LP Atelektasis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi Atelektasis Atelektasis adalah pengembangan tak sempurna atau kempisnya (kolaps) bagian paru yang seharusnya mengandung udara (Staf Pengajar FKUI, 1985). Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps tidak mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan berkurang ( Elizabeth J.Corwin, 2009). Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang umum terjadi, mencakup kolaps jaringan paru atau unit fungsional paru. Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru berkembang atau sama sekali tidak terisi udara. Sebagai dasar gambaran radiologis pada atelektasis adalah pengurangan volume bagian paru, baik lobaris, segmental atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan penarikan mediastinum ke arah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit. Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami suatu enfisema kompensasi yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi herniasi hemithoraks yang sehat ke arah hemithoraks yang atelektasis. B. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan Saluran pernapasan udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkhiolus. Saluran dari bronkus sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Udara mengalir dari



faring menuju laring atau kotak suara, laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan sebagai suatu pohon, sehingga disebut pohon trakeobronkial. Bronkus terdiri dari bronkus kiri dan kanan yang tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea, cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis, percabangan ini berjalan menuju terus menjadi bronkus yang ukurannya sangat kecil sampai akhirnya menjadi bronkus terminalis yaitu saluran udara yang mengandung alveoli, setelah bronkus terminalis terdapat asinus yaitu tempat pertukaran gas. Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, yang terletak dalam rongga dada atau thoraks. Kedua paru-paru saling berpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks dan basis. Pembuluh darah paruparu dan bronkial, saraf dan pembuluh darah limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris, paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Suatu lapisan yang kontinyu mengandung kolagen dan jaringan elastis dikenal sebagai pleura yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura vesiralis). Peredaran darah paru-paru berasal dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paruparu. Arteri bronchial berasal dari aortathorakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialis yang besar mengalirkan darahnya ke dalam sistem azigos yang kemudian bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah vena pulmonalis. Karena sirkulasi bronkial tidak berperan pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2% sampai 3% curah jantung. Arteri pulmonalis yang berasal



dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuran keparu-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paruparu yang halus mengitari dan menutupi alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri, yang selanjutnya membagikan kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.



C. Klasifikasi Atelektasis 1. Berdasarkan Faktor yang Menimbulkan a. Atelektasis Neonatorum Atelektasis Neonatorum banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor pencetus termasuk komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter. Pada otopsi, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non crepitant, lembek, dan alastis. Paru ini tidak mampu mengembang di dalam air. Secara histologis, ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi dinding septa yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem melapisi rongga alveoli dan sering terdapat endapan protein granular bercampur dengan debris amnion dan rongga udara. b. Atelektasis Acquired atau Didapat Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah berkembang, terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi, dan bercak. Istilah ini hanya menyangkut mekanisme dasar yang menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut. 1) Altelektasis absorpsi, terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim. Udara yang telah tersedia secara lambat laun memasuki aliran darah, disertai dengan kolapsnya alveoli. Tergantung dari tingkat obstruksi saluran udara, seluruh paru, merupakan lobus yang lengkap, atau bercak segmen dapat



terlibat. Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah obstruksi bronkus oleh suatu sumbatan mukus. Hal ini sering terjadi pasca operasi. Asma bronkial, bronkiektasis, dan bronkitis akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis karena sumbatan bahan mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada anak atau selama operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat juga tersumbat oleh tumor, terutama karsinoma bronkogenik dengan pembesaran kelenjar getah bening (seperti pada tuberkulosis) dan oleh aneurisma pembuluh darah. 2) Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan penimbunan cairan darah atau udara dalam kavum pleura, yang



secara



mekanis



menyebabkan



kolaps



paru



di



sebelahnya. Ini adalah kejadian yang sering pada efusi pleura dari penyebab apapun, namun mungkin yang paling sering dihubungkan



dengan



hidrotoraks



pada



payah



jantung



kongesti. Pneumotoraks dapat juga menyebabkan atelektasis kompresi pada penderita dengan tirah baring dan penderita denan asites, atelaktasis basal menyebabkan posisi diafragma yang lebih tinggi. 3) Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura yang menghambat ekspansi dan meningkatkan daya pegas pada ekspirasi. 4) Atelektasis bercak berarti adanya daerah kecil-kecil dari kolaps paru, seperti terjadi pada obstruksi bronkioli yang multipel karena sekresi atau eksudat pada kedua sindrom gawat napas orang dewasa dan bayi. Pada sebagian kecil kasus, atelektasis terjadi karena patogenesis tertentu yang menyertai jelas pada dinding dada. Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul karena sumbatan mukus yang relatif akut, mendadak timbul sesak napas.



2. Berdasarkan luasnya atelektasis a. Massive atelectase, mengenai satu paru b. Satu lobus, percabangan bronkus utama Gambaran yang khas yaitu inverted S sign → tumor ganas bronkus dengan atelektasis lobus superior paru. c. Satu segmen (segmental atelectase) d. Plate like atelectase, berbentuk garis Misal : Fleischner line → oleh tumor paru, bisa juga terjadi pada basal paru → post operatif 3. Berdasarkan lokasi atelektasis a. Atelektasis lobaris bawah : bila terjadi di lobaris bawah paru kiri, maka akan tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thoraks PA hanya memperlihatkan diafragma letak tinggi. b. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar. c. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah atelektasis. d. Atelektasis segmental : kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraks PA, maka perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue), yang memperlihatkan bagian yang terselubung dengan penarikan fissure interlobularis. e. Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan horizontal tipis, biasanya di lapang paru bawah yang sering sulit dibedakan dengan proses fibrosis karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak ada keluhan. f.



Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi bagian anterior, superior dan medial. Pada foto thoraks PA tergambarkan dengan fisura minor bagian superior dan medial yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral, fisura mayor bergerak ke



depan, sedangkan fisura minor dapat juga mengalamai pergeseran ke arah superior. D. Etiologi Etiologi atelektasis terbagi menjadi dua, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. 1. Etiologi intrinsik atelektasis adalah sebagai berikut. a. Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bisa berasal di dalam bronkus seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif, dan penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor sekitar bronkus, kelenjar yang membesar. b. Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukus. c. Tekanan



exstrapulmonary,



biasanya



diakibatkan



oleh



pneumothoraks, cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga thoraks, tumor thoraks seperti tumor mediastinum. d. Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi kelancaran pengeluaran sekret bronkus dan ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat keadaan atelektasis. e. Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thoraks yang menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan menghambat



pengeluaran



sekret



bronkus



memperberat terjadinya atelektasis. 2. Etiologi ekstrinsik atelektasis: a. Pneumothoraks b. Tumor c. Pembesaran kelenjar getah bening. d. Pembiusan (anestesia)/pembedahan e. Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi f.



Pernafasan dangkal



g. Penyakit paru-paru



yang



dapat



E. Patofisiologi Setelah penyumbatan bronkial yang terjadi secara mendadak sirkulasi darah perifer akan diserap oleh udara dari alveoli, yang akan menyebabkan terjadinya kegagalan pernapasan dan penarikan kembali paru-paru dalam beberapa menit, hal ini tanpa disebabkan adanya infeksi. Paru-paru akan menyusut secara kompleks. Dalam tingkat awal, perfusi darah paru-paru akan kekurangan udara yang menyebabkan hipoksemi arterial. Jika kapiler dan jaringan mengalami hipoksia maka dapat mengakibatkan timbulnya transudat berupa gas dan cairan serta edema paru. Pengeluaran transudat dari alveoli dan sel merupakan pencegahan kolaps dari atelektasis paru. Daerah sekitar paru-paru yang mengalami edema kompensata sebagian akan kehilangan volume. Bagaimanapun juga pada kasus kolaps yang luas diafragma mengalami paninggian, dinding dada nyeri, dan hal ini akan mempengaruhi perubahan letak hati dan mediastinum. Sesak yang disebabkan merupakan variasi perubahan stimulus pusat respirasi dan korteks serebral. Stimulus berasal dari kemoreseptor dimana terdapat daerah atelektasis yang luas yang menyebabkan tekanan O2 kurang atau berasal dari paru-paru dan otot pernapasan, dimana paru-paru kekurangan oksigen, oksigen tidak terpenuhi, dan penambahan kerja pernapasan. Aliran darah pada daerah yang mengalami atelektasis menjadi berkurang. Tekanan CO2 biasanya normal atau seharusnya turun sedikit dari sisa hiperventilasi parenkim paru-paru yang normal.



F. Manifestasi Klinis Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek. Gejalan dapat berupa gangguan pernafasan, nyeri dada, dan batuk. Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah). Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya atelektasis.



Pada



umumnya



atelektasis



yang



terjadi



pada



penyakit



tuberkulosis, limfoma, neoplasma, asma dan penyakit yang disebabkan infeksi



misalnya



bronkitis,



bronkopneumonia,



dan



lain-lain



jarang



menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada bronkus utama. Jika daerah atelektsis itu luas dan terjadi sangat cepat akan terjadi dipsneu dengan pola pernapasan yang cepat dan dangkal, takikardi, dan sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan jika berlanjut akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada perkusi redup dan mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada atelektasis yang luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari satu lobus, bising nafas akan melemah atau sama sekali tidak terdengar, biasanya didapatkan adanya perbedaan gerak dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma mungkin meninggi. G. Gambaran Radiologis Paru dapat dikatakan mengalami atelektasis jika seluruh/ sebagian paruparu mengempis, akan ada suatu bayangan homogen pada belah itu, dengan jantung dan trakhea beranjak ke jurusan itu dan diafragma terangkat. Jika hanya satu lobus yang mengalami atelaktasis disebabkan oleh penyumbatan bronkhial, mungkin kelihatan dua kelainan yang khas. Kelainan pertama adalah suatu bayangan yang homogen dari lobus yang kempis itu sendiri, yang akan menempati ruangan yang lebih kecil daripada jika lobus tersebut tidak berkembang sama sekali. Suatu lobus kanan atas yang kempis akan kelihatan sebagai suatu daerah yang opak pada puncak, dengan batas tegas yang bersifat konkaf di



bawahnya di dekat klavikula yaitu yang diakibatkan oleh fisura horisontal yang terangkat. Lobus kiri atas bilamana kempis biasanya mencakup lingula dan bayangan yang diakibatkannya adalah lebih tidak tegas tanpa batas bawah yang tegas. Akan tetapi pada proyeksi lateral akan kelihatan suatu bayangan berbentuk lidah dengan puncaknya dekat diafragma, di sebelah anterior, ini mungkin sampai kepada sternum, atau mungkin dipisahkan oleh suatu daerah yang translusen yang disebabkan oleh paru-paru kanan yang menyelip diantaranya dan sternum di sebelah posterior bayangan itu mempunyai batas yang tegas dengan batas konkaf yang disebabkan oleh fisura besar yang terdesak ke depan. Suatu lobus tengah akan menyebabkan suatu bayangan yang sangat tidak tegas pada proyeksi anterior, akan tetapi mungkin mengaburkan batas daripada jantung kanan, pada proyeksi lateral ia akan kelihatan sebagai suatu bayangan berbentuk pita yang membujur dari hilus ke angulus sterno-diafragmatikus. Batas atasnya yang tegas dibentuk oleh fisura horisontal yang terdekat, sedangkan batas belakangnya yang konkaf oleh fisura mayor yang terdesak ke depan. Lobus bawah yang kempis menyebabkan suatu bayangan berbentuk segitiga, dengan batas lateral yang tegas yang membujur ke bawah dan keluar dari daerah hilus ke diafragma. Oleh karena ia biasanya terletak di belakang bayangan jantung. Pada proyeksi lateral bayangan mungkin kabur sekali, akan tetapi biasanya kehadirannya memberikan tiga gambar, vertebra thorakalis di sebelah bawah akan kelihatan lebih berwarna abu-abu daripada hitam daripada vertebra di sebelah tengah, bagian posterior daripada bayangan diafragma kiri akan tidak dapat dilihat, dan daerah vertebra bawah di belakang bayangan jantung akan kurang hitam daripada daerah translusen di belakang sternum. Gejala-gejala yang karakteristik lainnya adalah konsekuensi daripada bayangan-bayangan vaskuler menjadi kabur di dalam opasitas umum daripada lobus yang tidak mengandung udara, sedangkan bayangan pembuluh-pembuluh darah di dalam lobus yang lain adalah lebih memencar oleh karena ia mengisi suatu volume yang lebih besar. Pembuluh-pembuluh darah hilus pada sebelah yang terkena penyakit akan menunjukkan suatu konveksitas lateral dan bukan suatu konkafitas seperti dalam keadaan normal pada tempat dimana grup daripada lobus atas bertemu dengan arteri basalis, hilus akan menjadi lebih kecil daripada di sebelah yang lain, sedangkan



pembuluh-pembuluh darah paru-paru akan lebih memencar sehingga per unit daerah akan kelihatan lebih sedikit daripada di sebelah yang lain (normal). Hanya akan ada sedikit atau sama sekali tidak ada translusensi yang relatif, oleh karena aliran kapiler bertambah besar, sedangkan pendesakan trakhea atau peninggian diafragma biasanya sedikit dan jantung beralih hanya sedikit ke jurusan lobus yang kempis yaitu pada kolaps daripada lobus bawah, atau yang lebih sering sama sekali tidak pada kolaps daripada lobus atas.



H. Pencegahan dan Pengobatan (Penatalaksanaan Medis) Pengobatan atelektasis didasarkan pada etiologi penyakit. Namun demikian, pencegahan adalah faktor terpenting. Kerangka kerja terapi yang mendasari adalah mobilisasi dini dan perubahan posisi sering pada klien tirah baring atau klien pascaoprasi. Napas dalam dengan teratur penting karena pada klien ini umumnya terjadi penurunan kesadaran akibat pengaruh anestesi, penurunan mobilitas, dan nyeri (Hanneman, 1995). Bronkodilator dan mukolitik, jika diindikasikan, dan fisioterapi dada akan sangat membantu, ventilasi yang adekuat dapat ditingkatkan dengan perubahan posisi, batuk efektif, napas dalam, atau spirometri insentif. Tanggung jawab keperawatan dalam hal ini adalah memberikan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya teknik pernapasan termasuk latihan napas dalam dan teknik batuk efektif, dan aktifitas fisik lainnya sesuai dengan toleransi klien. Tindakan ini terutama penting untuk klien pascaoperatif dan tirah baring. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis: 1. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur, dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin. 2. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan. 3. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus menerus ke



paru-paru sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut. 4. Dorong klien untuk napas dalam dan bentuk efektif untuk mencegah penumpulan sekresi dan untuk mengeluarkan eksudat. 5. Ubah posisi klien dengan sering dan teratur, terutama dari posisi telentang ke posisi tegak, untuk meningkatkan ventilasi dan mencegah akumulasi sekresi. 6. Tingkatkan



ekspansi



dada



yang



tepat



selama



bernapas



untuk



penyebaran udara dalam paru-paru secara menyeluruh. 7. Berikan medikasi atau sedatif secara biajaksana untuk mencegah depresi pernapasan. 8. Lakukan pengisapan untuk mengeluarkan sekresi trakeobronkiolar. 9. Lakukan drainase postural dan perkusi dada. 10. Dorong aktivitas atau ambulasi dini. 11. Ajarkan teknik sporometri insensif yang tepat. Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena. Tindakan yang biasa dilakukan antara lain sebagai berikut. 1. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembang. 2. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya. 3. Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif). 4. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak. 5. Postural drainase. 6. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi. 7. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya. 8. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paruparu yang terkena mungkin perlu diangkat Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang



mengempis



akan



kembali



mengembang,



dengan



atau



tanpa



pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya. Pemeriksaan bronkoskopi harus segera dilakukan, apabila atelektasis terjadi karena penyumbatan benda asing. Pemberian oksigenasi harus diberikan pada penderita sesak dan sianosis. Terapi yang diberikan biasanya simtomatis seperti anti sesak, bronkodilator, antibiotik, dan kortikosteroid. Fisioterapi sangat berguna seperti perubahan posisi, masase, latihan pernapasan sangat membantu dalam pengembangan kembali paru yang kempis. Pada infeksi yang kronis biasanya dilakukan pemeriksaan bakteriologis yang lebih teliti dan lobektomi sebaiknya tidak dilakukan kecuali jika nfeksi kronis dan melibatkan bagian paru yang sehat atau sudah terjadi bronkiektasis pada daerah yang cukup luas. I.



Pemeriksaan Penunjang 1. Rontgent dada Menunjukkan adanya daerah bebas udara di paru-paru. 2. CT scan Menentukan penyebab terjadinya penyumbatan. 3. Pemeriksaan laboratorium -



Hb



-



Analisa Gas Darah oksigen



: Menurun/normal



darah,



: Asidosis respiratorik, penurunan kadar kadar



karbon



darah



meningkat/normal,



menunjukkan derajat hipoksemia, dan keadekuatan ventilasi alveolar. -



Elektrolit : Natrium dan kalsium menurun/normal



J. Asuhan Keperawatan Teoritis 1. Pengkajian a. Identitas Identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir/umur (dapat terjadi pada bayi yang baru lahir, anak-anak, dan usia tua), jenis kelamin, agama,



status



perkawinan,



pendidikan,



pekerjaan,



suku/kebangsaan, alamat (lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar), diagnosa medis, nomor CM, dan tanggal masuk rumah sakit.



b. Keluhan utama : 1) Kehilangan nafsu makan, mual/muntah 2) Sakit kepala daerah frontal (influenza) 3) Nyeri dada ( pleuritik ), meningkat oleh batuk 4) Pernafasan dangkal c. Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien merasakan sesak nafas setelah beraktivitas, batuk-batuk disertai dengan demam tinggi, dan merasakan nyeri dada pada bagian yang terkena atelektasis. d. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia. Penyakit paru, jantung, dan kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita e. Riwayat psikososial



f.



-



Pasien merasakan cemas karena mengalami nyeri



-



Pasien jarang berkomunikasi dengan lingkungan sekitar



Pola aktivitas sehari-hari -



Mobilisasi berkurang karena pasien sesak nafas apabila terlalu banyak melakukan aktivitas.



-



Pola istirahat tidur pasien menjadi berkurang atau tidak teratur.



-



Pemasukan nutrisi dan cairan berkurang.



g. Pemeriksaan fisik : -



Tanda-tanda vital TD : hipertensi S : hipertermi >39oC RR : dyspnea N : takikardi



-



Sistem Integumen Adanya kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, dan kemerahan.



-



Sistem Pulmonal (Pemeriksaan Dada)



Pasien menyatakan sesak nafas dan dada tertekan, adanya pernafasan



cuping



hidung,



hiperventilasi,



batuk



(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchi pada lapang paru. Inspeksi



: berkurangnya gerakan pada sisi yang sakit,



adanya sianosis pada bibir dan ujung jari, pasien terlihat pucat. Palpasi



: Fremitus berkurang, trakea, dan jantung bergeser.



Perkusi



: Batas jantung dan mediastinum akan bergeser,



letak diafragma meninggi. Auskultasi : suara nafas melemah, terdengar ronkhi. -



Sistem Kardiovaskuler Sakit kepala, denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun.



-



Sistem Neurosensori Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi.



-



Sistem Muskuloskeletal Lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru, dan penggunaan otot aksesoris pernafasan.



-



Sistem genitourinaria Produksi urine menurun/normal.



-



Sistem pencernaan Mual, kadang muntah, konsistensi feses normal/diare.



2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi tidak seimbang. b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan produksi mukus berlebihan dan kental, batuk tidak efektif. c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.



d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah



(kelelahan)



sekunder



terhadap



peningkatan



upaya



pernapasan. e. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam kehilangan cairan , masukan cairan kurang karena dispnea. f.



Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi paru.



g. Cemas / takut berhubungan dengan hospitalisasi (ICU) h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit, prosedur perawatan di rumah sakit.



DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2007. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC Hansyah, Sofyan. 2010. Asuhan Keperawatan Atelektasis. Diunduh tanggal 30 Desember 2014 dari http://sofyanhansyah.wordpress.com/atelektasis-paru Nanda International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika