10 0 135 KB
LAPORAN PENDAHULUAN KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI STASE JIWA
OLEH : Gieva Magfirah NIM : 2214901110025
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS TAHUN 2022
A.
Pengertian
Keperawatan Gawat Darurat adalah pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen , akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana. Berdasarkan
konsensus
yang
dikembangkan
oleh
American
Psychiatric
Association (APA) menyebutkan bahwa kedaruratan psikiatri adalah gangguan yang bersifat akut, baik pada pikiran, perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan intervensi segera yang didefinisikan oleh pasien, keluarga pasien, atau masyarakat. (Trent, 2013) Kedaruratan psikiatri adalah suatu kondisi gangguan akut pada pikiran, perasaan, perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan suatu intervensi segera (Allen, Forster, Zealberg, dan Currier, 2002). Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang memerlukan intervensi psikiatrik. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain: kondisi gaduh gelisah, tindak kekerasan, tentamen suicidum/percobaan bunuh diri, gejala ekstra pyramidal akibat penggunaan obat, delirium. (Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto, 2010). Sehingga prinsip dari kedaruratan psikiatri adalah kondisi darurat dan tindakan intensif yang segera. Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang memerlukan intervensi psikiatrik. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. (Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto, 2010)
Jadi Kegawatdaruratan Psikiatri adalah kondisi dimana kondisi psikis pasien menjadi terganggu sehingga dibutuhkan intervensi segera dengan ilmu keperawatan gawat darurat secara holisitik. B.
Etiologi
Penyebab kegawat daruratan psikiatrik adalah : Bisa hal yang tidak berhubungan dengan kelainan organis
(Psikosis, mania,
histeri dissosiatif, gangguan panik dan sebagainya). Atau hal yang berhubungan dengan kelainan organis/delirium (trauma kapitis, drug abuse, stroke, kelainan metabolik, sensitivitas terhadap obat dan sebagainya ). Penyebab berdasarkan klasifikasi : 1.
Gaduh Gelisah
Kegawatdaruratan psikiatrik gaduh gelisah dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: a.
Psikosis (fungsional maupun organik).
Psikosis Fungsional : Psikosis reaktif, Skizofrenia, manik depresif, amok dan sebagainya). b.
Psikosis Organik : Delirium, demensia, psikosis berhubungan dengan
zat, psikosis karena gangguan metabolik, psikosis karena trauma kepala maupun infeksi pada otak, dan sebagainya). c.
Kecemasan Akut dengan/tanpa Panik.
d.
Kebingungan post konvulsi.
e.
Reaksi disosiasi & keadaan fugue
f.
Ledakan amarah/temper tantrum.
2.
Bunuh diri
Bunuh diri bisa disebabkan oleh: a.
Penyelesaian masalah frustasi. Karena kecewa dalam hubungan dengan
orang lain, benda/barang, tujuan yang tidak tercapai. b.
Balas dendam.
c.
Memperoleh keadaan yang damai dan tentram.
d.
Hilangnya rasa man dan kepastian akan statusnya.
e.
Anggapan sebagai jalan keluar. Pada tindakan bunuh diri keinginan untuk
mati jauh lebih besar dari pada keinginan untuk hidup. Disebabkan oleh banyak faktor antara lain: a.
Penyakit atau kondisi yang beresiko untuk terjadinya bunuh diri.
b.
Insomnia berat.
c.
Penggunaan alkohol dan obat-obatan.
d.
Skizofrenia.
e.
Penyakit Fisik.
f.
Individu dengan orientasi homoseksual.
g.
Gangguan Stres Pasca Trauma.
h.
Riwayat keluarga bunuh diri.
Faktor-faktor resiko untuk bunuh diri (Sadock, et al, 2007): a.
Jenis kelamin
Perempuan lebih banyak melakukan percobaan bunuh diri dibanding laki-laki. Akan tetapi,
keberhasilan bunuh diri lebih tinggi pada laki-laki. Hal ini
berkaitan dengan metode bunuh diri yang dipilih. Laki-laki lebih banyakdengan gantung diri, meloncat dari tempat tinggi, dengan senjata api. Perempuan lebih banyak menggunakan obat – obatan atau racun. b.
Usia
Kasus bunuh diri meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki, angka bunuh diri tertinggi pada usia di atas 45 tahun sedangkan pada perempuan angka bunuh diri tertinggi pada usia di atas 55 tahun. Orang yang lebih tua lebih jarang melakukan percobaan bunuh diri, tetapi lebih sering berhasil. c.
Ras
Di Amerika Serikat ras kulit putih lebih banyak melakukan bunuh diridibanding ras kulit hitam. d.
Status perkawinan
Pernikahan menurunkan angka bunuh diri, terutama jika terdapat anak dirumah. Orang yang tidak pernah menikah dua kali lebih beresiko untuk bunuhdiri.
Perceraian meningkatkan resiko bunuh diri. Janda atau duda yang pasangannya telah meninggal juga memiliki angka bunuh diri yang tinggi. e.
Pekerjaan
Semakin tinggi status sosial semakin tinggi resiko bunuh diri, tetapi status sosial yang rendah juga meningkatkan resiko bunuh diri. 3.
Tindak Kekerasan
Adapun beberapa hal yang menyebabkan munculnya gangguan jiwa pada perilaku kekerasan yang dipengaruhi oleh faktor presisposi dan faktor presipitasi. (Yosep, 2007) 1.
Faktor predisposisi
a.
Faktor psikologis
-
Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan -
Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil tidak
menyenangkan -
Frustasi
-
Kekerasan dalam rumah tangga
b.
Faktor social budaya
Seseorang akan berespon terahdap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajari. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. c.
Faktor biologis
Adanya pemberian stimulus eletris ringan pada hipotalamus dapat menimbulkan perilaku agresif sehingga akan menimbulkan mata terbuka
lebar, pupul
berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada disekitarnya 2.
Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam baik berupa injury fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Faktor pencetus :
a.
Klien : kelemahan fisik, keputusasaam. Ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan b.
Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan c.
Lingkungan : panas, padat, bising.
C.
Klasifikasi
Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yangmemerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain: (Elvira, Sylvia D danGitayanti Hadisukanto, 2010) a.
Kondisi gaduh gelisah
Keadaan gaduh gelisah bukanlah diagnosis dalam arti kata sebenarnya,tetapi hanya menunjuk pada suatu keadaan tertentu, suatu sindrom dengansekelompok gejala tertentu. Keadaan gaduh gelisah dipakai sebagai sebutansementara untuk suatu gambaran psikopatologis dengan ciri-ciri utama gaduh dangelisah. (Maramis dan Maramis, 2009). b.
Tindak kekerasan (violence)
Violence atau tindak kekerasan adalah agresi fisik yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain. Jika hal itu diarahkan kepada dirinya sendiri,disebut mutilasi diri atau tingkah laku bunuh diri (suicidal behavior). Tindak kekerasan dapat timbul akibat berbagai gangguan psikiatrik, tetapi dapat pula terjadi pada orang biasa yang tidak dapat mengatasi tekanan hidup sehari-haridengan cara yang lebih baik. Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang,diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan sexualitas ( Nanda, 2005). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan
suatu bentuk perilaku
yang
bertujuan
untuk
melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman ( Stuart dan Sunden, 1997 ). Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. c.
Tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri
Bunuh diri atau suicide atau tentamen suicidum adalah kematian yangdiniatkan dan dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri (Elvira, Sylvia Ddan Gitayanti
Hadisukanto,
2010)
atau
segala
perbuatan
seseorang
yang
dapatmengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat (Maramis dan Maramis, 2009). Perilaku bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan verbal ingin bunuh diri, luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993). Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail w. Stuart, Keperawatan Jiwa,2007). Secara garis besar bunuh diri dapat dibagi menjadi 3 kategori besar yaitu; 1.
Upaya bunuh diri (Suicide attempt) yaitu sengaja melakukan kegiatan
menuju bunuh diri, dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian 2.
Isyarat bunuh diri (Suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan
untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain. 3.
Ancaman bunuh diri (Suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara
langsung atau tidak langsung, verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri Dikutip dari situs kesehatan mental epigee.org, berikut ini adalah tanda-tanda bunuh diri yang mungkin terjadi:
1.
Bicara mengenai kematian: Bicara tentang keinginan menghilang,
melompat, menembak diri sendiri atau ungkapan membahayakan diri. 2.
Baru saja kehilangan: kematian, perceraian, putus dengan pacar atau
kehilangan pekerjaan, semuanya bisa mengarah pada pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Kehilangan lainnya yang bisa menandakan bunuh diri termasuk hilangnya keyakinan beragama dan hilangnya ketertarikan pada seseorang atau pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati. 3.
Perubahan kepribadian: seseorang mungkin memperlihatkan tanda-tanda
kelelahan, keraguan atau kecemasan yang tidak biasa. 4.
Perubahan perilaku: kurangnya konsentrasi dalam bekerja, sekolah atau
kegiatan sehari-hari, seperti pekerjaan rumah tangga. 5.
Perubahan pola tidur: tidur berlebihan, insomnia dan jenis gangguan tidur
lainnya bisa menjadi tanda-tanda dan gejala bunuh diri. 6.
Perubahan kebiasaan makan: kehilangan nafsu makan atau bertambahnya
nafsu makan. Perubahan lain bisa termasuk penambahan atau penurunan berat badan. 7.
Berkurangnya ketertarikan seksual: perubahan seperti ini bisa mencakup
impotensi, keterlambatan atau ketidakteraturan menstruasi. 8.
Harga diri rendah: gejala bunuh diri ini bisa diperlihatkan melalui emosi
seperti malu, minder atau membenci diri sendiri. 9.
Ketakutan atau kehilangan kendali: seseorang khawatir akan kehilangan
jiwanya dan khawatir membahayakan dirinya atau orang lain. 10.
Kurangnya harapan akan masa depan: tanda bunuh diri lainnya adalah
seseorang merasa bahwa tidak ada harapan untuk masa depan dan segala hal tidak akan pernah bertambah baik. d.
Gejala ekstra piramidal akibat penggunaan obat
Sindrom
neuroleptik
maligna
adalah
suatu
sindrom
toksik
yang
behubungandengan penggunaan obat antipsikotik. Gejalanya meliputi : kekakuan otot,distonia, akinesia mutisme dan agitasi.
D.
Manifestasi Klinis
1.
Gaduh/gelisah
Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami gaduh gelisah diantaranya: •
Gelisah
•
Mondar-mandir
•
Berteriak-teriak
•
Loncat-loncat
•
Marah-marah
•
Curiga
•
Agresif
•
Beringas
•
Agitasi
•
Gembira
•
Bernyanyi
•
Bicara kacau
•
Mengganggu orang lain
•
Tidak tidur beberapa hari
•
Sulit berkomunikasi
2.
Tindak Kekerasan
Gambaran klinis menurut Stuart dan Sundeen (1995) adalah sebagai berikut: •
Muka merah
•
Pandangan tajam
•
Otot tegang
•
Nada suara tinggi
•
Berdebat
•
Kadang memaksakan kehendak
•
Stress
•
Mengungkapkan secara verbal
•
Menentang
•
Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam),
jengkel. •
Fisik
:
keringat,
muka merah, pandangan
tajam, nafas pendek,
sakit fisik,penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
•
Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
•
Spiritual
:
keraguan,
tidak bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat.
•
kemahakuasaan,
kebajikan/kebenaran diri,
Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
humor. 3.
Tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri
•
Pasien pernah mencoba bunuh diri
•
Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun tidak,
atau berupa ancaman: “kamu tidak akan saya ganggu lebih lama lagi (sering dikatakan pada keluarga •
Secara objektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemas
•
Baru mengalami kehilangan yang bermakna (pasangan, pekerjaan,
hargadiri, dan lain-lain)e. •
Perubahan
perilaku
menyampaikan
yang
tidak
terduga:
pesan- pesan, pembicaraan serius dan mendalam
dengan kerabat, membagi- bagikanharta/barang-barang miliknya. •
Perubahan sikap yang mendadak: tiba-tiba gembira, marah atau menarik
diri. 4.
Gejala ekstra piramidal akibat penggunaan obat
•
Diaforesis
•
Disfagia
•
Tremor
•
Inkontinensia
•
Penurunan kesadaran
•
Takikardia
•
Tekanan darah yang meningkat atau labil
•
Leukositosis
•
Bukti laboratorium adanya kerusakan otot rangka
E.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan Radiologi (Thorax)
2.
EKG
F.
Penatalaksanaan
Perawatan di kedaruratan psikiatri biasanya berfokus pada manajemen perilaku dan gejala. Proses pengobatan dilakukan bersamaan dengan proses evaluasi (jika pemberian terapi telah memungkinkan). Wawancara awal tidak hanya berfungsi untuk memperoleh informasi diagnostik yang penting, tetapi juga untuk terapi. Dalam melakukan proses evaluasi, bila fasilitas tidak memadai, dapat dilakukan perujukan pada fasilitas kesehatan terdekat yang memiliki fasilitas yang cukup untuk penatalaksanannya. (Sadock and Kaplan, 2009; Trent, 2013) Modalitas terapi yang digunakan untuk seting kedaruratan psikiatri antara lain: 1)
farmakoterapi,
2)
seclusion (isolasi) dan restraint (fiksasi fisik), dan
3)
psikoterapi. (Knox dan Holloman, 2011; Riba et al., 2010; Sadock and
Kaplan, 2009). a).
Prehospital
Bila seseorang dalam keadaan gaduh gelisah dibawa kepada kita, pentingsekali kita harus bersikap tenang. Dengan sikap yang meyakinkan, meskipun tentu waspada, dan kata-kata yang dapat
menenteramkan
pasien
maupun
para pengantarnya, tidak jarang kita sudah dapat menguasai keadaan (Maramis danMa ramis, 2009). b).
Intrahospital
Bila pasien masih diikat, sebaiknya ikatan itu disuruh dibuka sambil tetap berbicara dengan pasien dengan beberapa orang memegangnya agar ia tidakmen
gamuk lagi. Biarpun pasien masih tetap dipegang dan dikekang, kita berusahamemeriksanya secara fisik. Sedapat-dapatnya tentu perlu ditentukan penyebabkeadaan gaduh gelisah itu dan mengobatinya secara etiologis bila mungkin(Maramis dan Maramis, 2009). Suntikan intramuskular suatu neuroleptikum yang mempunyai dosisterapeutik tinggi (misalnya chlorpromazine HCL), pada umumnya sangat bergunauntu mengendalikan psikomotorik yang meningkat. Bila tidak terdapat, makasuntikan neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeurik rendah, misalnyatrifluoperazine, haloperidol
(5–10mg),
atau
fluophenazine dapat juga dipakai, biarpun
efeknya tidak secepat neuroleptikum kelompok dosis terapeutik tingi. Bila tidak ada juga, maka suatu tranquailaizer pun dapat dipakai, misalnya diazepam (5 – 10 mg), disuntik secara intravena, dengan mengingat bahwatranquilaizer bukan suatu antipsikotikum seperti neuroleptika, meskipun kedua-duanya mempunyai efek antitegang, anticemas dan antiagitasi (Maramis danMaramis, 2009). Bila
pasien
sudah
tenang
dan
mulai
kooperatif,
maka
pengobatan dengan neuroleptika dilanjutkan per oral (bila perlu suntikan jugada pat diteruskan). Pemberian makanan dan cairan juga
harus
memadai.
Kita berusaha terus mencari penyebabnya, bila belum diketahui, terutama bila didugasuatu sindrom otak organik yang akut. Bila ditemukan, tentu diusahakan untukmengobatinya secara etiologis (Maramis dan Maramis, 2009).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A.
Pengkajian
1.
Pengkajian awal
a.
Pasien dengan gangguan mental organic diberikan obat dalam dosis
teraupetik minimal agar gejala penting tidak terselubung b.
Pasien dengan kondisi medis umum mengancam nyawa mula – mula
tampilan gejalanya seperti gangguan psikiatrik, terlebih dahulu harus diatasi kondisi medis umumnya 2.
Pemeriksaan
a.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan sesegera mungkin untuk menyingkirkan kegawatdaruratan yang terkait fungsi organic. Pemeriksaan psikiatrik standar meliputi: riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan status mental, pemeriksaan status fisik/neurologik dan jika perlu pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan oeh seorang dokter di unit gawat darurat adalah menilai tanda-tanda vital pasien. Tekanan ddarah, suhu, nadi adalah sesuatu yang mudah diukur dan dapat memberikan informasi bermakna. Misalnya seorang yang gaduh gelisah dan mengalami halusinasi, demam, frekuensi nadi 120 per menit dan tekanan darah meningkat, kemungkinan besar mengalami delirium dibandingkan dengan suatu gangguan psikiatrik. Lima hal yang harus ditentukan sebelum menangani pasien selanjutnya: b.
Pemeriksaan psikiatrik
1.
Wawancara psikiatrik
a.
Ajukan pertanyaan 1 yang bersifat terbuka
b.
Amati penampilan, aktivitas psikomotor, pembicaraan, alam perasaan,
proses piker dan isi pikir pasien, di samping usaha memperole anamnesis. c.
Tunda keinginan untuk segera memulai penanganan atau mengambil
kesimpulan dengan maksud supaya segera memulai menolong pasien berikutnya. 2.
Pemeriksaan status mental
a.
Selama pemeriksaan, evaluasi status mental pasien
b.
Status mental dinilai dari : ANAMNESA STATUS MENTAL
1)
APPEARANCE (Penampilan) :
Postur tubuh , Kerapian , Status nutrisi , Tanda penggunaan obat/ alcohol, Selalu bawa senjata, Motorik , Pergerakan , Respon pada situasi tertentu: Kejam , Mencederai diri sendiri / orang lain, Marah/ bermusuhan terhadap orang lain, Curiga , Tidak kooperatif , Ketakutan, Kooperatif . Terbuka , Bersemangat 2)
COGNITIF
Orientasi pasien terhadap: Orang dan Tempat , Memory, Kemampuan membuat keputusan, Kemampuan menilai, 3)
PERSEPTIONS (Persepsi) Halusinasi
4)
SPEECH
1.
Cara pasien bereaksi terhadap pertanyaan
2.
Cara pasien bergaul dengan petugas medik dan dengan keluarga
3.
Kemampuannya menanggapi instruksi yang di berikan
5)
THOUGHT Pola pikir
6)
MOOD
Suasana hati Status mental selengkapnya dalam instalasi kegawatdaruratan psikiatrik, maka perlu diobservasi tingkah laku dan penampilan, orientasi, keadaan afektif, isi dan proses berpikir, persepsi, fungsi kognitif yang lebih tinggi 3. Pemeriksaan penunjang Darah lengkap, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah sewaktu, elektrolit, elektrokardiograf,, toraks foto. B.
Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan pada diri sendiri 1.
Harga diri rendah berhubungan dengan penyakit fisik,minder, dan malu.
2.
Resiko Perilaku Kekerasan berhubungan dengan adanya ancaman
fisik,psikis,dan konsep diri
C. Rencana Asuhan Keperawatan 1. NO 1.
Dx : Harga diri rendah
DIAGNOSA Harga Rendah
Diri
TUJUAN UMUM Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan: Klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan dengan orang lain dan lingkungan
TUJUAN KHUSUS SP 1 Pasien 1.
Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien 2. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan 3. Membantu pasien memilih/menetapk an kemampuan yang akan dilatih 4. Melatih kemampuan yang sudah dipilih 5. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien 6. Menyusun jadwal pelaksanaan
SP 1 Keluarga 1. Mendiskusikan masalah yang di rasakan keluarga dalam merawat pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda gejala, proses terjadinya HDR yang di alami pasien 3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan HDR 4. Latih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pertama yang dipilih klien: bimbing dan beri pujian. 5. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal harian yang dibuat
INTERVENSI SP 1 Pasien 1. Dorong klien uk mampu menyebutkan menarik diri 2. Diskusikan bersama klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain 3. Diskusikan bersama klien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain 4. Ajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang. 5. Masukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
SP 1 Keluarga
RASIONAL SP 1 Pasien
1. Diskusikan 1. masalah yang dirasakan dalam merawat pasien 2.
3.
4. 5.
SP 1 Keluarga
Dengan 1. mengetahui penyebab klien menarik diri dapat ditemukan Jelaskan mekanisme pengertian, tanda koping klien 2. dan gejala, dan dalam interaksi proses terjadinya sosial, serta harga diri rendah strategi apa yang (gunakan booklet) akan diterapkan kepada klien Jelaskan cara 3. 2. Dengan merawat pasien mengetahui harga diri rendah keuntungan berinteraksi dengan Latih cara berkenal orang lain, maka dengan orang lain klien akan Anjurkan termotivasi untuk membantu pasien berinteraksi dengan 4. sesuai jadwal dan orang lain memberikan pujian 3. Dengan berinteraksi mengetahui 5. kerugian berinteraksi dengan
Untuk mengetahui masalah apa saja yang sudah dirasakan keluarga pasien Agar keluarga pasien mengetahui apa saja penyebab pasien menjadi harga diri rendah Agar keluarga pasien paham bagaimana cara merawat anggota keluarga pasien yang mengalami harga diri rendah Agar keluarga pasien bisa merawat pasien harga diri rendah Agar diterapkan kembali di
kemampuan yang telah
orang lain, maka klien akan termotivasi untuk berinteraksi dengan orang lain 4. Melibatkan klien dalam interaksi sosial akan mendorong klien untuk melihat dan merasaan secara langsung keuntungan dari berinteraksi sosial serta meningkatkan konsep diri klien. 5. Memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian akan membantu klien mencapai interaksi sosial secara bertahap.
dilatih dalam rencana harian
SP 2 Pasien
SP 2 Pasien
1.
1.
2.
3.
SP 2 Keluarga 1. Melatih keluarga Mengevaluasi mempraktekkan cara jadwal kegiatan SP merawat pasien 1 pasien dengan masalah HDR Melatih 2. Melatih keluarga kemampuan kedua melakukan cara yang dipilih klien merawat pasien Menganjurkan
2. 3.
SP 2 Keluarga
Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan bercakap-cakap. keluarga dalam Beri pujian merawat atau Jelaskan cara melatih pasien berkenalan harga diri rendah, Masukkan pada beri pujian jadual kegiatan 2. Bimbing keluarga untuk berkenalan
SP 2 Pasien
pertemuan selanjutnya
SP 2 Keluarga
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan apakah pasien apakah keluarga sudah bisa pasien sudah bisa bercakap-cakap merawat atau melatih atau belum pasien untuk berkenalan atau 2. Agar pasien belum mengetahui
pasien memasukan dengan masalah HDR dalam kegiatan langsung pada pasien harian 3. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberi pujian.
untuk membantu pasien berkenalan 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian
bagaimana cara 2. Agar keluarga pasien berkenalan bisa membantu dengan orang lain pasien untuk berkenalan 3. Agar pasien bisa belajar 3. Agar diterapkan berkenalan kembali di pertemuan 4. Agar diterapkan selanjutnya kembali dipertemuan selanjutnya
2. Dx : Resiko perilaku kekerasan 1.
Resiko Perilaku Kekerasan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan : Pasien mampu mengidentifikasi penyebab dan tanda resiko perilaku kekerasan dan mampu mengontrol resiko perilaku kekerasan
SP 1 Pasien 1. Mengidentifikasi penyebab,
SP 1 Keluarga 1. Diskusikan
tanda
dan gejala perilaku kekerasan
yang
dilakukan
dan
akibat
2.
kekerasan : fisik, dan
spiritual cara
4.
gejala
dan
terjadinya
pada kegiatan
merawat
pasien
Latih
satu
cara PK
kegiatan fisik: tarik nafas dalam dan
nafas dalam dan dan bantal
cara
dengan melakukan
secara fisik: tarik kasur
Jelaskan
merawat
perilaku kekerasan
jadwal
tanda
perilaku kekerasan
mengontrol
4. Masukan
Jelaskan
perilaku kekerasan 3.
pukul bantal/kasus 5.
1.
2.
(gunakan booklet)
perilaku
meumukul
dalam
proses
mengontrol
3. Latihan
dirasakan
dan
cara
verbal
yang
pengertian,
kekerasan
obat,
masalah
merawat pasien
perilaku
2. Jelaskan
SP 1 Pasien
Anjurkan
untuk
membantu
sesuai
jadwal
kegiatan
3.
SP 1 Keluarga
Identifikasi 1. penyebab tanda dan gejala serta akibat perilaku kekerasan Latih secara fisik 1 : tarik nafas 2. dalam Masukkan dalam jadwal harian pasien 3. 4.
SP 1 Pasien
SP 1 Keluarga
Identifikasi 1. Mengetahui apa 1. Untuk masalah yang saja tanda dan mengetahui dirasakan gejala perilaku masalah apa saja keluarga dalam kekerasan yang sudah merawat pasien dirasakan pasien Jelaskan tentang 2. Agar keluarga pasien lebih rileks RPK dari keluarga penyebab, akibat 3. Agar diterapkan 2. Agar pasien dan cara merawat kembali di mengetahui apa Latih 2 cara pertemuan saja penyebab merawat selanjutnya pasien menjadi RTL keluarga / Resiko perilaku jadwal untuk kekerasan merawat pasien 3. Agar keluarga paham bagaimana cara merawat anggota keluarga pasien yang mengalami resiko perilaku kekerasan 4. Agar keluarga pasien bisa merawat pasien
untuk latihan fisik
dan
memebrikan
pujian
SP 2 Pasien 1. Evaluasi
kegiatan
latiahn
fisik,
berikan pujian 2. Latih
keluarga
dalam
merawat atau melatih cara
mengontrol
pasien cara fisik, beri pujian
perilaku kekerasan dengan
SP 2 Keluarga 1. Evaluasi kegiatan
obat
(6
benar, obat, guna, dosis,
frekuensi,
cara,
kontinuitas
minum obat, akibat
2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat 3. Latih
cara
memberikan
atau
membimbing minum obat
jika
tidak
4. Anjurkan membantu
meminum
obat
sesui jadwal kegiatan
sesuai
program,
akibat putus obat). 3. Masukan jadwal
pada kegiatan
untuk latihan fisik dan minum obat
dan pujian
memberikan
SP 2 Pasien 1. Evaluasi SP1 2. Latih cara fisik 2 : pukul kasur / bantal 3. Masukkan dalam jadwal harian pasien
SP 2 Keluarga
SP 2 Pasien
SP 2 Keluarga
1. Evaluasi SP1 1. Evaluasi 1. 2. Latih (simulasi) 2 kegiatan apakah cara lain untuk pasien sudah merawat pasien bisa megontrol 3. Latih langsung ke perilaku pasien kekerasan 4. RTL keluarga / pasien jadwal keluarga 2. Agar mengetahui untuk merawat bagaimana cara 2. pasien menghardik
Evaluasi kegiatan apakah keluarga pasien sudah bisa merawat atau melatih pasien untuk mengontrol perilaku kekerasan Agar keluarga pasien bisa membantu pasien untuk belajar menghardik
3. Agar diterapkan kembali dipertemuan selanjutnya 3. Agar diterapkan kembali di pertemuan selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA https://www.scribd.com/document/372409397/Makalah-KegawatdaruratanPsikiatri-docx http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/43389/Chapter%20II.pdf? sequence=4&isAllowed=y https://www.academia.edu/8140085/95114996-KEGAWATDARURATANPSIKIATRI http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/ RWAT3311_PRAKTEK-KLINIK-KEPERAWATANGAWATDARURAT_BAB-1-5_FINAL.pdf http://docplayer.info/38105493-Penatalaksanaan-kegawat-daruratan-psikiatri.html https://nanopdf.com/download/7-format-pengkajian-igd_pdf https://www.scribd.com/document/357887728/ASKEP-Gadar-Jiwa-PasienPisikiatrik-PDF http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-pjs9ab995d1defull.pdf https://www.academia.edu/8678736/ SGD_5_SGD3_KEGAWATDARURATAN_PSI KIATRI http://rsj.babelprov.go.id/content/penanganan-gaduh-gelisah-pasien-gangguanjiwa http://repository.ump.ac.id/986/3/DIAH%20PRABOWO%20HARDIYANTI %20BAB%20II.pdf
Banjarmasin, 03 Desember 2022
Preseptor Akademik,
Preseptor Klinik,
(Muhammad Anwari, Ns., M. Kep)
(Fakhrur Razi, S. Kep. Ns)