17 0 172 KB
LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA
Di susun oleh : Kelompok 4
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO 2021/2022
1. KONSEP DASAR PENYAKIT a. DEFINISI PENYAKIT Efusi pleura adalah adalah Cairan yang terkumpuk dalam rongga pleura (Sylvia A.Price , 2006). Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,2002). b. ETIOLOGI 1) Infeksi tuberculosis 2) Infeksi nontuberculosis 3) Keganasan 4) Trauma 5) Parapneumonia,
Parasit
(ameba,
paragonimiasis,
Echinococcus),
Jamur,
pneumonia atipik (virus, mikoplasma, Q fever, Legionella). 6) Keganasan paru 7) Proses imunologis: pleuritis lupus, pleuritis rheumatoid, sarkoidosis. 8) Radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi. (Smeltzer C Suzanne,2002). c. PATOFISIOLOGI Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat
memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura. Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura. Peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan oleh protein). Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung atas kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan cenderung untuk mengempis) (Sylvia A.Price , 2006).
d. PATHWAY Infeksi
Penghambatan Drainase Limfatik
Peradangan Permukaan Pleura
Tekanan kapiler paru meningkat
Permiabilitas Vaskuler
tekanan hidrostatik
Tekanan Osmotik koloid plasma transudasi cairan intravaskuler edema
Transudasi
cavum pleura
EFUSI PLEURA Penumukan Cairan dalam Rongga paru Ekspansi paru Menurun
Sistem pernafasan
Sistem Muskuloskeletal
Sesak nafas
Produksi asam lambung meningkat
Pola nafas tidak efektif
mual, nyeri lambung, anoreksia
Perubahan nutrisi
(Sylvia A.Price , 2006)
Sistem Psikososial Penurunan suplay O2 ke jaringan kelemahan fisik
Intoleransi aktifitas
Respon
tindakan invasif
kurangnya informasi Perubahan status kesehatan
Cemas
e. MANIFESTASI KLINIS 1) Dispneu bervariasi 2) Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura 3) Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi 4) Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat) 5) Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena 6) Perkusi meredup di atas efusi pleura 7) Suara nafas berkurang di atas efusi pleura 8) Fremitus vokal dan raba berkurang (Smeltzer C Suzanne,2002). f. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1) Rontgen dada Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. 2) CT scan dada CT scan dada jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bias menunjukan adanya pneumoni , abses paru atau tumor. 3) USG Dada USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan. 4) Torakosentesis Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal). 5) Biopsi Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsy,dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. (Bruner & Sudart. 2001)
g. KOMPLIKASI 1) Fibrotoraks Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut. 2) Atalektasis Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura. 3) Fibrosis paru Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis. 4) Kolaps Paru Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru. 5) Empisema Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang mengelilinginya (rongga pleura). Empisema disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit.
h. PENATALAKSANAAN Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll. 1) Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga. 2) Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine). 3) Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi. 4) Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea. 5) Water seal drainage (WSD) Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian. (Price , 2006)
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN a. PENGKAJIAN 1) Anamnesis: Pada umumnya tidak bergejala. Makin banyak cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada kondisi tuberkulosis. 2) Kebutuhan istirahat dan aktifitas a)
Biasanya dapat ditemukan adanyan lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.
b)
Ditemukan juga adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas
sekuat-kuatnya,
perubahan
kesadaran
(pada
tahap
lanjut),
kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan). 3) Kebutuhan integritas pribadi a)
Ditemukan adanya faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan
pertolongan dan harapan b)
Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan
4) Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri a)
Dapat ditemukan adanya nyeri dada karena batuk b)
Dapat ditemukan pula perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang istirahat/kelelahan.
5) Kebutuhan respirasi a)
Dapat ditemukan adanya batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada
b)
Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vocal menurun, pekak pada perkusi, suara nafas menurun atau tidak terdengar pada sisi yang mengalami efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
c)
Adanya karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak
darah d)
Dapat pula ditemukan deviasi trakea
6) Kebutuhan keamanan a)
Biasanya terdapat keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub febris
b)
Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
7) Kebutuhan Interaksi sosial Dapat ditemukan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan pola peran. 8) Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik pada umunya didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun atau asimetris bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau hilang. Gerakan pernapasan menurun atau asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura. Pemeriksaan fisik sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas frenikus kostalis yang menghilang dan gambaran batas cairan melengkung. b. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (akumulasi cairan) 2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu dan anoreksia. 3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan fisik, immobilitas 4) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
c. INTERVENSI KEPERAWATAN 1) Diagnosa 1 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (akumulasi cairan) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas. Rencana tindakan : a) Identifikasi faktor penyebab. Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. b) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien. c) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat. Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal. d) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien). Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. e) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam. Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru. f) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional :
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif. g) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax. Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru. 2) Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu dan anoreksia. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil : nafsu makan meningkat dan nutrisi terpenuhi Rencana tindakan : a) Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi. Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. b) Auskultasi suara bising usus. Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan. c) Lakukan oral hygiene setiap hari. Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan. d) Sajikan makanan semenarik mungkin. Rasional :
Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu
makan. e) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering. Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek. f) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP
Rasional :
Diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan
pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan
kalori dan semua
asam amino esensial. g) Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium albumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan. Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh. 3) Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan fisik, imobilitas Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam aktivitas pasien terpenuhi Kriteria hasil : pasien melakukan aktivitas secara mandiri Rencana tindakan : a) Observasi tanda-tanda vital pasien Rasional :.untuk mengetahui apakah terjadi peningkatana atau penurunan status kesehatan b) Kaji kemandirian atau aktivitas pasien Rasional : untuk mengetahui seberapa bisa pasien dalam melakukan aktivitas c) Berikan alih baring pasien Rasional : untuk melancarkan peredaran darah d) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien Rasional : kelemahan suatu tanda pasien belum mampu beraktivitas secara penuh e) Kolaborasi dengan tim medis dalam memenuhi ADL Rasional : untuk mengetahui rencana tindak lanjut/penanganan yang tepat 4) Diagnosa 4 : Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam pasien tidak merasakan cemas kembali Kriteria hasil : pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Rencana tindakan : a) Gunakan pendekatam yang menenangkan Rasional : Dengan pendekatan pasien tidak merasakan cemas b) Jelaskan semua prosedur tindakan yang akan dilakukan dan evaluasi sesudah tindakan Rasional : Menjelaskan prosedur tindakan ke pasien adalah salah satu faktor paling penting untuk menghilangkan rasa takut /cemas c) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut Rasional : Menemani pasien dalam menjalani pengobatan yaitu bentuk untuk mengurangi rasa cemas sehingga pasien merasakan aman/nyaman d) Dorong keluarga untuk menemani pasien Rasional : Dengan mendorong keluarga untuk menemani pasien merupakan bentuk positif dan motivasi pasien dalam menjalani pengobatan atau terapi sehingga pasien tidak cemas
SDKI SLKI Pola Nafas Tidak Efektif b.d Pola Nafas (L.01004) (D.0005)
Setelah
dilakukan
SIKI Manajemen
Jalan
Nafas
asuhan (I.01011)
keperawatan selama 3x24 jan Monitor pola nafas (frekuensi, terjadi perkembangan kondisi kedalaman, usaha napas)
Defisit Nutrisi b.d (D.0019)
seagai berikut:
Posisiskan semi-fowler atau
Ventilasi semenit 3
fowler
Dispnea 3
Lakukan fisioterapi dada
Penggunaan otot bantu 3
Berikan oksigen
Frekuensi nafas 3
Kolaborasi bronodilator
Status Nutrisi (L.03030)
Manajemen nutrisi (I.03119)
Setelah
dilakukan
asuhan Identifikasi status nutrisi
keperawatan selama 3x24 jan Identifikasi
makanan
yang
terjadi perkembangan kondisi disukai seagai berikut:
Lakukan oral hygiene
Pengetahuan tentang pilihan Sajikan makanan semenarik makanan yang sehat 2
mungkin
Pengetahuan tentang setandar Anjurkan posisi duduk
Intoleransi Penyakit kroniss
Aktivitas Paru
asupan nutisi yang tepat 2
Kolaborasi dengan ahli gizi
Frekuenssi makan 2
untuk
Nafsu makan 2
kalori dan jenisnutrien yang
Bising usus 2 b.d Toleransi aktivitas (L.05047)
Obstruktif Setelah
dilakukan
menentukan
jumlah
dibutuhkan Manajemen Energi (I.05178)
asuhan Identifikasi gangguan fungsi
keperawatan selama 3x24 jan tubuh
yang
mengakibatkan
terjadi perkembangan kondisi kelelahan seagai berikut:
Monitor kelelahan fisik
Saturasi oksigen 3
Sediakan
Keluhan lelah 3
nyaman
Dispnea saat aktivitas 3
Anjurkan
lingkungan
yang
menghubungi
Dispnea setelah beraktivitas 3
perawat jika tanda dan gejala
Frekuensi naffas 3
kelelahan tidak berkurang Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
Ansietas b.d (D.0080)
Tingkkat Ansietas (L.09093) Setelah
dilakukan
cara
meningkatkan
asupan makanan Terapi relaksasi (I.09326)
asuhan Identifikasi penurunan tingkat
keperawatan selama 3x24 jan energi,
ketidak
mamapuan
terjadi perkembangan kondisi berkonsentrasi atau gejala lain seagai berikut: Verbalisasi
yang
mengganggu
kekhawatiran kemampuan kognitif
akibat kondisi yang dihadapi 3
Monitor
resopon
terhadap
Perilaku gelisah 3
relaksasi
Frekuensi pernafasan 3
Ciptakan lingkungan tenang
Perasaan keberdayaan 3
dan suhu ruang nyaman Anjurkan mengambil posisi nyaman Anjurkan rileks dan merasakan sensai relaksasi Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang di
pilih Demonstrasikan
dan
teknik
relaksasi ( mis, napas dalam atauperaganagan )
DAFTAR PUSTAKA Bruner & Sudart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 1, Edisi 8. Jakarta : EGC. Herdman, T. Heather. 2016. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC Price, Sylvia A. & Loraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi IV Buku II,Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Smeltzer c Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Jakarta, EGC Wilkinson , Judith M.2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta: EGC