LP Dismenorea [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DISMENORE



Dosen Pembimbing : Ns. Nur Rakhmahwati MPH



Disusun Oleh: Novia Ambarwati SN201182



PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA FAKULTAS ILMU KESEHATAN TAHUN AKADEMIK 2021



A. DEFINISI Dismenorea didefinisikan sebagai nyeri haid. Dismenorea merupakan gangguan menstruasi yang umum dialami oleh remaja dengan gejala utama termasuk nyeri dan mempengaruhi kehidupan dan kinerja sehari-hari. Dismenore dapat didefinisikan sebagai aliran menstruasi yang sulit atau menstruasi yang mengalami nyeri. Banyak wanita yang dismenore mengalami rasa tidak enak diperut bagian bawah dan terkadang sampai pada daerah panggul yang muncul pada saat menstruasi ataupun selama menstruasi. Biasanya rasa nyeri yang bersifat seperti kejang ini akan mereda atau hilang dengan sendirinya setelah darah haid mulai mengalir (Asrinah et al, 2011). B. KLASIFIKASI 1.



Dismenorea primer



Dismenore primer (essensial, instrinsik, idiopatik) tidak terdapat hubungan dengan kelainan ginekologi. Ini merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus haid pada bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama – sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam. Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit – jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar kedaerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya (Purwaningsih & Fatmawati, 2010). Kebanyakan penderitanya adalah perempuan muda walaupun dijumpai pula pada kalangan yang berusia 40 tahun ke atas. 2.



Dismenorea Sekunder



Dismenore sekunder (ekstrinsik, yang diperoleh, acquired) disebabkan oleh kelainan ginekologik (endometrosis, adenomiosis, dan lain – lain) dan juga karena pemakaian IUD (Purwaningsih & Fatmawati, 2010). Dismenore sekunder 11 seringkali mulai muncul pada usia 20 tahun dan lebih jarang ditemukan serta terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenore. Tipe nyeri hampir sama dengan dismenore primer, namun lama nyeri dapat melebihi periode menstruasi dan dapat juga terjadi saat tidak menstruasi (Nugroho & Utama, 2014).



C. ETIOLOGI Secara umum, nyeri haid muncul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan suatu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha. Riset biologi molekuler terbaru berhasil menemukan kerentanan gen (susceptibility genes), yaitu memodifikasi hubungan antara merokok pasif (passive smoking) dan nyeri haid (Anurogo & Wulandari, 2011). Berikut adalah penyebab nyeri haid berdasarkan klasifikasinya : 1. Penyebab dismenore primer a.



Faktor endokrin Rendahnya kadar progresteron pada akhir fase corpus luteum. Hormon



progresteron menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus. Di sisi lain, endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 sehingga menyebabkan konstraksi otot- otot polos. Jika kadar prostaglandin yang berlebihan memasuki peredaran darah maka selain dismenore dapat juga dijumpai efek lainnya seperti nausea (mual), muntah, diare, flushing (respons involunter tidak terkontrol) dari sistem darah yang memicu pelebaran pembuluh kapiler kulit, dapat berupa warna kemerahan atau sensasi panas. Jelaslah bahwa peningkatkan kadar prostaglandin memegang peranan penting pada timbulnya dismenore primer (Anurogo & Wulandari, 2011). b.



Faktor organik Kelainan organik yang dimaksud yaitu seperti retrofleksia uterus (kelainan



letak – arah anatomis Rahim), hipoplasia uterus (perkembangan rahim yang tidak lengkap), obstruksi kanalis servikal (sumbatan saluran jalan lahir), mioma submukosa bertangkai (tumor jinak yang terdiri dari jaringan otot), dan polip endometrium (Anurogo & Wulandari, 2011). c.



Faktor kejiwaan atau psikis Pada wanita yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika tidak mendapat



penerangan yang baik tentang proses haid, maka akan mudah timbul dismenore. Contoh gangguan psikis yaitu seperti rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, konflik dan masalah jenis kelaminnya, dan imaturitas (belum mencapai kematangan) (Anurogo & Wulandari, 2011).



d.



Faktor konstitusi Faktor konstitusi yaitu seperti anemia dan penyakit menahun juga dapat



memperngaruhi timbulnya dismenore (Anurogo & Wulandari, 2011). e.



Faktor alergi Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara



hipermenorea dengan urtikaria migrain atau asma bronkele. Smith menduga bahwa sebab alergi adalah toksin haid (Purwaningsih & Fatmawati, 2010). 2. Penyebab dismenore sekunder a. Infeksi : nyeri sudah terasa sebelum haid b. Myoma submucosa, polyp corpus uteri : nyeri bersifat kolik c. Endometriosis : nyeri disebabkan d. Retroflexio uteri fixate e. Stenosis kanalis servikalis f. Adanya AKDR : tumor ovarium (Aspiani, 2017). D. TANDA DAN GEJALA DISMENORE 1. Dismenore primer Dismenore primer hampir selalu terjadi saat siklus ovulasi (ovulatory cycles) dan biasanya muncul dalam setahun setelah haid pertama. Pada dismenore primer klasik, nyeri dimulai bersamaan dengan onset haid atau hanya sesaat sebelum haid dan bertahan atau menetap selama 1 – 2 hari. Nyeri dideskripsikan sebagai spasmodik dan menyebar ke bagian belakang (punggung) atau paha atas atau tengah. Berhubungan dengan gejala – gejala umumnya yaitu seperti berikut : a. Malaise (rasa tidak enak badan) b. Fatigue (lelah) c. Nausea (mual) dan vomiting (muntah) d. Diare e. Nyeri punggung bawah f. Sakit kepala g. Terkadang dapat juga disertai vertigo atau sensasi jatuh, perasaan cemas, gelisah, hingga jatuh pingsan. h. Gejala klinis dismenore primer termasuk onset segera setelah haid pertama dan biasanya berlangsung sekitar 48 – 72 jam, sering mulai beberapa jam



sebelum atau sesaat setelah haid. Selain itu juga terjadi nyeri perut atau nyeri seperti saat melahirkan dan hal ini sering ditemukan pada pemeriksaan pelvis yang biasa atau pada rektum (Anurogo & Wulandari, 2011). 2.



Dismenore sekunder Nyeri dengan pola yang berbeda didapatkan pada dismenore yang terbatas pada onset haid. Ini biasanya berhubungan dengan perut besar atau kembung, pelvis terasa berat, dan nyeri punggung. Secara klinis, nyeri meningkat secara progresif selama fase luteal dan akan memuncak sekitar onset haid. Berikut adalah gejala klinis dismenore secara umum : a. Dismenore terjadi selama siklus pertama atau kedua setelah haid pertama b. Dismenore dimulai setelah usia 25 tahun c. Terdapat ketidaknormalan pelvis dengan pemeriksaan fisik, pertimbangkan kemudian endometriosis, pelvic inflammatory disease (penyakit radang panggul), dan pelvic adhesion (perlengketan pelvis). d. Sedikit atau tidak ada respons terhadap obat golongan NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory drug) atau obat anti – inflamasi non – steroid, kontrasepsi oral, atau keduanya



E. PATOFISIOLOGI & PATHWAY 1. Dismenorea primer(primary dysmenorrhea) Disebabkan karena kelebihan atau ketidak seimbangan dalam jumlah sekresi prostaglandin (PG) dari endometrium saat menstruasi, prostaglandin F2α (PGF2α) merupakan



stimulan



miometrium



yang



kuat



dan



vasokonstriktor



pada



endometrium. Selama peluruhan endometrium, sel-sel endometrium melepaskan PGF2α saat menstruasi dimulai. PGF2α merangsang kontraksi miometrium, iskemia dan sensitisasi ujung saraf. Dismenorea terjadi karena kontraksi uterus yang berkepanjangan sehingga terjadi penurunan aliran darah ke miometrium. Kadar prostaglandin meningkat ditemukan di cairan endometrium wanita dengan dismenorea dan berhubungan lurus dengan derajat nyeri. Peningkatan prostaglandin endometrium sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase folikuler ke fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama menstruasi. Peningkatan prostaglandin di endometrium setelah penurunan progesterone pada akhir fase luteal berakibat peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan. Leukotrien diketahui dapat meningkatkan



sensitivitas serat nyeri di rahim. Sejumlah besar leukotrien telah ditemukan dalam endometrium wanita dengan dismenorea primer yang tidak merespon baik dengan pengobatan antagonis prostaglandin. Hormon hipofisis posterior vasopressin dapat terlibat dalam hipersensitivitas miometrium, berkurangnya aliran darah uterus, dan nyeri pada dismenorea primer. Peran Vasopresin dalam endometrium mungkin terkait dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin. Vasokonstriksi menyebabkan iskemia dan telah diteliti bahwa neuron nyeri tipe C dirangsang oleh metabolit anaerob yang dihasilkan oleh endometrium iskemik dan dapat meningkatkan sensitivitas nyeri. 2. Dismenorea Sekunder (secondery dysmenorrhea) Dapat terjadi kapan saja setelah menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 30-an atau 40-an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian penyebab yang umum termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium dan chronic pelvic inflammatory disease.



PATHWAY Prostaglandin Merangsang miometrium



Kontraksi di uterus



Kurang pengetahuan DISMINOREA



MK:Intolerans i Aktifitas



MK: Nyeri Akut MK: Defisit Pengetahua n



F. MANIFESTASI KLINIS a.



Dismenorea primer 1) Haid pertama berlangsung 2) Nyeri perut bagian bawah 3) Nyeri punggung 4) Nyeri paha 5) Sakit kepala 6) Diare 7) Mual dan muntah



b.



Dismenorea sekunder 1) Terjadi selama sikuls pertama haid dan sampai berhari hari, yang merupakan indikasi adanya obstruksi kongenital. Dismenorea dimulai setelah berusia 25 tahun 2) Terdapat ketidak normalan pelvis kemungkinan adanya : a)



Endometriosis



b)



Pelvic inflamatory disease



c)



Pelvic adhesion (pelekatan pelvis)



d)



Adenomyosis



G. PENATALKSANAAN a.



Disminorea Primer 1) Latihan a)



Latihan moderat, seperti berjalan atau berenang



b)



Latihan menggoyangkan panggul



c)



Latihan dengan posisi lutut ditekukkan ke dada, berbaring terlentang



atau miring 2) Panas a) Buli-buli atau botol air panas yang di letakkan pada punggung atau abdomen bagian bawah b) Mandi air hangat atau sauna 3) Hindari kafein yang dapat meningkatkan pelepasan prostagladin 4) Istirahat 5) Relaksasi 6) Akupuntur atau Akrupressure



7) Obat-obatan a. Kontrasepsi oral, Menghambar ovulasi sehingga meredakan gejala b. Mirena atau progestasert AKDR, Dapat mencegah kram b. Disminorea sekunder 1)



PRP a) PRP termasuk endometritis, salpoingitis, abses tuba ovarium, atau peritonitis panggul. b) Organisme



yang



kerap



menjadi



penyebab



meliputi



Neisseria



Gonnorrhoea dan C. thrachomatis, seperti bakteri gram negative, anaerob, kelompok B streptokokus, dan mikoplasmata genital. Lakukan kultur dengan benar. c) Terapi anti biotic spectrum-luas harus di berikan segera saat diagnosis di tegakkan untuk mencegah kerusakan permanen (mis, adhesi, sterilitas). Rekomendasi dari center for disease control and prevention (CDC) adalah sebagai berikut : 



Minum 400 mg oflaksasin per oral 2 kali/hari selama 14 hahri, di tambah 500 mg flagyl 2 kali/hari selama 14 hari.







Berikan 250mg seftriakson IM 2 g sefoksitin IM, dan 1g probenesid peroral di tambah 100 mg doksisiklin per oral , 2 kali/ hari selama 14 hari.







Untuk kasus yang serius konsultasikan dengan dokter spesialis mengenai kemungkinan pasien di rawat inap untuk di berikan antibiotic pe IV.



d) Meskipun efek pelepasan AKDR pada respons pasien terhadap terapi masih belum di ketahui, pelepasan AKDR di anjurkan. 2)



Endometriosis a) Diagnosis yang jelas perlu di tegakkan melalui laparoskopi b) Pasien mungkin di obati dengan pil KB, lupron, atau obat-obatan lain sesuai anjuran dokter.



3) Fibroid dan polip uterus a)



Polip serviks harus di angkat



b)



Pasien yang mengalami fibroleomioma uterus simtomatik harus di



rujuk ke dokter. 4) Prolaps uterus a)



Terapi definitive termasuk histerektomi



b)



Sistokel dan inkonmtenensia strees urine yang terjadi bersamaan dapat



di ringankan dengan beberapa cara berikut :  Latihan kegel  Peralatan pessary dan introl untuk reposisi dan mengangkat kandung kemih. H. PENILAIAN NYERI DISMINOREA Karakteristik paling subjektif pada skala nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien sering kali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang, atau parah. Namun, makna istilah – istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Pendeskripsi ini di – ranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala Intensitas Nyeri Deskriptif menurut S. C Smeltzer dan B. G. Bare dijelaskan pada gambar 1 dibawah ini :



Skala pengukuran nyeri yang digunakan pada dismenore kali ini yaitu : Verbal Descriptor Scale (VDS).



Skala ini menggunakan nomor (1-10) untuk menggambarkan peningkatan nyeri. Skala yang merupakan sebuah garis yang terdiri atas tiga sampai lima kata pendeskripsi. Skala intensitas nyeri deskriprif efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Skala nyeri yang digunakan untuk menentukan derajat dismenore yaitu dijelaskan sebagai berikut (Ridwan & Herlina, 2015) : 0 : Tidak ada keluhan, nyeri haid/kram pada perut bagian bawah. 1-3 : Terasa kram pada perut bagian bawah, masih dapat ditahan, masih dapat melakukan aktivitas dan masih dapat berkonsentrasi belajar. 4-6 : Terasa kram perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, nafsu makan berkurang, sebagian aktivitas terganggu dan sulit berkonsentrasi. 7-9



: Terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, paha atau punggung, tidak ada nafsu makan, mual, badan lemas, tidak mampu beraktivitas, tidak dapat berkonsentrasi belajar.



10 : Terasa kram yang sangat erat pada



perut



bagian



bawah



menyebar



ke



pinggang, kaki dan punggung, tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit kepala, lemas, tidak mampu berdiri atau bangun dari tempat tidur (Ridwan & Herlina, 2015). I. KOMPLIKASI Dismenore apabila dibiarkan, maka akan menimbulkan terganggunya aktivitas seharihari. Meskipun dismenore primer tidak mengancam nyawa tetapi bukan berarti dibiarkan begitu saja. Dismenore primer yang dibiarkan tanpa penanganan akan menimbulkan gejala yang merugikan bagi penderitanya. Dismenore primer tanpa penanganan dapat menyebabkan : a. Depresi b. Infertilitas c. Gangguan fungsi seksual d. Penurunan kualitas hidup akibat tidak bisa menjalankan aktivitas seperti biasanya e. Dapat memicu kenaikan angka kematian (Titilayo et al. 2009). J. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DISMINOREA 1. Pengkajian a. Biodata klien Umur



: pasien berada dalam usia masa menstruasi



Pendidikan : pendidikan pasien sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan pasien mengenai menstruasi Pekerjaan :



pekerjaan



pasien



(kegiatan



rutinitas



pasien)



juga



mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi b. Alasan



MRS



Keluhan utama : Merasakan nyeri yang berlebihan ketika haid pada bagian perut disertai dengan mual muntah, pusing dan merasakan badan lemas c. Riwayat haid Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid. d. Riwayat penyakit dahulu Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalaninya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang–ulang e. Riwayat kesehatan keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti yang pasien alami. Pola Kebutuhan Dasar (Gordon) a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore. b. Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada umumnya klien dengan dismenorre mengalami penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan. c. Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. d. Pola Tidur dan Istirahat Klien dengan disminorre mengalami nyeri pada daerah perut sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, po



e. Pola Aktivitas Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan disminorre di anjurkan untuk istirahat. f. Pola Hubungan dan Peran Klien tidak akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien tidak harus menjalani rawat inap. g. Pola Persepsi dan Konsep Diri Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore. h. Pola Sensori dan Kognitif Pada klien Dismenore, daya rabanya tidak terjadi gangguan, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Namun timbul rasa nyeri pada perut bagian bagian bawah. i.



Pola Reproduksi Seksual Kebiasaan penggunaan pembalut sangat mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi.



j. Pola Penanggulangan Stress Pada klien Dismenore timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu mengenai adanya kelainan pada sistem reproduksinya k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien Dismenore tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien. l.



Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi : 1) Kepala : Pemeriksaan konjungtiva, pemeriksaan membrane mukosa bibir 2) Dada Paru : peningkatan frekuensi nafas Jantung



:



Peningkatan



denyut



jantung 3) Payudara dan ketiak : Adanya nyeri pada payudara 4) Abdomen : Nyeri pada bagian bawah abdomen, kaji penyebab nyeri, Kualitas nyeri, Region nyeri, Skala Nyeri, Awitan terjadinya nyeri, sejak kapan dan berapa lama



5) Genetalia : Kaji siklus menstruasi pasien 6) Integumen : kaji turgor kulit 2. Diagnosa yang mungkin muncul (SDKI) a. Nyeri akut b/d Pencedera Fisiologis d.d Mengeluh Nyeri (D.0077) b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan d.d Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas (D.0056) c. Defisit Pengetahuan d.d Kurang terpapar informasi d.d Menanyakan masalah yang di hadapi (D.0111) 3. Tujuan dan Kriteria Hasil (SLIKI) No. Dx



Tujuan dan Kriteria Hasil



1



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan kontrol nyeri meningkat dengan kriteria hasil sebagai berikut : Kontrol Nyeri (L.08063) 1. Melaporkan nyeri terkontrol 2. Kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat 3. Skala nyeri menurun 4. Keluhan mual muntah menurun 5. Kemampuan menggunakan teknik non farmakologis meningkat



2



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan Toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil sebagai berikut : Tolerensi aktivitas (L.05047) 1. Keluhan lelah menurun 2. Warna kulit membaik 3. TTV normal 4. Perasaan lemah menurun 5. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari



3



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan Tingkat pengetahuan meningkat dengan kriteria hasil sebagai berikut : Tingkat pengetahuan (L.1211) 1. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang dismenore 2. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun 3. Perilaku sesuai anjuran meningkat



Ttd



4. Intervensi Keperawatan ( SIKI) No. Dx



Intervensi



1



Manajemen Nyeri ( I.08238) Observasi 1. Identifikasi lokasi, krakteristik, durasi, frekuensi 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi faktor yang memper berat dan memperingan nyeri Terapeutik 1. Berikan teknik non farmakologis relaksasi distraksi nyeri Edukasi 1. Jelaskan strategi meredakan nyeri 2. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian analgetik



2



Manajemen Endergi (I.05178) Observasi 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 2. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas Terapeutik 1. sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus 2. berikan aktivitas distraksi yang menenangkan Edukasi 1. anjurkan melakukan aktiviras secara bertahap Kolaborasi 1. kolaborasi cara meningkatkan asupan makanan



3



Edukasi Manajemen Nyeri (I.12391) Observasi 1. identifikasi kemampuan menerima informasi Terapeutik 1. sediakan materi dan medi pendidikan kesehatan 2. berikan kesempatan untukmbertanya 3. jadwalkan oendidikan kesehatan sesuai kesepakatan



Ttd



Edukasi 1. anjurkan monotor nyeri secara mandiri 2. ajarkan teknik non farmakologis mengurangi nyeri



5. Evaluasi Dalam penerapan proses keperawatan evaluasi didokumentasikan dalam teknik SOAP (subjektif, objektif, analisis, planning). Data subjektif yaitu respon verbal yang disampaikan klien di akhir pemberian asuhan keperawatan. Data objektif yaitu menggambarkan respon non verbal klien pada akhir pemberian asuhan



keperawatan.



Analisis



yaitu



menggambarkan



apakah



masalah



keperawatan dapat teratasi atau tidak dapat teratasi. Untuk mengetahui keberhasilannya, maka dilakukan perbandingan antara informasi yang didapat dari data subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian dapat ditarik kesimpulan apakah masalah sudah teratasi, teratasi sebagaian atau tidak teratasi. Planning merupakan rencana keperawatan lanjutan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan. Rencana lanjutan tersebut berkaitan dengan rencana keperawatan yang telah dirancang sebelumnya dan difokuskan pada point berapa yang akan dilanjutkan sesuai kebutuhan klien oleh perawat (Kozier, 2010).



DAFTAR PUSTAKA A Silvia. 2008. PENERAPAN SENAM DISMENORE UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN NYAMAN PADA REMAJA YANG MENGALAMI DISMENORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEWON II. Skripsi. Politeknik kesehatan Semarang Dito, Anugro. 2011. Penyakit pada Kehamilan.Jakarta:Erlangga Haerani, Sri N, Ulfa D & et al. 2020. DESKRIPSI PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DISMENORE



DI



KELURAHAN



BENJALA



KECAMATAN



BONTOBAHARI



KABUPATEN BULUKUMBA. MEDIKA ALKHAIRAAT : JURNAL PENELITIAN KEDOKTERAN DAN KESEHATAN 2(2): 197-206 e-ISSN: 2656-7822, p-ISSN: 2657-179X Lestari, Dewi.2013.Pengaruh Desminore Pada Remaja. Denpasar: Fmipa Undiska Nauli. R, Intan. 2018. ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMAJA DISMENORE DENGAN PEMBERIAN KOMPRES HANGAT UNTUK PENURUNAN TINGKAT NYERI. Diploma thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI