LP - Cindy Aprilia P.S - Asfiksia Neonatorum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ASFIKSIA NEONATORUM



OLEH:



CINDY APRILIA PUSPITA SARI NIM. 2030019



PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA TA. 2020/2021



LEMBAR PENGESAHAN



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ASFIKSIA NEONATORUM



Surabaya, 15 Maret 2021



Mengetahui, Dosen Pembimbing



Qori’ila Saidah, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep Anak NIP. 03026



LAPORAN PENDAHULUAN Konsep Teori Pada laporan ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Asfiksia Neonatorum dan Konsep Asuhan Keperawatan. 1.1



Konsep Asfiksia Neonatorum



1.2



Definisi Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan dengan tidak



segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan (Nurarif & Kusuma, 2015). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O 2 dan semakin meningkatnya CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan yang lebih lanjut (Ilyas, Mulyati & Nurlina, 2016). Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis. Kondisi ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru – paru (Sudarti & Fauziah, 2013). Berdasarkan beberapa literatur diatas definisi dari asfiksia yaitu merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk melanjutkan secara spontan dan teratur dengan segera disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis yang terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernapasan dalam mengembangkan paru – paru. Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna dan segera. Bila asfiksia tidak ditangani dengan tepat maka akan mengakibatkan kerusakan otak dan berujung hingga kematian. 1.3



Etiologi Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran



pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, dan persalinan atau segera setelah lahir. Penyebab kegagalan pernapasan pada bayi sebagai berikut (Cahyanti, 2018):



1. Faktor Ibu Terdapat gangguan pada aliran darah ke uterus sehingga menyebabkan berkurangnya aliran O2 ke plasenta dan janin. Sering dijumpai pada gangguan kontraksi uterus misalnya pre-eklamsia dan hipertensi eklamsi, perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta), partus lama atau macet, demam selama persalinan, infeksi berat, kehamilan postmatur, dan penyakit ibu. 2. Faktor Plasenta Penurunan pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir antara lain lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, dan prolapsus tali pusat. 3. Faktor Fetus Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbang, tali pusat melilit leher, meconium kental, prematuritas, dan persalinan ganda. 4. Faktor Neonatus Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi dikarenakan oleh pemakaian obat seperti anestesi atau analgetika yang berebihan pada ibu yang secara langsung dapat menimbulkan depresi pada pusat pernapasan janin. Asfiksia yang dapat terjadi tanpa didahului dengan tanda gejala gawat janin antara lain bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distoria bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep/trauma dari luar), kelainan kongenital, air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). 1.4



Klasifikasi Klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 bagian, yaitu sebagai berikut



(Ayuningtias, 2019): 1.



Asfiksia Livida yaitu asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru – biruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung regular, prognosis lebih baik.



2.



Asfiksia Pallida yaitu asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat, tonus otot kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irregular, dan prognosis jelek.



Tanda Frekuensi Jantung Pernafasa n Tonus Otot Refleks Rangsang an Warna Kulit



0



1



2



Tidak Ada



< 100x/Menit



>100x /Menit



Lambat, Tidak Teratur Ekstremitas Fleksi Sedikit



Menangis Kuat Gerakan Aktif



Tidak Ada



Gerakan Sedikit



Menangis



Biru/Pucat



Tubuh Kemerahan, Ekstremitas Biru



Tubuh & Ektremitas Kemerahan



Tidak Ada Lemas



Total Keterangan : 1) Nilai 0-3 2) Nilai 4-6 3) Nilai 7-10



1 mnt



Umur Kehamilan.......minggu 5 mnt 10 mnt 15mnt 20mnt



: Asfiksia berat : Asfiksia sedang : Normal Sumber : Fida & Maya, Pengantar Ilmu Kesehatan Anak (2012).



Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar). Asfiksia neonatorum diklasifikasikan menjadi (Fida & Maya, 2012): 1. Bayi normal atau tidak asfiksia: Skor APGAR 8-10. Bayi normal tidak memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen secara terkendali. 2. Asfiksia Ringan (Vigorus Baby): Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa, tidak memerlukan pemberian oksigen dan tindakan resusitasi. 3. Asfiksia Sedang (Mild Moderate Asphyksia): Skor APGAR 3-4. Pada Pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung >100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada dan memerlukan tindakan resusitasi serta pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal.



4. Asfiksia Berat: Skor APGAR 0-3. Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen terkendali, karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus dikalbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan, dan cairan glukosa 40% 1-2 ml/kg berat badan, diberikan lewat vena umbilikus.



Pada



pemeriksaan



fisik



ditemukan



frekuensi



jantung



55 mm H2. 5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik. 1.8



Komplikasi Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatorum antara lain (Wulandari,



2017): 1.



Hipoksia dan iskemia otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonates, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.



2.



Anuria atau oliguria



Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah yang seharusnya dialirkan ke ginjal menurun. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengeluaran urine menjadi sedikit. 3.



Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.



1.9



Penatalaksanaan Asfiksia Penatalaksanaan asfiksia menurut Surasmi (2013) adalah:



1.



Memberikan jalan napas dengan penghisapan lendir dan kassa steril.



2.



Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik.



3.



Apabila bayi tidak menangis, maka lakukan sebagai berikut: a. Rangsangan taktil dengan cara menepuk – nepuk kaki, mengelus – elus dada, perut dan punggung. b. Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth to mouth. c. Pertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan asfiksia dengan cara: membungkus bayi dengan kain hangat, badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi ditutup dengan baik atau menggenakan topi.



4.



Apabila nilai APGAR pada menit ke 5 sudah baik (7-10) lakukan perawatan selanjutnya: bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat, melaksanakan antromentri dan pengkajian kesehatan, memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda pengenal bayi.



1.10 Penatalaksanaan Resusitasi Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan – tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi (Nule, 2018):



1.



Memastikan saluran nafas terbuka: a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan pernapasan terbuka



2.



Memulai pernapasan: a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi. b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif



3.



Mempertahankan sirkulasi darah: Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan. Penatalaksanaan resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus: a. Tindakan Umum 1) Bersihkan jalan nafas : Kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam. 2) Rangsang refleks pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achilles. 3) Mempertahankan suhu tubuh. b. Tindakan Khusus a) Asfiksia Berat Resusitasi



aktif



harus



segera



dilaksanakan,



langkah



utama



memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 24ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan



melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas. b) Asfiksia Sedang atau Ringan Berikan stimulasi agar timbul reflek pernapasan, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera



dilakukan,



ventilasi



sederhana



dengan



kateter



O2



intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus



dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.



1.11 Discharge Planning Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan, dan beberapa saat setelah persalinan. Adapun beberapa pencegahan berupa (Nurarif & Kusuma, 2015): 1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4x kunjungan. 2. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap pada kehamilan yang diduga beresiko bayinya lahir dengan asfiksia neonatorum. 3. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. 4. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi dini terhadap tanda – tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan kardiografi. 5. Meningkatkan keterampilan tenaga obstetric dalam penanganan asfiksia neonatorum di masing – masing tingkat pelayanan kesehatan. 6. Meningkatkan



Kerjasama



tenaga



obstetri



dalam



pemantauan



dan



penanganan persalinan. 7. Melakukan perawatan neonatal esensial yang terdiri dari: a. Persalinan yang bersih dan aman b. Stabilisasi suhu c. Inisiasi pernapasan spontan d. Inisiasi menyusu dini e. Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi Setelah persalinan ajarkan pada pasien dan keluarga dalam: 1. Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif 2. Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh 3. Mencegah cidera atau komplikasi



4. Meningkatkan kedekatan orang tua dan bayi 5. Beri



asupan



cukup



ASI



sesering



mungkin



setelah



keadaan



memungkinkan



1.12 Pathway Asfiksia Pemakaian anestesi atau analgetik yg berlebihan



Persalinan lama, partus macet, lilitan tali pusat, tali pusat menumbang



Perdarahan abnormal, plasenta previadan solusio plasenta



Penurunan pasokan O2



Gangguan kontraksi uterus preeklamsia & eklamsia



Asfiksia



Janin kekurangan O2 & CO2



Nafas cepat



Persalinan dgn tindakan sunsang, bayi kembar, distoria bahu



Paru-paru terisi cairan



Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif



Suplai O2 ke paru



Suplai O2 dlm darah



Kerusakan otak



Resiko Termoregulasi Tidak Efektif



Apnea DJJ dan TD Pola Nafas Tidak Efektif



Janin tdk bereaksi thd rangsangan



Gangguan Pertukaran Gas



Resiko Cedera



Gangguan perfusi ventilasi



Gangguan metabolisme & perubahan asam basa Asidosis respiratorik



2.1



Konsep Asuhan Keperawatan



2.2



Pengkajian Menurut Hidayat (2008) dalam Cahyanti (2018) pengkajian yang dilakukan



pada bayi dengan asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut: 1. Identitas: Nama bayi, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa asfiksia neonatorum. 2. Keluhan Utama: Sesak napas dikarenakan kesulitan akibat bersihan jalan napas atau hipoksia janin akibat otot pernapasan kurang optimal. 3. Riwayat Kehamilan dan Persalinan: Kaji riwayat prenatal, natal, neonatal, postnatal. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga: Apakah keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit lainnya. 5. Kebutuhan Dasar: a. Pola nutrisi: Pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral karena organ tubuh terutama lambung yang belum sempurna, selain itu bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumoni. b. Pola eliminasi: Mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama perncernaan yang belum sempurna pada bayi. c. Kebersihan diri: Perawat dan keluarga bayi harus menjaga kebersihan terutama saat BAB dan BAK. d. Pola tidur: Biasanya terganggu karena bayi mengalami sesak napas. 6. Pemeriksaan Fisik:



a. Pemeriksaan Kepala dan Rambut Pemeriksaan kepala, ubun-ubun (raba adanya cekungan atau cairan dalam ubun-ubun), sutura (pada perabaan sutura masih terbuka), molase, periksa hubungan dalam letak dengan mata dan kepala. Ukur lingkar kepala dimulai dari lingkar skdipito sampai frontal. b. Mata Buka mata bayi dan lihat apakah ada tanda-tanda infeksi atau pus. Bersihkan kedua mata bayi dengan lidi kapas DTT. Berikan salf mata kepala. c.



Hidung & Mulut Periksa bibir dan langitan sumbing, refleks hisap, dinilai saat bayi menyusui.



d. Telinga Periksa hubungan letak dengan mata dan kepala. e. Dada Periksa bunyi nafas dan detak jantung. Lihat adakah tarikan dinding dada dan lihat puting susu (simetris atau tidak). f. Abdomen Palpasi perut apakah ada kelainan dan keadaan tali pusat. g. Punggung Untuk mengetahui keadaan tulang belakang periksa reflek di punggung dengan cara menggoreskan jari kita di punggung bayi, bayi akan mengikuti gerakan dari goresan jari kita. h. Genetalia Untuk laki-laki periksa apakah testis sudah turun kedalam skrotum. Untuk perempuan periksa labia mayor dan minor apakah vagina berlubang dan uretra berlubang. i. Leher Periksa adanya pembesaran kelenjar thyroid. j. Ekstremitas Hitung jumlah jari tangan bayi. k. Integumen



Lihat warna kulit dan bibir setra tanda lahir. Lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal) l. Sirkulasi - Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik). - Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV. - Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan. - Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena. m. Neurosensori - Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas. - Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma). - Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang) n. Pernafasan - Skor APGAR: 1 menit....5 menit..... skor optimal harus antara 7-10. - Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat. - Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak: kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.



2.3



Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskular 2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas 3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi 4. Resiko cidera b.d terpapar zat kimia toksik 5. Resiko termoregulasi tidak efektif b.d kebutuhan oksigen meningkat 6. Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer



2.4 No . 1.



2.



Intervensi Keperawatan Diagnosa



Tujuan



SIKI



Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskular



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam diharapkan bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil: 1. Mekonium menurun 2. Sianosis menurun 3. Dipsnea menurun 4. Frekuensi napas membaik 5. Pola napas membaik



1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas. 2. Monitor pola napas (bradipneu, takipneu, hiperventilasi, kussmaul) 3. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru. 4. Aukultasi bunyi napas. 5. Monitor saturasi oksigen. 6. Monitor nilai AGD. 7. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik. 8. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal. 9. Beri oksigen, bila perlu.



Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi b.d hambatan upaya napas keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola napas membaik dengan kriteria hasil: 1. Ventilasi semenit meningkat.



1. Monitor posisi selang ETT terutama setelah mengubah posisi. 2. Pasang OPA untuk mencegah ETT tergigit. 3. Berikan pre oksigenasi (bagging atau ventilasi



2. 3. 4. 5.



Kapasitas vital meningkat. Dipsnea menurun. Frekuensi napas membaik. Kedalaman napas membaik.



mekanik) 1,5 kali volume tidal. 4. Tempatkan pada posisi terapeutik. 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik. 6. Atur posisi untuk meningkatkan drainage.



3.



Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil: 1. Tingkat kesadaran meningkat. 2. PCO2 membaik. 3. PO2 membaik. 4. Sianosis membaik. 5. Warna kulit membaik.



1. Monitor kecepatan aliran oksigen. 2. Monitor posisi alat terapi oksigen. 3. Monitor tanda – tanda hipoventilasi. 4. Monitor status respirasi dan oksigenasi. 5. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas. 6. Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin. 7. Berikan tambahan oksigen, bila perlu. 8. Kolaborasi penentuan dosis oksigen.



4.



Resiko cidera b.d terpapar zat kimia toksik



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam diharapkan tingkat cidera menurun dengan kriteria hasil: 1. Kejadian cidera menurun. 2. Frekuensi nadi membaik. 3. Frekuensi napas membaik. 4. Denyut jantung apikal dan radialis membaik.



1. Identifikasi resiko biologis, lingkungan dan perilaku. 2. Identifikasi obat yang menyebabkan cidera. 3. Anjurkan slalu mengawasi bayi. 4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi. 5. Bebaskan dari cidera dan komplikasi.



5.



Resiko termoregulasi



Setelah dilakukan intervensi



1. Monitor tanda – tanda



tidak efektif b.d kebutuhan oksigen meningkat



keperawatan selama 1x24 jam diharapkan termoregulasi membaik dengan kriteria hasil: 1. Pucat menurun. 2. Takikardia menurun. 3. Takipneu menurun. 4. Dasar kuku sianolik menurun. 5. Hipoksia menurun. 6. Suhu tubuh membaik. 7. Ventilasi membaik.



2. 3. 4.



5.



6.



6.



2.5



Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil: 1. Nyeri menurun. 2. Kemerahan menurun. 3. Bengkak menurun.



Implementasi Keperawatan



vital bayi (terutama suhu 36,5℃ – 37,5℃). Monitor perkembangan neonatus. Ajarkan cara pengukuran suhu. Anjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman. Ajarkan memilih lokasi pengukuran suhu oral atau aksila. Ajarkan cara membaca hasil thermometer air raksa ataupun elektronik.



1. Monitor tekanan darah, nadi (frekuensi, kekuatan irama). 2. Monitor pernapasan (frekuensi kedalaman). 3. Monitor suhu tubuh. 4. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik. 5. Identifikasi penyebab perubahan tanda vital. 6. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien. 7. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi. 8. Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien. 9. Dokumentasi hasil pemantauan.



Implementasi merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang di hadapi kedalam suatu kasus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Dalam pelaksanaan implementasi meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru (Ilmi, Saraswati & Hartono, 2019). 2.6



Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah tahapan akhir yang ada di dalam proses



keperawatan dimana tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak. Untuk mengatasi suatu masalah dari klien pada tahap evaluasi ini perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah tercapai yang telah dilakukan oleh perawat (Ilmi, Saraswati & Hartono, 2019).



DAFTAR PUSTAKA Ayuningtias, R. W. (2019). Hubungan Paritas dan Umur Kehamilan Dengan Kejadian Asikfia Neonatorum Di RSUD Sleman Tahun 2019. Cahyanti, Y. D. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Bayi Asfiksia Neonatorum Dengan Ketidakefetifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan. p. 121. Fida and Maya (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika. Ilmi, M. N., Saraswati, R. & Hartono (2019). Analisis Asuhan Keperawatan. University Research Colloqium. pp. 331–339. Ilyas, J., Mulyati, S. & Nurlina. (2016). Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC. Nule, M. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny. E. N Dengan Asfiksia Sedang Di Ruangan Nicu Rsud. Prof Dr. W. Z Johanes Kupang. p. 121. Nurarif, A. H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Revisi Jil. Yogyakarta: Mediaction. PPNI, T. P. S. D. (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 3rd edn. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia. PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 2nd edn. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. 1st edn. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Sudarti & Fauziah, A. (2013). Asuhan Kebidanan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan. 1st edn. Yogyakarta: Nuha Medika. Surasmi, A. (2013). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC. Wulandari, D. A. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Asfiksia Neonatorum Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan.