LP Spondilosis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN SPONDILIOSIS



DISUSUN OLEH:



HARITI, S.Kep



FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG TAHUN 2020



PEMBAHASAN 1. Anatomi dan Fisologi A. Otak Otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera (seperti mata, telinga, kulit, dan lain-lain) Secara garis visual, pembagian otak sebagai berikut: a) Meningen Meningen /lapisan pembungkus otak merupakan bagian terluar dari otak. Meningen memiliki beberapa lapisan yaitu Durameter, Aracnoid dan Piameter, yang akan dijelaskan sebagai berikut : a. Durameter (Bagian terluar) Durameter merupakan lapisan periostem tulang tenggorok, merupakan lapisan yang kuat, lapisan fibrosa yang mengandung pembuluh darah, yang memberikan nutrisi pd tulang. Lapisan luar dan dalam menempel dengan tengkorak shg tidak ada lapisanepidural antar tulang dg membrane seperti pd spinal. Antara durameter bagian dalam dan aracnoid terdapat rongga subdural dan tidak mengandung Cerebro Spinal Spuid (cairan serebro spinal). Pada beberapa tempat kedua lapisan dalam dan luar membentuk saluran yang mengandung Pembuluh darah yang disebut dengan Dural sinus dan terdapat darah vena dari pembuluh darah di otak. b. Arachnoid (Lapisan tengah dari meningen) Lapisan ini merupakan jaringan ikat, Antara aracnoid dan piameter terdapat seperti jarring-jarang trabekula dan rongga subaracnoid yg mengandung CSF. Lapisan aracnoid idak mengandung pembuluh darah, tapi pembuluh darah terdapat pada ronga subaracnoid. c. Piameter Piameter merupakan lapisan yang bersentuhan langsung dengan otak. Sebagian besar suplai darah pada otak disuplai oleh pembuluh-pembuluh darah kecil yang banyak pada piameter. b)



Ventrikel Ventrikel otak dilapisi oleh epitelkuboid yg disebut epedima. Terdapat



kapiler-kapiler yang disebut dengan pleksus koroides. Terdapat 4 ventrikel yag



diberi nomor dari atas kebawah dari otak yaitu: ventrikel kiri dan kanan pada hemister sebri, ventrikel ketiga pada diecephalon dan ventrikel keempat pada pons dan medulla. Ventrikel lateral dihubungkan dengan ventrikel ketiga oleh interventrikular foramen sedangkan ventrikel ketiga nyambung dg ventrikel keempat melewati oleh celah sempit yang disebut serebral aqua duktus di midbral atau otak tengah. c)



Cairan Serebrospinal Cairan serebrospinal / CSF berperan dalam melindungi otak, menjaga



keseimbangan bahan-bahan kimia susunan syaraf pusat. CSF dientuk dalam pleksus koroides pada ventrikel lateral. Tiga dan empat dengan kombinasi proses diffusi dan transport aktif. Pleksus koroid menseleksi komponen darah yang dapat melewati membrannya keventrikel (tidak untuk sel darah merah, protein dg molekul besar). Yang dapat lewat: protein berukuran kecil, O2, CO2, Na, K, Ca, Mg, Cl, gukosa dan seluruh jumlah kecil sel darah putih. Perjalanan CSF dibentuk di ventrikel lateral, lalu melalui interventrikuler foramen masuk ke ventrikel III dan melalui Agua Duktus CSF mengalir ke ventrikel IV. Diventrikel IV terdapat 3 buah subaracnoid spaces (sisterna magna) disebelah medulla, aliran berlanjut kespinal lalu kelumbal sisterna. Sebagian besar naik lagi ke otak melalui subaraknoid spaces masuk kevili arachnoid dari sinus sagital superior.Cerebro Spinal Fluid (CSF)Vili arachnoid memiliki katup yang sensitive dengan tekanan dengan sisitem satu arah. CSF selalui dipengaruhi sekitar dalam sehari. d)



Bagian-Bagian Otak 1. Medulla Oblongata Medulla oblongata merupakan bagian yang vital dalam pengaturan jantung,



vasomotor atau kontriksi dan dilatasi pembuluh darah dan pusat pernafasan. Medulla oblongata memonitor kadar CO2 yang berperan dalam pengaturan pernafasan, mengatur muntah, bersin, batuk dan menelan. Dibagian ventral terdapat pyramid menyilang (pyramid decussation) sehingga dibawah medulla keadaan motorik tubuh dikontrol oleh bagian yang berlawanan dalam hemisfer serebri. 2. Pons Terletak diatas medulla, pada bagian dorsal terdapat Formtorio Retikularis dan nuclei syaraf cranial jalur aseden dan desende.Dalam Formatio retikularis



terdapat pusat apneu dan pneumotorix yang membantu dalam pengaturan pernafasan. 3. Midbrain/mesensepalon Midbrain/mesensepalon terdapat diatas pons.Terdapat pusat refleks yang membantu koordinasi pergerakan bila matadan kepala, membantu pengaturan mekanisme focus pada mata, mengatur respon pupil terhadap stimulus cahaya.Terdapat substansi nigra yang berperan dalam pengaturan aktivitas motoric somatic. 4. Serebelum Serebelum berperan dalam fungsi keseimbangan. Secara terus menerus menerima input dari otot, tendon, sendi, dan organ vestibular (keseimbangan) dalam bentuk proprioceptive input (kepekaan terhadap posisi tubuh yang satu dari yang lain). Mengitegrasikan kontraksi otot satu dengan yang lain, mengatur tonus otot. 5. Serebrum Serebrum merupakan struktur terbesar dan paling rumit dalam system syaraf. Terdapat dua hemisfer yang terdiri dari korteks yang merupakan subtansi abu-abu (gray matter), subtansi putih dan ganglia basalis. Korteks terbagi kedalam 6 lobus: 1) Lobus Frontalis Lobus frontalis merupakan area control motorik terhadap pergerakan yang disadari termasuk yang berkaitan dengan bicara. Aktivitas motorik: Area Broadman 4 (primary motor cortex), area 6 (supplementary and premotor motor cortex), area 8 (pergerakan mata) area 44 (area Brocca untuk bicara). Selain control motorik lobus frontalis juga berperan dalam control ekspresi emosi dan prilaku, moral. 2) Lobus Parientalis Lobus parientalis berperan dalam sensasi umum, selera, are 1,2,3 (integrasi sensasi secara umum) 5,6,7,40 (apresiasi terhadap tekstur, berat, mengenali bentuk benda yang dipegang). Area 40 memiliki peran penting dalam body image/gambaran diri. Area 43 (selera dalam hal pengecapan 3) Lobus temporalis Lobus temporalis merupakan pusat pendengaran, keseimbangan, emosi, dan memori. Terdapat area 41,42 yang berperan dalam pegturan



keseimbangan, area 39 yang berperan dalam pemahaman terhadap bicara atau kata-kata. Bagian anterior lobus ini berperan dalam emosi, halusinasi, memori jangka pendek dari beberapa menit sampai beberapa minggu atau bulan. 4) Lobus oksipital Lobus oksipital merupakan pusat penglihatan, pengaturan ekspresi. Terhadap area 17 (area penglihatan utama), area 18,19 mamaknai hasil penglihatan, area 39 memahami bahasa tulisan, area 22 memahami bahasa lisan dan area wernicks (39,22,40). 5) Insula Insula berperan dalam pengaturan aktivitas gastrointestinal, dan organ visceral lainnya. 6) Limbik Berperan dalam pengaturan emosi, perilaku, memori jangka pendek dan penciuman.Korteks serebri merupakan lapisan terluar dari serebrum, terdiri dari subtansi abu-abu.Banyak berperan dalam pengaturan aktivitan kehidupan yang disadari. 7) Talamus Talamus merupakan pust prosesing dan relay semua input sensori kecuali penciuman. Talamus merupakan memiliki 4 area utama yaitu system sensori, system motorik, aktivitas neurofisiologius dan ekspresi emosi, perilaku manusia unik. Talamus berkaitan dengan proses berfikir, kreativitas, interpretasi dan pemahaman bahasa lisan dan tilisan dan mengenali objek dengan cara menyentuh. 8) Hipotalamus Hipotalamus terletak dibawah thalamus, berdekatan dengan dengan hipofisis. Hipotalamus mengatur banyak fungsi untuk keseimbangan. Merupakan pusat pengaturan dan koordinasi dari system syaraf otonom, pengaturan suhu, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.Pengaturan pola tidur dan terjaga, berperan dalam pengaturan lapar dan keinginan untuk makan yang dibantu dengan kadar glukosa, lemak dan protein dalam tubuh, respon prilaku berkaitan dengan emosi, Kontrol endokrin juga berperan dalam respon seksual seperti organisme dan respon terhadap stimulus organ seksual.



9) Epithalamus Epithalamus terdiri dari 3 bagian : Trigonum habenulae, badan pineal, dan komisura posterior. Trigonum habenulae mengandung serabut syaraf yang berhubungan dengan midbrain, berperan sebagai pusat relay. Badan pineal (epiphysis) berperan seperti kelenjar endokrin (neuroendokrin). Komisura posterior berhubungan dengan midbrain. 10) Ventral thalamus/subthalamus Terletak dibagian ventral diencephalons, mengandung nuclei subtalamik. B. Medulla Spinalis Dari batang otak berjalan suatu silinder



jaringan



saraf



panjang



dan



ramping, yaitu medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah



2



cm



(seukuran



kelingking).



Medulla spinalis, yang keluar dari sebuah lubang dilindungi



besar oleh



di



dasar



tengkorak,



kolumna



vertebralis



sewaktu turun melalui kanalis vertebralis. Dari medulla spinalis spinalis keluar sarafsaraf spinalis berpasangan melalui ruang-



ruang yang dibentuk oleh lengkung-lengkung tulang mirip sayap vertebra yang berdekatan. Setiap ruas vertebrae mempunyai bentuk yang hampir sama dengan



beberapa variasi. Pada umumnya, ciri-ciri vertebrae terdiri dari corpus, processus spinosus, 2 processus transversalis, 2 pediculus, 2 arcus, dan 2 lamina. Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai berikut : 8 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakr al (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co). Vertebrae sacralis membentuk sacrum, vertebrae coccygeus membentuk coccygeus. Selama perkembangan, kolumna vertebra tumbuh sekitar 25 cm lebih panjang daripada medulla spinalis. Karena perbedaan pertumbuhan tersebut, segmen-segmen medulla spinalis yang merupakan pangkal dari saraf-saraf spinal tidak bersatu dengan ruang-ruang antar vertebra yang sesuai. Sebagian besar akar saraf spinalis harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Medulla spinalis itu sendiri hanya berjalan sampai setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua (setinggi sekitar pinggang), sehingga akar-akar saraf sisanya sangat memanjang untuk dapat keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Berkas tebal akar-akar saraf yang memanjang di dalam kanalis vertebralis yang lebih bawah itu dikenal sebagai kauda ekuina (”ekor kuda”) karena penampakannya. Bentuk vertebrae yang sangat berbeda yaitu C1 dan C2. Vertebrae cervicalis 1 (C1) disebut juga atlas atau corpus occiput cranium dan berperan untuk fleksi dan ekstensi leher. Vertebrae cervicalis 2 (C2) disebut axis. Pada bagian superior carpus vertebrae 2 terdapat tonjolan tulang yang disebut dens atau processus odontoideus. Dens masuk ke dalam lingkaran atlas. Atlas dan axis secara bersama-sama membentuk articulatio atlanto-axialis yang berperan dalam rotasi leher. Corpus vertebrae antara C2 sampai S1 masing-masing dipisahkan oleh jaringan fibrokartilago discus invertebralis yang berfungsi sebagai peredam kejut. Medulla Spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari hemisfer serebral dan bertugas sebagai penghubung otak dan saraf perifer. Medulla spinalis terletak di dalam foramina vertebralis dan membentang dari vertebrae cervicalis 1 (C1) dan berakhir sebagai conus medullaris setinggi antara L1 dan L2. Filum terminale membentang dari conus medullaris sampai melekat pada coccygeus. Medulla spinalis terbagi atas segmen-segmen, dan satu dari 31 pasang saraf spinal keluar dari medulla spinalis dari tiap-tiap segmen. Sarafsaraf tersebut yaitu 8 pasang cervical, 12 pasang thoracal, 5 pasang lumbal, 5



pasang sakrasal, dan 1 pasang coccygeus. Saraf spinal dari cervical, thoracal, dan lumbal keluar melalui foramina intervertebralis; sedangkan saraf spinal yang berasal dari sacralis membentuk cauda equina dan keluar melalui foramina sacralis. Struktur Medulla Spinalis Medulla spinalis dikelilingi oleh meningen, duramater, arachnoid, dan piamater. Di antara duramater dan kanalis vertebralis terdapat ruang epidural. Saraf spinal pada medulla spinalis manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45 cm dam lebar 14 mm. Pada bagian luar permukaan dorsal dari saraf spinal, terdapat alur dangkal secara longitudinal di bagian posterior berupa sulkus dan bagian yang dalam dari anterior berupa fisura. Substansia grisea di medulla spinalis membentuk daerah seperti kupukupu di bagian dalam dan dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. Seperti di otak, substansia grisea medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel saraf serta dendritnya antar neuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba tersusun menjadi traktus (jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari antarneuron



yang



panjang)



dengan



fungsi



serupa.



Berkas-berkas



itu



dikelompokkan menjadi kolumna yang berjalan di sepanjang medulla spinalis. Setiap traktus ini berawal atau berakhir di dalam daerah tertentu di otak, dan masing-masing



memiliki



kekhususan



dalam



mengenai



informasi



yang



disampaikannya. Traktus desenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari: a)



Traktus kortikospinalis, merupakan lintasan yang berkaitan dengan gerakangerakan terlatih, berbatas jelas, volunter, terutama pada bagian distal anggota gerak.



b)



Traktus retikulospinalis, dapat mempermudah atau menghambat aktivitas neuron motorik alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan karena itu, kemungkinan mempermudah atau menghambat gerakan volunter atau aktivitas refleks.



c)



Traktus spinotektalis, berkaitan dengan gerakan-gerakan refleks postural sebagai respon terhadap stimulus verbal.



d)



Traktus rubrospinalis bertidak baik pada neuron-neuron motorik alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan mempermudah aktivitas otot-otot ekstensor atau otot-otot antigravitasi.



e)



Traktus



vestibulospinalis,



akan



mempermudah



otot-otot



ekstensor,



menghambat aktivitas otot-otot fleksor, dan berkaitan dengan aktivitas postural yang berhubungan dengan keseimbangan. f)



Traktus olivospinalis, berperan dalam aktivitas muskuler. Traktus asenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari:



a)



Kolumna dorsalis, berfungsi dalam membawa sensasi raba, proprioseptif, dan berperan dalam diskriminasi lokasi.



b)



Traktus spinotalamikus anterior berfungsi membawa sensasi raba dan tekanan ringan.



c)



Traktus spinotalamikus lateral berfungsi membawa sensasi nyeri dan suhu.



d)



Traktus spinoserebellaris ventralis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan, traktus spinoserebellaris dorsalis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan.



e)



Traktus spinoretikularis berfungsi membawa sensasi nyeri yang dalam dan lama.



Mekanisme Fisiologis



2. Definisi Menurut Dorland (2011:1008), spondylosis yaitu ankilosis sendi vertebral; perubahan degeneratif pada vertebra akibat osteoporosis. Spondylosis adalah sejenis penyakit rematik yang menyerang tulang belakang (spine osteoarthritis) yang disebabkan oleh proses degenerasi sehingga mengganggu fungsi dan struktur tulang belakang. Spondylosis dapat terjadi pada level leher (cervical), punggung tengah (thoracal), maupun punggung bawah (lumbal). Proses degenerasi dapat menyerang sendi antar ruas tulang belakang, tulang dan juga penyokongnya (ligament). Spondylosis adalah terminologi yang digunakan mengacu pada osteoarthritis degeneratif yang terjadi pada persendian diantara pusat dari vertebra spinal dan/atau foramina neural. Pada kondisi ini, facet joint tidak ikut terlibat. 3. Klasifikasi Spodilosis A. Spondilosis Cervical Cervical spondylosis merupakan perubahan degenerasi dari bantalan (disk) tulang belakang leher, hipertrofi hyperplasia tulang belakang leher dan cedera



leher yang menyebabkan hyperplasia tulang belakang leher atau slipped disk tulang belakang, penebalan ligament, iritasi atau kompresi saraf tulang belakang leher, saraf leher, pembuluh darah sehingga menimbulkan berbagai gejala sindrom klinis. Manifestasi klinis dari cervical spondylosis adalah nyeri leher dan bahu, pusing, sakit kepala, mati rasa ekstremitas atas, atrofi otot, pada kasus yang parah terjadi apasme kedua tungkai bawah dan kesulitan berjalan, bahkan muncul quadriplegia, gangguan sfingter dan kelumpuhan anggota badan. Cervical spondylosis sering terjadi pada orang tua, tetapi dengan adanya perubahan gaya hidup dan perawatan kesehatan yang tidak memadai, penyakit cervical spondylosis juga dapat terjadi pada remaja dan tingkat insiden pada pria lebih tinggi dibanding wanita. B. Spondilosis Lumbalis Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat, spondylosis lumbalis adalah kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada  sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus vertebra lumbal. Spondylosis sering kali mem-pengaruhi vertebrae lumbalis pada orang diatas usia 40 tahun.



Nyeri dan kekakuan badan diperjalanan merupakan keluhan



utama. Biasanya mengenai lebih dari 1 vertebrae. Vertebrae lumbalis menopang sebagian besar berat badan.



Duduk dalam waktu yang lama menyebabkan



tertekannya vertebrae lumbalis. Pergerakan berulang seperti mengangkat dan membungkuk dapat meningkatkan nyeri pada kasus spondilosis lumbalis. C. Spondilosis Ankilosis Spondilosis Ankilosis adalah merupakan penyakit reumatik inflamasi sistemik kronik yang terutama menyerang sendi aksial ( vertebra ). Yang merupakan tanda khas adalah terserangnya sendi sakro iliaka, juga sering menyerang sendi panggul, bahu dan ekstremitas pada stadium lanjut. ( Kapita Selekta Kedokteran, 1999 ).



4. Etiologi Penyebab dari spondilosis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa faktor resiko untuk timbulnya spondilosis antara lain adalah : 1. Umur. Dari semua faktor resiko untuk timbulnya spondilosis, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya spondilosis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Spondilosis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98% pada usia 70 tahun. 2. Jenis Kelamin. Wanita



lebih



sering



terkena



spondilosis



daripada



laki-laki.



Secara



keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi spondilosis kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi spondilosis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis spondilosis. 3. Genetic Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training. 4. Stress mekanikal Akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan membawa / memindahkan barang.



5. Suku. Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada spondilosis nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia dari pada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan. 6. Kegemukan Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya spondilosis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan spondilosis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain. 7. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma) Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan spondilosis adalah trauma yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut. 8. Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear) Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya. 9. Akibat penyakit radang sendi lain Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang. 10. Joint Mallignment Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi. 11. Penyakit endokrin Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun. 12. Deposit pada rawan sendi



Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi. 5. Patofisiologi dan Web of Caution Spondilosis 2.5.1



Patofisiologi Spondilosis



Sebabnya belum diketahui, dan diduga karena gangguan metabolism tulang rawan. Perubahan awal dari tulang rawan adalah penyerpihan, penipisan, dan terjadinya fisur. Perubahan selanjutnya adalah osteofit, pseudo-kista, sclerosis tulang subkondral. Pada akhirnya yang terjadi adalah destruksi dan hilangnya tulang rawan sendi yang pada gilirannya adalah destruksi permukaan sendi yang berakhir dengan gangguan fungsi sendi. Factor-faktor predisposisi adalah tiap keadaan yang dapat menyebabkan destruksi permukaan sendi seperti factor biomekanika, umur, penyakit tertentu seperti penyakit inflamasi, jenis kelamin, factor keturunan. Gaya hidup yang tidak ergomonis menyebabkan sendi kurang dilatih. Hal ini dapat menyebabkan kalsifikasi sendi dan mudah terjadi trauma ringan pada sendi. Trauma tersebut juga mengakibatkan spondilosis. Di samping itu, bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan rongga invertebra, sendi invertebra dapat mengalami subluksasi dan menyempitkan foramina invertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit. Spondilosis berdampak pada penekanan kauda ekuina. Sehingga terjadi iskemia pada kauda ekuina. Iskemia memicu terjadinya defisit sensorik dan motorik. Defisit ini bisa berdampak pada hilangnya kontrol sfingter uretra. Defisit sensorik dan motorik tungkai juga dapat dialami dengan pasien penderita spondilosis. Hal ini menyebabkan kelumpuhan dan kurangnya mobilisasi sehingga bagian kulit ada yang tertekan karena tirah baring yang lama, sehingga muncul dekubitus. Nyeri yang terjadi pada spondilosis biasanya nyeri pada area punggung bawah. Traktus spinotalmikus asendens membawa



rangsang nyeri yang disebabkan oleh kompresi saraf medula spinalis ke thalamus. Gambaran patologis spondilitis ankilosa di deskripsikan oleh Ball (1971) dan di sempurnakan oleh Bywaters (1984). Lokasi patologis primer adalah entesis yaitu insersi dari ligament, kapsul dan tendon ke tulang. Perubahan entesopati yang terjadi adalah fibrosis dan osifikasi jaringan. Pada vertebra, entesopati pada situs insersi annulus fibrosus menyebabkan squaring dari korpus vertebra, destruksi vertebral end plate, dan formasi sindesmofit. Osifikasi pada regio diskus, epifisial dan sendi sakroiliaka serta ekstraspinal diinisiasi oleh lesi pada insersi ligament. Perjalanan penyakit tipikal di mulai dari sendi sakroiliaka. Sakroiliaka di tandai dengan sinovitis dan formasi panus dan jaringan granulasi. Semua proses tersebut akan mengerosi, mendestruksi dan mengganti tulang rawan sendi dan tulang subkondral. Tulang paratikular juga akan menipis akibat peningkatan aktivitas osteoblastik. Inflamasi pada sendi sakroiliaka mempunyai predileksi pada sisi iliaka, hal ini mungkin karena jaringan fibrokartilago yang lebih banyak dan shear stress yang lebih besar pada sisi tersebut. Pada vertebra terjadi inflamasi kronik di annulus fibrosus, khususnya pada insersi ke tepi vertebra, menyebabkan resorpsi tulang yang diikuti perubahan reparasi pada korpus vertebra akan berperan dalam terjadinya squaring. Jaringan granulasi akan mengalami metaplasia kartilago yang diikuti dengna klasifikasi pada tepi vertebra dan sisi luar annulus: dan menyebabkan gambaran sindesmofit



pada foto polos.



Keterlibatan menyeluruh seluruh vertebra



memberikan gambaran bamboo spine. Lesi ekstraspinal terjadi di daerah artikular dan nonartikular. Lesi artikular meliputi sendi sinkodrotik seperti simfisis pubis dan sendi manubriosternal, sendi synovial seperti sendi panggul dan lutut dan entesis. Inflamasi pada situs nonartikular meliputi uvea, katup, jantung fibrosis apeks paru.(Sudoyo,W Aru. dkk .2010)



2.5.2



Web of Caution Spondilosis



Gaya hidup tidak ergonomis



Sendi tdk bnyk dilatih ↓ klasifikasi



Pertambahan usia ↓ Perub. Degenerative tlh belkang ↓ Annulus fibrosus kehilangan air ↓ Kolaps nucleus ↓ Klasifikasi ↓ Terbentuknya osteofit ↓ Penyempitan rongga invertebra ↓ Osteofit mnekan medulla spinalis



Kebiasaan slh dlm mlkkan grakan



Sendi mudah trauma



SPONDILOSIS Kompresi diskus & akar saraf MS



Kauda ekuina terkompresi ↓ Iskemia kauda ekuina



Iskemia radiks spinalis ↓ Respon dr luar tdk diterima, respond dr dlm tidak mnjawab



Prognosis penyakit ↓



ansietas







Defisit sensorik & motoric ↓ Deficit sensoris tungkai



lumpuh Resiko intoleransi aktivitas



Deficit sensorik kauda ekuina



↓ G3 kontrol sfingter uretra



↓ Inkontinensia urine



G3 Eliminasi urine



Spasme ruang diskus invertebrate ↓ Pengeluaran mediator kimia (histamine, prostaglandin)



Mobilisasi fisik ber< ↓ Tirah baring lama ↓ Timbul lesi di bag. Kulit ↓ dekubitus



Resiko ker. Integritas kulit



Traktus spinotalamus lateral membawa sensasi nyeri ke otak



↓ Sensitivitas reseptor nyeri



Nyeri



Kelemahan otot intercostae



↓ Pengembang an rusuk tdak sempurna



↓ Takipnea



ketidakefektif an pola napas



6. Manifestasi Klinis Kompresi radiks sukar dibedakan dengan yang disebabkan oleh protusi diskus, walaupun nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Distesia tanpa nyeri dapat timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot dan gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral dari korpus vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom kauda ekuina dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai serta hilangnya kontrol sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat terjadi di mana pasien mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri dan akan menghilang bila berbaring. Gejala umum, yaitu: (1) Nyeri yang menyebar ke bahu, atau sakit punggung. Lokasi nyeri atau rasa sakit berhubungan dengan seberapa banyak tulang belakang yang terlibat. (2) Sensasi abnormal atau kehilangan sensasi yang mengacu pada segmen tulang belakang yang terlibat. (3) Otot terasa lemah (khususnya pada lengan dan tungkai). (4) Kehilangan keseimbangan. (5) Kehilangan kendali kandung kemih dan/atau usus bagian bawah (kondisi darurat medis). A. Spondilosis Cervical 1) Nyeri pada leher dan bahu akan menyebar ke kepala dan lengan/tangan. 2) Satu sisi dari bahu belakang terasa berat, lengan/tangan tidak bertenaga/lemas, jari tangan kesemutan. 3) Perasaan dari kulit lengan/tangan menurun, tangan memegang benda terasa tidak bertenaga/lemas. 4) Paha/kaki tidak bertenaga/lemas, berjalan tidak mantap, kedua kaki merasa kesemutan. 5) Muncul gejala buang air besar dan kecil yang tak terkendali, disfungsi seksual bahkan tangan dan kaki lumpuh. 6) Ada sebagian pasien cervical spondylosis muncul gejala yang disertai dengan pusing, yang parah dapat muncul gejala disertai dengan mual



dan muntah, sebagian kecil pasien akan muncul gejala vertigo dan pingsan mendadak. 7) Di saat cervical spondylosis telah melibatkan saraf simpatik akan muncul gejala sakit kepala, penglihatan kabur, kedua bola mata terasa bengkak atau terasa kering, tinnitus dan jantung berdebar, ada yang bahkan muncul gejala perut kembung. B. Spondilosis Lumbalis 1) Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak menjadi suatu masalah sampai beberapa bulan. Nyeri akut biasanya ditimbulkan dari aktivitas  tidak sesuai. 2) Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint. Dan mungkin menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral dari satu atau kedua hip. Pusat nyeri berasal dari tingkat L4, L5, S1. 3) Referred pain: a. Nyeri mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena adanya iritasi pada akar persarafan. Ini cenderung pada area dermatomnya b. Paha (L1) c. Sisi anterior tungkai (L2) d. Sisi anterior dari tungkai knee (L3) e. Sisi medial kaki dan big toe (L4) f.



Sisi lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)



g. Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior kaki (S1) h. Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2) 4) Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit dan tertusuk, suatu sensasi ”kesemutan” atau rasa kebas (mati rasa). 5) Spasme otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan m. quadratus lumborum. Seringkali terdapat tonus yang berbeda antara abduktor hip dan juga adductor hip. Kadang-kadang salah satu otot hamstring lebih ketat dibanding yang lainnya. 6) Keterbatasan gerakan, semua gerakan lumbar spine cenderung terbatas. Gerakan hip biasanya terbatas secara asimetrical. Factor limitasi pada umumnya disebabkan oleh ketetatan jaringan lunak lebih dari spasm atau nyeri.



7) Kelemahan otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan otot gluteal. Kelemahan mungkin terjadi karena adanya penekanan pada akar saraf myotomnya. Otot-otot pada tungkai yang mengalami nyeri menjalar biasanya lebih lemah dibandingkan dengan tungkai satunya. Gambaran radiografi, terdapat penyempitan pada jarak discus dan beberapa lipping pada corpus vertebra. C. Spondilosis Ankilosis Awitan spondilitis ankilosis biasanya timbul perlahan-lahan dimulai dengan rasa lelah dan nyeri intermiten pada tulang belakang bawah dan panggul. Bisa juga timbul kekakuan pada pagi hari yang dapat hilang dengan sedikit berolah raga. Gejalanya dapat sedemikian ringan dan tidak progresif sehingga banya penderita penyakit ini tidak terdiagnosa. Selain itu gejala-gejala spondilitis ankilosis bisa dikacaukan dengan gangguan mekanik pada tulang belakang. Gejala-gejala ekstrapinal meliputi : 1) Pleuritik  seperti  “ Chest pain “ 2) Tendonitis akhiles 3) Artropathy perifer ( khusunya panggul ) 4) Gejala non spesifik, antara lain : 



BB turun







Malaise







Lemah







Mood berubah.



7. Pemeriksaan Penunjang Spondilosis 1. Sinar-X. Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada tulang seperti pecahnya tulang rawan. 2. Tes darah. Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik. 3. Analisa cairan engsel Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.



4. Artroskopi Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel tulang. Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi. 5. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi 6. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal 7. MRI Leher dilakukan apabila terdapat nyeri leher atau lengan terasa berat yang tidak membaik dengan pengobatan, kelemahan atau mati rasa di lengan atau tangan. 8. EMG dan tes kecepatan konduksi saraf dapat dilakukan untuk memeriksa fungsi akar saraf.  9. X-ray / CT Scan Leher dilakukan untuk mencari arthritis atau perubahan lain di tulang belakang. 8. Pencegahan Spondilosis Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa cepat proses degenerasi terjadi pada tulang punggung, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya spondylosis. Antara lain : 1. Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact), misalnya berlari. Pilih jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dan kelenturan. 2. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan otot, kelenturan, dan jangkauan gerak. 3. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu lama. Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerja di depan komputer, ataupun mengemudi. 4. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpu pada satu kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkat barang berat lebih baik tekuk tungkai dan tetap tegak. 5. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu mencegah terjadinya cedera bila ada trauma. 6. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya spondylosis.



9. Penatalaksanaan Spondilosis 1. Terapi Non Farmakologis 1) Terapi Fisik dan rehabilitasi Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi. 2) Penurunan Berat Badan Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan factor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya BB harus dijaga agar tidak berlebihan. 2. Fisioterapi 1) Memakai tempat tidur yang dialasi papan dibawah kasur dengan ganjal didaerah lumbal untuk mengembalikan lardosis,   bantal kepala sebaiknya yang tipis. 2) Penyesuian pekerjaan terutama bila terdapat gangguan tulang punggung. Punggung hendaknya dipertahankan lurus, bila perlu meja ditinggikan atau kursi direndahkan jangan terlalu lama duduk. 3) Latihan-latihan untuk menjaga postur tubuh, mengurangi deformitas, dan memelihara ekspansi dada setelah serangan akut diatasi, latihan fisik terbaik adalah berenang. 3. Medikamentosa Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis. a. Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian



biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal. c. Injeksi cortisone. Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu mengurangi nyeri/ngilu. d. Suplementasi-visco. Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan mengurangi nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut. 4. Penatalaksanaan Secara Medis Prosedur diagnostik dan terapi konservatif seperti pada penyakit diskus. Indikasi operasi juga sama yaitu adanya kompresi medula spinalis. Kelemahan otot atau nyeri yang sukar dihilangkan. Pembedahan dilakukan untuk meringankan tekanan pada saraf atau sumsum tulang belakang seperti :  1)



Anterior Corpectomy Discectomy Fusi (ACDF) : Teknik ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan sayatan 3-5 cm pada daerah leher bagian depan.



2)



Foraminotomy : Suatu operasi untuk melebarkan ruang tempat keluarnya akar saraf dari kanal spinal servikal. Operasi medis ini digunakan untuk mengurangi tekanan pada saraf  yang sedang dikompresi oleh foramen intervertebralis, ruang di mana



tulang



belakang



keluar  saraf root kanal tulang belakang. Para



foraminotomy istilah berasal dari kata Latin foramen (lubang, membuka, aperture) dan-otomy (tindakan pemotongan, sayatan). 3)



Cervical Collar: Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses immobilisasi serta mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar dapat mencegah mobilisasi cervical.



4)



Laminektomi : Operasi untuk mengeluarkan lamina. Ini adalah bagian dari tulang yang membentuk tulang belakang di tulang belakang. Laminektomi juga dapat dilakukan untuk menghapus taji tulang pada tulang belakang. Prosedur ini dapat mengurangi tekanan dari saraf tulang belakang atau spinal cord.



5)



Laminoplasty : Salah satu prosedur pembedahan pada kasus spinal stenosis dengan cara membebaskan tekanan pada saraf tulang belakang.



Prosedur ini memotong (memotong seluruhnya pada sisi yang satu dan memotong yang lain) lamina pada kedua sisi dari tulang belakang yang terganggu dan membuat seperti flap/pintu berayun dari tulang sehingga dapat menghilangkan tekanan pada saraf tulang belakang. 6)



Spinal Fusion : Penggabungan dua atau lebih ruas tulang belakang sehingga tulang belakang tidak bergerak. Fusi tulang belakang biasanya dilakukan dengan prosedur bedah lainnya, misalnya laminektomi atau foraminotomy.



10. Komplikasi Spondilosis Spondilosis merupakan penyebab paling umum dari disfungsi saraf tulang belakang pada orang dewasa yang lebih tua. Beberapa komplikasi spondilosis, antara lain : ketidakmampuan untuk menahan buang air besar (BAB) atau urin, hilangnya fungsi otot atau mati rasa, kecacatan dan gangguan keseimbangan. a. Komplikasi Spondilosis Cervical Pada sejumlah kecil kasus, spondilosis servikal dapat memampatkan satu atau lebih saraf tulang belakang - sebuah kondisi yang disebut radikulopati servikal. Taji tulang dan penyimpangan lain yang disebabkan oleh spondilosis juga dapat mengurangi diameter kanal yang saraf tulang belakang. Ketika saluran spinalis menyempit ke titik yang menyebabkan cedera tulang belakang, kondisi yang dihasilkan disebut sebagai myelopathy serviks. Kedua radikulopati servikalis dan myelopathy serviks dapat mengakibatkan cacat permanen. b. Komplikasi Spondilosis Lumbal Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit. c. Komplikasi Spondilosis Ankilosis Komplikasi yang mungkin timbul dapat berupa: 1. kerusakan neurologi 2. Tromboflebitis 3. Fraktur vertebra 4. Poliartritis



5. Disfungsi pernafasan sesuai tahap progressif. Daftar Pustaka W. Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Anderson Price, Sylvia, dkk. 1991. Patofisiologi Edisi 2 bagian 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC J. C. E. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC M. Wilkinson, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta: Buku Kedokteran EGC E. Doengoes, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Herdman, T. Heather. 2012. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 (Bursing Diagnosies: Definition & Classification 20122014). Jakarta: Buku Kedokteran EGC