8 0 147 KB
LAPORAN PENDAHULUAN APENDIKSITIS A. KONSEP DASAR 1. Definisi Apendisitis Appendicitis adalah peradangan pada usus buntu (appendiks), atau radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus. Usus buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang penting. Appendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Appendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya appendicitis (radang pada appendiks). Di dalam appendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada appendiks terdapat arteria apendikularis yang merupakan endartery. Appendicitis sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun. 2. Etiologi Apendisitis Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat : a. Hiperplasia dari folikel limfoid b. Adanya fekalit (masa keras dari feses) dalam lumen appendiks c. tumor appendiks d. Adanya benda asing seperti cacing askariasis e. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica. Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendisitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon. 3. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut. Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi. Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah. 4. Klasifikasi Apendik dapat dibagi atas dua bagian yaitu. a. Apendik Akut : jarang ditemui pada anak dibawah 5 tahun dan orang tua diatas 50 tahun. Apendicitis akut dapat dibagi atas tiga bagian : 1) Apendicitis acut focalik atau segmentalis Terjadi pada bagian distal yang meradang seluruh rongga apendiks sepertiga distal berisi nanah. 2) Apendicitis acut purulenta diffusa Pembentukan nanah yang berlebihan jika radangnya lebih hebat dan dapat terjadi mikrosis dan pembusukan yang disebut appendicitis gangrenous. Pada appendicitis gangrenous dapat terjadi perfulasi akibat mikrosis kedalam rongga perut dan mengakibatkan peritonitis. 3) Apendicitis acut traumatic. Disebabkan oleh karena trauma karena kecelakaan pada operasi didapatkan tampak lapisan eksudat dalam rongga maupun permukaan.
b. Appendicitis kronik. Appendicitis kronik dibagi atas dua bagian antara lain : 1) Appendicitis cronik focalis Secara mikroskopis nampak fibrosis setempat yang melingkar, sehingga dapat menyebabkan stenosis. 2) Appendicitis cronik obliterative Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada jaringan sub mukosa dan sub serosa, sehingga terjadi obliterasi
(hilangnya
lumen)
terutama
dibagian
distal
dengan
menghilangnya selaput lender pada bagian tersebut.
5. Gejala Klinis Ada beberapa gejala awal yang khas yakni nyeri yang dirasakan secara samar (nyeri tumpul) di daerah sekitar pusar. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada appendicitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney. Nyeri perut ini akan bertambah sakit apabila terjadi pergerakan seperti batuk, bernapas dalam, bersin, dan disentuh daerah yang sakit. Nyeri yang bertambah saat terjadi pergerakan disebabkan karena adanya gesekan antara visera yang meradang sehingga menimbulkan rangsangan peritonium. Selain nyeri, gejala appendicitis akut lainnya adalah demam derajat rendah, mules, konstipasi atau diare, perut membengkak dan ketidakmampuan mengeluarkan gas. Gejalagejala ini biasanya memang menyertai appendicitis akut namun kehadiran gejalagejala ini tidak terlalu penting dalam menambah kemungkinan appendicitis dan begitu juga ketidakhadiran gejala-gejala ini tidak akan mengurangi kemungkinan appendicitis. Pada kasus appendicitis akut yang klasik, gejala-gejala permulaan antara lain : a. Rasa nyeri atau perasaan tidak enak disekitar umbilikus ( nyeri tumpul). Beberapa jam kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan disekitar titik Mc Burney. Rasa sakit semakin meningkat, sehingga pada saat berjalan pun penderita akan merasakan sakit yang mengakibatkan badan akan mengambil sikap membungkuk pada saat berjalan. Nyeri yang dirasakan tergantung juga pada letak appendiks, apakah di rongga panggul atau menempel di kandung kemih sehingga frekuensi kencing menjadi meningkat. Nyeri perut juga akan dirasakan bertambah oleh
penderita bila bergerak, bernapas dalam, berjalan, batuk, dan mengejan. Nyeri saat batuk dapat terjadi karena peningkatan tekanan intra-abdomen. b. Muntah, mual ,dan tidak ada nafas umakan. Secara umum setiap radang yang terjadi pada sistem saluran cerna akan menyebabkan perasaan mual sampai muntah. Meskipun pada kasus appendicitis ini, tidak ditemukan mekanisme pasti mengapa dapat merangsang timbulnya muntah. c. Demam ringan ( 37,5° C – 38,5° C ) dan penderita umumnya merasa sangat lelah. Proses peradangan yang terjadi akan menyebabkan timbulnya demam, terutama jika kausalnya adalah bakteri. Inflamasi yang terjadi mengenai seluruh lapisan dinding appendiks. Demam ini muncul jika radang tidak segera mendapat pengobatan yang tepat. d. Diare atau konstipasi. Peradangan pada appendiks dapat merangsang peningkatan peristaltik dari usus sehingga dapat menyebabkan diare. Infeksi dari bakteri akan dianggap sebagai benda asing oleh mukosa usus sehingga secara otomatis usus akan berusaha mengeluarkan bakteri tersebut melalui peningkatan peristaltik. Selain itu, appendicitis dapat juga terjadi karena adanya feses yang keras (fekolit). Pada keadaan ini justru dapat terjadi konstipasi. Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis sehingga dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang lebih parah. 6. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, b.
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg
c.
(Blumberg Sign). Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
d.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
7. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang Pemeriksaan penunjang pada kasus apendisitis berupa uji laboratorium dan diagnostik, antara lain : a. Hitung darah lengkap (complete
blood count, CBC) Pemeriksaan
laboratorium umumnya menunjukan jumlah eukosit yang meningkat akibat adanya respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi namun hasil Hb (hemoglobin) biasanya tetap normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Hasil umum yang biasanya mengindikasikan adanya apendisitis : 1) Leukosit : 10.000 - 18.000 / mm3 2) Netrofil meningkat 75 % 3) WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi. b. Urinalisis Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih, dan adanya keton digunakan sebagai penanda penyakit. Pemerikasaan urine juga penting dilakukan untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. c. Pemeriksaan foto abdomen Saat dilakukan pemeriksaan sinar-X abdomen, kurang dari 25% kasus akan memperlihatkan fekalit yang berkalsifikasi. Hasil pemeriksaan sinar-X lain yang didapatkan meskipun tidak spesifik antara lain penurunan pola gas, batas udara-cairan, pengaburan bayangan psoas, obliterasi tanda bantalan lemak, dan lengkungan skoliotik kea rah kanan. (Schwartz, 2004)
d. Ultrasonografi Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan fekalit tidak berkalsifikasi, apendiks tidak berperforasi, serta abses apendiks (Sowden, 2009) 8. Kriteria Diagnosis Diagnosis apendisitis akut biasanya berdasarkan gejala klinis dan tes laboratorium. Diagnosis ditegakkan bila memenuhi a. Gambaran klinis yang mengarah ke appendicitis seperti Nyeri di sekitar umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan menurun), nausea, dan sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney disertai kenaikan suhu tubuh ringan b. Demam lebih dari 37,50C c. Laboratorium : lekositosis yaitu lekosit > 10.000 /dl biasanya pada perforasi terdapat pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat). d. USG yang mungkin di temukan pada pemeriksaan ini : 1) Lampiran buncit berisi cairan dengan diameter lebih dari 5 mm 2) Ketebalan dinding 3 mm atau lebih besar 3) Tidak adanya gerak peristaltik dan noncompressibility usus buntu 4) Perubahan pericaecal. 5) Massa pada appendix e. Laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda. f. CT scan : dilakukan jika di duga terdapat perforasi atau pembentukan abses karena akan memberikan karakteristik yang yang tepat terhadap massa inflamasi, luas dan lokasinya. 9. Penatalaksanaan Terdapat dua tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi apendisitis diantaranya : a. Konserfatif 1) Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus. 2) Antibiotik 3) Pengisapan cairan melalui pipa nasogastrik b. Operatif Dilakukan pembedahan pada apendiks (Apendiktomi) 1) Sebelum operasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
apendisitis
ataupun
peritonitis
lainnya.
Pemeriksaan
abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. Intubasi bila perlu Antibiotik 2) Operasi apendiktomi/ laparotomy 3) Pascaoperasi Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuki mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gannguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien di puasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya dalam perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5jam lalu naikkan 30ml/ja. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jaritan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. c. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi Bila tidak ada fasilitas bedah berikan penatalaksanaan bedah dalam peritonitis akut. Dengan demikian gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi dapat berkurang. 10. Komplikasi a. Komplikasi utama apendiksitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala menyangkut demam sampai 37,7 derajat celcius atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri abdomen secara kontinyu.
b. Tromboflebitis supuratif adalah invasi/perluasan mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya yang bersifat akut. c. Abses subfrenikus merupakan pengumpulan cairan antara diafragma dan hati atau limfa. d. Obstruksi intestinal dalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik Potensial komplikasi post op. Apendesitis dan pencegahan e. Peritonitis Observasi terhadap adanya nyeri tekan abdomen, demam, muntah, kekakuan abdomen, takikardia, lakukan penghisapan nasogastrik konstan, perbaiki dehidrasi sesuai program, berikan preparat antibiotik sesuai program. f. Abses pelvis dan lumbal Evaluasi adanya anoreksia, demam menggigil dan diaforesis. Observasi adanya diare, yang dapat menunjukan abses pelvis, siapkan pasien untuk pemeriksaan rektal, siapkan pasien untuk prosedur drainase operatif. g. Abses subfrenik (abses bawah diafragma) Kaki pasien terhadap adanya menggigil, demam dan diaforesis, siapkan untuk pemeriksaan sinar-x, siapkan drainasi bedah terhadap abses. h. Illeus (paralirik dan mekanis) Kaji bising usus, lakukan intubasi dan pengisapan nasogastrik, ganti cairan dan elektrolit dengan rute intravena sesuai program, siapkan pembedahan bila ileus mekanis ditegakan
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas klien 1) Nama
2) Umur 3) Jenis kelamin 4) Status perkawinan 5) Agama 6) Suku/bangsa 7) Pendidikan 8) Pekerjaan 9) Pendapatan 10) Alamat 11) Dan nomor register. b. Identitas penanggung jawab c. Riwayat kesehatan sekarang d. Riwayat Keperawatan 1) Riwayat kesehatan saat ini. Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. 2) Riwayat kesehatan masa lalu. Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang. e. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat. f. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung. g. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali. h. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang. i. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, dan sendi. j. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening. k. Data psikologis: klien nampak gelisah. Klien mengeluh nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan
bawah Klien mengeluh mual Klien mengatakan tungkai kanan tidak dapat diluruskan Klien mengatakan diare atau konstipasi Sesudah operasi Kien mengeluh nyeri daerah operasi Klien mengatakan lemas Klien mengeluh haus
Klien mengeluh pusing Data Obyektif Sebelum operasi Nyeri tekan di titik Mc. Berney Tidak nafsu makan Muntah dan perut kembung Spasme otot Takhikardi, takipnea Pucat, gelisah Bising usus berkurang atau tidak ada Demam 38 - 38,5 C Sesudah operasi Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen Terpasang infuse Bising usus berkurang Selaput mukosa mulut kering Mual, kembung l. Pola-Pola Fungsi Kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual) 1) Pola persepsi dan pengetahuan Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri. 2) Pola nutrisi dan metabolisme Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, Keluarga mengatakan saat masuk RS px hanya mampu menghabiskan ⅓ porsi makanan, Saat pengkajian keluarga mengatakan px sedikit minum, sehingga diperlukan terapi cairan intravena. 3) Pola eliminasi Mengkaji pola BAK dan BAB px 4) Pola aktifitas dan latihan Pasien terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik, tetapi px mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan. 5) Pola istirahat Px mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, pikiran kacau, terus gelisah. 6) Pola kognitf dan perseptual (sensoris) Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi
terhadap hubungan interpersonal dan peran serta
mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit, px mampu memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialaminya. 7) Pola persepsi dan konsep diri Pola emosional px sedikit terganggu karena pikiran kacau dan sulit tidur. 8) Peran dan tanggung jawab Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik pasien. 9) Pola reproduksi dan sexual Mengkaji perilaku dan pola seksual pada px 10) Pola penanggulangan stress Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya, px merasakan pikirannya kacau. Keluarga px cukup perhatian selama pasien dirawat di rumah sakit.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut. m. Patway Hiperplasia folikel limfoid Fekalit, Tumor, Cacing, Erosi Parasit
Perangsangan N. Vagal
Obstruksi/ bendungan lumen apendiks
Mual – Muntah
Peningkatan produksi mukus apendik
Intake inadekuat
Peningkatan tekanan intra lumen apendik
Gangguan pemenuhan nutrisi
Menghambat aliran limfe dan obstruksi aliran vena
Erosi dan peradangan apendik
perubahan status kesehatan
kurang pengetahuan
cemas Reaksi sensitifitas histamin & bradikinin perangsangan baroreseptor Stimulasi nociseptor Peningkatan suhu tubuh Nyeri
Tindakan pembedahan Gangguan rasa nyaman nyeri Terputusnya kontinuitas jaringan (luka)
Port dientree kuman
Resti infeksi
APENDIKTOMI
Insisi/ perlukaan
proses pembedahan
Terputusnya kontinuitas/ kerusakan jaringan saraf dan pembuluh darah
kurang pengetahuan Port dientere kuman cemas Penggunaan alat yang tidak steril/ Penggunaan
tehnik aseptik
alat-alat elektro
yang tidak tepat
surgical Resti infeksi Resti cidera
2. Diagnosa Keperawatan a. Pre operasi : 1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan atau devicit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan (mual, muntah). 2. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan. b. Intra operasi 1. Resti Infeksi berhubungan dengan tindakan aseptik yang tidak tepat/ kesterilan alat yang tidak dijaga. 2. Resti cidera berhubungan dengan penggunaan alat electro surgical. c. Post operasi : 1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. 2. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (integritas kulit yang tidak utuh)
3. Intervensi Keperawatan a. Pre operasi : 1) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan: Klien akan menunjukan toleransi terhadap nyeri setelahdilakukan perawatan selama 2X24 jam dengan kriteria: a. b. c. d. e.
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Ekspresi wajah rileks. Tidak menunjujan perilaku berhati-hati pada area yang sakit. VS normal. Skala nyeri 0-5
1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan Sebagai data dasar dalam menentukan durasi nyeri. 2. Kaji dan pantau vital sign 3. Ajarkan relaksasi
terhnik
distraksi
intervensi penangan nyeri yang sesuai Data dasar pembanding terhadap repon nyeri. dan Tehnik
distraksi
mengalihkan
diharapkan perhatian
dapat dari
konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi diharapkan dapat mengontrol nyeri. 4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi. 5. Kolaborasi pemberian analgetik Analgetik igunakan sebagai anti nyeri maupun sedatif yang sesuai.
dan
sedasi
digunakan
merelaksasi
dan
untuk
meningkatkan
kenyamanan klien. 2) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan. Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan klien berkurang atau hilang dengan kriteria: a. Pasien menyatakan kecemasannya berkurang. b. Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya c. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhi ansietasnya. d. Pasien kooperatif terhadap tindakan. e. Ekspresi wajah Nampak rileks. 1. Bantu pasien mengekspresikan Ansietas
berkelanjutan
dapat
perasaan marah, kehilangan dan takut memberikan dampak serangan jantung 2. Kaji tanda ansietas verbal dan Reaksi verbal/nonverbal dapat nonverbal. berikan
Damping tindakan
pasien bila
dan menunjukan rasa agitasi, marah dan
pasien gelisah.
menunjukan tindakan merusak. 3. Jelaskan tentang prosedur Pasien pembedahan sesuai jenis operasi. 4. Beri dukungan prabedah
tindakan
yang
teradaptasi
pembedahan
yang
dengan akan
dilalui akan merasa lebih nyaman. Hubungan yang baik antara perawat dengan pasien akan mempengaruhi
5. Hindari konfrontasi
penerimaan pasien akan pembedahan. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama dan mungkin
memperlambat
penyembuhan. 6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan Mengurangi rangsangan eksternal yang nyaman agar pasien bisa beristirahat. 7. Tingkatkan control sensasi pasien
tidak diperlukan. Control sensasi
pasien
dalam
menurunkan ketakutan dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan pasien, menekankan pada penghargaan sumber-sumber
koping
(pertahanan
diri) yang positif, membantu relaksasi dan
tehnik-tehnik
pengalihan
dan
memberikan dan memberikan respon 8. Orientasikan
pasien
balik yang positif. terhadap Orientasi dapat
menurunkan
prosedur rutin dan aktivitas yang kecemasan diharapkan 9. Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat mengungkapkan ansietasnya
menghilangkan
terhadap
kehaatiran
ketegangan yang
tidak
diekspresikan. 10. Beri privasi untuk pasien dan orang Member waktu untuk mengekpresikan terdekat
perasaan, menghilangkan rasa cemas dan
perilaku
adaptasi.
Kehadiran
keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien 11. Kolaborasi:
untuk
memenuhi
aktivitas
pengalih. Berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya Diazepam
b. Intra operasi 1) Resti infeksi b.d. tindakan aseptik yang tidak tepat/ kesterilan alat yang tidak dijaga. Tujuan: klien akan menunjukan bebas dari resiko infeksi setelah dilakukan tindakan selama 30 menit dengan kriteria: a. Memastikan indikator steril sudah sesuai. b. Malakukan tehnik aseptik. c. Penutupan luka secara steril. 1. Perhatikan indikator yang ditempel pada Indikator akan berubah warna pada proses packing instrumen sebelum membuka atau pensterilan alat. Memastikan kesterilan 2.
menggunakan. alat. Pastikan urutan dan tata cara scrubing, Menjaga keadaan aseptik dan mencegah
3.
gawning dan glowing secara tepat. terjadinya infeksi silang pada pasien. Buka packing dengan posisi steril setelah Menjaga kesterilan alat tetap terjaga.
4.
mengenakan gaun dan sarung tangan steril. Pastikan meja instrumen telah dialas Menjaga kesterilan alat.
5.
dengan linen steril sekurang2nya dua lapis Perhatikan agar alat tidak terkontaminasi Menjaga kesterilan alat. atau tersentuh benda lain yang tidak steril, tutup instrumen yang telah ditata dengan
6.
linen steril. Kolaborasi pemberian antibiotika yang Antibiotika sebagai anti kuman yang sesuai.
mencegah infeksi.
c. Post operasi 1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. Tujuan: Klien akan menunjukan toleransi terhadap nyeri setelahdilakukan perawatan selama 2X24 jam dengan kriteria: a. b. c. d. e.
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Ekspresi wajah rileks. Tidak menunjujan perilaku berhati-hati pada area yang sakit. VS normal. Skala nyeri 0-5
1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan Sebagai data dasar dalam menentukan durasi nyeri. 2. Kaji dan pantau vital sign 3. Ajarkan
terhnik
distraksi
relaksasi
intervensi penangan nyeri yang sesuai Data dasar pembanding terhadap repon nyeri. dan Tehnik
distraksi
mengalihkan
diharapkan perhatian
dapat dari
konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi diharapkan dapat mengontrol nyeri. 4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi. 5. Kolaborasi pemberian analgetik Analgetik igunakan sebagai anti nyeri maupun sedatif yang sesuai.
dan
sedasi
merelaksasi
digunakan dan
untuk
meningkatkan
kenyamanan klien. 2) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (integritas kulit yang tidak utuh) Tujuan: klien akan menunjukan pertahanan tubuh adekuat dengan kriteria:
a. b. c. d.
Suhu tubuh normal Tidak ada pus atau nanah pada luka Luka kering Leukosit normal
1. Kaji
dan
pantau
bentuk
dan Membantudalam menentukan tehnik
karakteristik luka 2. Lakukan
dan proses penanganan luka yang
perawatan
luka
sesuai. secara Meminimalisir
aseptik 3. Ganti indikasi 4. Anjurkan
dan
mencegah
masuknya mikroorganisme yang dapat pembalut/perban klien
untuk
menyebabkan infeksi. sesuai Menjaga kebersihan dan kesterilan luka makan Protein dan albumin dianjurkan dalam
makanan bergizi. 5. Pantau vital sign
proses penyembuhan luka. Memntau perubahan dan tanda infeksi
6. Kolaborasi pemberia antibiotika
sedini mungkin. Antbiotika sebagai anti kuman yang dapat mencegah perkembangan kuman endogen dan eksogen yang dapat menyebabkan infeksi pada luka.
DAFTAR PUSTAKA Joanne McCloskey,dkk. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC). United States of America : Mosby Mutaqin,Arif & Sari,Kumala.2013.Asuhan Keperawatan Perioperatif : Konsep, Proses dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika Nanda Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Brunner & Suddarth, vol:3. Jakarta: EGC