidak adanya sel kerucut dan sel batang.



16



Sinar harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di semua bagian retina kecuali di fovea. Di fovea, yaitu cekungan yang terletak tepat ditengah retina, lapisan sel ganglion dan bipolar tersisih ke tepi sehingga cahaya langsung mengenai fotoreseptor. Gambaran ini, disertai oleh kenyataan bahwa hanya sel kerucut (dengan ketajaman atau kemampuan diskriminatif yang lebih besar daripada sel batang) ditemukan pada bagian ini, menyebakan fovea menjadi titik dengan penglihatan yang paling jelas. Pada kenyataan, fovea memiliki konsentrasi sel kerucut tertinggi di retina. Daerah tepat di sekitar fovea, makula lutea juga memiliki konsentrasi sel kerucut yang tinggi dan ketajaman lumayan. Namun, ketajaman makula lebih rendah daripada fovea, karena adanya lapisan sel ganglion dan bipolar di atas makula.



C. Akomodasi Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Otot soliris adalah suatu cincin melingkar otot polos yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium. Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menegang, dan ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif. Sewaktu otot ini berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada ligamentum suspensorium berkurang. Ketika tarikan ligamentum suspensorium pada lensa berkurang, lensa menjadi lebih bulat karena elastisitas inherennya. Meningkatnya kelengkungan karena lensa menjadi lebih bulat akan meningkatkan kekukatan lensa dan lebih membelokkan berkas sinar. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa menggepeng untuk melihat jauh, tetapi otot ini berkontraksi agar lensa menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom, dengan stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi dan stimulasi parasimpatis menyebabkannya berkontraksi. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat



17



benda makin kuat harus berakomodasi (mencembung).1,2 Mata akan berakomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terusmenerus walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan fungsi akomodasi yang baik. Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat berkurangnya



Gambar 8. Mata berpenglihatan dekat (Miopia)



18



Gambar 9. Mata berpenglihatan jauh (Hiperopia)



D. Tajam Penglihatan atau Visus



Gambar 10. Snellen Chart



Visus adalah perbandingan jarak seorang terhadap huruf optotip Snellen yang masih bisa ia lihat jelas dengan jarak seharusnya yang bisa dilihat mata normal. Baik buruknya visus ditentukan oleh alat optik, sel-sel reseptor cahaya di retina, lintasan visual, dan pusat penglihatan serta pusat kesadaran. Fakta emperis



19



menunjukan bahwa mata kita bisa melihat sesuatu pada jarak tertentu; jari bisa dilihat jelas hingga jarak 60 meter, lambaian tangan hingga 300 meter, cahaya jauh tak terhingga.1 Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Penglihatan dapat dibagi menjadi penglihatan sentral dan perifer. Ketajaman penglihatan sentral diukur dengan memperlihatkan objek dalam berbagai ukuran yang diletakkan pada jarak standart mata, misalnya kartu Snellen. Sedangkan penglihatan perifer yaitu kemampuan menangkap adanya benda, gerakan, atau warna objek diluar garis langsung penglihatan. Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari) ataupun proyeksi sinar. Kartu Snellen ditentukan dengan melihat kemampuan mata membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan normal. Pada keadaan ini mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut. Pemeriksaan tajam pengihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca mata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri dan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Dengan kartu Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan seseorang, seperti: 



Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter







Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30



20







Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter







Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter







Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatannya 3/60, dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60 yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter







Orang normal dapat melihat lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambangan tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adlaah 1/300 Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~, sedangkan orang normal dapat meihat adanya sinar pada jarak tak berhingga







Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi yang disebabkan oleh banyaknya berkas sinar tak terfokus yang masuk ke pupil dan mencapai retina sehingga mengakibatkan terbentuknya bayangan yang tidak terfokus tajam, maka dilakukan uji pinhole yang bertujuan untuk mencegah sebagian besar berkas tak terfokus yang memasuki mata. Hanya sejumlah kecil berkas sejajar-sentral yang bisa mencapai retina sehingga dihasilkan bayangan yang lebih tajam. Bila dengan uji pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun. E. Pemeriksaan Refraksi



21



Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik.



F. Optotipi Snellen Visus adalah jarak kemampuan melihat atau ketajaman penglihatan seseorang, yang dinilai sebelum dan sesudah koreksi dengan cara menilai kemampuan melihat optotipi atau menghitung jari atau gerakan tangan.  Jarak pemeriksaan sebaiknya adalah 6 meter  Tajam peglihatan diperiksa satu persatu, mata kanan lebih dahulu kemudian mata kiri  Tajam penglihatan dinyatakan dengan: Pembilang Penyebut  Visus 6/6 pada jarak 6m dapat melihat huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 6m  Visus 6/10 - pada jarak 6m hanya dapat melihat huruf yang seharusnya dapat dilihat pada jarak 10m.  Hitung jari digunakan bila visus kurang dari 6/60, pada orang normal jari dapat dilihat terpisah jarak 60m  Visus 1/60 - hanya dapat menghitung jari pada jarak l meter.  Bila tidak dapat melihat jari pada jarak l m, maka dilakukan dengan cara uji lambaian tangan.  Visus 1/300 - hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak l m.  Bila lambaian tangan juga tidak terlihat, dilakukan penilaian dengan pen light pada mata pasien (light perception). Pada orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tak terhingga.  Visus l/∞ - hanya dapat melihat gelap dan terang saja.  Bila pasien tidak dapat mengenali adanya sinar, maka dikatakan penglihatanya adalah 0 (nol) atau buta total.



22



Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland. Retinoskopi dilakukan saat akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh melihat ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak membutuhkan daya akomodasi. Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi mata pasien istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum usia 5 tahun. Pada usia 20 – 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan kelainan, maka pemeriksaan mata perlu dilakukan setiap 1 – 2 tahun. Setelah usia 50 tahun, pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.



F. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Dekat3 Pemeriksaan ini dapat dilakukan apabila seorang pasien mempunyai keluhan penglihatan dekat terutama saat membaca. Untuk dapat melakukan pemeriksaan dekat harus dilakukan pemeriksaan dan koreksi penglihatan jauh. Seorang pasien yang memerlukan lensa kacamata untuk membaca, pasien tersebut juga harus menggunakan lensa kacamata kacamata penglihatan jauh disaat melakukan pemeriksaan jarak dekat. Pemeriksaan ini memberikan gambaran bahwa pasien memiliki presbiopia murni. Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien memegang kartu yang disediakan untuk tes pada jarak yang ditentukan, sebagai contoh : Rosenbaum pocket vision screener. Jarak yang digunakan biasanya 14 inch atau 35 cm. Pemeriksa menutup salah satu mata pasien, kemudian mata yang lainnya membaca karakter yang tersedia di kartu. Kemudian dilakukan lagi untuk mata yang belum diperiksa. Ukuran huruf dan jarak tes yang dilakukan sangat bervariasi. Untuk menghindari kesalahpahaman, keduanya harus dicata dengan baik ; contoh : J5 pada 14 in, J3 pada 40 cm. Di mana J disebut Jaeger. Pemeriksaan tersebut dianggap benar ketika tes dapat dilakukan pada jarak yang telah ditentukan, pada umumnya jarak yaitu 33 cm. apabila pemeriksaan standar dengan kartu ini tidak tersedia, dapat dipakai bahan lain seperti buku telefon atau koran. Setiap ukuran dan jarak harus selalu dicatat. 23



Pada umumnya, penambahan sferis positis disesuaikan dengan umur pasien yang bertambah sferis +0,25 setiap 2 tahun.  40 tahun : S+1,00  42 tahun : S+1,25  45 tahun : S+1,50  47 tahun : S+1,75  50 tahun : S+2,00  52 tahun : S+2,25  55 tahun : S+2,50  57 tahun : S+2,75  60 tahun ke atas : S+3,00



Penurunan Tajam Penglihatan dan Disabilitas Penglihatan3 Penurunan tajam penglihatan menggambarkan suatu kondisi mata individu yang bersangkutan. Dua individu berbeda dengan penurunan tajam penglihatan yang diukur dengan kartu Snellen dapat memberikan tingkat kerusakan fungsional yang sangat berbeda. Kriteria kelainan tajam penglihatan berdasarkan ICD 9CM :  Moderate Visual Impairment Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi adlah kurang dari 20/60 sampai 20/160. 



Severe Visual Impairment Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mencapai visus kurang dari 20/160 samapai 20/400 atau diameter lapang pandang adalah 20o atau kurang.



 Profound Visual Impairment Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mencapai visus kurang dari 20/400 samapi 20/1000, atau diameter lapang pandang adalah 10o atau kurang.  Near-total Vision Loss



24



Tajam penglihatan terbaik setelah dikoreksi hanya mencapai visus 20/1250 atau kurang.  Total Blindness No light perception.



1.1 Definisi Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.



1.2 Emetropia Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.1 Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata.kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbede-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,



25



mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini disebut ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan lain pada mata normal adalah gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat



terlihat



pada



usia



lanjut



sehingga



terlihat



keadaan



yang



disebutpresbiopia.1



1.3 Ametropia Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda dekat.1 Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali



refraksi) yang dapat berupa miopia,



hipermetropia,



atau



astigmatisme.1



MIOPIA Definisi Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang



26



masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus



okuli



seperti



degenerasi



makula,



degenerasi



retina



bagian



perifer,dengan myopik kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.1 Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction. Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa. Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.1



Gambar 4. Miopia



27



1.1 Klasifikasi



1.1.1



Klasifikasi Berdasarkan Etiologi4



1. Miopia aksial Miopia tipe ini disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata yang bertambah panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam batas normal. 2. Miopia refraksional Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif



pada



mata.



Menurut



Borish,



miopia



refraktif



dapat



disubklasifikasikan menjadi : a. Curvature myopia Terdapat peningkatan pada satu atau lebih kelengkungan permukaan refraktif mata, terutama kornea b. Index myopia Terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau lebih media okuler. 3. Miopia posisional Terjadi akibat posisi lensa yang anterior. 4. Myopia akibat akomodasi yang berlebihan 1.1.2



Klasifikasi Berdasarkan Onset



1. Juvenile-Onset Myopia (JOM) JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan kerja berlebihan yang menggunakan penglihatan dekat merupakan faktorfaktor risiko yang dilaporkan oleh berbagai penelitian. Pada wanita, peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi pada usia 9-10 tahun, sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini onset dari miopia, semakin besar progresi dari miopianya. Miopia yang mulai terjadi pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan.



28



Progresi dari miopia biasanya berhenti pada usia remaja ( ♂pada usia 16 tahun, ♀ pada usia 15 tahun) 2. Adult-Onset Myopia (AOM) AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun disebut sebagai early adult onset myopia, sedangkan myopia yang terjadi setelah usia 40 tahun disebut late adult onset myopia. Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor risiko dari perkembangan miopia.



1.1.3



Klasifikasi Miopia Berdasarkan Derajat Berdasarkan derajat beratnya, miopia dapat diklasifikasikan menjadi:







Miopia ringan



< -3,00 D







Miopia sedang



-3,00 s/d -6,00 D







Miopia berat



-6,00 s/d -9,00 D







Miopia sangat berat



>-9,00 D



1.1.4



Klasifikasi Miopia Berdasarkan Gambaran Klinis4



1. Miopia Kongenital Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3 tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi bilateral. Miopia kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopia kongenital sangat perlu dikoreksi lebih awal.



2. Miopia simplek



29



Jenis miopia ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaitan dengan gangguan fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopia ini meningkat 2 % pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut juga dengan ”School Myopia”.



Etiologi Suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik.



a. Tipe axial Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat berhubungan dengan neurologi prekok pada masa anak-anak.



b. Tipe kurvatural Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan kebiasaan diet pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan yang belum terbukti.



c. Genetik Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata, dengan faktor resiko; 



Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada anaknya sekitar 20 %







Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi anaknya menderita miopi sekitar 10%.







Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi pada anak sekitar 5 %.



d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.



30



Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan kerja dengan pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya teori ini belum terbukti secara pasti.



Gejala Klinis



Gejala subjektif : 



Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.







Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan







Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh orang tua. Gejala objektif :







Bola mata yang besar dan menonjol.







Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.







Pupil yang lebih lebar







Fundus normal, namun miopia kresen temporal bisa terlihat tetapi jarang.







Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20 tahun. Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.



3. Miopia patologis/ degeneratif Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti adanya pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopia patologis sudah terjadi saat usia 5 – 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa muda yang mana hal ini berhubungan dengan perubahan degeneratif pada mata. Miopia patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang axial bola mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata banyak teori yang dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang bisa menerangkan terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini berhubungan dengan herediter dan pertumbuhan bola mata.



31



1. Herediter Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor mayor sebagai etiologi kelainan ini. Progresif miopia yang bersifat familial, banyak terjadi pada bangsa Cina, Arab dan Jepang. Namun jarang ditemukan pada bangsa Afrika dan Sudan. Ini menunjukkan



hubungan herediter yang



mempengaruhi pertumbuhan retina dalam perkembangan miopi.



2. Proses Pertumbuhan secara umum Proses



pertumbuhan



ini



merupakan



faktor



minor



pada



perkembangan miopia, Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi hanya sepanjamg masa pertumbuhan aktif dan diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti. Disini ada beberapa faktor seperti nutrisi, defisiensi, gangguan hormon, dan penyakit yang terjadi saat pertumbuhan aktif sehingga mempengaruhi perkembangan miopia.



Gambar 5. Pemanjangan bola mata



Gejala Klinis



Gejala subjektif : 



Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah dibanding dengan miopi simplek.







Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi vitreus. 32







Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi tinggi. Gejala objektif :







Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks







Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada



o Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan myopia o Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.



Gambar 6. Gambaran fundus pada miopia







Degenerasi pada retina dan koroid yang terjadi pada miopi tinggi. Ditandai dengan plak berwarna keputihan pada makula dengan sedikit pigmen yang mengelilinginya. Foster fuchs spot dapat terlihat di makula.



33



Gambar 7. Gambaran fundus pada miopia







Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.1



1.2 Komplikasi4 1. Strabismus divergens 2. Ablasio retina 3. Perdarahan badan kaca. 4. Perdarahan koroid



1.3 Penatalaksanaan a. Nonfarmakologi 



Kaca Mata







Lensa kontak Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.



34



Gambar 8 : Koreksi pada Mata Miopia



Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita miopia. Dalam ilmu keratologi kontak lensa yang digunakan adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia.



b. Terapi Pembedahan



1. Radial Keratotomy Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang. Kelemahan Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat malam hari.



35



Gambar 9. Radial keratotomy



2. Photorefractive Keratectomy (PRK) Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.4 Kelemahan 



Penyembuhan postoperatif yang lambat







Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu.







Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan







PRK lebih mahal dibanding RK



Gambar 10. Photorefractive keratotomy



36



3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)4 Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri. Kriteria pasien untuk LASIK







Umur lebih dari 20 tahun.







Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.







Motivasi pasien







Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan kontraindikasi absolut LASIK.



Gambar 11. LASIK



Keuntungan LASIK 



Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif







Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.







Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma setelah operasi,







Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.







Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.



37



Kekurangan LASIK 



LASIK jauh lebih mahal







Membutuhkan skill operasi para ahli mata.







Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.



HIPERMETROPIA 6.1 Definisi Hipermetropia atau rabun dekat merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi di fokuskan di belakang retina. Pada hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemiasan kornea dan lensa terlalu lemah.Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa mereka tumbuh normal dengan pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan hiperopia dengan presbiopia, yang juga menyebabkan masalah penglihatan dekat namun karena alasan yang berbeda. Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia tanpa koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah dikoreksi dengan lensa positif



Gambar 12. Hipermetropia



38



6.2 Etiologi4 Hipermetropia dapat disebabkan: a. Hipermetropia aksial Merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek b. Hipermetropia refraktif Dimana daya pembiasan mata terlalu lemah c. Hipermetropia kurvatur Dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan terfokus di belakang retina d. Hipermetropia indeks Berkurangnya indeks bias akibat usia atau sedang dalam pengobatan diabetes. e. Hipermetropia posisional Posisi lensa yang posterior. f. Afakia 6.3 Klasifikasi 6.3.1 Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis4 1.



Hiperopia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal dalam



pertumbuhan bola mata, etiologinya bisa aksial atau kurvatur 2.



Hiperopia patologik disebabkan kongenital atau didapat yang di luar vaiasi



biologi normal : a.



Hipermetropia indeks



b.



Hipermetropia posisional



c.



Afakia



d.



Consecutive hypermetropia



3.



Hiperopia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi



seperti yang terlihat pada penderita dengan paralisis nervus III dan oftalmoplegia internal.



6.3.2 Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya 39



1.



Hiperopia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang



2.



Hiperopia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D



3.



Hiperopia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi



6.3.3 Klasifikasi berdasarkan status akomodasi mata4 1.



Hipermetropia Laten







Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hiperopia yang



dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata 



Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia







Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang



dimilikinya 2.



Hipermetropia Manifes







Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa



menggunakan sikloplegia 



Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang



digunakan dalam pemeriksaan subjektif 



Terdiri dari



o



Hiperopia Fakultatif







Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan menggunakan lensa



positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa 



Semua hiperopia laten adalah hipermetropia fakultatif







Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan menolak pemakaian



lensa positif karena akan mengaburkan penglihatannya. 



Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan jelas tanpa



lensa positif tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan menggunakan lensa positif o



Hipermetropia Absolut







Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi







Penglihatan subnormal



40







Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada usia lanjut



Hiperopia Total bisa dideteksi setelah proses akomodasi diparalisis dengan agen sikloplegia.



Gejala Klinis4 Gejala Subyektif 



Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,



hipermetropia pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun 



Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan



kurang terang atau penerangan kurang 



Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan



mata yang lama dan membaca dekat 



Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila



melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll 



Mata sensitif terhadap sinar







Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia







Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti



konvergensi yang berlebihan pula Gejala Obyektif 



Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–



otot akomodasi di corpus ciliare. 



Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf



parasimpatik N III. 



Karena seorang hipermetropia selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil



(miosis). 



Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata.



Mata kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga memeberi kesan adanya radang dari N II.



41







Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga



dinamakan pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.4



Komplikasi4 1.



Blefaritis atau chalazia



2.



Accommodative convergent squint



3.



Ambliopia



4.



Predisposisi untuk terjadi glaucoma sudut tertutup



Penatalaksanaan Hipermetropia 1.



Hiperopia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa



dengan



memakai kaca mata Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan o



Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)



o



Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)



o



Photorefractive keratectomy (PRK)



o



Conductive keratoplasty (CK)



2.



atau lensa kontak.



3.



membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif



termasuk



ASTIGMATISMA Definisi Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik. Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan. Klasifikasi Astigmatisma4 42



1.



Astigmatisma Reguler Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran. Etiologi



a. Corneal astigmatisme Abnormalitas kelengkungan kornea b. Lenticular astigmatisme Jarang. Bisa akibat : 



Kurvatur - abnormalitas kelengkungan lensa







Posisional – peralihan atau posisi lensa yang oblik







Indeks – indeks bias yang bervariasi pada meridian yang berbeda







Retinal – posisi macula yang oblik.



Klasifikasi a.       Simple astigmatism, dimana satu dari titik fokus di retina. Fokus lain dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi  satu meridian adalah emetropik dan yang lainnya hipermetropia atau miopia. Yang kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic  astigmatism dan Simple myopic astigmatism. b.      Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan Compound hypermetropic astigmatism dan Compound miopic astigmatism. c.



Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu arah dan miop pada yang lainnya.



43



Gambar 13. Jenis astigmatisma



Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbusumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian vertikal, dan astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal.4 Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua. 2.



Astigmatisma irregular Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus.



Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil. Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan. 7.3 Gejala Klinis Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan : 1.



Memiringkan kepala untuk melihat



2.



Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat



3.



Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)



44



4.



Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat



5.



Sakit kepala



6.



Mata tegang dan pegal



7.



Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia.



7.4 Diagnosis Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Periksa kelainan refraksi miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan. Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat. Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan Placido’s Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk. Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis saja.11



Gambar 14. Kipas Astigmat



45



   



Gambar15.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido



7.5 Penatalaksanaan5 Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmatsma yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan. 1.      Kacamata Silinder Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif  dilakukan dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (90o +/- 20o). Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal : a.  



Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule



dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D. b.  



Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule



dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D. 2.      Lensa Kontak Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi astigmat yang terjadi di permukaan kornea. 3.      Pembedahan 46



Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa prosedur pembedahan  yang dapat dilakukan, diantaranya : a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk kurvatur kornea. b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah  kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea. c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat  secara dalam dikornea.



DAFTAR PUSTAKA 1.



Ilyas



S.Ilmu



Penyakit



Mata. Edisi ke – 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 72-82. 2.



Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 319 – 330.



3.



Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2011. Hal 34 -36.



4.



Khurana



AK.



Comprehensive Ophtalmology. Edisi ke – 4. New Age International. New Delhi. Hal 19 – 39.



47



5.



Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott Wlliams & Wilkins; Philadelphia; p 344-346.



48