LP Af RVR [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN



Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular Respon DEPARTEMEN MEDIKAL Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Medikal Keperawatan Di Ruang Teratai RST Tk. II dr. Soepraoen Malang



Oleh : TRI RAHAYU ZULFIKRIYAH NIM. 160070301111032



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017



1. Pengertian Atrial fibrilasi (AF) adalah aritmia jantung menetap yang



paling umum



didapatkan. Ditandai dengan ketidakteraturan irama dan peningkatan frekuensi atrium sebesar 350-650 x/menit sehingga atrium menghantarkan implus terus menerus ke nodus AV. Konduksi ke ventrikel dibatasi oleh periode refrakter dari nodus AV dan terjadi tanpa diduga sehingga menimbulkan respon ventrikel yang sangat ireguler. Atrial fibrilasi dapat terjadi secara episodic maupun permanen. Jika terjadi secara permanen, kasus tersebut sulit untuk dikontrol. Atrial



fibrilasi



terjadi



karena



meningkatnya



kecepatan



dan



tidak



terorganisirnya sinyal-sinyal listrik di atrium, sehingga menyebabkan kontraksi yang sangat cepat dan tidak teratur (fibrilasi). Sebagai akibatnya, darah terkumpul di atrium dan tidak benar-benar dipompa ke ventrikel. Ini ditandai dengan heart rate yang sangat cepat sehingga gelombang P di dalam EKG tidak dapat dilihat. Ketika ini terjadi, atrium dan ventrikel tidak bekerja sama sebagaimana mestinya. Gambaran elektrokardiogram atrial fibrilasi adalah irama yang tidak dengan



frekuensi



laju



jantung



bervariasi



teratur



(bisa normal/lambat/cepat). Jika



laju jantung kurang dari 60 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel lambat (SVR), jika laju jantung 60-100 kali permenit disebut atrial fibrilasi respon ventrikel normal (NVR) sedangkan jika laju jantung lebih dari 100 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel cepat (RVR). Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat dengan gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.



Gambar 1. Contoh gambaran irama jantung normal dan atrial fibrilasi



Pada dasarnya, jantung dapat melakukan kontraksi karena terdapat adanya sistem konduksi sinyal elektrik yang berasal dari nodus sino-atrial (SA). Pada atrial fibriasi, nodus SA tidak mampu melakukan fungsinya secara normal, hal ini menyebabkan tidak teraturnya konduksi sinyal elektrik dari atrium ke ventrikel. Akibatnya, detak jantung menjadi tidak teratur dan terjadi peningkatan denyut jantung. Keadaan ini dapat terjadi dan berlangsung dalam menit ke minggu bahkan dapat terjadi bertahun-tahun. Kecenderungan dari atrial fibrilasi sendiri adalah kecenderungan untuk menjadi kronis dan menyebabkan komplikasi lain Pada tahun 2001, jumlah pasien dengan atrial fibrilasi mencapai 2,3 juta



di Amerika



dan 4,5 juta pasien di Eropa. Pada populasi umum prevalensi atrial fibrilasi terdapat sekitar1-2% dan diperkirakan kejadian atrial fibrilasi akan terus meningkat 0,1% setiap tahunnya pada populasi umur 40 tahun ke atas. Pada umur di bawah 50 tahun prevalensi atrial fibrilasi berkurang dari 1% dan meningkat menjadi lebih dari 9% pada usia 80 tahun.



16



Sedangkan prosentase stroke yang berasal dari atrial fibrilasi berkisar 6-24% dari



semua stroke iskemik, sedangkan 3-11% dari pasien yang secara struktural terdiagnosis atrial fibrilasi memiliki jantung yang normal. Pada manifestasi klinik, atrial fibrilasi dapat simptomatik dan dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala atrial fibrilasi sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya atrial fibrilasi, dan penyakit yang mendasarinya. Gejala-gejala yang dialami terutama saat beraktivitas, sesak nafas, cepat lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. Atrial fibrilasi dapat mencetuskan gejala iskemik dengan dasar penyakit jantung koroner.Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada atrial fibrilasi akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. Walaupun atrial fibrilasi seringkali tanpa disertai adanya gejala, tetapi terkadang atrial fibriasi dapat menyebabkan palpitasi, penurunan kesadaran, nyeri dada dan gagal jantung kongestif. Pasien dengan AF biasanya memiliki peningkatan resiko stroke yang signifikan



(hingga



>7 kali populasi umum). Pada atrial fibrilasi, resiko stroke meningkat



tinggi, hal ini dikarenakan adanya pembentukan gumpalan di atrium sehingga menurunkan kemampuan kontraksi jantung khususnya pada atrium kiri jantung. Di samping itu, peningkatan resiko stroke tergantung juga pada jumlah faktor resiko tambahan. Tetapi, banyak orang dengan atrial fibriasi memang memiliki faktor resiko tambahan lain dan juga merupakan penyebab utama dari stroke. Sedangkan hubungan antara atrial fibrilasi dengan penyakit katup jantung telah lama



diketahui. Penyakit katup reumatik meningkatkan kemungkinan terjadinya atrial fibrilasi dan mempunyai resiko empat kali lipat untuk terjadinya komplikasi tromboemboli. Pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri, kejadian atrial fibrilasi ditemukan pada satu di antara lima pasien. Atrial fibrilasi juga dapat merupakan tampilan awal dari perikarditis akut dan jarang pada tumor jantung pada miksoma atrial. Aritmia jantung lain seperti Woff- ParkinsonWhite dapat berhubungan dengan atrial fibrilasi. Hal yang menguntungkan adalah apabila dilakukan tindakan ablasi pada jalur aksesori ekstranodal yang menjadi penyebab sindroma ini, akan mengeliminasi atrial fibrilasi pada 90% kasus. Aritmia lain



yan



berhubungan dengan atrial fibriasi misalnya takikardia atrial, AVNRT (Atrio Ventricular Nodal Reetrant Tachycardia) dan bradaritmia seperti sick sinus syndrome dan gangguan fungsi sinus node lainnya. Atrial fibrilasi juga dapat timbul sehubungan dengan penyakit sistemik non-kardiak. Misalnya pada hipertensi sistemik ditemukan 45% dan diabetes militus 10% dari pasien atrial fibrilasi. Demikian pula pada beberapa keadaan lain seperti penyakit paru obstruktif kronik dan emboli paru akut. Tetapi pada sekitar 3% pasien atrial fibrilasi tidak dapat ditemukan penyebabnya, atau disebut dengan lone AF. Lone AF ini dikatakan tidak berhubungan dengan resiko tromboemboli yang tinggi pada kelompok usia muda, tetapi bila terjadi pada kelompok usia lanjut resiko ini tetap akan meningkat. Usia lanjut dikonsep dengan berbagai kriteria. Batasan usia lanjut menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) :



1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. 2. Lanjut usia (elderly age) antara 60 sampai 74 tahun. 3. Lanjut usia tua (old age) antara 75 tahun sampai 90 tahun. 4. Usia sangat tua, di atas 90 tahun 2. Klasifikasi Atrial Fibriasi Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa hal antaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi, berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir berdasarkan bentuk gelombang P. Beberapa keperpustakaan tertulis ada beberapa sistem klasifikasi atrial fibrilasi 2 yang telah dikemukanakan, seperti



:



1. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :







AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali permenit







AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari 60 kali permenit







Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100 kali permenit.



2. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat diklasifikasikan menjadi :







AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau infark miokard akut)







AF dengan hemodinamik stabi



3. Klasifikasi menurut American Heart Assoiation (AHA), fibriasi (AF) dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu







atrial



:



AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.







AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama sinus secara spontan dalam waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut AF Paroksimal.







AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke irama sinus.







AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7 hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke irama sinus (resisten).



Gambar 2. Skema klasifikasi AF menurut AHA.



Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), atrial fibrilasi juga sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu atrial fibrilasi yang berlangsung lebih dari 48 jam. Selain itu, klasifikasi atrial fibrilasi berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari yaitu AF primer dan AF sekunder. Disebut AF primer jika tidak disertai penyakit jantung lain atau penyakit sistemik lainnya. AF sekunder jika disertai dengan penyakit jantung lain atau penyakit sistemik lain seperti diabetes, hipertensi, gangguan katub mitral dan lain-lain. Sedangkan klasifikasi lain adalah berdasarkan bentuk gelombang P yaitu dibedakan atas Coarse AF dan Fine AF. Coarse AF jika bentuk gelombang P nya kasar dan masih bisa



dikenali.



Sedangkan Fine AF jika bentuk gelombang P halus hampir seperti garis lurus. 3. Epidemiologi Atrial Fibriasi Pada dasarnya, prevalensi atrial fibrilasi dengan umur dibawah 50 tahun kurang dari 1% dan meningkat lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Atrial fibrilasi lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita dan atrial fibrilasi merupakan faktor resiko independen yang kuat terhadap kejadian stroke emboli. Kejadian stroke iskemik



pada pasien AF non valvular ditemukan sebanyak 5% per tahun, 2-7



kali lebih banyak dibanding pasien tanpa atrial fibrilasi. Pada studi Framingham resiko terjadinya stroke emboli 5,6 kali lebih banyak pada AF non valvular dan 17,6 kali lebih banyak pada AF valvular dibandingkan dengan kontrol.



4. Etiologi Atrial Fibrilasi Pada dasarnya etiologi yang terkait dengan atrial fibrilasi terbagi menjadi beberapa faktor-faktor, diantaranya yaitu



:



a. Peningkatan tekanan atau resistensi atrium -



Peningkatan katub jantung



-



Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium



-



Hipertrofi jantung



-



Kardiomiopati



-



Hipertensi



pulmo (chronic



obstructive



purmonary disease dan



cor pulmonary chronic) -



Tumor intracardiac



b. Proses Infiltratif dan Inflamasi -



Pericarditis atau miocarditis



-



Amiloidosis dan sarcoidosis



-



aktor peningkatan usia



c. Proses Infeksi -



Demam dan segala macam infeksi



d. Kelainan Endokrin -



Hipertiroid, Feokromotisoma



e. Neurogenik f.



Stroke, Perdarahan Subarachnoid



Iskemik Atrium -



Infark myocardial



g. Obat-obatan -



Alkohol, Kafein



h. Keturunan atau Genetik



5. Patofisiologi Atrial Fibrilasi Pada dasarnya mekanisme atrial fibriasi terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi fokal dan multiple wavelet reentry. Pada proses aktivasi fokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi fokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang dapat mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus sino-atrial (SA) Sedangkan



multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang dan melibatkan sirkuit atau jalur depolarisasi. wavelet



Mekanisme multiple



reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti



pada proses aktivasi fokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau wavelet yang dipicu oleh depolarisasi atrial prematur atau aktivas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan terjadi penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor



tersebut



yang



akan



meningkatkan



sinyal



elektrik dan



menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya atrial fibrilasi.



Gambar 3. A. Proses aktivasi fokal atrial fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelet Reentry Atrial Fibrilasi Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium.



a. Karakteristik Pemompaan Atrium Selama Atrial Fibrilasi Atrium tidak akan memompa darah selama AF berlangsung. Oleh karena itu atrium tidak berguna sebagai pompa primer bagi ventrikel. Walaupun demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan atrial



fibrilasi, walaupun timbul



penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. b. Patofisiologi Pembentukan Trombus pada Atrial Fibrilas Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE (Ekokardiogram Transesophageal), trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3sampai ¾ stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin. Sohaya melaporkan AF akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.



6. Tanda dan Gejala Atrial Fibrilasi Pada dasarnya, atrial fibrilasi tidak memberikan tanda dan gejala yang khas dan spesifik pada perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari atrial fibrilasi adalah peningkatan denyut jantung, ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, atrial fibrilasi juga memberikan gejala lain yang diakibatkan



oleh



penurunan



oksigenisasi darah ke jaringan, seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Akan tetapi, lebih dari 90% episode dari atrial fibrilasi tidak menimbulkan gejala- gejala tersebut. Tanda dan gejala lain pada atrial fibrilasi seperti palpitasi. Palpitasi merupakan salah satu gejala yang sering muncul pada pasien dengan atrial fibrilasi akibat respon ventrikel yang ireguler. Namun gejala palpitasi dapat juga terjadi pada pasien dengan penyakit jantung lainnya. Palpitasi belum menjadi gejala yang spesifik untuk mendasari pasien mengalami atrial fibrilasi. Untuk menunjukkan adanya atrial fibrilasi, pasien biasanya disertai dengan keluhan kesulitan bernafas seperti sesak, syncope, pusing dan ketidaknyamanan pada dada. Gejala tersebut di atas dialami oleh pasien dimana pasien juga mengeluh dadanya terasa seperti diikat, sesak nafas dan lemas Sering pada pasien yang berjalan, pasien merasakan sakit kepala seperti berputar-putar dan melayang tetapi tidak sampai pingsan. Serta nadi tidak teratur, cepat, dengan denyut sekitar 140x/menit. Atrial fibrilasi dapat disertai dengan pingsan (syncope) ataupun dengan pusing yang tak terkendali. Kondisi ini akibat menurunnya suplai darah ke sitemik dan ke otak.



7. Faktor Risiko Atrial Fibrilasi Faktor usia berpengaruh terhadap atrial fibrilasi karena dengan bertambahnya



umur maka



semakin tinggi



resiko terjadinya atrial



fibrilasi. Usia merupakan salah satu faktor terkuat dalam kejadian atrial fibrilasi. Sebuah studi di Framingham menyebutkan bahwa meningkatnya kejadian atrial fibrilasi pada beberapa kondisi yaitu usia di atas 50 tahun. Selain itu, untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian atrial fibrilasi tersebut harus dicari kondisi yang berhubungan dengan kelainan jantung maupun kelainan di luar jantung. Kondisi-kondisi



yang



berhubungan



dengan



berdasarkan: a. Kelainan Jantung yang berhubungan dengan AF :







Penyakit Jantung Koroner



atrial



fibrilasi



dibagi







Kardiomiopati Dilatasi







Kardiomiopati Hipertrofik







Penyakit Katup Jantung : reumatik maupun non-reumatik







Aritmia Jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom WPW, sick sinus syndrome.







Perikarditis



b. Kelainan di luar Jantung yang berhubungan dengan AF : 



Diabetes militus







Hipertiroidisme







Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal primer, emboli paru akut.







Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan AF pada pasien sensitif melalui peninggian tonus vagal atau adrenergik



8. Pemeriksaan diagnostik ·         Pemeriksaan Fisik : 



Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah







Tekanan vena jugularis







Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif







  Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit  katup jantung







 Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan







 Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif







 Laboratorium : hematokrit ( anemia ), TSH ( penyakit gondok ), enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung







Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama ( verifikasi AF ), hipertrofi ventrikel kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi ( sindroma WPW ), identifikasi adanya iskemia.







Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor pulmonal.







Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri



B.  KONSEP DASAR KEPERAWATAN A.   Pengkajian 1. POLA PERSEPSI KESEHATAN DAN PELIHARAAN KESEHATAN      Pola hidup : merokok,  minum alkohol, jarang berolaraga, makan makanan                                                      berlemak tinggi, minum kop 2. POLA NUTRISI DAN METABOLIK Gejala :        Hilang nafsu makan, anoreksia.       Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat)        Mual/muntah.       Perubahan berat badan Tanda :        Perubahan berat badan.        Edema       Perubahan pada kelembaban kulit/turgor. 3.      POLA ELIMINASI       Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat



4. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN Gejala



:



Kelemahan,



kelelahan



umum



dan



karena



kerja.



Tanda : Perubahan frekwensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga. Sirkulasi Gejala: Riwatar IM sebelumnya/akut ( 90%-95% mengalami disritmia ), kardiomiopati, GJK,



penyakit



katup



jantung,



hipertensi.



Tanda :       Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia. ·         Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah). ·         Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial). ·         Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.



      Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal jantung, syok). 5.      POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI       Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.        Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi. 6.      POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRES  Gejala : ·         Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam. ·         Stressor sehubungan dengan masalah medik. Tanda : Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis B.  Diagnosa Keperawatan 1.      Penurunan



curah



jantung



berhubungan



dengan



Gangguan  kontraktilitas 2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar. 3.      Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan 4.      Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum C. Intervensi dan Rasional 1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas Tujuan  Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung. No.



Intervensi a.       Au



Rasional Biasnya terjadi takikardi (meskipun



skult



pada



saat



istirahat)



asi



mengkompensasi



nadi



kontraktilitas ventrikel.



untuk



penurunan



apica l kaji



; S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama



freku



Gallop



umum



(S3



ensi,



dihasilkan



iram



kesermbi



a



dapat



jantu



Inkompetensi/stenosis katup.



sebagai yang



dan



aliran



disteni.



S4) darah



Murmur



menunjukkan



ng. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan



menurunnya



nadi



radial, popliteal, dorsalis, pedis dan b.      Cat



posttibial.



Nadi



mungkin



cepat



at



hilang atau tidak teratur untuk



bunyi



dipalpasi dan pulse alternan.



jantu ng.



Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan drah Pada



HCF



mampu



dapat lanjut



lagi



meningkat. tubuh



tidak



mengkompensasi



danhipotensi tidak dapat norml lagi. c.      Pal pasi



Pucat menunjukkan menurunnya



nadi



perfusi perifer ekunder terhadap



perif



tidak



er



vasokontriksi dan anemia. Sianosis



dekutnya



dapt



terjadi



GJK.



Area



curh



sebagai yang



jantung; refrakstori



sakit



sering



berwarna biru atu belang karena d.      Pa



peningkatan



kongesti



vena.



ntau TD Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan e.      Kaj



efek hipoksia/iskemia. Banyak obat



i kulit dapat



digunakan



untuk



terha



meningkatkan volume sekuncup,



dp



memperbaiki



pucat



menurunkan kongesti.



kontraktilitas



dan



dan siano sis



f.       Ber ikan oksig en tamb ahan deng an kanul a nasal /mas ker dan obat sesu ai indik asi (kola bora si)



2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus. Tujuan  Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., Berpartisipasi



dalam



program



No



pengobatan



dalam



btas



Intervensi



kemampuan/situasi.



Rasional



. a.       



menyatakan



adnya



kongesti



Pa



paru/pengumpulan



secret



nt



menunjukkan



untuk



au



intervensi



kebutuhan



lanjut.



bu ny i



membersihkan



jalan



nafas



na



memudahkan aliran oksigen.



dan



fa s, ca



Membantu mencegah atelektasis dan



tat



pneumonia.



kr ek le



Hipoksemia dapat terjadi berat selama



s



edema



paru.



b.       Aj



Membantu dalam mengurangi edema



ar



dan memudah jalan nafas.



ka n/ an jur ka n kli en ba tu k



ef ek tif, na fa s da la m. c.        D or on g pe ru ba ha n po sis i.



d.       Ko la bo ra si da la m Pa nt au



/g a m ba rk an se ri G D A, na di ok si m etr i.



e.        Be rik an ob at/ ok si ge n ta m ba ha n se su



ai in di ka si 3.      Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan No



Intervensi



Rasional



. a.      Selid



Nyeri



secara



khas



terletak



iki



subternal dan dapat menyebar



keluha



keleher dan punggung. Namun ini



n nyeri berbeda



dari



iskemia



infark



dada,



miokard. Pada nyeri ini dapat



perhati



memburuk pada inspirasi dalam,



kan



gerakan atau berbaring dan hilang



awitan



dengan duduk tegak/membungkuk



dan factor pembe



untuk



menurunkan



rat dan ketidaknyamanan



fisik



penuru emosional



dan pasien.



n.Perh atikan petunj uk nonver



mengarahkan



perhatian,



bal



memberikan



ketida



tingkat aktivitas individu.



distraksi



dalam



k nyama



untuk menghilangkan nyeri dan



nan



respon inflamasi.



b.      lingk ungan yang tenang dan tindak an kenya manan mis: peruba han posisi, masas age pungg ung,ko mpres hangat dingin, dukun gan emosi onal



c.       Beri kan aktivita s hibura n yang tepat.



d.      Beri



kan obatobatan sesuai indikas i nyeri. 4.      Intolerans



aktivitas



berhubungan



dengan



kelemahan/kelelahan Tujuan   Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan. No



Intervensi



Rasional



. a.      



Hipotensi



ortostatik



dapat



terjadi



Pe



dengan aktivitas karena efek obat



rik



(vasodilasi),



sa



(diuretic)



ta



jantung.



perpindahan atau



cairan



pengaruh



fungsi



nd a vit al se



Penurunan/ketidakmampuan



be



miokardium



lu



volume sekuncup selama aktivitas



m



dpat



da



segera



n



kebutuhan oksigen juga peningkatan



se



kelelahan



untuk



meningkatkan



menyebabkan frekuensi



peningkatan jantung



dan



dan



kelemahan.



ge ra se



Dapat



menunjukkan



tel



dekompensasi



ah



kelebihan aktivitas.



jantung



peningkatan daripada



ak tivi



Peningkatan bertahap pada aktivitas



ta



menghindari kerja jantung/konsumsi



s,



oksigen berlebihan. Penguatan dan



kh



perbaikan



us



stress, bila fungsi jantung tidak dapat



us



membaik kembali,



ny a bil a kli en m en gg un ak an va so dil at or, di ur eti c da n pe ny ek at be ta.



fungsi



jantung



dibawah



b.       Ca tat re sp on s ka rdi op ul m on al ter ha da p ak tivi ta s, ca tat ta kik ar di, dir it mi a, dis pn ea be rk



eri ng at da n pu ca t.



c.       Ev al ua si pe ni ng ka ta n int ol er an ak tivi ta s. d.      I m pl e m en ta



si pr og ra m re ha bili ta si ja nt un g/ ak tivi ta s (k ol ab or asi )



5.      Discharge Planing       Anjurkan pada pasien untuk hindari aktivitas yang bisa memperburuk keadaan selama di rawat.       Anjurkan kepada pasien hindari makanan dan minuman yang dapat memperlambat proses penyembuhan selama dirawat.       Anjurkan kepada pasien tidak melakukan aktivitas berlebih di rumah



      Anjurkan pada pasien untuk memperhatikan pola makan dan minum di rumah.       Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok atau minum beralkohol kalau pasien seorang perokok atau peminum.       Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat yang diberikan sesuai dosis.



Daftar Pustaka PDSK. 2014. Pedoman Tata Laksana Atrium Fibrilasi. Jakarta : Centra Communiations Brunner and Suddarth.2001. Keperawatan Mendikal Bedah volume 2 edisi 8.  Jakarta: EGC Price A. Sylvia, lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC ACCF/AHA Pocket Guidelne. (2011). Management of Patients With Atrial Fibrillation. American: American College of Cardiology Foundation and American Heart Association. www.heart.org Alfred, S, Jennife, W, Steven, L, Devender, A. (2012). Impact of emergency



department



management



of



atrial



fibrilation



on



hospital



charges. Western Journal of Emergency Medicine. www.escholarship.org