8 0 721 KB
LAPORAN PENDAHULUAN KISTA BARTHOLIN DI RUANG POLI KANDUNGAN RSUD KABUPATEN SIDOARJO
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners Departemen Maternitas
Di Susun Oleh Paskalia Olinda 2007.14901.312
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG 2020
LEMBARAN PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN KISTA BARTHOLIN DIRUANG POLI KANDUNGAN RSUD KABUPATEN SIDOARJO
Di Susun Oleh Paskalia Olinda 2007.14901.312
Disetujui Oleh
Pembimbing Institusi
Pembimbing Wahana Praktik
(………………………………….)
(………………………………….)
A. DEFINISI
Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar. Kista Bartholini adalah tumor kistik jinak yang ditimbulkan akibat saluran kelenjar Bartholini yang mengalami sumbatan yang biasanya disebabkan oleh infeksi kuman Neisseria gonorrhoeae (Widjanarko, 2017). Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar. Penyumbatan pada kelenjar Bartholini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri .Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Kista Bartholini adalah penyumbatan kelenjar bartholini karena terinfeksi oleh bakteri sehingga cairan lubrikasi vagina tidak keluar dan menimbulkan benjolan (Baradero, 2016). B. ETIOLOGI
Sampai sekarang ini penyebab dari Kista Bartholini belum sepenuhnya dimengerti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan pada pembentukan estrogen (Mast, 2010). Faktor penyebab kista meliputi : 1.
Umur Kista Bartholini bisa menyerang pada umur berapapun, masalah kista sering ditemui pada wanita muda, umumnya terjadi pada wanita usia 20- 35 tahun terutama mereka yang belum pernah hamil atau baru hamil sekali tapi sifatnya tidak ganas dimana pada usia reproduksi sangat rentang terjadi kista. Dimana hormon estrogen pada usia reproduksi mulai berfungsi dengan baik. Pada usia puberitas dan anak-anak jarang ditemukan dikarenakan hormon estrogen
belum berfungsi dengan baik namun kadang kista terjadi karena pengaruh genetik atau keturunan. Lain halnya dengan kista pada wanita menopause, yang biasanya mengarah pada kanker dan perlu dilakukan tindakan operatif secepatnya. 2. Paritas Kista Bartholini umumnya terjadi pada wanita yang belum pernah hamil dan pernah hamil namun sekali, namun sifat kista ini tidak ganas. Penyebab pasti belum diketahui namun, studi epidemiologi menyatakan beberapa faktor resiko terjadinya kista, antara lain tidak menikah, tidak punya atau sedikit anak, nulipara. Kista sangat erat kaitannya dengan wanita yang angka melahirkannya rendah dan infertil atau tingkat kesuburannya rendah. 3. Riwayat Kista Bartholini Sebelumnya Wanita yang pernah menderita Kista Bartholini sebelumnya memiliki resiko terulangnya kista ini 20-40%. Tidak ada jaminan Kista Bartholini tidak akan kambuh lagi setelah dilakukan pengobatan. Sebab tanpa memperhatikan personal hygiene serta kurangnya pemeriksaan tentang kesehatan alat reproduksi kista dapat timbul atau muncul kembali. Hal ini merupakan bagian dari kista yang belum terpecahkan. 4. Jumlah pasangan seksual Kista bisa terjadi pada wanita yang memiliki pasangan seks lebih dari satu. Bila berhubungan seks hanya dengan pasangannya, dan pasangannya pun tak melakukan hubungan seks dengan orang lain, maka tidak akan mengakibatkan kista. Namun, bila memiliki pasangan lebih dari satu, hal ini terkait dengan kemungkinan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak. Apabila terlalu banyak dan tidak sesuai dengan kebutuhan, tentu akan menyebabkan timbulnya penyakit, misalnya Kista Bartholini. 5. Gaya hidup yang tidak sehat
a. Mengkonsumsi makanan yang berlemak dan kurang sehat Makanan merupakan sumber energi bagi tubuh agar semua organ tubuh dapat berfungsi secara optimal. Pola makan yang sehat dapat menjadikan tubuh kita sehat, sebaliknya dengan pola makan yang tidak sehat maka tubuh kita rentang terhadap berbagai penyakit Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan agar kita mempunyai pola makan yang sehat, yaitu jumlah makanan yang kita komsumsi, jenis makanan , dan jadwal makan. Jenis makanan yang kita komsumsi harusnya mempunyai proporsi yang seimbang antara karbohidrat, protein dan lemaknya. Komposisis yang disarankan adalah 55-65% karbohidrat, 10-15% protein, 25-35% lemak. Memilih jenis makanan yang hendak dikomsumsi perlu diperhatikan komposisi atau kadar gizinya, hidangan direstoran seperti junk food yang termasuk makanan berkelas dan bermutu namun banyak mengandung lemak dan kolesterol. Makanan yang mengandung lemak dan kolesterol dapat memicu terjadinya kista. b. Kurang olahraga Jarang berolahraga dan gerakan fisik. Bekerja dalam jangka waktu yang panjang, jika bukan dalam bentuk dokumen pasti hampir menghabiskan 10 jam waktunya di hadapan komputer, saking sibuknya bahkan untuk mengangkat kepala sejenak saja tidak sempat. Dan bekerja dengan sistem duduk lama atau hidup dengan sistem horizontal, mudah mengakibatkan tulang keropos dan penyakit lain. Kerja otak yang tegang dapat menyebabkan penyelarasan cairan sistem saraf menjadi tidak normal, menyebabkan metabolisme berupa minyak menjadi tidak teratur, dan kolestrol darah meningkat. c. Terpapar dengan polusi Faktor pemicu kista saat ini banyak sekali, diantaranya pencemaran udara akibat debu dan asap pembakaran kendaraan atau pabrik. Asap kendaraan, misalnya, mengandung dioksin yang dapat memperlemah daya tahan
tubuh, termasuk daya tahan seluruh selnya. Kondisi ini merupakan pemicu munculnya kista d. Personal hygiene Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya, alat genitalia rentan dengan terjangkitnya bakteri selain pada anus. Untuk itu sangat penting untuk menjaga kebersihan diri terutma alat genitalia supaya tidak terinfeksi bakteri yang bias saja memicu terjadinya kista bartholini. Selain Kista Bartholini, kurangnya kesadaran akan personal hygiene juga dapat memicu terjadinya penyakit infeksi kelamin, seperti kanker serviks. 6. Faktor genetic Dalam tubuh kita terdapat gen-gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya makanan yang bersifat karsinogen, polusi atau terpapar zat kimia tertentu karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen yaitu gen pemicu kanker. C. TANDA DAN GEJALA
Pada saat kelenjar bartholini terjadi peradangan maka akan membengkak, merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartholini membengkak dan terasa nyeri bila penderita berjalan dan sukar duduk (Djuanda, 2007). Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan
pada daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva (Amiruddin, 2004). Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkenbang menjadi abses bartholini dengan gajala klinik berupa (Amiruddin, 2004) : 1. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual. 2. Umunnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisem yang ditularkan melaui hubungan seksual. 3. Pembengkakan pada vulva selam 2-4 hari. 4. Biasanya ada secret di vagina. 5. Dapat terjadi rupture spontan. Tanda dan gejala yang dapat dilihat pada penderita kista bartolini adalah: 1. Pada vulva : perubahan warna kulit,membengkak, timbunan nanah dalam kelenjar, nyeri tekan. 2. Pada Kelenjar bartolin: membengkak, terasa nyeri sekali bila penderia berjalan atau duduk,juga dapat disertai demam. Kebanyakkan wanita penderita kista bartolini, datang ke rumah sakit dengan keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan pasangannya, rasa sakit saat buang air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin dan yang terparah adalah terdapat abses pada daerah kelamin. Pada pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur dengan darah D. PATOFISIOLOGI
Kelenjar Bartholini terus menerus menghasilkan cairan, maka lama kelamaan sejalan dengan membesarnya kista, tekanan didalam kista semakin besar. Dinding kelenjar/kista mengalami peregangan dan meradang. Demikian juga akibat peregangan pada dinding kista, pembuluh darah pada dinding kista terjepit mengakibatkan bagian yang lebih dalam tidak mendapatkan pasokan darah sehingga jaringan menjadi mati (Setyadeng, 2010).
Infeksi oleh kuman, maka terjadilah proses pembusukan, bernanah dan menimbulkan rasa sakit. Karena letaknya di vagina bagian luar, kista akan terjepit terutama saat duduk dan berdiri menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam. Pasien berjalan ibarat menjepit bisul di selangkangan (Djuanda, 2017).
Faktor persiptasi infeksi mirkoorganisme
Faktor predisposisi: a. Kebersihan area genitalia dan anus b. Hubungan seksual yang tidak sehat c. Daya tahan tubuh menurun
1. Virus 2. Jamur 3. Bakteri
Menginfeksi Vulva
Kuman menginfeksi vestibula sepanjang ductus drainase
Menyumbat dan menghambat pengeluaran cairan lubrikasi ke permukaan labia minor dan mayor
Cairan pelumas tetap diproduksi
Penumpukan cairan dan peningkatan tekanan dimuara lubrikasi. Kerusakan jaringan + proses inflamasi
Penurunan suplay darah ke jaringan sekitar
Tekanan pada pembuluh darah genitalia eksternal
Pembedahan
Cemas
Perangsangan reseptor nyeri
Sintesis Protaglandin Vasokonstriksi perifer
Peningkatan set point temperatur
Pelepasan Histamin, Bradikinin, dan Serotonin
Hipotermi
Nyeri
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pap smear Untuk mengetahui kemungkinan adanya kanker / kista (mast, 2010) 2. Hitung darah lengkap Penurunan Hb (Hemaglobin) dapat menunjukkan anemia kronis sementara penurunan Ht (Hematokrit) menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP (Sel darah putih) dapat mengindikasikan proses inflamasi / infeksi. 3. CA 125 Titer CA 125 serum sering membantu membedakan antara massa yang benigna dan maligna. Terutama pada pasien pasca menopause. F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kista bartholini tergantung pada beberapa faktor seperti gejala klinik nyeri atau tidak, ukuran kista, dan terinfeksi tidaknya kista. Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan ganguan tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Pada kasus jika kista kecil hanya perlu diamati beberapa waktu untuk melihat ada tidaknya pembesaran (Wiknjosastro, 2017). Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan, akan tetapi kadang-kadang dirasakan sebagai benda berat dan menimbulkan kesulitan pada saat coitus. Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pembedahan, tindakan itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menyebabkan perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan marsupisialisasi sebagai tindakan tanpa resiko dan dengan hasil yang memuaskan. Pada tindakan ini setelah diadakan sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit yang terbuka pada sayatan Tapi kalau kistanya besar dan menyebabkan keluhan atau terinfeksi menjadi bisul (abses) terapi definitifnya berupa operasi kecil (marsupialisasi).
Marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan dinding kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti tidak beresiko dan hasilnya memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum sampai tengah kista dan daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 – 3 cm, tergantung besarnya kista kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian dilakukan penjahitan pada bekas irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama post operatif. 1. Konservatif Sejumlah tindakan konservatif dapat dilakukan untuk membantu meringankan secara sementara rasa nyeri yang berat sehubungan dengan infeksi kelenjar atau saluran bartholini. Misalnya, anjurkan pasien untuk mencuci vulva engan air hangat beberapa kali sehari. Berikan obat analgesik jika diperlukan. Setelah mengambil kultur, pertimbangkan untuk memberikan antibiotik spekttrum luas yang efektif melawan organisme yang tersering ditemukan pada infeksi ini seperti bakteri koliform, klamidia dan gonokokus. 2. Marsupialisasi Kadang merupakan terapi terpilih untuk pasien dibawah umur 40 tahun jika tidak di indikasi eksisi kista. Selain itu marsupialisasi ditujukan untuk mencegah kekambuhan dimasa mendatang.7
Marsupialisasi kista Bartholini.(I) Kelenjar membesar
Bartholini dan
kanan kritik.
sangat Sulkus
interlabianya hilang. Suatu insisi dibuat pada sisi dalam labium minus di perbatasan
sepertiga
tengah
sepertiga posterior (Salim, 2009).
dan
Marsupialisasi kista Bartholini (II)
Setelah
kista
dikosongkan,
pelapisnya dijahit ke kulit labium minus dengan jahitan terputus halus sepanjang pinggir luka. Sepotong kasa dimasukkan ke dalam ostium yang baru dibentuk (Salim, 2009).
3. Mengeksisi Kista Bartholini Pada saat ini jarang ada keperluan mengeksisi kista Bartholini kecuali jika diduga karsinoma kelenjar Bartholini, eksisi bisa menjelaskan diagnosis histologi.
Kulit labium minus diinsisi dan tepi luka
ditegangkan.
Kemudian
dinding kistanya dikeluarkan secara tajam dengan scalpel (Salim, 2009).
4. Kateter Word Kateter word biasanya digunakan untuk penanganan kista saluran bartolini dan abses. Batang karet kateter ini memiliki panjang 1 inchi dan diameter no.10 french foley catheter. Balon kecil yang ditiup di ujung kateter dapat menahan sekitar 3 ml larutan salin atau garam. Setelah persiapan steril dan anestesi local, dinding kista atau abses dijepit dengan forsep kecil, dan mata pisau no 11 digunakan untuk membuat sayatan 5 mm (menusuk) kedalam kista atau abses. Sayatan harus berada dalam introitus hymenalis eksternal terhadap daerah dilubang saluran. Jika sayatan terlalu besar,
kateter word akan jatuh keluar.
Setelah dibuat sayatan, kateter word
dimasukkan, dan ujung balon di kembangkan dengan 2-3 ml larutan garam yang disuntikkan melalui pusat kateter yang memungkinkan balon kateter untuk tetap berada di dalam rongga kista atau abses. Ujung bebas kateter dapat di tempatkan dalam vagina. Untuk memungkinkan ephitelialisasi dari pembedahan saluran di ciptakan, kateter word dibiarkan pada tempatnya selama empat sampai enam minggu, meskipun epithelialisasi dapat terjadi segera setelah tiga sampai empat minggu. Jika kista bartolini atau abses terlalu dalam, penempatan kateter tidak praktis, dan pilihan laian harus di pertimbangkan (Mast, 2010). G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus a. Wawancara Identitas klien, keluhan utama (nyeri), riwayat obstetrik, riwayat ginekologi, riwayat perkawinan, pekerjaan, pendidikan, keluhan sejak kunjungan terakhir,
pengeluaran pervaginam, riwayat kehamilan,
riwayat persalinan. b. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe) Tanda-tanda vital: Tekanan darah normal, nadi meningkat (> 100 x/mnt), suhu meningkat (> 370C), RR normal (16 – 20 x/mnt) Genitalia: Nyeri pada area genitalia, adanya benjolan lunak dan supel berisi cairan berwarna kuning dan berbau, adanya perubahan warna kulit, udem pada labia mayor posterior, adannya pengeluaran cairan pada kelenjar bartolini c. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan darah Pemeriksaan urin Pemeriksaan kultur cairan vagina Terapi Pemberian antibiotik spektrum luas 2. Pengkajian Keperawatan
a. Data biografi pasien b. Riwayat kesehatan saat ini, meliputi : keluhan utama masuk RS, faktor pencetus, lamanya keluhan, timbulnya keluhan, faktor yang memperberat, upaya yang dilakukan untuk mengatasi, dan diagnosis medik. c. Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi : penyakit yang pernah dialami, riwayat alergi, imunisasi, kebiasaan merokok,minum kopi, obat-obatan dan alcohol d. Riwayat kesehatan keluarga e. Pemeriksaan fisik umum dan keluhan yang dialami. Untuk pasien dengan kanker servik, pemeriksaan fisik dan pengkajian keluhan lebih spesifik ke arah pengkajian obstretri dan ginekologi, meliputi Riwayat kehamilan, meliputi : gangguan kehamilan, proses persalinan,
lama
persalinan,
tempat
persalinan,
masalah
persalinan, masalah nifas serta laktasi, masalah bayi dan keadaan anak saat ini Pemeriksaan genetalia Pemeriksaan payudara Riwayat operasi ginekologi Pemeriksaan pap smear Usia menarche Menopause f. Masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi Kesehatan lingkungan/hygiene Aspek psikososial meliputi : pola pikir, persepsi diri, suasana hati, hubungan/komunikasi, kebiasaan seksual, pertahanan koping, sistem nilai dan kepercayaan dan tingkat perkembangan. g.
Data
laboratorium
dan
pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang lain Terapi medis yang diberikan Efek samping dan respon pasien terhadap terapi Persepsi klien terhadap penyakitnya
3.
Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan sekunder b. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau tindakanoperasi. c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan operasi.
4. Intervensi Keperawatan Diagnosa Tujuan (NOC) 1) Nyeri akut berhubungan NOC : Kontrol Nyeri dengan inkontinitus sekunder
kerusakan Setelah
Intervensi (NIC) Kaji secara
dilakukan
jaringan pemberian
asuhan
komphrehensif
nyeri, meliputi: lokasi,
keperawatan selama 3x24
karakteristik,
jam,
frekuensi,
diharapkan
nyeri
respon
pasien
dapat
dan
hasil sebagai berikut :
pencetus
faktor-faktor
penyebab
nyeri,
beratnya
durasi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri,
terkontrol dengan kriteria Klien mampu mengenal
tentang
faktor-faktor
observasi isyarat-isyarat verbal dan non verbal dari
ketidaknyamanan,
ringannya nyeri, durasi
meliputi ekspresi wajah,
nyeri, frekuensi dan letak
pola tidur, nasfu makan,
bagian tubuh yang nyeri
aktifitas dan hubungan
Klien mampu melakukan
pertolongan Kolaborasi
tindakan
non-analgetik,
seperti
napas dalam, relaksasi dan distraksi kepada
kesehatan Klien mengontrol nyeri
tim
pemberian
analgetik sesuai dengan anjuran. Gunakan
Klien melaporkan gejalagejala
sosial.
terapeutik dapat
komunikiasi agar
pasien
mengekspresikan
nyeri mampu Kaji pengalaman masa lalu
individu
tentang
Ekspresi
wajah
klien
nyeri Evaluasi
rileks Klien adanya
melaporkan
keefektifan dari tindakan
penurunan
mengontrol nyeri yang telah digunakan
tingkat
nyeri
dalam
rentang
sedang
(skala Berikan
nyeri:
6)
terhadap
ringan
keluarga
(skala nyeri : 1 sampai 3)
Berikan
Klien melaporkan dapat
tentang
hingga
4
sampai nyeri
beristirahat
tentang
dengan
nyaman TTV dalam batas normal
dukungan pasien
dan
informasi nyeri,
seperti:
penyebab, berapa lama terjadi,
dan
tindakan
pencegahan Ajarkan teknik
penggunaan non-farmakologi
(seperti: relaksasi, guided imagery, terapi musik, dan distraksi) Modifikasi
tindakan
mengontrol
nyeri
berdasarkan
respon
pasien Anjurkan
klien
untuk
meningkatkan tidur/istirahat Anjurkan melaporkan tenaga
klien
untuk kepada
kesehatan
jika
tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan lain
NOC: Kontrol Cemas 2) Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang proses atau
NIC:Menurunkan cemas
Setelah dilakukan asuhan Tenangkan pasien dan keperawatann kepada kaji tingkat kecemasan
tindakanoperasi.
pasien
selama3x24
diharapkan
pasien
jam,
pasien
dapat
Jelaskan
seluruh
mengkontrol cemas dengan
prosedur tindakan kepada
kriteria
pasien dan perasaan yang
hasil
sebagai
berikut:
mungkin muncul pada
Perawat
memonitor
saat melakukan tindakan
kecemasan Berusaha
tingkat pasien
memahami
keadaan
Klien
mampu
penyebab kecemasan dan
dapat
informasi
tentang
diagnosa,
keluarga
prognosis dan tindakan
menurunkan
dengan komunikasi yang
stimulus
lingkungan
baik Mendampingi
ketika pasien cemas Klien mampu mencari
untuk kecemasan
yang
meningkatkan
dapat
dilakukan menurunkan
Klien menggunakan Klien
menyampaikan
strategi
isi perasaannya Ciptakan
melaporkan
penurunan kecemasan Klien
mampu
untuk Bantu
kecemasan pasien
untuk
mengungkapkan hal hal
mampu
mempertahankan social,
keadaan
yang bisa menimbulkan
relaksasi Klien
pasien
menjelaskan
teknik
yang
membuat
cemas
dan dengarkan dengan dan
penuh perhatian Ajarkan
konsentrasi Klien
hubungan
saling percaya
menggunakan
menurunkan cemas
untuk tentang
perawat Bantu
kepada
hubungan
pasien
mampu
koping yang efektif
dan
kenyamanan Dorong
kecemasan
pasien
mengurangi
informasi tentang hal-hal untuk
(rasa
empati)
penyebab- Berikan
menurunkan Perawat
pasien
melaporkan
relaksasi
pasien
teknik
kepada
perawat
tidur Anjurkan pasien untuk
cukup, tidak ada keluhan
meningkatkan ibadah dan
fisik akibat kecemasan,
berdoa
dan tidak ada perilaku Kolaborasi yang
menunjukkan
kecemasan
dengan
dokter untuk pemberian obat-obatan
yang
mengurangi
kecemasan
pasien NIC Setelah dilakukan asuhan Kontrol Infeksi 3)Resiko
tinggi
berhubungan
infeksi keperawatan kepada pasien dengan selama
3x24
setelah digunakan oleh
diharapkan
tindakan operasi.
menjelaskan kembali cara
Ganti peralatan pasien
mengkontrol infeksi dengan
setiap selesai tindakan
hasil
dapat
lingkungan
trauma pada kulit atau
kriteria
pasien
jam,
Bersikan
sebagai
berikut: Mampu cara-cara
pasien
Batasi
jumlah
pengunjung menerangkan Ajarkan cuci tangan penyebaran untuk menjaga kesehatan
infeksi
individu
Mampu
menerangkan Anjurkan pasien untuk factor-faktor yang cuci tangan dengan tepat berkontribusi dengan Gunakan sabun penyebaran
Mampu
antimikrobial untuk cuci menjelaskan
tanda-tanda dan gejala Mampu aktivitas
menjelaskan yang
dapat
tangan Anjurkan
pengunjung
untuk mencuci tangan sebelum
dan
meningkatkan resistensi
meninggalkan
terhadap infeksi
pasien
setelah ruangan
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien Gunakan
universal
precautions Lakukan perawatan